Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Petani Organik Dampingan BITRA dan Petani Anorganik (Studi Kasus Padi Sawah Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ANALISIS KOMPARATIF TINGKAT SOSIAL EKONOMI

PETANI DAMPINGAN BITRA DAN PETANI ANORGANI

(Studi Kasus Padi Sawah Desa Lubuk Bayas Kecamatan

Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

SKRIPSI

DIAJUKAN OLEH:

YOMENI MARGARETH SAGALA

060902049

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah menyertai dan

memberkati penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul

Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Petani Organik Dampingan

BITRA dan Petani Anorganik” (Studi Kasus Padi Sawah Desa Lubuk Bayas

Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai).

Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar kesarjanaan dari

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan skripsi ini. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan sumbangan saran dan kritik yang

membangun guna memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini.

Penulis tidak lupa mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah membimbing, membantu serta yang memberikan

dukungan bagi penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmus Kesejahteraan

Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan arahan yang bermanfaat bagi penulis selama


(3)

4. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

khususnya Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, yang telah membimbing penulis

dalam kegiatan akademis selama perkuliahan.

5. Bapak Kasim, selaku Kepala Desa Lubuk Bayas, yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian lapangan di Desa

Lubuk Bayas.

6. Bapak Sarman selaku Ketua Kelompok Tani Subur desa Lubuk Bayas, Kak

Jumarni, Bang Anta Tarigan, Kak Heni, Kak Siska, Pak Wahyudi, Bu Lis, Bibi,

selaku staff LSM BITRA Indonesia yang selalu setia membantu penulis dalam

mengerjakan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Seluruh responden yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis

dalam memberikan data-data.

8. Teman-teman Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya stambuk’06 : Nora,

Yanti, Mita, Nova, Tati, Jupri, Nova Pasaribu, Risma, Echa, Evi, Maykel, Dicky,

Ari, Iren, Lista, Feni, Yepi, Dewi, Nuel, Lerri, Ivan, Benni, Rahmat, Edo, Ananta

dan teman-teman yang lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

9. Kepada KK Kuriake (Kak Duma, Tati, Yanti, Nova dan Aros) yang telah

memberikan semangat kepada penulis.

10. Kakak (Yen) dan Adik-adikku (Toni, Jaka, Rido Sagala) terima kasih banyak atas

dukungan doa dan penyemangatku selama ini.

12. Buat teman-temanku Enoyoamino (Nora, Tati, Yanti, Mita, dan Nova), makasi ya


(4)

Secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya

kepada orang tua yang sangat saya kasihi : Ayahanda (St. T. Sagala) dan Ibunda (J.

Purba), yang dengan penuh kasih dan dukungan doa, memelihara, merawat,

membesarkan dan membimbing penulis selama ini sehingga penulis dapat

mengerjakan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Buat semua

keluargaku yang sudah memberikan semangat, dukungan dan masukan yang

membangun, terima kasih. Terkhusus buat Tuhan Yesusku, terima kasih atas segala

kebaikan-Mu, sehingga penulis dapat melewati segala masalah selama penulisan

skripsi berlangsung.

Medan, Maret 2010

Penulis


(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Abstrak

( Skripsi terdiri dari 6 bab, 95 halaman, 31 tabel, 8 lampiran serta 16 kepustakaan )

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana ilmu kesejahteraan sosial. Dengan judul “Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Petani Organik dampingan BITRA dan Petani Anorganik” (studi kasus padi sawah desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Sergai). Tujuan penelitian ini untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan tingkat sosial ekonomi rumah tangga Petani Organik dan Petani Anorganik, dengan indikator pendapatan, perumahan, luas lahan, sandang, kesehatan, pendidikan dan kondisi pangan. Penelitian ini dilakukan di Desa Lubuk Bayas. Mata pencaharian penduduk di desa ini dominan bertani, yaitu petani padi sawah, dan salah satu desa yang sebagian warganya menerapkan pertanian padi organik.

Metode dalam penelitian ini deskriptif yang bersifat komparasi atau membandingkan. Penarikan sampel ditentukan secara purporssive yaitu pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian. Jumlah responden sebanyak 20 rumah tangga, masing-masing terdiri dari 10 rumah tangga petani organik dan 10 rumah tangga petani anorganik. Data-data yang diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data kuesioner, wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Mengingat sampel yang tersedia dalam jumlah yang kecil, maka dalam menganalisa data digunakan uji U Mann Whitney pada taraf significance 0,05 dengan uji 2 ekor.

Melalui pengujian hipotesa dengan menggunakan uji U Mann Whitney, pada

taraf significance 0,05 dengan uji 2 ekor, dimana n1 = 10 (n) dan n2 = 10 (m),

diperoleh hasil U hitung > T tabel, yang berarti tidak signifikan, menerima Ho, menolah Ha. Dengan kata lain, menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan tingkat sosial ekonomi rumah tangga petani organik dampingan BITRA dan petani anorganik. Data ini menunjukkan bahwa kehadiran pertanian organik dampingan BITRA tidak berpengaruh pada peningkatan sosial ekonomi responden.

Melalui analisis data diperoleh kesimpulan bahwa tingkat sosial ekonomi rumah tangga petani organik dan anorganik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang menonjol. Adanya perbedaan skor dari tingkat sosial ekonomi responden petani organik lebih tinggi dibandingkan responden petani anorganik, disebabkan oleh pekerjaan sampingan petani organik. Dimana ada 1 orang petani organik bekerja sebagai PNS disamping selain sebagai petani padi sawah. Responden petani organik dan petani anorganik yang benar-benar hidup dari bertani, maka tidak menunjukkan perbedaan dalam hal sosial ekonomi.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... … v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... .. x

LAMPIRAN ... .. xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian ... 11

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 12

1.4 Sistematika Penulisan ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Sosial Ekonomi ... 14

2.2 Kemiskinan Petani di Pedesaan ... 17

2.3 Pertanian ... 24

2.4 Petani Organik dan Petani Anorganik ... 25

2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan ... 39

2.6 Kerangka Pemikiran ... 42

2.7 Hipotesis Penelitian ... 45

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.8.1. Defenisi Konsep ... 46


(7)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian ... 50

3.2 Tipe Penelitian... 50

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi ... 50

3.3.2. Sampel ... 51

3.4 Teknik Pengumpulan data... 51

3.5 Teknik Analisis Data 3.5.1. Analisis Data Kualitatif ... 53

3.5.2. Analisis Data Kuantitatif ... 53

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa... 54

4.2 Tata Guna Lahan ... 55

4.3 Gambaran Umum Penduduk Desa Lubuk Bayas 4.3.1. Distribusi Penduduk ... 56

4.3.2. Mata Pencaharian Penduduk ... 57

4.3.3. Pendidikan ... 58

4.3.4. Sarana Pendidikan ... 59

4.3.5. Sarana Ibadah ... 60

4.3.6. Sarana dan Prasarana Kesehatan ... 61

4.3.7. Kualitas Perumahan Penduduk ... 62

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Identitas Responden 5.1.1. Jumlah Anak ... 65

5.2 Analisis Kuaitatif Tingkat Sosial Ekonomi Rumah Tangga Petani Organik dan Petani Anorganik 5.2.1. Sosial Ekonomi ... 67


(8)

5.3 Analisis Data Kuantitatif Perbandingan Tingkat Sosial Ekonomi Rumah Tangga Petani Organik dan Petani Anorganik ... 88

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 93 6.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL 1 Perbandingan Petani Organik dan Petani Anorganik ... 10

TABEL 2 Program Pemberdayaan dan Peningkatan Pendapatan Petani ... 23

TABEL 3 Perbandingan Tanaman Organik dan Anorganik ... 36

TABEL 4 Resiko Ekonomi, Sosial dan Kesehatan ... 38

TABEL 5 Tata Guna Lahan... 55

TABEL 6 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin ... 56

TABEL 7 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pecaharian ... 57

TABEL 8 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 58

TABEL 9 Sarana Pendidikan... 59

TABEL 10 Sarana Ibadah ... 60

TABEL 11 Sarana dan Prasarana Kesehatan ... 61

TABEL 12 Kualitas Perumahan Penduduk ... 62

TABEL 13 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 65

TABEL 14 Perbandingan Pengeluaran dalam Sekali Musim Tanam ... 67

TABEL 15 Perbandingan Penghasilan Rata-Rata Per bulan dari Hasil Usaha Tani Padi Sawah ... 69

TABEL 16 Perbandingan Responden yang mempunyai Pekerjaan Sampingan di luar Usaha Tani ... 70

TABEL 17 Perbandingan Penghasilan Responden Rata-rata Per bulan di luar Petani Padi Sawah ... 71

TABEL 18 Perbandingan Pengeluaran Responden Rata-rata Per bulan ... 72

TABEL 19 Perbandingan Kualitas dan Kuantitas Pangan Responden Setiap Harinya dalam Sebulan ... 73

TABEL 20 Perbandingan Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Pangan ... 76

TABEL 21 Perbandingan Kuantitas Membeli Sandang dalam Setahun ... 77

TABEL 22 Perbandingan Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Sandang ... 78


(10)

TABEL 24 Perbandingan Jenis Bahan Bangunan Rumah ... 80

TABEL 25 Perbandingan Sumber Air Bersih ... 81

TABEL 26 Perbandingan Kemampuan Responden untuk Berobat ... 82

TABEL 27 Perbandingan Tingkat Pendidikan ... 83

TABEL 28 Perbandingan Luas Lahan pertanian ... 85

TABEL 29 Perbandingan Status Kepemilikan Lahan Pertanian ... 86

TABEL 30 Perbandingan Alat Mengolah Lahan Pertanian ... 87

TABEL 31 Rekapitulasi Pengujian Jawaban Tingkat Sosial Ekonomi Responden terhadap Aspek Bagan Alur Pemikiran... 92


(11)

DAFTAR BAGAN

Halaman BAGAN 1 Alur Pemikiran ... 45


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel Score Jawaban Responden Petani Organik dari Variabel Sosial Ekonomi.

