Panen Ketersediaan Waktu Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah Dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos (Studi Kasus : Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai)

9. Panen

Pemanenan yang dianjurkan adalah dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning, tetapi bukan karena serangan hama atau penyakit lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan, batang berwarna kuning agak coklat, butir gabah menguning mencapai sekitar 80 dan tangkainya sudah menunduk, pemanenan dapat dilakukan 110-115 hari, pemanenan dapat dilakukan sesuai jenis bibitnya, misalnya untuk bibit Ciherang setelah berumur 110 hari, dan Inpari I setelah berumur 105 hari, menggunakan sabit pemotong dan perontokkan dilakukan dengan Power Thresser alat mesin perontok yang diberi alas berupa terpal atau juga dihalaman rumah yang sudah dibersihkan untuk mengantisipasi dalam hal meminimalisasi gabah banyak terbuang. Pada data yang dikumpulkan terdapat 26.66 8 KK yang melaksanakan panen sesuai dengan anjuran, sedangkan 50 15 KK melakukan pemanenan dengan melakukan sebagian diantara paket panen yang dianjurkan dan 23.33 7 KK yang melakukan pemanenan tidak sesuai anjuran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini: Tabel 18. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Panen Sesuai dengan Anjuran. Uraian Skor Penerapan Total 1 2 3 Jumlah KK 7 15 8 30 Persentase 23.33 50 26.66 100 Sumber: Data diolah dari lampiran 3

10. Pasca Panen

Berdasarkan hasil wawanara dengan petani sampel di daerah penelitian bahwa sebagan besar hasil panen daripada usahatani padi sawahnya hanya untuk Universitas Sumatera Utara konsumsi keluarga saja, hal ini disebabkan atas luasan kepemilikan lahan yang sangat terbatas atau tidak cukup. Penanganan aktivitas pasca panen yang dianjurkan adalah dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari sekitar 2-3 hari agar gabah tahan lama disimpan, dilakukan penggilingan dengan alat mesin penggiling, penggilingan biasanya dilakukan sebanyak 2 kali, penyimpanan beras dilakukan setelah pengemasan dalam karung pelastik. Pada data yang dikumpulkan ternyata terdapat 23,33 7 KK yang melaksanakan penanganan pasca panen sesuai dengan anjuran, sedangkan 56.66 17 KK melakukan sebahagian diantaranya, dan 20 6 KK tidak melakukan penanganan pasca panen sesuai anjuran. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Penanganan Pasca Panen Sesuai dengan Anjuran. Uraian Skor Penerapan Total 1 2 3 Jumlah KK 6 17 7 30 Persentase 20 56.66 23.33 100 Sumber: Data diolah dari lampiran 3 Pada uraian di atas dapat dikemukakan secara ringkas tentang penerapan kegiatan teknologi rumah kompos terhadap budidaya padi sawah sistem SRI dengan jumlah petani yang menerapkan sesuai dengan anjuran, dapat dilihat pada Tabel 20 berikut. Universitas Sumatera Utara Tabel 20. Persentase Petani yang Menerapkan Teknologi Rumah Kompos terhadap Budidaya Padi Sawah Sistem SRI Sesuai dengan Anjuran di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai No Paket Teknologi Penerapan Persentase Petani yang Menerapkan Sesuai Anjuran 1 Pengolahan Lahan - Pengolahan dilakukan dua minggu sebelum tanam - Dengan menggunakan traktor tangan - Kedalaman 30 cm, sampai terbentuk struktur lumpur. - Permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol dan mengendalikan air 20 6 KK

2 Pemilihan Bibit

- Bibit yang bersertifikat, seperti bibit Ciherang, dan Inpari I - Gunakan satu jenis bibit pada setiap lahan yang diusahakan - Pembibitan untuk ditanam 10 hari setelah disemai

23.33 7 KK

3 Penanaman

- Jarak Tanam 30 cm x 30 cm - Bibit ditanam pada kedalaman 5 cm - Tiap lubang penanaman bibit ditanam satu satu

16.66 5 KK

4 Perbanyakan Anakan - Dapat dilihat stelah berumur 1 bulan - Anakan dibiarkan - Bibit yang layu, mati atau tumbang diawaskan bila perlu diperhatikan untuk diganti dengan bibit baru penyisipan kembali.

