Peran Dan Pelaksanaan Mediasi Dalam Menyelesaikan Sengketa Perdata Di Pengadilan Negeri Medan (Analisis Terhadap Perkara Yang Diselesaikan Melalui Mediasi di Pengadilan Negeri Medan)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Al- Quran, Quran Surat. al-Hujurat (49) : 10 A. Buku

Abbas, Syahrizal. 2009. Mediasi Dalam Presfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. Jakarta:Kencana.

Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Amiruddin. 2004. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Fuady, Munir. 2000. Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis). Bandung:PT Citra Aditya Bakti.

Gopaster, Gary. 1993. Negosiasi dan Mediasi: sebuah pedoman Negosiasi dan penyelesaian sengketa melalui Negosiasi. Jakarta :ELIPS Project.

Gunawan, Widjaja dan Ahmad, Yani. 2000. seri hukum Bisnis : Hukum Arbitrase. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Husein, yahruddin. 1988. Pengantar Ilmu Hukum, Medan: Kelompok studi Hukum dan Masyrakat Fakultas Hukum USU.

Ikhsan, Edi. 2008. Metode Penelitian Hukum. Medan: Fakultas Hukum USU.

Margono, Sujud. 20000. ADR dan Arbitrase (proses pelembagaan dan aspek hukum). Jakarta: Ghali Indonesia.


(2)

Rambe, Roupan. 2006. Hukum Acara Perdata Lengka., Jakarta : Sinar Grafika.

Romy, H, Soemitro. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Simanjuntak, Nogar. 1999., terjemahan terhadap Gary Goodfaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa dalam seri dasar-dasar Hukum ekonomi 2: Arbitrase Indonesia. Jakarta: Project ELIPS.

.Soeharjo, Reno. 1995. Reglement Indonesia Yang Diperbaharui S. 1941 No. 44 HIR. Bogor: Politeia.

Soemarsono, Gatot P. 2006. Arbiterase dan Mediasai di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka .

Tim Penyunting Kamus Hukum Ekonomi ELIPS. 1997. Kamus Hukum Ekonomi ELIPS. Jakarta: ELIPS Project.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Tresna, R. 1997. Komentar HIR. Jakarta: Pradnya Paramita

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pancasila B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang No.30 Tahun 1999.” Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa”.


(3)

Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 atas perubahan Undang-Undang No.4 Tahun 2004 “Tentang Kekuasaan Kehakiman”.

PERMA No.2 Tahun 2003.” Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan”.

PERMA No.01 Tahun 2008.” Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan atas Perubahan PERMA No.2 Tahun 2003”.

Bidasari, Ririn, 2006. Skripsi Tentang Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. USU: Medan.

C. Artikel-artikel, Internet, skripsi

Dewi, D.S, IMPLEMENTASI PERMA No.01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Artikel pada Seminar pelatihan Hakim Mediator, 2010,

Krikorian, Adrianne, Litigate or Mediate: Mediation as an alternative to lawsuits, 4 oktober 2006, artikel, 2010.

Masyarakat pemantau peradilan Indonesia, Mediasi Sebagai Alternatif

Penyelesaian Sengketa, artikel

tanggal 5 Juli 2010.

Marsh, Stephen R, Current Issues In Court Annexed Mediation, artikel,


(4)

Mediation: “A process to Regain Control Of Your Life”, 4 oktober 2006. Artikel.http://

Mediasi Sebagai Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadila 5 Juli 2010.

Muharyanto, efektifitas PERMA No.1 Tahun 2008 tentang Mediasi, 10 mei 2010 artikel, .http//muharyanto.blogspot.com, hlm.1, diakses pada tanggal 12 Juli 2010.

Runtung, dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Adat pada Fakultas Hukum, dengan judul Pemberdayaan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia”diucapkan di Hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara.

Rosenberg, Steven. what type of dispute cen be mediated?. artikel http://www.nolo.com/legal-encyclopedia/article-29875.


(5)

BAB III

PELAKSANAAN MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN

A. Definisi Mediasi di Pengadilan

Sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya meurut teori ada beberapa definisi mengenai mediasi, tetapi pada pokoknya naturalnya mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa yang bersifat informal, dengan menggunakan bantuan pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak, bukan untuk membuat keputusan atas sengketa yang dimiliki oleh para pihak, melainkan hanya bersifat membantu para pihak untuk menemukan kepentingan-kepentingan pokok(essensitial needs) mereka untuk kemudian mereka tentukan apa yang mereka inginkan untuk penyelesaian.

Penyebutan alternatif penyelesaian sengketa ini dikarenakan mediasi merupakan satu alternatif penyelesaian sengketa disamping pengadilan yang bersifat tidak memutus, cepat, berbiaya ringan dan memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan. Dikatakan informal karena pada dasarnya dia merupakan alternatif lain dari dilakukannya penyelesaian sengketa melalui litigasi, serta bagaimana dikemukanan dalam bab sebelumnya mediasi dilakukan oleh pihak ketiga yang netral yang bersifat tidak memutus. Proses mediasi berjalan lebih informal dan dikontrol oleh para pihak. Dalam proses mediasi ini lebih merefleksikan


(6)

kepentingan prioritas para pihak dan mempertahankan kelanjutan hubungan para pihak.

Mediasi menjadi pilihan yang praktis dan ekonomis serta memberikan kepastian hukum dalam menyelesaikan sengketa dalam kehidupan masyarakat modern. Perkembangan selanjutnya dengan melihat banyaknya keuntungan dari dilakukannya mediasi dalam menyelesaikan sengketa dengan berorientasi ke masa depan, mediasi yang tadinya bersifat informal inipun mulai dikualifisir masuk dalam sistem penyelesaian sengketa di pengadilan.

Dalam hal tersebut mediasi dilakukan oleh hakim yang bersifat netral dan tidak memihak sebagai mediator, yang bergeser dari fungsi awalnya sebagai pemutus sengketa, mengikuti peran mediator sebenarnya dalam mediasi yang umum, yakni lebih dari hanya memutus perkara, tetapi menggali keinginan para pihak, kemudian memetakannya, kemudian bersama-sama dengan para pihak mencarisolusi terbaik atas sengketa mereka.

Stephen R. Marsh dalam artikelny yang berjudul “ Current Issues In Court Annexed Mediation” menyebutkan batasan dari mediasi dipangadilan adalah sebagai berikut:69

1. The narrowest defination is mediation that has been specifically ordered by a court.

There are three different definition of court Annexed Mediation

69

Stephen R. Marsh, Current Issues In Court Annexed Mediation, artikel, ,h.1


(7)

( mediasi di pengadilan adalah suatu bentuk mediasi khusus yang distrukturisasi oleh badan pengadilan)

2. The middle ground is mediation that occurs for every general court orders (e.g. standing orders all family law cases will be mediated before a trial date is set)

( Mediasi dipengadilan adalah suatu peristiwa yang terjadi pada setiap kegiatan peradilan( misalnya : kasus rumah tangga akan dimediasi terlebih dahulu sebelum akhirnya diperiksa pokok perkaranya melalui litigasi)

3. the most expansive definition is teh mediation of any and all matters that will of necessity be litigated (e.g. damage awards to minors, divorce action)”

(mediasi di pengadilan dapat dilakukan terhadapa beberapa atau semua jenis kasus yang tergolong ke dalam kasus yang dapat deselesaikan di pengadilan)