2. Tabel Score Jawaban Responden Petani Anorganik dari Variabel Sosial Ekonomi.

3. Perbandingan Tingkat Sosial Ekonomi Rumah Tangga Organik dan Rumah

Tangga Anorganik.

4. Tabel U Mann Whitney, Uji 1 Ekor pada Level 0,025 dan Uji 2 Ekor pada

Level 0,05.

5. Daftar Pertanyaan ( Kuesioner ).

6. Surat Keputusan Komisi Pembimbing.

7. Surat Izin Penelitian.


(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Abstrak

( Skripsi terdiri dari 6 bab, 95 halaman, 31 tabel, 8 lampiran serta 16 kepustakaan )

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana ilmu kesejahteraan sosial. Dengan judul “Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Petani Organik dampingan BITRA dan Petani Anorganik” (studi kasus padi sawah desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Sergai). Tujuan penelitian ini untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan tingkat sosial ekonomi rumah tangga Petani Organik dan Petani Anorganik, dengan indikator pendapatan, perumahan, luas lahan, sandang, kesehatan, pendidikan dan kondisi pangan. Penelitian ini dilakukan di Desa Lubuk Bayas. Mata pencaharian penduduk di desa ini dominan bertani, yaitu petani padi sawah, dan salah satu desa yang sebagian warganya menerapkan pertanian padi organik.

Metode dalam penelitian ini deskriptif yang bersifat komparasi atau membandingkan. Penarikan sampel ditentukan secara purporssive yaitu pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian. Jumlah responden sebanyak 20 rumah tangga, masing-masing terdiri dari 10 rumah tangga petani organik dan 10 rumah tangga petani anorganik. Data-data yang diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data kuesioner, wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Mengingat sampel yang tersedia dalam jumlah yang kecil, maka dalam menganalisa data digunakan uji U Mann Whitney pada taraf significance 0,05 dengan uji 2 ekor.

Melalui pengujian hipotesa dengan menggunakan uji U Mann Whitney, pada

taraf significance 0,05 dengan uji 2 ekor, dimana n1 = 10 (n) dan n2 = 10 (m),

diperoleh hasil U hitung > T tabel, yang berarti tidak signifikan, menerima Ho, menolah Ha. Dengan kata lain, menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan tingkat sosial ekonomi rumah tangga petani organik dampingan BITRA dan petani anorganik. Data ini menunjukkan bahwa kehadiran pertanian organik dampingan BITRA tidak berpengaruh pada peningkatan sosial ekonomi responden.

Melalui analisis data diperoleh kesimpulan bahwa tingkat sosial ekonomi rumah tangga petani organik dan anorganik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang menonjol. Adanya perbedaan skor dari tingkat sosial ekonomi responden petani organik lebih tinggi dibandingkan responden petani anorganik, disebabkan oleh pekerjaan sampingan petani organik. Dimana ada 1 orang petani organik bekerja sebagai PNS disamping selain sebagai petani padi sawah. Responden petani organik dan petani anorganik yang benar-benar hidup dari bertani, maka tidak menunjukkan perbedaan dalam hal sosial ekonomi.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hubungan antara kemiskinan dan sektor pertanian di Indonesia sangatlah erat.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebanyak 39,05 juta

orang dan sebagian besar (63 persen) di antaranya berada di daerah perdesaan. Dari

total jumlah penduduk miskin yang ada, sekitar 58 persennya bekerja di sektor

pertanian. Di daerah pedesaan, persentasenya bahkan jauh lebih tinggi, mencapai 70

persen (BPS 2006).

Pemerintah menyadari betul hal ini. Salah satu komitmen politik dari Kabinet

Indonesia Bersatu (KIB) adalah revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk

mampu berkontribusi signifikan pada pengentasan masyarakat dari kemiskinan.

Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan presiden

pada 11 Juni 2005 mempunyai dua sasaran akhir, yaitu pertumbuhan sektor pertanian

dengan rata-rata 3,52 persen per tahun selama 2004-2009, dan meningkatnya

pendapatan dan kesejahteraan petani (RPJMN, 2005). Komitmen politik ini

menunjukkan keyakinan dan pemahaman pemerintah bahwa pembangunan pertanian

memang merupakan salah satu kontributor penting dalam pengentasan masyarakat

dari kemiskinan, terutama di daerah perdesaan


(15)

Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari

aspek kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyediaan lapangan kerja,

penyediaan penganekaragaman tanaman, kontribusi untuk mengurangi jumlah

orang-orang miskin dipedesaan dan peranannya terhadap nilai devisa yang dihasilkan dari

ekspor. Sektor pertanian masih diharapkan tetap memegang peranan penting dalam

perekonomian Indonesia dan sektor pertanian akan lebih berperan lagi bagi sektor

industri kalau sektor pertanian sebagai pemasok (supply) bahan baku disektor industri

(Soekartawi, 2000 : 97).

Strategi kebijakan pembangunan pertanian 2005-2009 disusun berlandaskan

Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJM) yang terkait dengan

pembangunan pertanian, antara lain :

1. Revitalisasi pertanian. Strategi ini diarahkan untuk meningkatkan :

(a) Kemampuan produksi beras dalam negeri sebesar 90-95% dari kebutuhan,

(b) Diversifikasi produksi dan konsumsi pangan,

(c) Ketersediaan pangan asal ternak,

(d) Nilai tambah dan daya saing produk pertanian, produksi dan ekspor

komoditas pertanian

2. Peningkatan investasi dan ekspor non-migas,

3. Pemantapan stabilitas ekonomi makro,

4. Penganggulangan kemiskinan,

5. Pembangunan pedesaan, dan


(16)

Arah kebijakan yang perlu ditempuh dalam pembangunan pertanian jangka

panjang, yaitu:

a. Membangun basis bagi partisipasi petani

b. Meningkatkan potensi basis produksi dan sakala usaha pertanian

c. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan sumber daya insani pertanian yang

berkualitas

d. Mewujudkan sistem pembiayaan pertanian tepat guna

e. Mewujudkan sistem inovasi pertanian

f. Penyediaan perlindungan bagi petani

g. Mewujudkan Agroindustri berbasis pertanian domestik di pedesaan

h. Mewujudkan sistem rantai pasok terpadu berbasis kelembagaan pertanian yang

kokoh

i. Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berpihak kepada petani dan

pertanian

Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat dunia mulai memperhatikan

persoalan lingkungan dan ketahanan tanaman pangan yang dilanjutkan dengan

melaksanakan usaha-usaha yang terbaik untuk menghasilkan pangan tanpa

menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya tanah, air dan udara. Kerawanan

pangan sering terjadi dibanyak negara yang sedang berkembang, maka negara-negara

industri berusaha mengembangkan teknologi “revolusi hijau” untuk mencukupi

kebutuhan pangan dunia. Sebagai konsekwensi dikembangkannya teknologi “revolusi


(17)

budaya setempat mulai terdesak bahkan mulai dilupakan. Teknologi modern yang

mempunyai ketergantungan tinggi terhadap bahan agrokimia seperti pupuk dan

pestisida kimia serta bahan kimia pertanian lainnya lebih diminanti petani daripada

melaksanakan pertanian yang akrab lingkungan.

Upaya melakukan gerakan pertanian organik mulai berkembang di Indonesia

sejalan dengan perkembangan pertanian organik dunia. Konsumen negara-negara

maju menjadi pemicu awal dan inspirasi dari bergulirnya pertanian organik ini. Di

Indonesia, pertanian organik menjadi “tren” karena tumbuhnya kesadaran konsumen

untuk mengkonsumsi produk yang aman dan sehat. Selain itu, proses produksinya

juga cukup bersahabat dengan lingkungan. Tanpa disadari, di Indonesia telah

berkembang praktik pertanian organik untuk berbagai komoditas seperti beras,

sayuran dan buah-buahan walaupun kenyataannya bahwa secara kualitas beberapa

dari produk ini belum memenuhi persyaratan baku SNI ( Standar Nasional Indonesia)

yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap produk organik yang

dihasilkan petani.

Pemerintah tidak mau ketinggalan respon. Sebagai bentuk dukungan pemerintah

terhadap gerakan pertanian organik di Indonesia dilakukan melalui Departemen

Pertanian yang telah mencanangkan beberapa paket kebijakan degan motto; “ Go

Organic 2010 ” yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai produsen pangan

organik yang permintaan pasarnya cendrung meningkat dengan signifikan. Pertanian

organik adalah “sistem manajemen produksi holistic yang meningkatkan dan

mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi


(18)

Nasional Indonesia (SNI), Pertanian Organik yang disahkan oleh Badan Standarisasi

Nasional melalui BSN SNI 01-6729-2002 (Sebastian Eliyas Saragih, 2008:61).

Dalam pengembangan pertanian organik terdapat beberapa hal yang harus

diperhatikan yaitu:

1. Perlu dipertimbangkan secara mendalam aspek biaya dan manfaat dalam

pengembangan teknologi ini. Secara teoritis memang dengan pengembangan

pertanian yang meniadakan input buatan, biaya produksi semakin murah.

Namun untuk mengubah proses produksi yang selama ini telah berlangsung

diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit, khususnya pada awal

penerapannya. Hal ini menyebabkan pengembangan teknologi ini bagi

kegiatan usaha tani rakyat sebagai bagian pertanian Indonesia masih

dipertanyakan.