16.66 5 KK

5 Pemupukan Kompos organik - Pupuk kompos diberikan sebelum penanaman bibit - Pemberian pupuk kompos sebelum tanam dilakukan secara penyebaran - Kebutuhan pupuk kompos 200 kg rante 5 ton Ha pada

23.33 7 KK

Universitas Sumatera Utara lahan yang belum pernah memakai pupuk kompos sebelumnya dan 100 kg pada lahan yang telah memakai pupuk kompos sebelumnya - Pemeberian pupuk kompos dapat diberikan sampai 2 musim tanam 6 Pemupukan Kimia anorganik - Urea ditaburkan dengan ukuran 5 kg rante ±125kgha - SP-36 sebanyak 6kg ±150kgha - ZA sebanyak 2kgrante ±50 kgha - Penggunaan pupuk kimia tersebut dapat dicampurkan bersamaan. - Penggunaan pupuk kimia tersebut harus disesuaikan dengan kondisi perkembangan tanaman dan keadaan fisik tanah kesuburan tanah 33,33 10KK 7 Pemeliharaan - Membutuhkan air yang, cukup dengan kondisi tanah yang basah, untuk mempermudah pemeliharan - Pengelolaan air dapat dilakukan sebagai berikut; pada umur 1-10 HST tanaman padi dikeringkan, kemudian pada umur 10 hari diberiakan air, dilakukan penyiangan - Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi - Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak dikeringkan - Pemeliharaan membutuhkan waktu ekstra dengan melihat bibit yang rusak atau mati segera digantikan dengan bibit baru. 20 6 KK 8 Pengendalian Hama dan Penyakit - Pengendalian Ganjur seperti nyamuk yang masuk kedalam batang padi sehingga tidak

13.33 4 KK

Universitas Sumatera Utara mengelurkan malai bakal padi, cukup dengan diairi dengan air hingga batang padi tenggelam supaya hama keluar yang sering terjadi pada musim hujan - Pengendalian terhadap wereng dengan penggunaan perangkap yaitu lampu minyak dilakukan di atas wadah berisi air sehingga diharapkan wereng terkumpul. - Pengendalian berbagai jenis hama dan penyakit yang akan terjadi pada padi sawah organik sistem SRI, misalnya bercak coklat dan blast adalah lebih mengandalkan cara pencegahan dibanding pengobatan, yaitu dengan cara pemilihat bibit yang bersertifikat dengan mutu yang terjamin, pestisida nabati dari tumbuhan dan pestisida hewan dari hewan.

9 Panen

- Butir gabah menguning mencapai sekitar 80 dan tangkainya sudah menunduk. - Pemanenan dapat dilakukan 110-115 hari. - Pemanenan dapat dilakukan sesuai jenis bibitnya, misalnya : untuk bibit Ciherang setelah berumur 110 hari, dan Inpari 1 setelah berumur 105 hari - Menggunakan sabit pemotong - Perontokkan dilakukan dengan Power Thresser alat mesin perontok yang dberi alas berupa terpal atau juga dihalaman rumah yang sudah dibersihkan untuk mengantisipasi dalam hal meminimalisasi gabah banyak terbuang.