Mengenai kualifikasi jenis kasus yang dapat dimediasi di pengadilan, Steven Rosenberg dala artikelnya “what type of dispute cen be mediated?” menyebutkan sebagai berikut:70

1. civil litigatio(peradilan umum)

a. cotractual disputes( sengketa perjanjian) b. insurance claims (klaim asuransi)

70

Steven Rosenberg. what type of dispute cen be mediated?, artikel http://www.nolo.com/legal-encyclopedia/article-29875 , h.1


(8)

c. personal injury (kerugian individu/ ganti kerugian) d. property damage (kerusakan bangunan)

2. Business and professional( bisnis dan pekerjaan profesi) a. internal disputes ( sengketa internal)

b. partnership ( sengketa kerja sama bisnis)

c. employer/ employe ( masalah buruh dan majikan) d. Disolution and buy outs (konklusi dan pekerjaan)

3. Real Estate ( perumahan tinggal)

a. comercial Leases ( sewa guna komersial) b. Boundary Disputes (sengketa pembatasan) c. Neighbor Disputed ( sengketa bertetangga) 4. probate & Will contests ( masalah pernyataan kehendak) 5. pre-marital Agreements ( masalah persetujuan pra nikah) 6. Divorce and Separation ( perpisahan dan perceraian)

a. Child Support Agreement ( perjanjian pengurusan anak)

b. Determining, valuing, and dividing marital property ( mendeterminasi, menilai dan membagi persoalan pernikahan) c. Possesion and/or disposition of the family residence( pergeseran

posisi dari rumah keluarga) 7. Custody ( perlindungan)

a. parenting plans ( rencana pengurusan orang tua)

b. Visitation Agrements (perjanjian mengenai waktu mengunjungi anak)


(9)

c. Change to prior agreements ( mengubah perjanjian utama)

d. Compliance with prior agreements ( keluhan akan perjanjian utama)

e. Compliance with court orders (menyelesaikan persoalan dangan bantuan pengadilan)

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mediasi di pengadilan adalah proses mediasi yang dilakukan dengan bantuan atau melalui rekomendasi hakim, dimana dalam hal ini hakim mediator tersebut bertindak hanya untuk memfasilitasi perdamaian antar pihak yang bersengketa, tanpa ikut menentukan apa yang diputuskan oleh para pihak yang bersengketa. Jadi dalam hal ini posisi hakim tidak lagi sebagai organ yang memeriksa dan memutus perkara, tetapi dalam mediasi di dalam pengadilan ia bertukar posisi menjadi pihak netral tidak memihak yang mencoba menggali kepentinga para pihak yang bersengketa dan membantu mereka mencari solusi penyelesaiannya dalam suasana yang bersifat privat dan formal sebagaimana dalam proses beracara litigasi yang umumnya mereka lakukan.

Jadi mediasi di pengadilan (court annexed mediation- court conected mediation) adalah proses mediasi yang dikualifisir kedalam bentuk semi formal, yaitu dilakukan didalam pengadilan, dengan bantuan dari seorang hakim yang berperan sebagai mediator, dengan tetap memegang ketentuan umun yang disayaratkan dalam dilaksanakannya mediasi.


(10)

B. Dasar Hukum Mediasi di Pengadilan Negeri Medan

Pada dasarnya dalam hal mengenai perdamaian di pengadilan yang dilakukan oleh hakim sebagai pendamainya atau biasa disebut hakim mediator sebenarnya bukan hal baru dalam proses acara perdata dipengadilan Indonesia. Artinya ia bukanlah merupakan hal yang baru bagi hakim Indonesia. Sesuai dengan pasal 130 HIR/ 154 Rbg yang merupakan dasar hukum dari pelaksanaan mediasi dalam hukum acara perdata, telah ditentukan bahwa hakim wajib mengajukan upaya damai kepada para pihak sebelum proses pemeriksaan perkara dimulai. Hanya saja dalam peraturan tersebut tidak ditentukan mengenai prosedur dan peran khusus hakim dalam mendamaikan perkara di pengadilan.

Mediasi itu merupakan bagian dari alternatif penyelesaian sengketa. Tapi yang kita bicarakan disini adalah mediasi yang dlakukan dilingkungan atau ruang lingkup pengadilan. Namun karena mediasi itu sendiri adalah pemberdayaan dari pasal 130 HIR maka mediasi menjadi wajib sifatnya seperti yang terdapat dalam PERMA No.01 Tahun 2008 adalah pasal 2 ayat 3 yang menyatakan bahwa:

“Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap pasal 130 HIR yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”.71

Selama berjalannya waktu dan adanya amanat pasal 130 HIR dan 154 Rbg dimana dalam beracara dipengadilan megenai kasus perdata hakim wajib menawarkan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian atau mediasi. Dan

71


(11)

kemudian mengenai perdamaian atau mediasi ini diatur didalam UU No.30 Tahun 1999 yang terdapat dala pasal 6 ayat (1) sampai dengan pasal 6 ayat (9).

Pasal-pasal dalam UU No.30 Tahun 1999 ini dirasa kurang dalam dan mendetail membahas dan mengatur mengenai mediasi dimana UU No. 30 Tahun 1999 lebih banyak mngetur tentang alternative penyelesaian yang dilakukan diluar pengadilan, yang kemudian Mahkamah Agung mengeluarkan Perma No. 2 Tahun 2003. Dengan berjalannya pelaksanaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003 sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan mediasi baik di pengadilan mapun diluar pengadilan ternyata ditemukan beberapa permasalahan yang bersumber dari Peraturan Mahkamah Agung tersebut, sehingga Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan mediasi dalam beracara di pengadilan maka perlu direvisi dengan maksud untuk lebih mendayagunakan mediasi sebagai akses mudah dalam menyelesaikan sengketa yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan sebagai yang termuat dalam asas cepat, sederhana dan biaya ringan.

Maka dikeluarkanlah Perma No.01 Tahun 2008 sebagai perubahan atas Perma No. 2 Tahun 2003 yang mana Perma No.01 Tahun 2008 ini terbit setelah melalui sebuah kajian oleh tim yang dibentuk Mahkamah Agung. Salah satu lembaga yang intens mengikuti kajian mediasi ini adalah Indonesia Institute For Conflict Transformation (IIFCT). PERMA No. 01 Tahun 2008 terdiri dari VIII Bab dan 27 pasal yang telah ditetapkan oleh Ketua Makamah Agung pada tanggal 31 Juli 2008, PERMA No. 01 Tahun 2008 sebagai dasar hukum mediasi di pengadilan membawa beberapa perubahan penting, bahkan menimbulkan


(12)

implikasi hukum jika tidak dijalani. Misalnya, memungkinan para pihak menempuh mediasi pada tingkat banding atau kasasi Perubahan-perubahan itu penting dipahami oleh para hakim, penasihat hukum, advokat, pencari keadilan, dan mereka yang berkecimpung sebagai mediator atau arbiter. Menurut PERMA No. 01 Tahun 2008, mediasi perlu didayagunakan pada proses berperkara dipengadilan karena :72

a. Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.

b. dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif).

c. mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan Negeri.

72


(13)

Dan semua putusan pengadilan dapat batal demi hukum jika tidak melakukan prosedur mediasi yang didasarkan PERMA No.01 tahun 2008, dan PERMA No.01 Tahun 2008 mencoba memberikan pengaturan yang lebih komprehensif, lebih lengkap, lebih detail sehubungan dengan proses mediasi di pengadilan. Diarahkannya para pihak yang berpekara untuk menempuh proses perdamaian secara detail, juga disertai pemberian sebuah konsekuensi, bagi pelanggaran, terhadap tata cara yang harus dilakukan, yaitu sanksi putusan batal demi hukum atas sebuah putusan hakim yang tidak mengikuti atau mengabaikan PERMA No.01 Tahun 2008 ini.