2. Penerapan teknologi pertanian organik sebagain besar masih ditingkat

laboratorium. Dengan demikian, masih diperlukan penelitian-penelitian secara

mendalam sehingga dapat menjadi teknologi yang dapat dipasarkan. Pada

tahap awal tentunya memerlukan dukungan dari pemerintah, untuk berikutnya

dalam jangka panjang dapat dalam bentuk riset bisnis.

3. Pengembangan pertanian organik terkait dengan orientasi pada permintaan

pasar, sehingga diperlukan kemampuan enterpreneurship. Dengan demikian

kualitas sumber daya manusia menjadi pra syarat bagi pengembangan kegiatan

ini. Pada hal sebagai mana dikemukakan di atas hal ini belum sepenuhnya


(19)

4. Dengan konsep agribisnis maka kegiatan pertanian merupakan suatu sistem

yang di dalamnya saling terkait. Pengembangan pertanian organik pada

dasarnya adalah pengembangan teknik budi daya. Keberhasilan subsistem ini

terkait dengan kemampuan subsistem lain dalam mendukungnya, seperti

penyediaan sarana produksi yang lebih baik, pemasaran yang lebih terpadu dan

kelembagaan yang lebih mendukung merupakan rangkaian yang saling terkait

satu sama lainnya.

5. Produksi pertanian Indonesia sebagaian besar masih tetap berorientasi pada

pemenuhan pasar domestik. Dalam pasar ini belum ada perbedaan yang tegas

dari selera konsumen terhadap produk pertanian yang organik dan yang non

organik. Hal ini sebenarnya karena ketersediaaan yang masih rendah dari

produk pertanian organik. Untuk meningkatkan permintaan tersebut perlu

dilakukan promosi dan penyebaran informasi kepada masyarakat luas. Namun

tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan permintaan tersebut baru akan terjadi

pada masyarakat kelas pendapatan atas. Dibutuhkan waktu yang tidak sebentar

untuk menyesuaikan perbedaan harga antara kedua jenis produk tersebut,

sehingga produk pertanian organik dapat dijangkau semua lapisan masyarakat.

Dengan tantangan-tantangan tersebut, terlihat bahwa sistem pertanian organik

bukanlah suatu hal yang mudah untuk diterapkan secara luas. Namun demikian kita

perlu optimis bahwa dalam jangka panjang hal ini bukanlah suatu impian lagi


(20)

Banyak cara yang ditempuh berbagai pihak untuk mengatasi masalah pertanian

organik. Banyaknya perhatian baik dari dunia Internasional maupun dari berbagai

pihak LSM menandakan bahwa demikian pentingnya di bahas mengenai pertanian

organik. Ada beberapa LSM yang mencoba mengambil kebijakan dengan

menyelenggarakan berbagai program pembinaan pertanian organik yang diwujudkan

dalam bantuan dan pelatihan pertanian organik melalui berbagai LSM yang didirikan.

Salah satu LSM yang bergerak di bidang pertanian organik di daerah pedesaan adalah

Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan). Dimana Yayasan BITRA

sudah menerapkan model pertanian organik di beberapa kelompok dampingan dan

telah memulai gerakan pertanian organik sejak tahun 1997.

Desa Lubuk Bayas adalah salah satu desa dampingan Bitra. Desa Lubuk

Bayas terletak di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi

Sumatera Utara. Lubuk Bayas artinya Lubuk Beras yang berasal dari bahasa

Kalimantan. Di wilayah Perbaungan Desa Lubuk Bayas sebagai sumber beras.

Mayoritas masyarakat di desa ini bergerak di bidang pertanian, terutama pertanian

padi sawah. Pertanian organik di Desa Lubuk Bayas baru diterapkan sejak tahun

2008. Kehidupan masyarakat di desa ini tergantung pada tanaman padinya.

Kebutuhan sosial ekonomi petani juga masih kurang. Terlihat dari kondisi perumahan

penduduk yang masih banyak terbuat dari papan dan kayu. Serta kamar mandi yang

berada di luar rumah.

Menurut Herman, salah satu petani organik binaan BITRA dan juga yang


(21)

dari harga jual padi organik yang lebih tinggi di banding padi non organik. Namun,

kebanyakan petani lebih memilih melakukan pertanian anorganik. Menurut Herman,

kondisi ini disebabkan oleh 4 faktor, yaitu :

1. Masyarakat susah merubah kebiasaan yang instan, yaitu butuh waktu dan

pemahaman yang cukup lama untuk beralih dari tanah kimiawi menjadi tanah

organik,

2. Kurangnya informasi kepada petani tentang keuntungan yang diperoleh dari

pertanian organik,

3. Pemahaman yang kurang tentang adanya saprodi (sarana produksi), dan

4. Petani belum pernah diajak analisa usaha, dimana petani hanya mengetahui cara

meproduksi, tapi tidak mengetahui pemasaran.

Luas lahan pertanian padi sawah di Desa Lubuk Bayas kurang lebih 300 ha.

Sejak dimulai pertanian organik tahun 2008-2009, mempengaruhi 20% pertanian

anorganik yaitu 60 ha menjadi lahan organik. Sementara sisanya 80% adalah

pertanian anorganik yaitu 240 ha. Biaya untuk pertanian padi organik adalah 15 %

dari hasil panen yang diperoleh (di luar tenaga kerja). Pertanian organik biayanya

secara bertahap, karena masih dalam masa peralihan tanah kimiawi ke tanah organik.

Untuk tahap pertama biayanya 50% dari hasil, tahap kedua 25% dari hasil, dan tahap

ke tiga tanah sudah mulai netral dan biayanya 15% dari hasil, sedangkan biaya

pertanian anorganik adalah 20 % dari hasil panen.

Zat perangsang tumbuh (ZPT) yang dipakai dalam pertanian organik adalah urin

(air seni) sapi atau kotoran ternak. Pencegah hama digunakan insektisida hayati (daun


(22)

disaring dan airnya disemprotkan pada tanaman. Pupuk ini dipakai ketika dibutuhkan

saja. Sementara untuk tanaman anorganik ZPT yang dipakai 45 cc/rante. Dimana

penyemprotan dilakukan 3 kali, masing-masing 15 cc tiap penyemprotan. Harga ZPT

Rp.25.000,/liter.

Untuk pestisida anorganik dibutuhkan dana kurang lebih Rp.100.000,-/rante

untuk membeli racun hama. Sementara untuk pestisida pertanian organik yang

dipakai hanya pestisida nabati atau tumbuh-tumbuhan kering dan dipakai tergantung

kebutuhan. Harga pupuk untuk pertanian organik Rp.1.000,-/kg - Rp.1.500,-/kg.

Sedangkan harga pupuk anorganik Rp.2.500,-/kg - Rp.4.000,-/kg. Untuk pertanian

anorganik, biasanya hasil panen di jemput ke rumah petani dan pembeli/agen yang

menentukan harganya jika petani meminjam dana dari agen. Sedangkan untuk

pertanian organik harga padi organik tidak tergantung kepada tengkulak dan pasar

yang mencari.

Padi organik harganya tinggi dan permintaan juga tinggi, sementara padi

anorganik harga standar dan pemintaan juga standar. Per rante pertanian anorganik

dapat menghasilkan gabah kering panen 300 kg/rante dan harga 2.500/kg. Jadi, 300

kg x Rp 2.500,- = Rp.750.000/rante. Dikurangi biaya input (bibit, pupuk, biaya

pemasaran) yaitu 20%. Jadi, per panen petani non organik mendapatkan Rp.600.000,-

per rante. Sedangkan pertanian organik dapat menghasilkan gabah kering panen 280

kg. Harga 3.500/kg. Jadi, 280 kg x Rp.3.500,- = Rp.980.000. dikurangi biaya input

15%. Jadi, per panen petani organik mendapatkan Rp.833.000,-/rante. Dapat di lihat


(23)

anorganik. Banyaknya permintaan beras organik juga mempengaruhi harga beras

organik yang relatif mahal dibanding beras non organik. Harga beras organik

Rp.8000,-/kg sedangkan harga beras non organik Rp.5.800,-/kg. Karena kurangnya

pendapatan dari pertanian beras, maka banyak petani yang mempunyai kerja

sampingan. Seperti, karyawan di perusahaan kilang batu bata, pedagang, nelayan, dan

lain –lain.

Pada tabel 1 dapat dilihat perbandingan pertanian organik dan pertanian

anorganik.

Tabel 1

Unsur-unsur Pertanian Pertanian Organik Pertanian Anorganik

Harga gabah Rp.3.500/kg Rp.2.500/kg

Harga beras Rp.8.000/kg Rp.5.800/kg

Pupuk 1.000-1.500/kg Rp.2.500-4.000/kg

ZPT Tergantung Kebutuhan (air

kencing ternak)

45 cc/rante

Luas lahan 60 ha 240 ha

Dampak lingkungan Tanah menjadi subur Merusak lingkungan

Sumber : Hasil Wawancara dengan Ketua Kelompok Tani Subur 2009

Pekerjaan merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

hidup dan pada hakekatnya manusia mempunyai kebutuhan hidup yang bermacam

ragamnya serta tidak terbatas. Dalam pemenuhan kebutuhannya, pendapatan dari

petani padi belum memberikan hasil yang maksimum. Hal ini terlihat dari kebutuhan


(24)

seadanya. Dengan bekerja mereka mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan

kehidupan keluarganya.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka

penulis merasa tertarik untuk melihat Apakah Ada Perbedaan Tingkat Sosial

Ekonomi Petani Organik dan Anorganik di Desa Lubuk Bayas Kecamatan

Perbaungan Kabupaten Serdang Berdagai.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan langkah yang penting, karena langkah ini

menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah harus jelas dan

tegas sehingga proses penelitian benar-benar terarah dan terfokus ke permasalahan

yang jelas (M. Nazir 1988 : 133). Adapun perumusan masalah yang menjadi pokok

penelitian ini adalah : “ Apakah ada perbedaan tingkat sosial ekonomi petani organik

binaan BITRA dan petani anorganik pada tanaman padi sawah di Desa Lubuk

Bayas?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana tingkat sosial ekonomi petani anorganik pada