26.66 8 KK

Universitas Sumatera Utara

10 Pasca Panen

- Dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari sekitar 2-3 hari agar gabah tahan lama disimpan - Dilakukan penggilingan dengan alat mesin penggiling - Penggilingan biasanya dilakukan sebanyak 2 kali - Penyimpanan beras dilakukan setelah pengemasan dalam karung plastik

23.33 7 KK

Pada Tabel 20 dapat dikemukakan bahwa jumlah dan persentase petani yang menerapkan paket teknologi rumah kompos terhadap penggunaan kompos dalam budidaya padi sawah sistim SRI adalah sedang, dimana petani padi sawah di Desa Sei Buluh masih berpedoman pada tradisi yang di lakukan selama ini atau masih mengusahakan usahataninya secara tradisional. Hal ini dapat juga disebabkan karena umur terobosan penerapan paket teknologi ini yang masih muda, jadi butuh waktu dan sinergi dalam mencapai target penerapan teknologi ini dalam merubah sikap, keterampilan dan perilaku petani di Desa Sei Buluh. Pada Tabel 20 dapat dikemukakan bahwa keberhasilan pencapaian penerapan paket teknologi ini yang paling tinggi adalah kegiatan pemupukan kimia yaitu 33.33 10 KK, pengolahan lahan 20 6 KK, pemilihan bibit 23.33 7 KK, penanaman 16.66 5 KK, perbanyakan anakan 16.66 5 KK, pemupukan kompos 23.33 7 KK, pemeliharaan 20 6 KK, pengendalian hama dan penyakit 13.33 4 KK, panen 26.66 8 KK, dan pasca panen 23.33 7 KK. Universitas Sumatera Utara Pada Tabel 21 dapat dilihat jumlah sampel yang mengadopsi unsur unsur komponen paket teknologi di daerah penelitian. Tabel 21. Kriteria Penilaian Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos terhadap Budidaya Padi Sawah Sistem SRI Berdasarkan Skor dan Jumlah Sampel yang Mengadopsi. Jumlah Skor Kategori Jumlah Sampel Yang mengadopsi Persentase ≤ 16 Rendah 5 16.66 17-23 Sedang 20 66.66 24-30 Tinggi 5 16.66 Sumber : Data diolah dari lampiran 3 Pada Tabel 21 dapat dilihat dari 30 sampel terdapat 5 orang yang tingkat adopsinya rendah 16.66, 20 orang yang adopsinya sedang 66,66 dan 5 orang yang adopsinya tinggi 16.66. Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan teknologi rumah kompos terhadap penggunaan kompos dalam budidaya padi sawah sistim SRI yang dianjurkan oleh koordinator bekerjasama dengan dinas pertanian terkait adalah sedang. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Rumah Kompos Yang menjadi standar untuk menilai tinggi rendahnya tingkat adopsi teknologi di daerah penelitian ada 10 komponen yang dianjurkan oleh koordinator pengurus rumah kompos dan pihak terkait lainnya. Penilaian tingkat adopsi dilakukan dengan mengukur skor memberi nilai pada setiap parameter yang diukur terhadap kegiatan petani padi sawah dengan rentang skor 0-30 yang dimulai dari penggunaan pengolahan lahan, pemilihan bibit, penanaman, perbanyakan anakan, pemupukan kompos, pemupukan kimia, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, panen dan pasca panen. Universitas Sumatera Utara Rataan yang diperoleh dari setiap skor tingkat adopsi teknologi budidaya padi sawah sistem SRI dapat dilihat pada Tabel 22 berikut. Tabel 22. Skor Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos terhadap Budidaya Padi Sawah Sistem SRI No. Teknologi Budidaya Skor Harapan Skor Rata Rata yang Tercapai Persentase Ketercapaian

1 Pengolahan Lahan

3 1.93 64.33 2 Pemilihan Bibit 3 2.03 67.66

3 Penanaman

3 1.76 58.66 4 Perbanyakan Anakan 3 1.9 63.33 5 Pemupukan Kompos 3 1.86 62 6 Pemupukan Kimia 3 2.06 68.66 7 Pemeliharaan Tanaman 3 1.9 63.66 8 Pengendalian Hama dan Penyakit 3 1.7 56.66