. PERMA No.01 Tahun 2008 tidak melihat pada nilai perkara, tidak melihat apakah perkara ini punya kesempatan untuk diselesaikan melalui mediasi atau tidak, tidak melihat motivasi para pihaknya, tidak melihat apa yang mendasari iktikad para pihak mengajukan perkara, tidak melihat apakah para pihak punya sincerity (kemauan atau ketulusan hati untuk bermediasi atau tidak). Tidak melihat dan menjadi persoalan berapa banyak pihak yang terlibat dalam perkara dan dimana keberadaan para pihak, sehingga dapat dikatakan PERMA No.01 Tahun 2008 memiliki pendekatan yang sangat luas.

Dalam PERMA No.01 Tahun 2008, Peran mediator menurut pasal 5 menegaskan, ada kewajiban bagi setiap orang yang menjalankan fungsi mediator untuk memiliki sertifikat, ini menunjukan keseriusan penyelesai sengketa melalui mediasi secara professional. Mediator harus merupakan orang yang qualified dan memiliki integritas tinggi, sehingga diharapkan mampu memberikan keadilan dalam proses mediasi. Namun mengingat bahwa PERMA No.1 Tahun 2008


(14)

mewajibkan dan menentukan sanksi (pasal 2), maka perlu dipertimbangkan ketersedian dari Sumber daya Manusianya untuk dapat menjalankan mediasi dengan baik.

Adanya kewajiban menjalankan mediasi, membuat hakim dapat menunda proses persidangan perkara. Dan dalam pelaksanaan mediasi para pihak diberi kebebasan untuk memilih mediator yang disediakan pengadilan atau mediator diluar pengadilan. Untuk memudahkan memilih mediator, ketua pengadilan minimal menyediakan daftar nama mediator sedikitnya 5 ( lima ) nama yang disertai latar belakang pendidikan atau pengalaman mediator. Ketua Pengadilan mengevaluasi mediator dan memperbaharui daftar setiap tahun .(Pasal 9 Ayat (7) PERMA No.01 Tahun 2008).73

Dimana dengan adanya pengaturan pelaksanaan mediasi yang jelas di pengadilan diharapkan dapat mengurangi beban perkara di pngadilan dan menyediakan akses seluas mungkin kepada para pihak yang bersengketa untuk memeperoleh rasa keadilan, sehingga secara tidak langsung dapat membentuk independent judiciary. Adapun perbedaan posisi antara hakim yang memeriksa perkara biasa di pengadilan dengan hakim sebagai pihak yang menengahi perkara dalam format mediasi adalah di mana dalam persidangan biasa hakim memegang kekuasaan tertinggi dalam persidangan, sedangkan dalam mediasi, kekuasaan tertinggi ada di para pihak masing-masing yang bersengketa. Mediator sebagai

Jadi telah begitu detail PERMA No. 01 Tahun 2008 mengurai pelaksanaan mediasi itu sendiri sampai dengan penanda tanganan akta perdamaian yang dihasilkan dari proses mediasi tersebut.

73


(15)

pihak ketiga yang dianggap netral hanya membantu atau memfasilitasi jalannya proses mediasi saja. Hasil dari proses persidangan adalah putusan hakim. Sedangkan proses mediasi menghasilkan suatu akta perdamaian atau biasa disebut akta vandading.

C. Prosedur Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Medan Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Hukum Acara Perdata di Indonesia menghendaki dilaksanakannya mediasi sebelum pemeriksaan gugatan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 130 HIR/154 Rbg. Hal ini menunjukkan mediasi merupakan bagian dari hukum acara perdata di Indonesia. Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Indonesia (HIR/Rbg) tidak dijelaskan secara rinci tentang prosedur pelaksanaan dari mediasi di Pengadilan. Oleh karena itulah PERMA No.01 Tahun 2008 kemudian dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai pengganti atas PERMA No.2 Tahun 2003 untuk dijadikan sebagai pedoman prosedur pelaksanaan mediasi didalam hukum acara perdata Indonesia. PERMA No.1 Tahun 2008 tersebut dapat dikatakan sebagai peraturan pelaksanan dari Pasal 130 HIR/154Rbg.

Menurut Pasal 130 HIR/154Rbg, prosedur pelaksanaan mediasi dilakukan pada hari yang ditentukan dimana kedua belah pihak hadir pada saat persidangan pertama kali digelar, sebelum sampai pada proses pembacaandan pemeriksaan gugatan maka Hakim Ketua wajib menyarankan kepada para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui upaya mediasi. Bila


(16)

upaya mediasi mencapai perdamaian pada waktu persidangan maka dibuatlah akta perdamaian.74

Mediasi merupakan salah satu alternatif dalam menyelesaikan sengketa dimana mediasi itu sendiri merupakan suatu proses negoisasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang tidak memihak dan netral yang akan bekerja dengan pihak yang bersengkketa untuk menemukan solusi dalam menyelesaikan masalah atau sengketa tersebut secara memuaskan yang mana pihak netral tersebut biasa disebut mediator75

NO

, pelaksanaan mediasi dilaksanakan melalui beberapa tahapan atau proses guna tercapainya suatu kesepakatan damai oleh para pihak yang bersengketa.

Melalui PERMA No.01 Tahun 2008, Mahkamah Agung Republik Indonesia mengatur prosedur pelaksanaan Mediasi. PERMA No.01 Tahun 2008 menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan mediasi dilakukan dua tahapan yaitu tahap pra mediasi dan tahap mediasi.

Berikut akan diuraikan mengenai perbandingan Tahap Pra Mediasi dan Tahap Mediasi berdasarkan PERMA No.01 Tahun 2008 dengan PERMA No.2 Tahun 2003 yang ditujukan untuk mengetahui apa perbedan proses mediasi atas perubahan PERMA tersebut, yang antara lain sebagai berikut:

PEMBANDING PERMA NO. 2 TAHUN 2003

PERMA NO. 1 TAHUN 2008

KETERANGAN 1 Tahap pra

mediasi

Diatur dalam Pasal 3 s/d Pasal 6 :

(1). Hakim mewajibkan para pihak agar lebih

Diatur dalam Pasal 7 s/d Pasal 12 :

(1). Hakim mewajibkan para pihak untuk

PERMA No. 2 Tahun 2003 tidak mengatur bahwa ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi

74

Pasal 130 HIR/154 Rbg ayat (2) 75

Munir Fuady, Arbitrase Nasional(Alternatif Penyelesaian Sengketa


(17)

dahulu menempuh mediasi,

(2). Hakim menunda persidangan untuk memberikan waktu kepada para pihak menempuh mediasi, (3). Hakim menjelaskan kepada para pihak tentang prosedur dan biaya

mediasi,

(4). Dalam hal diwakili oleh kuasa hukum, setiap keputusan yang diambil oleh kuasa hokum harus mendapat persetujuan tertulis dari pihak yang member kuasa.