(25)

b. Untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi petani organik dampingan Yayasan

Bitra Indonesia pada tanaman padi sawah.

c. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat sosial ekonomi petani

organik dampingan Bitra dengan petani anorganik pada tanaman padi sawah.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagi penulis sendiri, penelitian ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan melalui karya ilmiah.

b. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi


(26)

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan secara teoritis tinjauan-tinjauan yang berkaitan

dengan penelitian yang dilakukan, kerangka penelitian, hipotesis,

defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang lokasi penelitian, tipe penelitian, populasi

dan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi

penelitian dimana penulis melakukan penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil

penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tingkat Sosial Ekonomi

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, tingkat adalah suatu jenjang atau

susunan yang berlapis-lapis. Sosial artinya adalah sesuatu yang berkenaan dengan

masyarakat sedangkan arti kata ekonomi adalah ilmu mengenai azas-azas produksi,

distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan seperti hal keuangan,

perindustrian dan perdagangan. Jadi dapat dikatakan bahwa ekonomi berhubungan

dengan proses pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehari-hari (KBBI, 1996 : 220)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang

berkenaan dengan masyarakat (KBBI, 1990 : 855). Sedangkan dalam konsep

sosiologis, manusia sering di sebut makhluk sosial yang artinya bahwa manusia tidak

dapat hidup dengan wajar tanpa orang lain disekitarnya (Soekanto, 2007 : 76).

Istilah ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani “oikos” yang

artinya rumah tangga dan “Nomos” yang artinya mengatur. Jadi secara harfiah,

ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang paling

sederhana. Namun, seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat, maka

pengertian ekonomi juga sudah lebih luas.

Dari pengertian di atas maka dapatlah dikatakan bahwa sosial ekonomi adalah

sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat


(28)

pendidikan, sandang, pangan, kesehatan dan sebagainya yang tentunya disesuaikan

dengan keperluan suatu konsep penelitian yang dilakukan. Jadi, tingkat sosial

ekonomi adalah adanya suatu jenjang yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan

masyarakat.

Bila berbicara mengenai sosial ekonomi berarti juga berbicara tentang

kebutuhan dan bagaimana seseorang berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut

dan pemanfaatan hasil ekonomi yang diperoleh. Berhubungan dengan kehidupan

sosial ekonomi yang di dalamnya terdapat unsur kebutuhan dan pemenuhannya,

Abraham Maslow mengelompokkan 5 tingkat kebutuhan manusia, yaitu :

1. Kebutuhan dasar fisiologis atau kebutuhan fisik ( Phisiological Needs ) yang

diperlukan untuk mempertahankan hidup seperti kebutuhan akan makanan,

istirahat, udara segar, vitamin, air dan sebagainya. Ini merupakan kebutuhan

primer.

2. Kebutuhan untuk mencintai dan mencintai ( Love Needs ), merupakan dorongan

atau keharusan baginya untuk mendapatkan tempat dalam satu kelompok dimana

ia memperoleh kehangatan perasaan dan hubungan dengan masyarakat lain secara

umum.

3. Kebutuhan akan harga diri ( Estem Needs ) menuntut pengalaman individu

sebagai pribadi yang bernilai, sebagai manusia yang berarti dan memiliki

martabat. Pemenuhan kebutuhan ini akan menimbulkan rasa percaya diri,

menyadari kekuatan-kekuatannya, merasa dibutuhkan dan mempunyai arti bagi


(29)

4. Kebutuhan akan rasa aman ( Safety Needs ) ditujukan oleh anak dengan

pemenuhan kebutuhan secara pasti. Continue dan teratur. Anak mudah terganggu

dalam situasi yang dirasakan sebagai situasi yang membahayakan, situasi yang

kacau, tak menentu, ia mudah menarik diri dalam situasi asing baginya. Anak

membutuhkan perlindungan yang memberi rasa aman.

5. Kebutuhan akan aktualisasi diri ( Self Actualization ) yaitu memberikan dorongan

kepada individu untuk mengembangkan atau mewujudkan seluruh potensi dalam

dirinya. Dorongan ini merupakan dasar perjuangan setiap individu untuk

merealisasikan dirinya, untuk menentukan dirinya atau identitasnya dan menjadi

dirinya sendiri. Kebutuhan ini tumbuh secara wajar dalam diri setiap manusia.

Manusia memang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya, karena dengan

demikian manusia akan mendapatkan hasil yang dapat digunakan demi kelangsungan

hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan di atas yang harus dipenuhi oleh manusia demi

kelangsungan hidupnya, mendorong manusia untuk bekerja sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Prof. Otto Soemarwoto membagi kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar atas

3 golongan, yaitu :

1. Kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup secara hayati yang sehat dan aman

merupakan naluri yang paling hakiki bagi semua makhluk hidup. Golongan ini

terdiri dari udara, air , pangan yang harus tersedia dalam kuantitas dan kualitas

yang memadai serta perlindungan terhadap serangan penyakit, hewan buas dan

sesama manusia. Kebutuhan ini sifatnya mutlak yaitu sama untuk semua orang


(30)

2. Kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup yang manusiawi, antara lain agama,

pendidikan, perlindungan hukum, pakaian, rumah dan pekerjaan. Kebutuhan ini

bersifat nisbi, dipengaruhi oleh minat sosial budaya dan berubah dari waktu ke

waktu.

3. Kebutuhan dasar untuk memilih baik sebagai naluri untuk memelihara

kelangsungan hidup hayatinya maupun kelangsungan hidup manusiawinya yang

terungkap dalam kelakuan sosial budaya (Suyanto, 1995 : 6).

2.2 Kemiskinan Petani di Pedesaan

Negara Indonesia adalah negara agraris sehingga mata pencaharian sebagian

besar penduduknya adalah di sektor pertanian. Hubungan antara kemiskinan dan

sektor pertanian di Indonesia sangatlah erat. Taraf hidup petani pada umumnya masih

rendah. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebanyak 39,05

juta orang dan sebagian besar (63 persen) di antaranya berada di daerah perdesaan.

Dari total jumlah penduduk miskin yang ada, sekitar 58 persennya bekerja di sektor

pertanian. Di daerah perdesaan, persentasenya bahkan jauh lebih tinggi, mencapai 70

persen. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat desa bekerja sebagai

petani (BPS 2006).

Petani digolongkan ke dalam usaha pertanian yang berskala kecil, lazimnya

disebut dengan usaha pertanian rakyat, baik itu yang mengusahakan tanaman pangan

(padi, palawija, sayuran, buah-buahan) dan tanaman perkebunan (kelapa sawit,


(31)

Pada masa lalu, orang miskin dianggap sebagai orang yang malas bekerja.

Kemiskinan yang dialami seseorang adalah akibat kemalasannya. Secara harfiah, kata

miskin berarti tidak berharta benda. Jadi, kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan

di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf

kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun

fisiknya dalam kelompok tersebut (Soekanto, 2007 : 320).

Menurut Soekartawi, penduduk miskin biasanya ditandai oleh kondisi sosial

ekonomi yang serba terbatas yang disebabkan oleh (Soekartawi, 2000 : 40):

1. Nilai tukar produksi orang miskin yang rendah.

2. Kualitas sumber daya yang juga rendah.

3. Produktivitas kerja yang rendah.

4. Modal yang terbatas.

5. Tingkat pendapatan yang rendah, dan

6. Tingkat partisipasi terhadap pembangunan yang juga umumnya rendah.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli, maka

sekurang-kurangnya ada empat faktor yang disinyalir menjadi penyebab mengapa kemiskinan

di pedesaan masih tetap mencolok (Suyanto, 1995:106), yaitu:

1. Karena adanya pemusatan pemilikan tanah yang dibarengi dengan adanya

proses fragmentasi pada arus bawah masyarakat pedesaan. Jumlah penduduk

pedesaan yang terus bertambah tapi tidak diimbangi dengan bertambahnya

tanah telah menyebabkan semakin berkurangnya tanah yang dapat dimiliki

petani kecil sehingga terjadi yang disebut Geertz sebagai shared poverty


(32)

yang terus meningkat dan harga produksi pertanian yang tidak menentu

menyebabkan banyak warga desa sedikit demi sedikit terpaksa harus menjual

lahan miliknya agar tetap dapat hidup. Disisi lain, lemahnya perangkat hukum

agraria adalah faktor tambahan yang menyebabkan kekuatan swasta dari luar

dapat masuk dengan mudah dan membuat desa-desa banyak bermunculan tanah

absente atau petani berdasi.

2. Karena nilai tukar hasil produksi warga pedesaan khususnya sector pertanian

yang semakin jauh tertinggal dengan hasil produksi lain, termasuk kebutuhan

hidup sehari-hari pedesaan. Seperti diberitakan diberbagai media massa, bahwa

akhir-akhir ini harga produk-produk pertanian bukan saja turun drastis tapi juga

semakin tidak seimbang dengan biaya produksi yang telah dikeluarkan.

3. Karena lemahnya posisi masyarakat khususnya petani dalam mata rantai

perdagangan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam proses penjualan

biasanya pihak dominan yang menentukan harga adalah para pedagang atau

tengkulak. Benar, bahwa selama ini sudah banyak program yang pembangunan

diperkenalkan ke wilayah pedesaan. Hanya elit-elit desa saja yang dapat

memanfaatkan terlebih dahulu maka warga elit desa yang secara ekonomi

mapan dan memiliki akses terhadap kekuasaan, dengan mudah dapat

mengambil keuntungan dari paket-paket inovasi yang masuk. Sementara, warga

desa kebanyakan yang kurang berpendidikan dan miskin harus puas hanya

sebagai penonton.