9 Panen

3 2.03 67.66 10 Pasca Panen 3 2.03 67.66 Jumlah 30 19.2 64 Sumber : Data diolah dari lampiran 3 Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa belum seluruhnya teknologi rumah kompos terhadap budidaya padi sawah sistim SRI diterapkan oleh petani, persentase ketercapain yang tertinggi diperoleh pada pemilihan bibit dan pemupukan kimia 67.66 -68.66, sedangkan dari rata rata keseluruhan adalah 64 . Data ini menunjukan bahwa tingkat adopsi teknologi rumah kompos dalam penggunaan kompos terhadap padi sawah sistim SRI di daerah penelitian dapat dikategori sedang. Dengan kata lain tingkat adopsi petani terhadap teknologi rumah kompos di daerah penelitian adalah sedang. Universitas Sumatera Utara Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi Petani dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah terhadap Teknologi Rumah Kompos. Hubungan Umur dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos Pada penelitian ini diduga bahwa ada hubungan antara umur yang merupakan salah satu karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi rumah kompos. Semakin tinggi umur petani maka semakin rendah tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Petani yang berada dalam usia produktif lebih cenderung mencari inovasi yang baru yang dapat meningkatkan produktivitas usahataninya. Dengan asumsi bahwa semakin tinggi umur petani maka respon petani terhadap teknologi akan semakin berkurang. Namun kenyataan dilapangan tidak selalu terjadi demikan. Tabel 23. Hubungan Umur dengan Tingkat Adopsi Teknologi Uraian Umur Tahun Tingkat Adopsi Skor Range 26-65 14-26 Rata-rata 43 19.23 r s 0.264 t tabel =1,701 t hitung = 1.448 Sumber : Data diolah dari lampiran 5 Melihat hubungan umur dengan tingkat adopsi teknologi budidaya rumah kompos maka dianalisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh r s = 0.264 dan t hitung = 1.448. Data ini menunjukkan bahwa t hitung t tabel α = 0.05 = 1,701. Hal ini berarti H diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan antara umur dengan tingkat adopsi terhadap teknologi rumah kompos. Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara umur dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos ditolak. Universitas Sumatera Utara Petani di daerah penelitian baik yang berumur tua maupun yang umur muda belum termotivasi untuk menerapkan teknologi rumah kompos dalam usahatani padi sawah mereka. Hal ini disebabkan petani di Desa Sei Buluh masih menerapkan sistem usahatani secara tradisional, petani masih belum menerapkan teknologi rumah kompos yang dianjurkan. Petani yang sudah mempunyai umur diatas 40 tahun merasa bahwa mereka tidak sanggup lagi untuk menerapkan teknologi rumah kompos, karena teknologi rumah kompos memerlukan tenaga waktu serta biaya yang banyak sedangkan petani yang berumur muda terkendala oleh biaya dalam menerapkan teknologi tersebut. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos Pada penelitian ini diduga bahwa lamanya pendidikan yang diterima oleh petani memiliki hubungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos, dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin tinggi juga tingkat adopsinya. Tabel 24. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi Uraian Tingkat Pendidikan Tahun Tingkat Adopsi Skor Range 6-12 14-26 Rata-rata 9 19.23 r s -0.244 t tabel =1,701 t hitung =-1.331 Sumber : Data diolah dari lampiran 5 Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai r s = -0.244 dan nilai t hitung = -1.331. Data ini menunjukkan Universitas Sumatera Utara t hitung t tabel α = 0.05 = 1,701. Hal ini berarti H diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos ditolak. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan menyebabkan petani terhadap teknologi pertanian dan sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah akan menjadi kendala dalam proses adopsi teknologi pertanian. Pada umumnya petani di Desa Sei Buluh yang mempunyai pendidikan lebih tinggi sudah termotivasi untuk menerapkan teknologi rumah kompos dengan tujuan supaya produksi padi sawah mereka meningkat. Sedangkan petani yang pendidikannya rendah masih menerapkan sistem usahatani padi sawah secara tradisional. Hubungan Lamanya Berusahatani dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos Pada penelitian ini diduga bahwa lamanya berusahatani memiliki hubungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos, artinya semakin tinggi pengalaman petani dalam berusahatani padi sawah maka akan semakin tinggi adopsi teknologi rumah kompos yang dilakukan petani tersebut. Tabel 25. Hubungan Lamanya Berusahatani dengan Tingkat Adopsi Uraian Lamanya berusahatani Tahun Tingkat Adopsi Skor Range 5-47 14-26 Rata-rata 20 19.23 r s 0.156 t tabel =1,701 t hitung = 0,835 Sumber : Data diolah dari lampiran 6 Universitas