(5). Memilih mediator dari daftar mediator yang dimiliki oleh pengadilan atau mediator di luar daftar pengadilan. Jika tidak tercapai kesepakatan mengenai pemilihan hakim mediator didalam atau diluar pengadilan maka wajib memilih mediator dari daftar mediator yang disediakan oleh pengadilan tingkat pertama. Bial tidak mjuga tercapai kesepakatan penunjukan hakim mediator maka ketua majelis berwenang untuk menunjuk seorang mediator dari daftar mediator dengan penetapan.

menempuh mediasi,

(2). Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi,

(3). Hakim mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi,

(4). Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi,

(5). Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi.

(6). Hakim menjelaskan prosedur mediasi kepada para pihak yang

bersengketa.

Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut:

a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan;

b. Advokat atau akademisi hukum;

pelaksanaan mediasi. Dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 hakim dan kuasa hukum para pihak berperan untuk mendorong para pihak agar aktif dalam proses mediasi.

Dalam hal ini terlihat bahwa terdapat kekurangan pada PERMA No. 2 Tahun 2003, oleh karena itu PERMA tersebut kemudian direvisi menjadi PERMA NO. 1 Tahun 2008 yang mengatur tahap pra mediasi secara lebih rinci

Pemilihan mediator dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 lebih rinci dijelaskan dari pada pemilihan mediator yang diatur dalam PERMA No. 2 Tahun 2003 hanya menyebutkan pemilihan mediator dapat dipilih dari hakim mediator yang ada dipengadilan ataupun mediator yang diluar pengadilan tanpa menjelaskan siapa saja mediator yang diluar pengadilan yang diperbolehkan menjadi mediator untuk bermediasi. Sedangkan dalam PERMA No. 1 Tahun 2008

dijelaskan, siapa saja pihak-pihak yang dapat menjadi mediator, a.l hakim baik yang memeriksa perkara


(18)

(6). Jika para pihak mencapai kesepakatan, mereka dapat meminta penetapan dengan suatu akta perdamaian. Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan yang tidak dimintakan penetapannya sebagai suatu akta perdamaian, pihak penggugat wajib menyatakan pencabutan gugatannya.

c. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau

berpengalaman dalam pokok sengketa; d. Hakim majelis pemeriksa perkara; e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d. (2) Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri.

Pihak wajib menempuh proses mediasi dengan iktikad baik. Salah satu pihak dapat menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan menempuh mediasi dengan iktikad tidak baik.

yang bersangkutan maupun yang tidak memeriksa perkara yang bersangkutan, advokat atau akademisi hokum, profesi bukan hukumyang dianggap mampu, gabungan beberapa diantaranya.

2. Tahap mediasi Tahap mediasi diatur dalam pasal 8 s/d pasal 15

(1) dalam waktu paling lama tujuh hari kerja setelah pemilihan

penunjukan mediator para pihak wajib menyerahkan

Tahap mediasi diatur dalam pasal 13 s/d pasal 20

(1) dalam waktu paling lama lima hari kerja para pihak setelah menunjuk hakim mediator masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara

PERMA No. 2 Tahun 2003 memiliki jangka waktu lebih lama dalam proses

penyerahan resume perkara kepada hakim mediator yakni tujuh hari kerja dibanding PERMA No. 01 Tahun 2008 yang hanya diberi waktu lima hari namun dalam PERMA No.01 Tahun 2008 lebih


(19)

fotocopy dokumen yang memuat tentang duduk perkara dan surat penting lainnya yang terkait sengketa kepada mediator

(2) hakim mediator wajib menentukan jadwal pertemuan, dan dalam mediasi para pihak dapat didampingi oleh kuasa hukumnya, apabila perlu mediator juga dapat melakukan kaukus, dan kemudian mediator wajib menggali kepada para pihak mengenai penyelesaian yang terbaik bagi para pihak, serta dijelaskan hasil akhir kesepakatan atau tidak sepakat proses mediasi berlangsung paling lama dua puluh dua hari kerja sejak pemilihan mediator

(3) saksi ahli dapat diundang dalam proses mediasi

kepada satu sama lain pihak dan hakim mediator, serta jika lima hari kerja para pihak tidak menemukan atau gagal memilih mediator maka para pihak dapat menyerahkan resume tersebut kepada hakim mediator yang ditunjuk. kewenagan mediator yakni: a. mediator berkewajiban menyatakan mediasi gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri

pertemuan dalam jadwal mediasi yang ditentukan b. jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa melibatkan aset atau harta kekayaan kepentingan yang nyata –nyata melibatkan orang lain namun tidak melibatkan pihak tersebut maka mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim

menjelaskan secara detail mengenai penyerahan resume perkara jika terjadi kegagalan para pihak dalam memilih hakim mediator. Kemudian dalam PERMA No.01 Tahun 2008

dijelaskan juga wewenang hakim mediator tersebut

Mengenai pemilihan jadwal hampir sama antara PERMA No. 2 Tahun 2003 dengan PERMA No. 1 Tahun 2008 berikut juga mediator dapat melakukan kaukus, serta kedua PERMA tersebut juga menjelaskan bahwa

mediator wajib menggali kepada para pihak mengenai bagaimana penyelesaian terbaik bagi para pihak dan di PERMA No.2 Tahun 2003 dipertegas jka terjadi kegagalan atau mediasi gagal dalam kata sepakat maka telah ditetapkan mediasi berlangsung paling lama dua puluh dua hari.

Mengenai penunjukan saksi ahli dan biaya saksi ahli kedua PERMA tersebut memiliki prosedur dan


(20)

atas kesepakatan para pihak ataupun kuasa hukumnya dan kemudian biaya saksi ahli ditanggung oleh para pihak.

(4) Segera setelah diterima pemberitahuan bahwa proses mediasi mengalami kegagalan maka hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan Hukum Acara yang berlaku.

(5) Tidak ada dijelaskan hak imunitas hakim mediator atas isi perdamaian proses mediasi

(6) Tempat dan biaya perkara bahwa mediasi dapat diselenggarakan disalah satu ruangan tingkat pertama dan tidak dikenakan biaya atau tempat lain

pemeriksa perkara bahwa perkara tersebut tidak layak diperiksa

(2) mediator wajib mendorong para pihak untuk langsung berperan dalam mediasi, mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak, mediator dapat melakuakan kaukus, mediator diwajibkan menggali kepentingan penyelesaian terbaik bagi apra pihak.

(3) Saksi ahli dapat diundang untuk memberikan kesaksian atas persetujuan para pihak ataupun kuasa hukumnya, kemudian para pihak harus lebih dulu ,emcapai kesepakatan tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan saksi ahli, mengenai biaya saksi ahli

ketentuan yang sama namun dalam PERMA No.01 Tahun 2008 lebih dipertegas atas kekuatan mengikat atau tidak mengikatnya

penjelasan ahli terhadap perkara tersebut, dimana kekuatan itu ditentukan oleh kesepakatan para pihak. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan maka tahapan yang harus dilakukan para pihak telah dijelas kan oleh kedua PERMA tersebut dimana jika tercapai kesepakatan maka kesepakatan tersebut di rumuskan secara tertulis kemudian diperiksa oleh hakim mediator sebelum ditandatangani oleh para pihak, kemudian para pihak menghadap kembali

kehakim pemeriksa pada hari sidang yang ditentukan untuk memberitahukan hasil kesepakatan dan hasil perdamaian itu dapat diajukan kepada hakim untuk dibuatkan akta perdamaian. Namun di PERMA No.01 Tahun 2008 lebih diperjelas dan

ditambahkan bahwa jika para pihak tidak

menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam akta perdamaian maka kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan yang menyatakan perkara telah selesai. Terlihat jelas PERMA No.01 Tahun 2008 lebih memperinci mengenai


(21)

dimana pembiayaan dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan para pihak, penggunaan mediator hakim tidak dipungut biaya, dan biaya mediator bukan hakim ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.