(33)

oleh suatu desa. Dapat dipastikan warga masyarakat pedesaan yang miskin bukan saja

akan semakin tertinggal oleh laju pembangunan, tetapi bukan tidak mungkin mereka

akan menjadi korban pembangunan itu sendiri.

Petani Indonesia terutama yang berkecimpung dalam sektor pertanian tanaman

pangan umumnya merupakan petani yang bersifat subsistem (petani tradisional).

Kebanyakan kehidupan mereka berada pada tingkat memprihatinkan. Petani-petani

tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:

1. Modal kecil. Dalam hal ini tenaga kerja kadang-kadang merupakan satu-satunya

faktor produksi yang digunakan.

2. Tekhnologi yang digunakan sangat sederhana.

3. Mutu produksi yang dihasilkan tergolong rendah.

4. Pasar terbatas.

5. Usaha perluasan pasar selalu terbentur pada kendala peraturan.

6. Dalam pembiayaan usaha tani, mereka tidak memiliki akses terhadap dunia

perbankan.

7. Biasanya petani kecil memiliki posisi tawar-menawar (bargaining position) yang

lebih rendah dibanding pedagang atau usaha-usaha di luar sektor pertanian.

8. Usaha tani kecil lebih sulit merespon teknologi, karena terbatasnya kualitas SDM

mereka.

Masalah utama yang dihadapi petani adalah banyak kebijakan pemerintah yang

kurang berpihak kepada kepentingan pertanian atau dengan kata lain keberpihakan

pemerintah terhadap petani sangat kurang. Memburuknya harga padi, terutama di saat


(34)

kepentingan petani dalam negeri. Keengganan tersebut terlihat dalam berbagai

kebijakan (Achmad Suryana, 2001 : 53), yaitu:

1. Kebijakan impor dengan bea masuk yang sangat rendah telah mengakibatkan

mengalirnya secara bebas beras impor dalam jumlah yang lebih besar dari

kebutuhan dalam negeri. Padahal Negara maju seperti Jepang sangat protektif

melindungi kepentingan petaninya. Anehnya Indonesia sebagai Negara agraris

tidak melakukan hal yang seperti itu. Indonesia tunduk dan patuh kepada instruksi

IMF (International Monetary Fund) dengan membuka lebar-lebar pintu masuk

impor beras.

2. Atas tekanan IMF pula, Indonesia melepas pupuk yang seharusnya merupakan

komoditas strategis di Negara agraris ke mekanisme pasar. Akibatnya pupuk

benar benar ‘menguap’ entah kemana pada saat petani membutuhkannya.

3. Pemerintah memakai ukuran inflasi berdasarkan perkembangan harga pangan,

sehingga harga pangan yang nota bene dihasilkan petani kecil selalu ditekan.

4. Tidak tersedianya tekhnologi yang murah dan mudah, baik teknologi pra-tanam

maupun pascapanen. Ironisnya peralatan cangkul dan sabit diimpor dari China.

5. Permasalahan lain yang juga menghambat upaya petani untuk meningkatkan

pendapatannya adalah kondisi alam khususnya iklim yang seringkali tidak

bersahabat dengan petani. Seperti, musim hujan yang datangnya selalu besamaan

dengan panen raya. Kondisi alam ini tentu saja tidak dapat dihindari. Pemerintah

dalam hal ini belum membuat perencanaan teknologi pertanian seperti


(35)

Akibatnya, petani selalu menjadi bulan-bulanan tengkulak yang selalu menekan

harga jual gabah mereka, dengan alasan kadar air yang tinggi.

Keputusan petani menanam padi akan dipengaruhi oleh expected income (price)

dari gabah yang dihasilkan. Petani secara individu mungkin tidak peduli apakah

keputusan mereka menanam atau tidak menanam padi akan mempengaruhi ketahanan

pangan jangka panjang. Pemerintah berkepentingan terhadap berlangsungnya usaha

tani padi untuk melaksanakan Paket Kebijakan Perberasan Nasional.

Ada beberapa Paket Kebijakan Perberasan Nasional yaitu berupa paket

komprehensif dalam upaya pengembangan agribisnis/ekonomi beras nasional. Paket

kebijakan itu terdiri dari tiga komponen, yaitu :

a. Program pemberdayaan dan peningkatan pendapatan petani padi.

Program pemberdayaan dan peningkatan pendapatan petani padi diarahkan untuk

mengembangkan agribisnis padi yang berdaya-saing. Komponen-komponen

tersebut diarahkan untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan

peningkatan kapasitas produksi, peningkatan produktivitas dan efisiensi,

pengembangan pengolahan hasil dan perlindungan petani atas gejolak harga

output.

b. Program jaminan ketersediaan pangan bagi konsumen rawan pangan.

Program jaminan ketersediaan pangan bagi konsumen rawan pangan dirumuskan

sebagai respon atas adanya ketidaksempurnaan pasar serta menyadari adanya

kelompok masyarakat yang rawan pangan, baik karena terbatasnya aksesbilitas


(36)

c. Program pengembangan perekonomian pedesaan terkait dengan ketahanan

pangan.

Ini dirumuskan karena disadari bahwa peningkatan kesejahteraan petani Indonesia

(dengan karakteristik lahan sempit) akan sulit dicapai bila hanya bertumpu pada

usaha tani padi. Karena itu, peningkatan kesejahteraan tersebut, seyogyanya

dicapai melalui penganekaragaman sumber pendapatan.

Rincian dari ketiga program tersebut, dapat dilihat dalam tabel di bawah, yang

memuat rincian program kedalam komponen utama, kegiatan dan instansi utama

penanggung jawab (leading institution) (Ahcmad Suryana, 2001:l-li).

Tabel 2 Program Pemberdayaan dan Peningkatan Pendapatan Petani N

o.

Komponen Utama

Kegiatan Instansi

penanggung Jawab

1. Peningkatan

kapasitas produksi.

1. Merumuskan pengaturan guna :

pengendalian alih fungsi lahan sawah, pemnfaatan lahan tidur dengan sistem insentif dan disintensif moneter.

2. Mendorong optimalisasi pemanfaatan

sumber daya air.

3. Mendorong peningkatan internsitas

pemanfaatan lahan.

4. Melaksanakan rehabilitasi dan

pengembangan jaringan irigasi.

• Depdagri dan

Otda, Depkeu. • Deptan, Depkimpraswil . • Deptan • Depkimpraswil .

2. Peningkatan

produktivitas dan efisiensi usaha.

1. Menumbuhkembangkan usaha

penangkaran benih bermutu di tingkat lokal.

2. Meningkatkan ketersediaan dan

aksesbilitas petani atas sumber-sumber pembiayaan usaha tani.

3. Meningkatkan pengawasan

perdagangan saprodi (pupuk, benih) dari pemalsuan. • Deptan • Depkeu, Perbankan. • Deperindag • Deptan


(37)

air dan input.

5. Meningkatkan kemampuan petani

mengadopsi teknologi baru dengan teknologi tepat dan spesifik lokasi.

• Deptan

3. Pengemba-

ngan pengolahan hasil.

1. Mendorong pengembangan usaha

pelayanan jasa pasca panen (pengolahan, penyimpanan).

2. Mendorong pengembangan lumbung

pangan masyarakat desa menjadi lumbung modern.

• Deptan

• Deptan,

Depdagri dan Otda.

4. Perlindungan

petani atas gejolak harga output pada masa panen raya.

1. Menetapkan ‘harga perlindungan

petani’ (ditetapkan sekitar 20%-30% di atas biaya produksi).

2. Menetapkan kebijakan pendukung bagi

efektivitas kebijakan harga perlindungan petani, yaitu :

- Pembelian gabah oleh pemerintah

saat panen raya sesuai outlet yang tersedia pada tingkat harga sama pada harga perlindungan pertain atau lebih besar (sesuai dengan harga pasar).

- Penetapan tariff impor, dengan

memperhatikan dosparitas harga domestik dan internasional dengan memperhatikan pada ketentuan WTO.

- Pengaturan impor

• Menko Perekonomian , Deptan, Deperindag. • Bulog • Depkeu • Deperindag, Bulog.

2.3 Pertanian

Pertanian adalah suatu sistem ekologi, sistem lingkungan yang kompleks yang

berkaitan langsung dengan tumbuhan, hewan, alam serta manusia. Dunia pertanian

adalah suatu bidang di negara berkembang yang akan menjerit paling keras jikalau

perdagangan bebas itu diterapkan (M. Isnaini, 2006 : 276).

Di antara produk pertanian yang diperdagangkan di pasar dunia, sekitar 80% di

antaranya adalah komoditas pangan. Memang sangat strategis buat Negara Maju


(38)

kepentingan politik. Di sub-sektor itulah, banyak penduduk miskin Negara

berkembang menggantungkan hidupnya. Kehancuran sub-sektor pangan sama artinya

dengan kehancuran ekonomi rakyat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga Negara

berkembang lainnya yang agraris.

Di daerah pedesaan yang merupakan kontributor dari ¾ kemiskinan di

Indonesia, sektor pertanian bukan hanya mempunyai kontribusi sebesar 67% dari

poverty incidence (pengaruh kemiskinan), tetapi juga mempunyai tingkat kemiskinan

yang paling tinggi di lihat dari semua ukuran kemiskinan yang ada. Gambaran di atas

memberikan implikasi kebijakan yang sangat luas. Pertama, walaupun tingkat

kemiskinan di daerah pedesaan telah mengalami penurunan yang cukup signifikan,

tetapi kemiskinan di daerah pedesaan dan sektor pertanian masih memerlukan

perhatian dan prioritas utama. Kedua, alokasi anggaran untuk mengatasi kemiskinan

tetap harus mendapatkan prioritas untuk mengingat besarnya kedalaman tingkat

kemiskinan di daerah pedesaan dan pertanian. Ketiga, tingginya intensitas

kemiskinan akan membuat program anti kemiskinan di sektor pertanian harus

didesain lebih hati-hati mengingat heterogenitas dalam faktor-faktor yang

menyebabkan kemiskinan tersebut (Achmad Suryana, 2001 : 174).