Sumatera Utara Hubungan lamanya berusahatani dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai r s = 0.156 dan nilai t hitung = 0.835. Data ini menunjukkan t hitung t tabel α = 0.05 = 1,701. Hal ini berarti H diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan lamanya berusahatani dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara lamanya bertani dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos ditolak. Pada umumnya, semakin lama petani berusahatani maka petani akan mempunyai sikap yang lebih berani dalam menanggung resiko penerapan teknologi pertanian. Artinya semakin lama berusahatani, petani lebih respon dan tanggap gejala yang mungkin terjadi dengan penerapan teknologi pertanian dan apabila terjadi kegagalan dalam penerapanya maka yang bersangkutan akan lebih siap untuk menanggulaginya. Hal ini dapat juga terlihat di Desa Sei Buluh, dimana petani sudah mempunyai pengalaman bertani padi sawah yang lama dan turun temurun dari nenek moyang mereka. Akan tetapi setelah adanya teknologi rumah kompos yang dianjurkan, petani mulai termotivasi untuk menerapkan teknologi supaya produksi padi mereka meningkat tanpa meninggalkan cara budidaya padi yang mereka terapkan sekian tahun. Selain itu petani padi yang telah lama melakukan usahatani padi merasa bahwa apa yang telah dilaksanakannya selama ini belum cukup baik dan masih perlu perubahan dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas usahatani padi sawah. Universitas Sumatera Utara Hubungan Frekuensi Mengikuti Penyuluhan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos Pada penelitian ini diduga bahwa frekuensi mengikuti penyuluhan sebagai satu karakteristik sosial ekonomi petani mempunyai hubungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos, artinya semakin tinggi frekuensi mengikuti penyuluhan petani maka akan semakin tinggi tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Tabel 26. Hubungan Frekuensi Mengikuti Penyuluhan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos Uraian Frekwensi Mengikuti Penyuluhan Tingkat Adopsi Skor Range 1-3 14-26 Rata-rata 2 19.23 r s -0.042 t tabel =1,701 t hitung = 0.222 Sumber : Data diolah dari lampiran 6 Hubungan frekuensi mengikuti penyuluhan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai r s = 0.042 dan nilai t hitung = 0,222. Data ini menunjukkan t hitung t tabel α = 0.05 = 1,701. Hal ini berarti H diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan tingkat frekuensi mengikuti penyuluhan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara frekuensi mengikuti penyuluhan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos ditolak. Universitas Sumatera Utara Hubungan Tingkat Kosmopolitan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos Pada penelitian ini diduga bahwa tingkat kosmopolitan memiliki hubungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos, artinya semakin tinggi tingkat kosmopolitan seorang petani maka akan semakin tinggi adopsi teknologi rumah kompos terhadap budidaya padi sawah yang dilakukan petani tersebut. Dugaan ini didasari pada asumsi bahwa semakin tinggi tingkat kosmopolitan petani akan mendorong petani untuk melakukan banyak kegiatan terutama dalam upaya mencari dan menambah pendapatan keluarga . Tabel 27. Hubungan Tingkat Kosmopolitan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos Uraian Jumlah Tanggungan orang Tingkat Adopsi Skor Range 18-36 14-26 Rata-rata 25.36 19.23 r s 0.349 t tabel =1,701 t hitung = 1.97 Sumber : Data diolah dari lampiran 7 Melihat hubungan tingkat kosmopolitan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai r s = 0.349 dan nilai t hitung = 1.97. Data ini menunjukkan t hitung t tabel α = 0.05 = 1,701. Hal ini berarti H ditolak dan H 1 diterima, artinya terdapat hubungan tingkat kosmopolitan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Hal ini diungkapkan oleh Nasution 1989 menyatakan tingkat kosmopolitan dapat diukur dengan penggunaan sumber inovasi baru antara lain media elektronik televisi, radio, telepon, media cetak Universitas Sumatera Utara surat kabar, tabloid, majalah dan bepergiannya petani keluar daerah tinggal mereka atau keluar desa dalam rangka memasarkan hasil usahataninya juga untuk mendapatkan pendidikan dan informasi mengenai inovasi pertaian. Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara tingkat kosmopolitan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos diterima. Tingkat kosmopolitan petani yang tinggi terhadap keterbukaan maupun hubungan petani dengan dunia luar akan memberikan percepatan untuk mengadopsi inovasi baru seperti teknologi rumah kompos di daerah penelitian dalam menjalankan usahataninya. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos Semakin luas lahan yang diusahakan oleh petani maka harapan untuk memperoleh produksi dan produktivitas usahatani padi sawah akan semakin tinggi, dengan demikian petani berharap tingkat pendapatan akan semakin besar dengan memperluas usahataninya tersebut. Luas lahan yang diusahakan petani sampel di daerah penelitian rata rata adalah 0.27 Ha dengan rentangan 0.12-2 Ha. Tabel 28. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi Uraian Luas Lahan Ha Tingkat Adopsi Skor Range 0.12-2 14-26 Rata-rata 0.27 19.23 r s 0.372 t tabel =1.701 t hitung = 2.120 Sumber : Data diolah dari lampiran 7 Hubungan luas lahan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik Universitas Sumatera Utara diperoleh nilai r s = 0.372 dan nilai t hitung = 2.120. Data ini menunjukkan t hitung t tabel α = 0.05 = 1.701. Hal ini berarti H ditolak dan H 1 diterima, artinya terdapat hubungan luas lahan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Hal ini diungkapkan oleh Ginting 2002 menyatakan petani yang memiliki lahan luas lebih mudah untuk menerima inovasi baru karena keefisienan penggunaan sarana produksi dibandingkan petani yang mempunyai lahan sempit. Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara luas lahan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos diterima. Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos Pada penelitian ini diduga bahwa jumlah tanggungan keluarga memiliki hubungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Hal ini berarti semakin sedikit jumlah tanggungan maka akan semakin tinggi adopsi teknologi rumah kompos. Tabel 29. Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Tingkat Adopsi Uraian Jumlah Tanggungan orang Tingkat Adopsi Skor Range 1-6 14-26 Rata-rata 3 19.23 r s 0.016 t tabel =1,701 t hitung = 0.084 Sumber : Data diolah dari lampiran 8 Hubungan jumlah tanggungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai r s = 0.016 dan nilai t hitung = 0.084. Data ini menunjukkan Universitas Sumatera Utara t hitung t tabel α = 0.05 = 1,701. Hal ini berarti H diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan jumlah tanggungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara jumlah tanggungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos ditolak. Tingginya jumlah tanggungan keluarga akan memberikan motivasi bagi petani untuk meningkatkan pendapatannya melalui berbagai cara yang dapat dilakukan termasuk pengadopsian teknologi pertanian. Petani di Desa Sei Buluh dalam mengelola usahatani padi sawah tidak melibatkan seluruh anggota keluarga hanya dilakukan oleh orangtua saja. Hubungan Produksi dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos Pada penelitian ini diduga bahwa tingkat produksi memiliki hubungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos, artinya semakin tinggi tingkat produksi maka akan semakin tinggi adopsi teknologi rumah kompos. Tabel 30. Hubungan Produksi dengan Tingkat Adopsi Uraian Produksi Tingkat Adopsi Skor Range 460-10000 Kg 14-26 Rata-rata 2185.66 19.23 r s 0.386 t tabel =1.701 t hitung = 2.214 Sumber : Data diolah dari lampiran 8 Hubungan produksi dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai r s = 0.386 dan nilai t hitung = 2.214. Data ini menunjukkan t hitung Universitas Sumatera Utara t tabel α = 0.05 = 1.701. Hal ini berarti H ditolak dan H 1 diterima, artinya terdapat hubungan produksi dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Hal ini diungkapkan oleh Van Den Ban 2000 menyatakan dalam mencapai peningkatan produksi teknologi memang diperlukan dan para petani perlu mengadopsi teknologi itu. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama ke penggunaan teknologi baru yang lebih maju. Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara produksi dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos diterima. Hubungan Produktivitas dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos Pada penelitian ini diduga bahwa tingkat produktivitas memiliki hubungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat produktivitas maka akan semakin tinggi adopsi teknologi rumah kompos. Tabel 31. Hubungan Produktivitas dengan Tingkat Adopsi Uraian Produktivitas Tingkat Adopsi Skor Range 4166.66 14-26 Rata-rata 6875.00 19.23 r s -0.092 t tabel =1,701 t hitung = -2.597 Sumber : Data diolah dari lampiran 9 Melihat hubungan produktivitas dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai r s = -0.092 dan nilai t hitung = -2.597. Data ini menunjukkan t hitung t tabel α = 0.05 = 1,701. Hal ini berarti H diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan produktivitas dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Universitas Sumatera Utara Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara produktivitas dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos ditolak. Masalah Masalah yang Dihadapi Petani dalam Mengadopsi Teknologi Rumah Kompos