(7) Tidak ada aturan mengenai perdamaian ditingkat banding, kasasi, dan Peninjauan Kembali. semuanya ditanggung oleh para pihak.

(4) Jiaka terjadi kegagalan dalam proses mediasi maka hakim tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian sebelum pengucapan putusan, dimana upaya perdamaian tersebut berlangsung paling lama emapat belas hari sejak hari para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara.

(5) Hakim mediator memiliki hak imunitas yakni mediator tidak dapat dikenai pertanggung jawaban pidana maupun perdata atas isi kesepakatan perdamian hasil proses mediasi.

pembuatan atau tidaknya akta perdamaian

Pada PERMA No.2 setelah perdamaian mengalami kegagalan maka

pemeriksaan perkara langsung dilanjutkan sesua Hukum Acara yang berlaku berbeda dengan PERMA No.01 Tahun 2008 bahwa setelah dilaporkanya kegagalan mediasi kepada hakim yang memeriksa perkara maka hakim tetap berwenang untuk

mendorong para pihak mengusahakan perdamaian dengan waktu empat belas hari sejak hari pertama para pihak mengajukan

keinginannya berdamai.

Didalam PERMA No.2 Tahun 2003 tidak ada perlindungan hukum atau hak imunitas yang

ditetapkan oleh PERMA tersebut , namun dalam PERMA No.01 Tahun 2008 hakim mediator memiliki hak imunitas dimana hakim mediator tidak dapat dikenai


(22)

(6) Mediasi

diselenggarakan di salah satu ruangan pengadilan tingkat pertama, mediator hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan, pembiayaan penyelengaraan mediasi ditempat lain selain dipengadilan pembiayaannya ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.

(7) Dalam PERMA No.01 Tahun 2008 mediasai juga dapat dilaksanakan pada tingak Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali yakni dalam pasal 21 s/d pasal 23

pertanggung jawaban baik perdata maupun pidana atas isi kesepakatan perdamaian dari hasil proses mediasi Ada perubahan dari

PERMA No.2 Tahun 2003 yakni dalam PERMA No.01 Tahun 2008 proses mediasi yang ditengahi oleh

mediator hakim maka penyelenggaraan mediasi tersebut tidak boleh di tempat lain selain di pengadilan.

PERMA No.01 Tahun 2008 lebih lengkap karena

pengaturan pelaksanaan mediasi tidak hanya dilakukan pada tingkat pertama namun mediasi dapat dilaksanakan pada tingkat Banding, Kasasi maupu Peninjauan Kembali

Waktu pelaksanaan

(1) proses mediasi berlangsung paling lama dua puluh dua hari kerja sejak pemilihan atau

(1) proses mediasi berlangsung paling lama empat puluh hari kerja sejak mediator dipilih

PERMA No.01 Tahun 2008 lebih memberikan waktu yang cukup banyak atau lebih panjang, dimaksudkan agar para pihak lebih leluasa


(23)

penetapan penunjukan mediator.

oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim. Dan atas dasar kesepakatan para pihak maka jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama empat belas hari sejak berakhir masa empat puluh hari.

dalam menyelesaikan perkara sehingga kesepakatan yang akan dicapai merupakan kesepakatn yang win-win solution.

Berdasarkan uraian tersebut jelas terlihat bahwa PERMA No. 1 Tahun 2008 lebih lengkap, jelas dan terperinci mengatur bagaimana pelaksanaan mediasi dibandingkan dengan PERMA No. 2 Tahun 2003. Hanya saja, kekurangan dari PERMA No. 01 Tahun 2008 adalah mengenai masalah waktu.

Berdasarkan wawancara Penulis dengan salah satu hakim mediator di Pengadilan Negeri Medan, Bapak E.T. Pasaribu, bahwa prosedur mediasi berdasarkan PERMA No. 01 Tahun 2008 membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan PERMA No. 2 Tahun 2003 dan hal ini tentu menjadi merepotkan bagi pihak hakim mediator karena selain sebagai hakim mediator, Bapak E.T. Pasaribu dan Hakim Mediator yang ada di Pengadilan Negeri Medan juga harus bertugas sebagai hakim untuk menyelesaikan perkara-perkara lainnya di Pengadilan Negeri Medan, pekerjaannya sebagai hakim membutuhkan waktu juga.76

76

Hasil wawancara dengan Bapak E.T. Pasaribu. Hakim / Hakim Meditor pada Pengadilan Negeri Medan Kelas I-A Medan Pada Tanggal 7 Juli 2010.


(24)

Penulis: ” Menurut Bapak, manakah tenggang waktu Pelaksanaan Mediasi yang lebih baik, apakah sebagaimana diatur dalam PERMA No.2 Tahun 2003 atau waktu yang diatur dalam PERMA No.01 Tahun 2008?”

Bapak E. T. Pasaribu

Pernyataan Bapak E.T. Pasaribu diamini oleh seorang pengacara yang bernama M. Kemal Harahap, S.H., ia juga menyatakan bahwa prosedur mediasi dengan waktu yang cukup lama hanya akan membuang-buang waktu saja. Bila memang mediasi akan dilakukan akan lebih baik bila dilakukan lebih cepat, namun bila para pihak tidak mau juga untuk berdamai maka sebaiknya sesegera

: “Menurut pengalaman saya sebenarnya kedua PERMA tersebut sama-sama telah memberikan tenggang waktu dan keleluasaan waktu dalam pelaksanaan mediasi, hanya saja PERMA No.2 Tahun 2003 memberikan jangka waktu pelaksanaan mediasi lebih singkat dibandingkan dengan PERMA No.01 Tahun 2008, tapi walaupun PERMA No.01 Tahun 2008 lebih memberikan banyak waktu, hal ini justru terkesan proses mediasi yang terlalu lama hanya membuang-buang waktu karena pada kenyataanya dilapangan bahwa saat suatu perkara telah masuk kepengadilan maka biasanya para pihak memang benar-benar ingin mendapatkan putusan hakim dari jalur litigasi Karena sebelum gugatan diajukan para pihak telah melakukan uapaya lain namun tidak membuahkan hasil. Sehingga saat mediasi disarankan maka mediasi itu sendiri terlihat tidak memiliki peranan penting bagi kedua belah pihak yang bersengketa, sehingga waktu yang terlalu lama yang diatur dalam PERMA No.01 Tahun 2008 malah membuat repot para hakim, karena tugas hakim untuk memutus perkara di Pengadilan Negeri Medan setiap Tahunnya semakin meningkat.”


(25)

mungkin dilakukan pemeriksaan perkara tersebut sehingga suatu perkara dapat diselesaikan sebaik-baiknya.

D. Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Medan

Berdasarkan hasil riset penulis di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 30 Juni – 07 Juli 2010 dapatlah diketahui oleh penulis bagaimana mediasi dilaksankan di Pengadilan Negeri Medan. Penulis memang tidak menyaksikan secara langsung bagaimana mediasai tersebut dilaksanakan, tetapi penulis dapat mengetahuinya atau menggambarkannya berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan salah satu hakim mediator di Pengadilan Negeri Medan serta selebaran kertas yang didapat oleh penulis. Dimana seleberan tersebut diletakkan pada beranda depan Pengadilan Negeri Medan, selebaran tersebut ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri Medan, Bapak H. Sunaryo dan setelah mewawancarai Bapak E.T. Pasaribu (Mendapat sertifikat mediator dari Mahkamah Agung RI pada bulan Maret 2010), ia pun menyatakan kebenaran bahwa pelaksanaan mediasi yang dilakukan di Pengadilan Negeri Medan sesuai yang tertera pada selebaran tersebut.