2.4 Petani Organik dan Petani Anorganik (Konvensional)

Petani organik adalah petani yang melakukan pengolahan lahan dengan

didasarkan pada proses sumber daya alam menurut siklus kehidupan, dengan sistem


(39)

menggunakan kompos, kotoran ternak dan bahan organik lainnya sehingga dapat

membangun siklus kehidupan secara alamiah.

Menurut Kamus Wikipedia Usaha tani organik (organic farming) adalah :

bentuk usaha tani yang menghindari atau secara besar-besaran menyingkirkan

penggunaan pupuk dan pestisida sintetik, zat pengatur tumbuh tanaman dan

perangsang.

IFOAM (International Federation of Organic Agriculture) 1989

mendefenisikan pertanian organik sebagai :

1. memproduksi pangan dalam jumlah yang mencukupi,

2. mengupayakan sistem budidaya yang alami,

3. mempertahankan siklus biologis tanaman,

4. mengupayakan penggunaan sumberdaya yang dapat diperbaharui, dan

5. memungkinkan produsen memperoleh pengembalian yang cukup dalam

jangka panjang.

Dengan demikian sistem pertanian organik menerapkan teknik-teknik seperti

penggunaan kompos, rotasi tanaman, menghindari penggunaan pupuk dan bahan

kimia lainnya yang terurai, menghindari penggunaan zat perangsang tumbuh dan

antibiotik serta penggunaan tenaga kerja ekstra sebagai kontribusi positif bagi

pertanian dan masyarakat pedesaan.

Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang

meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman


(40)

Pupuk Organik disebut juga Pupuk alami yaitu merupakan bahan-bahan yang

dapat meningkatkan kesuburan tanah serta bahan-bahannya diambil dari bahan alami

seperti kotoran hewan, sampah yang membusuk/dibusukkan serta bahan alami lain

yang ramah lingkungan yang sering juga dikatakan pupuk organik.

Produk pertanian organik ditetapkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI),

Pertanian Organik yang disahkan oleh Badan Standarisasi Nasional melalui BSN SNI

01-6729-2002 (Sebastian E S, 2008 : 61).

Pertanian oganik sudah sejak lama kita kenal, sejak ilmu bercocok tanam

dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisional dan

menggunakan bahan-bahan alamiah. Sejalan dengan perkembangan ilmu pertanian

dan ledakan populasi manusia maka kebutuhan pangan juga meningkat. Saat itu

revolusi hijau di Indonesia memberikan hasil yang signifikan terhadap pemenuhan

kebutuhan pangan. Dimana penggunaan pupuk kimia sintetis, penanaman varietas

unggul berproduksi tinggi (high yield variety), penggunaan pestisida, intensifikasi lahan dan lainnya mengalami peningkatan. Namun belakangan ditemukan berbagai

permasalahan akibat kesalahan manajemen di lahan pertanian. Pencemaran pupuk

kimia, pestisida dan lainnya akibat kelebihan pemakaian bahan-bahan tersebut, ini

berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia akibat

selalu tercemar bahan-bahan sintetis tersebut.

Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam jangka waktu lama mulai

disadari sehingga dicari alternatif bercocok tanam yang dapat menghasilkan produk


(41)

Namun pertanian organik modern sangat berbeda dengan pertanian alamiah di jaman

dulu. Dalam pertanian organik modern dibutuhkan teknologi bercocok tanam,

penyediaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit menggunakan agen

hayati atau mikroba serta manajemen yang baik untuk kesuksesan pertanian organik

tersebut. Pertanian organik di definisikan sebagai sistem produksi pertanian yang

holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas

agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup,

berkualitas, dan berkelanjutan.

IFOAM, menjelaskan pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik

yang mendukung dan mempercepat siklus biologi dan aktivitas biologi tanah.

Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pasca panen

dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi.

Penggunaan GMOs (Genetically Modified Organisme) tidak diperbolehkan dalam

setiaptahapan pertanian organik mulai produksi hingga pasca panen. Sebagian orang

menilai bahwa pertanian konvensional tidak beda dengan pertanian berkelanjutan.

Perbedaannya hanya terletak pada penggunaan unsur-unsurnya. Pertanian

berkelanjutan lebih menekankan penggunaan unsur-unsur alam, dan mesti

bekerjasama dengan alam untuk jangka waktu yang panjang, unsur-unsur yang

digunakan untuk usaha pertanian tidak boleh merusak alam. Namun ada juga yang

berpendapat bahwa pertanian berkelanjutan harus melawan pertanian konvensional,

dengan cara menghentikan total penggunaan bahan kimia pertanian


(42)

Menurut Jaker PO (Jaringan Kerja Pertanian Organik) dan IFOAM, ada 4

prinsip dasar dalam membangun gerakan pertanian berkelanjutan:

1. Prinsip ekologi.

Prinsip ini mengembangkan upaya bahwa pola hubungan antara organisme

dengan alam adalah satu kesatuan. Upaya-upaya pemanfaatan air, tanah, udara, iklim

serta sumber-sumber keanekaragaman hayati di alam harus seoptimal mungkin (tidak

mengeksploitasi). Upaya-upaya pelestarian harus sejalan dengan upaya pemanfaatan.

2. Prinsip teknis produksi dan pengolahan.

Prinsip teknis ini merupakan dasar untuk mengupayakan suatu produk organik.

Yang termasuk dalam prinsip ini mulai dari transisi lahan model pertanian

konvensional ke pertanian berkelanjutan, cara pengelolaannya, pemupukan,

pengelolaan hama dan penyakit hingga penggunaan teknologi yang digunakan sejauh

mungkin mempertimbangkan kondisi fisik setempat.

3. Prinsip sosial ekonomis.

Prinsip ini menekankan pada penerimaan model pertanian secara sosial dan

secara ekonomis menguntungkan petani. Selain itu juga mendorong berkembangnya

kearifan lokal, kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, dan mendorong

kemandirian petani.

4. Prinsip politik.

Prinsip ini mengutamakan adanya kebijakan yang tidak bertentangan dengan

upaya pengembangan pertanian berkelanjutan. Kebijakan ini baik dalam upaya


(43)

nu&skins=2ekologi+pertanian&id=332&tkt=4

Sumber bahan organik tanah adalah jaringan tanaman baik yang berupa serasah

atau sisa tanaman yang berupa batang, akar atau daun yang kemudian di rombak oleh

mikroorganisme tanah, atau sisa hewan yang berupa kotoran maupun bangkai hewan.

Secara kimiawi bahan organik tersusun atas karbohidrat, protein, lignin dan sejumlah

senyawa kecil seperti lemak, lilin dan sebagainya (M. Isnaini 2006 : 67).

diakses 10/Oktober/2009/Pukul 11.00 WIB).

Kelemahan pertanian organik adalah :

1. Hasil produksi pertanian organik lebih sedikit bila dibandingkan dengan

pertanian anorganik yang memakai bahan kimia terutama pada awal

menerapkan pertanian organik. Karena hal ini juga maka pertanian organik

masih dianggap mahal. Dalam jangka panjang, pupuk organik sangat baik

untuk tanaman, karena sifat pupuk organik yang memberi pengaruh lama.

Setelah penggunaan pupuk organik secara terus-menerus dalam waktu lama,

maka diharapkan hasil pertanian secara standar juga akan didapatkan.

Misalnya, di beberapa tempat di India, hasil standar baru akan didapatkan

setelah penggunaan pupuk organik setelah 22 tahun.

2. Pengendalian jasad pengganggu secara hayati dengan cara mekanik,

penggunaan musuh alami atau pestisida alami dianggap kurang efektif

dibandingkan dengan penggunaan pestisida kimia.

3. Terbatasnya informasi tentang pertanian organik. Belum ada

penyuluhan-penyuluhan secara menyeluruh tentang budidaya pertanian organik dan


(44)

Di samping kelemahan, pertanian organik juga memiliki kelebihan, yaitu :

1. Meningkatkan aktivitas yang menguntungkan bagi tanaman.

2. Meningkatkan cita rasa dan kandungan gizi.

3. Meningkatkan ketahanan dari serangan organisme pengganggu.

4. Memperpanjang umur simpan dan memperbaiki struktur.

5. Membantu mengurangi erosi.

Pertanian organik menerapkan cara pandang pada sistem pertanian yang

mendorong terbentuknya tanah dan tanaman sehat dengan memanfaatkan daur ulang

hara pada bahan-bahan organik (seperti limbah organik, kotoran ternak, dll), rotasi

tanaman, pengolahan tanah dengan sisa-sisa mulsa yang tepat serta menghindari

penggunaan pupuk dan pestisida kimia/sintentik. Tujuan utama yang ingin dicapai

adalah :

(1) menghasilkan kualitas bahan pangan yang baik dalam jumlah yang cukup,

(2) melaksanakan interaksi yang bersifat sinergi dengan sistem dan daur alamiah yang

mendukung semua kehidupan yang ada,

(3) mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan

mengaktifkan jasad renik, flora dan fauna tanah, tanaman dan hewan,

(4) memelihara kesuburan tanah secara berkelanjutan,

(5) menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbaru yang berasal dari sistem

usahatani,

(6) memanfaatkan bahan-bahan yang mudah di daur ulang baik didalam maupun


(45)

Manfaat pemberian pupuk organik ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat-sifat

tanah (memperbaiki struktur tanah, porositas, permeabilitas, meningkatkan

kemampuan untuk menahan air, dll), sifat kimia (meningkatkan kemampuan tanah

untuk menyerap kation sebagai sumber hara makro dan mikro, dan pada tanah masam

dapat menaikan pH dan sifat biologi tanah (meningkatkan aktivitas mikroba). Pupuk

organik memegang peran penting dalam meningkatkan produktivitas tanah dan

pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, pupuk organik menggunakan sumber bahan

baku dari bahan organik yang dapat diperoleh dari kotoran ternak (sapi, babi atau

kambing, dll). Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan tujuan jangka pendek

pertanian organik adalah :

1. Adanya perubahan pola pikir masyarakat setempat bahwa pertanian organik dapat

dilakukan dimana saja.