1. Ketersediaan Waktu

Berdasarkan survei dan wawancara di lapangan ternyata ketersediaan waktu petani dalam membuat kompos sendiri bagi usahataninya sangat terbatas bahkan petani tidak ada waktu luang untuk hal tersebut. Dimana petani masih sebagian besar berpegang dan berpedoman pada tradisi yang turun temurun yaitu petani terbiasa dalam hal hal instan seperti penggunaan pupuk kimia anorganik bahkan penerapan paket teknologi rumah kompos terhadap padi sawah dalam usahatani tidak diterapkan dengan sepenuhnya serta waktu luang petani setelah bertani dimanfaatkan untuk istirahat dan aktivitas aktivitas lain selain berusahatani padi seperti buka kedai, menarik becak, dan menjadi tenaga bantu bagi orang lain dalam hal menambah pendapatan keluarga.

2. Kurangnya Pemahaman Petani

Dokumen yang terkait

Analisis Perhitutungan Biaya Sumberdaya Domestik Komoditi Padi Sawah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

2 102 247

Pengaruh Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Terhadap Produksi Usaha Padi Sawah(Studi Kasus: Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai)

1 51 83

Dampak Rumah Kompos Terhadap Faktor Sosial Dan Ekonomi Petani Padi Sawah (Studi kasus: Desa Sei Buluh, Kec. Teluk Mengkudu, Kab. Serdang Bedagai)

0 30 117

Faktor¬Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Lansia Di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2005

0 47 74

Hubungan Antara Tingkat Adopsi Teknologi Dengan Produktivitas Padi Sawah Lahan Irigasi (Kasus : Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang)

3 41 78

Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Petani Organik Dampingan BITRA dan Petani Anorganik (Studi Kasus Padi Sawah Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

2 42 116

Sikap Petani Terhadap Organisasi PerkumpulamPetani Pengguna Air (P3A) di Desa Sei Buluh (Studi Kasus: Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

0 7 105

Sikap Petani Terhadap Organisasi PerkumpulamPetani Pengguna Air (P3A) di Desa Sei Buluh (Studi Kasus: Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 12

Sikap Petani Terhadap Organisasi PerkumpulamPetani Pengguna Air (P3A) di Desa Sei Buluh (Studi Kasus: Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 1

Sikap Petani Terhadap Organisasi PerkumpulamPetani Pengguna Air (P3A) di Desa Sei Buluh (Studi Kasus: Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 5