Berikut pertanyaan yang ditanyakan penulis kepada bapak E.T .Pasaribu yang merupakan salah satu Hakim Mediator di Pengadilan Negeri Medan.:

Penulis: “ apakah pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Medan dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana yang diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2008? Dan bagaimana prosedur yang bapak lakukan untuk melakukan proses pelaksanaan mediasi di pengadilan negeri Medan?


(26)

Bapak E.T.Pasaribu

Prosedur pelaksanaan mediasi yang terdapat dalam seleberan di Pengadilan Negeri Medan dapat dilihat pada bagan berikut :

: “selama saya ditunjuk menjadi hakim mediator, pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Medan yang saya laksanakan dan saya ketahui bahwa setiap pelaksanaan mediasi harus berdasarkan PERMA No.1 Tahun 2008. karena PERMA tersebut lah yang menjadi acuan semua Hakim Mediator diseluruh Pengadilan Negeri di Indonesia. Dan pelaksanaan atau proses mediasi yang saya lakukan adalah proses mediasi yang sebagaimana tertuang dalam selebaran Mediasi yang dapat kita jumpai didepan beranda Pengadilan Negeri Medan karena itulah acuan kita dalam melaksanakan Mediasi .

77

PENGGUGAT MENGAJUKAN DAN MENDAFTARKAN GUGATAN KETUA PENGADILAN NEGERI MENUNJUK MAJELIS HAKIM

SIDANG HARI PERTAMA, MAJELIS HAKIM MENGUPAYAKAN PERDAMAIAN PENUNJUKAN MEDIATOR

KESEPAKATAN TERCAPAI ( kesepakata untuk bermediasi )

PROSES MEDIASI BERLANGSUNG (negosiasi, pemanggilan saksi dan lain-lain)

1. Memulai proses mediasi

2. Merumuskan masalah dan menyusun agenda 3. Mengungkapkan kepentingan tersembunyi 4. Mengembangkan pilihan penyelesaian sengketa 5. Menganalisis pilihan penyelesaian sengketa

77


(27)

6. Proses tawar-menawar akhir 7. Mencapai kesepakatan

PARA PIHAK MELENGKAPI FOTOKOPI DOKUMEN DAN SURAT AKTA PERDAMAIAN

Jika dilihat secara seksama pada bagan tersebut maka Pada dasarnya, terlihat jelas prosedur pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan merujuk pada PERMA No. 1 Tahun 2008 dimana mediasi dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu proses pra mediasi, proses mediasi dan proses akhir mediasi. Mengenai hasil mediasi yang berhasil dan tidak berhasil dalam pelaksanaannya dapat dilihat dalam table berikut ini:

TAHUN KASUS MASUK KASUS YANG TELAH

DIPUTUS

2008 543 542

2009 553 554

Sampai dengan Juni 2010 273 < 200

Keterangan:

1. Tahun 2008 jumlah kasus masuk sebanyak 543 perkara dimana terdiri dari, 40% kasus wanprestasi, 50 % kasus perbuatan melawan hukum dan 10 % kasus mengenai perceraian dan telah


(28)

diputus sebanyak 552 perkara. Mengenai perkara tersebut hanya 10 Perkara yang diputus berdasarkan hasil mediasi dipengadilan.

2. Tahun 2009 jumlah kasus perkara yang masuk sebanyak 553 perkara dimana terdiri dari 45 % kasus wanprestasi dan 40 % kasus perbuatan melawan hukum dan 15 % kasus mengenai perceraian. Dan telah diputus sebanyak 554 perkara. Mengenai perkara tersebut hanya sekitar 15 perkara yang diputus berdasarkan hasil mediasi.

3. Pada sampai dengan Juni 2010 perkara yang masuk sebanyak 273 perkara namun, belum ada data pasti tentang jenis kasus apa yang sedang berjalan serta mengenai jumlah perkara yang putus dan belum diputus dikarenakan belum dilakukan pencatatan akhir pada tiap priode pemeriksaan perkara di pengadilan dan pada 2010 ini semua perkara telah diupayakan mediasi namun belum ada perkara yang berhasil diselesaikan melalui upaya mediasi.

Keterangan tersebut diatas penulis dapatkan ketika melakukan riset di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 30 Juni sampai dengan 07 Juli 2010 yang penulis dapatkan dari salah satu pegawai yang bekerja didalam ruangan kantor hukum perdata di Pengadilan Negeri Medan yakni Bapak Robin. Jika melihat keterangan tabel tersebut jelas terlihat hasil dari pelaksanaan mediasi dipengadilan Negeri Medan sangat kurang menemukan hasil. Padahal manfaat mediasi sangat besar terhadap para pihak yang bersengketa.


(29)

D. FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN PADA TAHUN 2008-2010

Mediasi sebagai upaya untuk menempuh perdamaian membutuhkan proses dan tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya. Pada kenyataannya dilapangan, proses dan tahapan-tahapan mediasi tersebut sering tidak terlaksana dengan baik dan oleh karena itulah mediasi sering kali mengalami kegagalan. Di Pengadilan Negeri Medan sesuai amanat dari pasal 130Hir/154 Rbg telah banyak perkara yang diupayakan selesai melalui mediasi, namun sejak tahun 2008 hingga tahun 2010 sedikit sekali perkara yang terselesaikan melalui mediasi hal ini dapat kita lihat pada table yang telah dijelaskan sebelumnya. Walaupun ada beberapa perkara yang hampir terselesaikan melalui mediasi, dimana pada akhirnya mediasi tersebut mengalami kegagalan. Di Pengadilan Negeri Medan ada tujuh orang hakim mediator yang yang memiliki sertifikat mediasi dari BAMI (Badan Mediasi Indonesia).

Sejak Maret 2010 hingga Juli 2010, Bapak E.T. Pasaribu yang bertugas sebagai salah satu Hakim Mediator yang ada di Pengadilan Negeri Medan telah menangani sepuluh perkara yang menempuh mediasi untuk mencapai kesepakatan perdamaian, namun dalam pelaksanaannya tidak ada satupun mediasi yang ditanganinya berhasil mencapai kesepakatan perdamaian. Hal ini banyak disebabakan Para pihak yang masih awam menganggap mediasi bukanlah suatu kebutuhan. Bahkan ada juga pihak-pihak yang tidak menyadari pentingnya mediasi sebagai alternative penyelesaian sengketa.


(30)

Menurut hasil quisioner penulis terhadap beberapa orang pengacara di Pengadilan Negeri Medan yang, yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan mediasi adalah para pihak yang bersengketa. M. Kemal Harahap, S.H. salah seorang pengacara/advokat di Pengadilan Negeri Medan Yang Juga penulis wawancara dikantornya tepatnya di jalan Gurilla Medan menyatakan berdasarkan pengalamannya bahwa, saat ini hakim mediator yang bersifat netral terlalu pasif dalam upaya mendorong para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui proses mediasi, dimana dalam kenyataanya dilapangan yang berperan aktif dalam pelaksanaan mediasi tersebut adalah para pihak yang bersengketa diwakili oleh kuasa hukumnya. Jika merujuk pada peran aktifnya para pihak maka Mediasi tidak akan berhasil bila tidak ada itikad baik dari dalam hati para pihak yang bersengketa.