2. Mengembangkan dan meningkatkan minat petani pada kegiatan budidaya

pertanian organik baik sebagai mata pencaharian utama maupun hanya

sampingan.

3. Peningkatan peluang pasar karena ketersediaan lahan pertanian yang sangat

sempit.

4. Mempertahankan dan melestarikan produktivitas lahan pertanian sehingga lahan

mampu berproduksi secara berkelanjutan.

5. Mengembalikan fauna yang hidup di dalam tanah guna membantu memulihkan

tanah juga menghidupkan ekosistem yang terputus.

Tujuan jangka panjang, yaitu :


(46)

2. Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang sangat bermanfaat dalam

mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga menunjang

kegiatan budidaya pertanian yang berkelanjutan.

3. Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat residu pestisida dan

pupuk serta bahan kimia lainnya.

4. Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang cukup mahal

harganya dan menyebabkan pencemaran lingkungan disekitarnya.

5. Mengembangkan dan mendorong kembali dan munculnya teknologi pertanian

organik yang telah dimiliki petani secara turun temurun,

6. Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan

produk-produk pertanian yang bebas residu pestisida.

Keuntungan makanan organik jangka panjang bagi tubuh manusia adalah

membuat kerja organ lebih ringan, daya tahan tubuh jadi meningkat, lebih bugar dan

tidak mudah terserang penyakit. Dampak positif lainnya adalah mengurangi resiko

gejala alergi, asma, dermatitis dan sebagainya. Sedangkan keuntungan jangka

panjang pertanian organik adalah tanah lebih gembur dan mudah di olah, gulma dan

tanaman lainnya lebih sedikit dan lebih mudah dibersihkan.

Berbeda dengan petani organik, petani anorganik cenderung menggunakan

pupuk kimia dan memaksa tanaman tumbuh, tetapi hasil dari sistem ini adalah

menambah kerentanan tanaman terhadap hama dan penyakit yang mengakibatkan

menaiknya kebutuhan tambahan bahan kimia berbahaya lainnya. Sistem ini juga


(47)

Dampak akibat pemakaian pestisida sangat mencemaskan diantaranya:

1. Rusaknya struktur tanah pertanian karena berbagai jenis mikro organisme

yang berperan menggemburkan tanah, mati oleh pupuk dan pestisida kimia.

2. Pemakaian pestisida yang sangat tinggi ini mengakibatkan terjadi

pembunuhan masal terhadap fauna yang hidup didalam tanah.

3. Rusaknya ekosistem alam/ rantai makanan karena sebahagian dari mahkluk

di alam ini hampir punah populasinya, sehingga binatang yang lain

populasinya meningkat tanpa ada yang mengganggu dan menjadi hama

perusak bagi tanaman.

4. Tercemarnya lingkungan yang mengganggu kesehatan manusia melalui udara,

air dan lain-lain, dimana banyak sekali kita lihat penyakit yang aneh, dan

muncul dimasyarakat (Sebastian E S, 2008 : 23).

Pengalaman-pengalaman terdahulu menunjukkan bahwa upaya-upaya dalam

meningkatkan produksi secara maksimal dan masal sering berpatokan pada

pemanfaatan input-input pertanian yang bersifat kimiawi seperti pupuk anorganik dan

pestisida kimiawi yang sangat intensif. Langkah-langkah tersebut sangat diilhami

oleh keberhasilan teknologi revolusi hijau yang mampu meningkatkan produksi

(khususnya padi) secara dramatis dengan menggunakan bibit padi unggul sejak

REPELITA I hingga kini. Pemanfaatan bibit-bibit unggul tersebut ternyata

membutuhkan input-input pertanian yang sangat tinggi dan mahal. Demikian pula

serangan hama dan penyakit tanaman sepertinya berpacu dengan setiap pemanfaatan

bibit jenis baru. Akhir-akhir ini telah diyakini bahwa penerapan pertanian ini ternyata


(48)

pangan dalam jangka panjang antara lain

1. Peningkatan pencemaran pada lahan-lahan pertanian akibat penggunaan bahan

kimiawi yang sangat intensif.

2. Berkurangnya kandungan C-organik tanah hingga pada level yang membahayakan,

aspek biologi tanah tertentu yang tidak tahan pada kondisi tersebut akibat dari

penerapan pupuk an-organik sangat cepat reaksinya sehingga penggunaan bahan

organik semakin berkurang.

3. Sistem pertanian green revolution sangat boros terhadap energi akibat dari

varietas-varietas unggul khususnya padi akan mampu berproduksi tinggi apabila

diberikan input pertanian yang tinggi. Input unsur makro saja yang berlebihan

mengakibatkan keseimbangan unsur hara dalam tanah terganggu.

4. Penerapan teknologi revolusi hijau akhirnya merembet pada lahan-lahan kering

dengan komoditas bukan padi dan selalu menggunakan istilah pupuk berimbang

yang sering didasari oleh dosis pupuk anjuran nasional bukan dosis lokal. Kondisi

tanah di masing-masing daerah adalah berbeda sehingga kebutuhan pupuk

seharusnya juga tidak sama.

Secara umum terdapat perbedaan yang mencolok, baik secara anatomi maupun

ekonomi antara budidaya tanaman secara organik dan tanaman anorganik


(49)

Perbandingan tanaman organik dan anorganik (konvensional). I. Anatomi

Perbandingan anatomi konsep pertanian organik dan konvensional

Tabel 3

Uraian Tanaman Organik Tanaman Anorganik

Perlakuan Pra

produksi sampai

Pasca produksi

Dilakukan secara tradisional

tanpa menggunakan alat-alat

mekanisasi yang dapat merusak

kesuburan tanah.

Menggunakan alat-alat semi

sampai full mekanis dalam

setiap tahap pekerjaan

Bibit

Berasal dari varietas bibit-bibit

lokal

Berasal dari bibit unggu l,

hibrida, dan transgenik

(transformasi gen).

Pola tanam Ditanam secara tumpangsari,

pergiliran tanaman, dsb (mix

cropping)

Monokultur (satu jenis

tanaman pada satu hampar

lahan).

Pengairan

Sederhana, dan berkelanjutan. Mekanis, sehingga

mempercepat pengurasan air

tersedia pada lahan.

Bentuk fisik

tanaman

Kokoh, tidak mengandung

banyak air.

Lemah, mengandung banyak

air, sehingga mudah diserang

Hama dan Penyakit.


(50)

Pertumbuhan Agak lambat, karena tumbuh

secara alami.

Cepat, tumbuh

Resistensi hama

penyakit

Tahan hama dan penyakit. Mudah diserang hama dan

penyakit.

Pemupukan

Menggunakan bahan-bahan

kimia organis (asli dan mudah

terurai secara alami).

Kimia non-organis (sintetis,

sehingga sulit terurai dan

menimbulkan timbunan

senyawa baru yang merusak

keseimbangan biokhemis

tanah).

Perlintan Menggunakan pendekatan

alternatif dan keseimbangan

ekologis.

Menggunakan pestisida

kimia sintetis (beracun).

Seimbang, (sedikit dalam masa

produksi yang panjang).

Tidak menentu (banyak

dalam masa produksi yang

singkat).

Hasil/kualitas

produksi

Beraneka ragam, berkualitas

tinggi, bebas residu kimia

beracun, mengandung gizi yang

seimbang, tahan disimpan lama,

dsb

Sejenis, kurang berkualitas,

mengandung residu kimia

berbahaya, kandungan gizi

tidak berimbang, dan tidak

tahan untuk disimpan lama.


(51)

II. Ekonomi dan sosial, serta kesehatan Tabel 4

Uraian Tanaman Organik Tanaman Anorganik

Pilihan

konsumen

Disukai konsumen. Kurang disukai, karena

kurang enak.

Harga Lebih adil , karena pola pasar

dari produsen langsung ke

konsumen.

Relatif, tergantung pedagang

dan distribusi yang

bertingkat-tingkat.

Resiko

kegagalan usaha

tani

Sedikit, karena ada Tumpang

sari, rotasi,

Lebih besar dengan

peningkatan input serta

wabah hama/penyakit

Kerusakan

ekosistim lahan

Tidak ada, dan berkelanjutan. Lebih cepat, resistensi hama

pada pestisida, polusi, daur

ulang biokemis tanah tidak

seimbang.

Resiko sosial Terbebas dari ketergantungan. Menciptakan ketergantungan

pada petani dan lahan.

Resiko budaya Kreatif dan menjunjung tinggi

nilai-nilai tradisi dan kekuatan

alam.

Effisien, malas, dan

menimbulkan sifat tamak

dan serakah.


(52)

kesehatan atau kronis.

Catatan : Data-data perbandingan antara pertanian organik dan konvensional berdasarkan pada pengalaman dari petani-petani organik yang menjadi rekanan PAN Indonesia (2003).

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertanian

Usaha untuk mencapai tujuan produksi tidaklah sederhana karena

memerlukan pemikiran dan tindakan-tindakan yang selain tepat juga

berkesinambungan. Bukan hanya otot-otot manusia yang berbicara, tetapi

kemampuan otaknya juga diharapkan untuk memperoleh hasil dari pertanian yang

dilakukan.