Dari hasil questioner juga dapat ditemukan bahwa, kebanyakan pengacara di Pengadilan Negeri Medan menyatakan bahwa mediasi yang dilakukan setelah gugatan diajukan jarang sekali berhasil mencapai kesepakatan, hal tersebut dikarenakan para pihak yang bersengketa memang sudah tidak ingin berdamai. Bila para pihak memang ingin bermediasi tentunya hal tersebut dilakukan mereka sebelum gugatan diajukan ke Pengadilan, bila sudah diajukan maka pihak penggugat tentu menginginkan perkara diperiksa dan diselesaikan melalui putusan pengadilan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Salamuddin, S.H., seorang pengacara yang juga berada di Pengadilan Negeri Medan.


(31)

Sedangkan menurut hemat Penulis berdasarkan hasil pengamatan dan pembelajaran mengenai mediasi, faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan antara lain :

a. Tidak adanya itikad baik dari para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui mediasi.

b. Kurang mampunya kuasa hukum dari para pihak yang bersengketa untuk menginformasikan kepada para pihak yang bersengketa tentang pentingnya mediasi dan keuntungan penyelesaian sengketa melalui mediasi.

c. Hakim Mediator yang bersifat netral terlalu pasif dalam menjembatani para pihak untuk berdamai

d. Lemahnya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang mediasi.

Menurut penulis, baik para pihak yang bersengketa, hakim mediator bahkan kuasa hukum para pihak yang bersengketa merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya mediasi dilaksanakan. Hal ini dikarenakan instrument penting demi tercapainya perdamaian melalui mediasi itu sendiri ada ditangan mereka sehingga hasil dari proses mediasi yang diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2008 dapat dilaksanakan sebaik-baiknya jika adanya Itikad Baik dari semua Instrumen tersebut, sehingga diharapkan tidak adanya terjadi


(32)

penumpukan perkara yang mengurangi keobjektifitas hakim dalam memutus perkara yang ada di Pengadilan Negeri Medan.


(33)

BAB IV

EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN

A. Alasan Pemilihan Mediasi Sebagai Upaya Penyelesaikan Sengketa Perdata.

Setelah dikeluarkannya peraturan mengenai mediasi yang didasarkan pada pasal 130 HIR dan 154 R.Bg. Pelaksanaan mediasi itu sendiri banyak memiliki kelemahan dan kelebihan didalam menyelesaikan sengketa perdata di Pengadilan Indonesia dimulai dengan dikeluarkannya UU No. 30 Tahun 1999 sampai keluarnya PERMA No. 01 Tahun 2008. Sesuai dengan pasal 2 ayat 3 dalam PERMA No. 01 Tahun 2008 telah jelas ditegaskan bahwa, setiap perkara perdata yang masuk ke pengadilan wajib melalui mediasi pada tahap awal beracara di pengadilan, dimana hakim harus menawarkan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian. Karena jika tidak dilaksanakan maka terdapat sangsi yang jelas yakni putusan batal demi hukum.

Terdapat beberapa keunggulan dari mediasi sebagai salah satu upaya penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan jika dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui jalan litigasi di pengadilan atau arbitrase. Pemutusan perkara baik melalui jalan litigasi di pengadilan maupun arbitrase bersifat formal, memaksa, menengok ke belakang, berciri pertentangan dan berdasar hak-hak. Artinya, bila para pihak melitigasi suatu sengketa prosedur pemutusan perkara diatur ketentuan-ketentuan yang ketat dan suatu konklusi


(34)

pihak ketiga menyangkut kejadian-kejadian yang lampau dan hak serta kewajiban legal masing-masing pihak akan menentukan hasilnya. Kelemahan-kelemahan dalam penyelesaian sengketa secara litigasi di negara-negara Barat dan Timur antara lain memakan waktu yang lama, memakan biaya yang tinggi, dan merenggangkan hubungan pihak-pihak yang bersengketa78

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan juga menempatkan para pihak pada dua sisi yang bertolak belakang, satu pihak sebagai pemenang (winner), dan pihak lainnya sebagai pihak yang kalah (looser). Sehingga putusan pengadilan tidak pernah menyelesaikan masalah secara tuntas. Bahkan kemungkinan akan semakin meruncing dan meningkatkan eskalasi sengketa. Sebagaimana dikemukakan oleh seorang sosiolog hukum terkemuka Jepang bernama Takeyoshi Kawashima:”membawa perkara ke pengadilan berarti mengisukan suatu tantangan umum, dan membakar suatu pertengkaran”. Gagasan untuk menghindari penyelesaian sengketa secara litigasi dan anjuran berkompromi pernah disampaikan oleh Abraham Lincoln pada tahun 1850 dengan ucapan: “Discourage litigation. Persuade your neighbours to compromise whenever you can. Point out to them how the nominal winner is often a real loser in fees, expenses, and waste of time”.

.

79

Sedangkan mediasi sifatnya tidak formal, sukarela, melihat ke depan, kooperatif dan berdasar kepentingan. Seorang mediator membantu pihak-pihak

78

Erman Rajagukguk dalam Pidato. Runtung. dalam Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Adat pada Fakultas Hukum USU. Op.Cit h 6.

79


(35)

yang bersedia merangkai suatu kesepakatan yang memandang ke depan, memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan memenuhi standart kejujuran mereka sendiri. Seperti halnya para hakim dan arbiter, mediator harus tidak berpihak dan netral, tetapi mereka tidak mencampuri untuk memutuskan dan menetapkan suatu keluaran substantif, para pihak sendiri memutuskan apakah mereka akan setuju atau tidak. 80

Dengan meminjam istilah Koesnoe yang disebutnya dengan ajaran menyelesaikan, sebagai lawan dari ajaran memutus. Ajaran menyelesaikan menitikberatkan pada penyelesaian sebuah sengketa dengan cara musyawarah mufakat, sehingga hasilnya dapat memulihkan kembali hubungan di antara para pihak yang bersengketa seperti sebelum terjadinya sengketa.

Dan hasil yang didapat dari mediasi itu sendiri adalah win-win solution karena mediasi memberikan kebebasan kepada para pihak untuk berdamai tanpa ada campur tangan hakim mediator yang menengahinya.

81

Christopher W. Moore mengemukakan ada beberapa keuntungan yang seringkali didapatkan dari hasil mediasi, yaitu:82

1. keputusan yang hemat, mediasi biasanya memakan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan litigasi;

2. penyelesaian secara cepat;

3. hasil yang memuaskan bagi semua pihak;

80

Gary Goodpaster, dalam Pidato Runtung , Ibid.

81

Koesnoe, 1979 dalam Pidato Runtung ., Ibid.

82


(36)

4. kesepakatan-kesepakatan komprehensif dan “customized”;

5. praktik dan belajar prosedur-prosedur penyelesaian masalah secara kreatif; 6. tingkat pengendalian lebih besar dan hasil yang bisa diduga;

7. pemberdayaan individu;

8. melestarikan hubungan yang sudah berjalan atau mengakhiri hubungan dengan cara yang lebih ramah;

9. keputusan-keputusan yang bisa dilaksanakan;

10.kesepakatan yang lebih baik dari pada hanya menerima hasil kompromi atau prosedur menang-kalah;

11.keputusan yang berlaku tanpa mengenal waktu.