Alternatif cara-cara berproduksi memang banyak, tetapi di samping itu tidak

kurang pula banyaknya faktor kendala yang membatasi kemungkinan-kemungkinan

penyelenggaraan produksi tersebut, baik yang bersifat intern maupun ekstern

sehingga sulit mendapatkan hasil produksi yang diinginkan agar dapat meningkatkan

kesejahteraan hidup para petani.

Faktor-faktor intern yang mempengaruhi pertanian antara lain :

a. Lahan

Lahan sebagai tempat diselenggarakannya pertanian berpengaruh terhadap

pendapatan. Bahwa semakin luas lahan yang diusahakan, maka hasil produksi

akan semakin besar. Tingkat hasil produksi adalah salah satu faktor dari

pendapatan. Luas lahan yang diusahakan ini adalah semua lahan baik milik

sendiri maupun milik orang lain. Kemudian produktivitas lahan mencerminkan


(1)

Lampiran 7. U Mann Whitney, Uji 1 ekor pada Level 0,025

Dan Uji 2 Ekor pada level 0.05

m 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 n

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 -

- - - - - - - - 0 - - 0 1 2 - - 1 2 3 5 - - 1 3 5 6 8 - 0 2 4 6 8 10 13 - 0 2 4 7 10 12 15 17 - 0 3 5 8 11 14 17 20 23 - 0 3 6 9 13 16 19 23 26 30 - 1 4 7 11 14 18 22 26 28 33 37 - 1 4 8 12 16 20 24 28 33 37 41 45 - 1 5 9 13 17 22 26 31 36 40 45 50 56 - 1 5 10 14 19 24 29 34 38 44 50 54 60 64 - 1 6 11 15 21 26 31 37 42 47 53 59 64 70 75 - 2 6 11 17 22 28 34 39 45 51 57 63 69 75 81 87 - 2 7 12 18 24 30 36 42 48 55 61 67 74 80 86 93 99 - 2 7 13 19 25 32 38 46 52 58 65 72 78 85 92 99 100 113 - 2 8 14 20 27 34 41 48 55 62 69 76 83 90 98 105 112 119 127

- 3 8 15 22 28 36 43 50 58 65 73 80 88 96 103 111 119 126 134

- 3 9 18 23 30 38 45 53 61 69 77 85 93 101 109 117 125 133 141

- 3 9 17 24 32 40 48 56 64 73 81 89 98 106 116 123 132 140 149

- 3 10 17 25 33 42 50 59 67 76 85 94 102 111 120 129 138 147 156

- 3 10 18 27 35 44 53 62 71 80 89 98 107 117 126 135 145 154 163

- 4 11 18 28 37 48 55 64 74 83 93 102 112 122 132 141 151 161 171

- 4 11 20 29 38 48 57 67 77 87 97 107 117 127 137 147 158 168 178

- 4 12 21 30 40 50 60 70 80 90 101 111 122 132 143 154 164 175 186

- 4 13 22 32 42 52 62 73 83 94 105 116 127 138 149 160 171 182 193

- 5 13 23 33 43 54 65 76 87 98 109 120 131 143 154 166 177 189 200

- 5 14 24 34 45 56 67 78 90 101 113 125 136 148 160 172 184 196 208

- 5 14 24 35 46 58 69 81 93 105 117 129 141 153 166 178 190 203 215

- 5 15 25 37 48 60 72 84 98 108 121 133 146 159 171 181 197 210 222

- 5 15 28 38 50 62 74 87 99 112 125 138 151 164 177 190 203 217 230

- 6 16 27 38 51 64 77 89 103 116 129 142 158 169 183 196 210 224 237

- 8 18 28 40 53 66 79 92 106 119 132 147 161 174 188 202 218 231 245

- 8 17 29 41 55 68 81 95 109 123 137 151 165 180 194 209 223 238 252

- 8 17 36 43 58 70 84 98 112 127 141 156 170 183 200 215 230 245 250

0 7 18 36 44 58 72 86 101 115 130 145 160 175 190 206 221 236 252 267 0 7 18 31 45 60 74 89 103 119 134 149 165 180 198 211 227 243 258 274


(2)

PERBANDINGAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI

RUMAH TANGGA PETANI ORGANIK DAN PETANI ANORGANIK

No.

Data

mentah

Diurutkan Kelompok

No.

Urut

Rank

Rank 1

(A)

Rank 2

(B)

1.

54

47

A

1

1

1

2.

56

50

B

2

2

2

3.

59

51

A

3

3,5

3,5

4.

55

51

B

4

3,5

3,5

5.

54

53

B

5

5

5

6.

47

54

A

6

7

7

7.

58

54

A

7

7

7

8.

51

54

B

8

7

7

9.

61

55

A

9

9,5

9,5

10.

57

55

B

10

9,5

9,5

11.

55

56

A

11

11,5

11,5

12.

59

56

B

12

11,5

11,5

13.

54

57

A

13

13

13

14.

59

58

A

14

14

14

15.

51

59

A

15

16,5

16,5

16.

56

59

B

16

16,5

16,5

17.

50

59

B

17

16,5

16,5

18.

61

59

B

18

16,5

16,5

19.

53

61

A

19

19,5

19,5


(3)

TABEL SCORE

TINGKAT SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI ORGANIK

(KELOMPOK A)

No.

PENDAPATAN

PANGAN

SANDANG

3

4

5

6

7

8

11.a

11.b

11.c

11.d

11.e

11.f

12

13.a

13.b

14

1.

2

1

1

2

3

1

3

2

2

3

2

1

1

1

1

1

2.

2

1

1

3

2

1

3

2

1

3

2

2

1

2

1

1

3.

1

2

1

2

4

1

3

3

3

3

1

1

1

2

1

1

4.

3

2

1

1

2

0

3

2

3

3

2

1

1

1

2

1

5.

1

1

1

1

1

0

3

3

2

3

1

1

1

2

0

1

6.

1

3

1

1

3

0

3

1

3

3

1

0

0

1

1

0

7.

3

2

1

4

3

1

3

2

3

3

2

1

0

1

1

0

8

2

1

1

1

4

1

3

2

2

3

1

1

0

2

1

0

9.

2

2

1

3

4

1

3

2

2

3

2

2

1

2

1

1


(4)

TABEL SCORE

TINGKAT SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI ORGANIK

(KELOMPOK A)

No.

PERUMAHAN

KESEHATAN

PEND.

STATUS LAHAN

JUMLAH

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

26

27

28

29

1.

2

1

2

2

1

4

2

2

0

4

1

3

2

1

54

2.

2

1

2

2

1

4

2

2

0

3

1

2

3

3

56

3.

1

3

2

2

1

4

2

2

1

3

1

3

3

1

59

4.

3

2

1

2

1

4

2

2

1

4

1

2

1

1

55

5.

2

2

2

2

1

4

2

2

1

4

1

3

3

3

54

6.

3

1

2

2

1

4

2

2

1

2

1

1

2

1

47

7.

3

2

2

2

1

4

2

2

0

3

1

2

3

1

58

8.

2

3

2

2

1

4

2

2

0

3

1

1

2

1

51

9.

2

2

2

2

1

4

2

2

0

5

1

3

2

1

61


(5)

TABEL SCORE

TINGKAT SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI ANORGANIK

(KELOMPOK B)

No.

PENDAPATAN

PANGAN

SANDANG

3

4

5

6

7

8

12.a

12.b

12.c

12.d

12.e

12.f

13

14.a

14.b

15

1.

2

1

1

2

3

1

3

2

2

3

1

2

1

1

1

1

2.

2

1

1

3

3

1

3

1

3

3

1

1

1

2

2

1

3.

1

2

1

1

4

1

3

1

3

3

1

0

1

2

2

0

4.

3

1

1

2

4

0

3

1

3

3

2

1

0

3

2

1

5.

2

1

1

2

2

1

3

1

1

3

1

1

1

1

0

1

6.

3

1

1

3

2

1

3

2

3

3

1

1

1

2

1

1

7.

2

2

1

2

2

0

3

1

3

3

2

2

0

1

1

0

8

3

2

1

3

3

0

3

2

2

3

2

1

1

2

2

1

9.

3

2

1

3

3

0

3

2

2

3

2

1

0

1

1

0


(6)

TABEL SCORE

TINGKAT SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI ANORGANIK

(KELOMPOK B)

No.

PERUMAHAN

KESEHATAN

PEND.

STATUS LAHAN

JUMLAH

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

27

28

29

30

1.

2

1

2

2

1

4

2

2

1

3

1

2

2

3

55

2.

3

3

2

2

1

4

2

2

0

4

1

3

2

1

59

3.

3

2

2

2

1

4

2

2

0

2

1

1

3

3

54

4.

1

1

2

2

1

4

2

2

0

5

1

2

3

3

59

5.

3

2

3

2

1

4

2

2

1

4

1

1

2

1

51

6.

3

2

1

2

1

4

2

2

1

4

1

2

1

1

56

7.

1

2

2

2

1

4

2

2

0

3

1

2

2

1

50

8.

3

1

2

2

1

4

2

2

1

3

1

2

3

3

61


Dokumen yang terkait

Analisis Finansial Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

15 104 93

Partisipasi Petani Dalam Penerapanpertanian Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas,Kecamatan Perbaungan,Kabupaten Serdang Bedagai)

1 68 72

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai )

9 95 91

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Organik Di Kabupaten Serdang Bedagai(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan)

2 80 83

Analisis Pendapatan Pada Petani Padi Sawah Terhadap Kesejahteraan (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

19 173 117

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 4 104

Strategi Peningkatan Pendapatan Petani Padi Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai )

0 3 78

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 16

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 1

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 4