Sekurang-kurangnya ada 2 alasan yang menjadi dasar atau melandasi pemikiran dalam memilih mediasi sebagai bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang tepat untuk dikembangkan di Indonesia.: 83

Pertama, dalam masyarakat Indonesa yang dikenal sebagai masyarakat konsensus, cara penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga netral (mediasi) ini mempunyai basis sosial yang kuat, baik di perdesaan (rural community) maupun perkotaan (urban community). Hasil studi perkembangan hukum di Indonesia menyimpulkan bahwa penyelesaian sengketa alternatif telah digunakan oleh masyarakat tradisional di Indonesia dalam menyelesaikan sengketa di antara mereka. Penyelesaian sengketa alternatif secara tradisional dianggap sangat efektif dan merupakan tradisi yang masih hidup dalam masyarakat.

83


(37)

Di banyak daerah di Indonesia kepala desa atau kepala suku masih dianggap kekuasaan tertinggi dalam memimpin desa, dan sebagai perantara atau memberikan keputusan dalam persengketaan antara rakyat. Oleh karena itu masyarakat Indonesia yang pada dasarnya non-litigasi, mempercayai bahwa merupakan suatu kesalahan jika sengketa itu dibuka di tengah masyarakat. Dalam banyak sengketa orang lebih suka mengusahakan suatu dialog (musyawarah), dan biasanya minta pihak ketiga seperti kepala desa atau kepala suku untuk bertindak sebagai mediator, konsiliator atau malahan sebagai arbitrator (Ali Budiardjo, 2000).

Studi empiris yang dilakukan oleh Rehngena Purba (1992) di Desa Rumah Kabanjahe, Tanah Karo menunjukkan bahwa runggun sebagai forum penyelesaian sengketa dengan pendekatan konsensus masih tetap eksis. Penelitian yang dilakukan di Kota Binjai menyimpulkan bahwa lurah merupakan salah satu tokoh yang banyak berperan sebagai mediator menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam masyarakat (Runtung, 2004).

Kedua, dengan melihat pengalaman yang terjadi di Amerika sebagai Negara di mana masyarakatnya dikenal kecenderungannya menggunakan pengadilan cukup tinggi (litigation minded), ternyata mediasi perkembangannya sangat pesat. Di mana hingga tahun 1986 telah tercatat sebanyak 220 jaringan umum mediasi (public mediate network) yang beroperasi di seluruh 40 negara bagian, yang menangani sekitar 250.000 kasus per tahun, dengan sejumlah 1,5 juta orang yang terlibat di dalamnya (M. Yahya Harahap, 1997). Jadi terlihat jelas bahwa mediasi memiliki peranan penting dalam menyelesaikan sengketa


(38)

dibanding dengan penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan, dimana mediasi memiliki keunggulan tersendiri dalam menyelesaikan sengketa antara para pihak di pengadilan dalam penerapannya.

Mengapa mediasi dijadikan sebagai pilihan jalan damai dalam menyelesaiakan sengketa perdata antara lain disebabkan sebagai berikut:84

1. Penyelesaian melalui mediasi tidak hanya dilakukan di luar pengadilan saja, akan tetapi Mahkamah Agung berpendapat prosedur mediasi patut untuk ditempuh bagi para pihak yang beracara di pengadilan.

2. Langkah ini dilakukan pada saat sidang pertama kali digelar.

3. Adapun pertimbangan dari Mahkamah Agung, mediasi merupakan salah satu solusi dalam mengatasi menumpuknya perkara di pengadilan.

4. Proses ini dinilai lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan atas sengketa yang dihadapi.

5. Di samping itu institusionalisasi proses mediasi ke dalam ststem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif).

Dari beberapa point diatas maka terlihat jelas bahwa mediasi sebagai salah satu upaya penyelesaian sengketa memiliki manfaat yang sangat besar dalam menyelesaikan sengketa perdata di pengadilan. Dimana mediasi akan terasa

84

. Mediasi Sebagai Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,


(39)

manfaatnya jika mediasi itu sendiri telah berhasil atau para pihak telah mencapai kesepakatan untuk melakukan perdamaian, bahkan dalam mediasi yang gagal, dan belum ada penyelesaian yang dicapai proses mediasi yang sebelumnya berlangsung telah dapat mengklarifikasikan persoalan dan mempersempit perselisihan. Dengan demikian para pihak dapat memutuskan penyelesaian seperti apa yang mereka akan pilih.

Menurut Gatot. P. Soemarsono pelaksanaan mediasi memang sulit, mediasi dapat memberikan keuntungan penyelesaian sebagai berikut:85

1. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat dan relative lebih murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut dalam pemeriksaan di pengadilan

2. mediasi akan memfokuskan para pihak pada kepentingan mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka, jadi bukan hanya pada hak-hak hukumnya.

3. mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka. 4. mediasi memberi para pihak kemampuan untuk melakukan control

terhadap proses dan hasilnya.

5. mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling pengertian yang lebih baik diantara para pihak yang bersengketa, karena mereka sendiri yang memutuskannya.

85

Gatot P Soemarsono, Arbiterase dan Mediasai di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka 2006 ), h. 139.


(40)

6. mediasi juga mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang diajtuhkan oleh hakim di pengadilan.

Dalam kaitan mengenai keuntungan yang diperoleh dari mediasi para pihak, maka para pihak itu sendiri yang akan merasakan manfaat mediasi, meskipun mengecewakan atau lebih buruk dari yang diharapkan. Penyelesaian sengketa melalui mediasi menghasilkan win-win solution pada umumnya bukan datang dari istilah penyelesaian itu sendiri melainkan bahwa hasil penyelesaian melalui mediasi memungkinkan para pihak untuk meletakkan perselisihan dibelakang mereka. Manfaat lainnya dari mediasi itu sendiri bahwa dengan adanya mediasi maka ketidakseimbangan para pihak dalam bersengketa dapat dihindari karena mediasi memberikan keleluasaan untuk setiap pihak memberikan keterangan serta menentukan hasil mediasi itu sendri dimana perlu adanya peranan mediator untuk menyeimbangkan kedaan.

Dari beberapa keterangan sebelumnya maka menurut hemat penulis ada beberapa alasan pemilihan mediasi sebagai upaya penyelesaian sengketa perdata anatara alain:

1. adanya tugas hakim menyarankan kepada para pihak untuk melakukan mediasi pada tahap awal pemeriksaaan perkara sebagai aturan dalam pasal 130 HIR dan 154 RBg.

2. adanya sanksi batalnya putusan demi hukum jika suatu perkara tidak melalui mediasi terlebih dahulu sebagaiamana tertuang dalam pasal 2 ayat 3 PERMA No. 01 Tahun 2008.


(41)

3. dapat dicapainya win-win solution dalam perdamaian yang dihasilkan para pihak dari mediasi.

4. hasil yang dicapai dalam mediasi menghindarkan perselisihan yang berkepanjangan anatara para pihak.

5. Mediasi dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat, sederhana dan relative lebih murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut dalam pemeriksaan di pengadilan.

B. Analisa Terhadap Perkara Yang Diselesaikan Melalui Upaya Mediasi 1. Kasus Posisi Putusan No.148/Pdt.G/2009/PN.Mdn.

a. Kronologis perkara

Bahwa Penggugat pada tanggal 30 Januari 2009 pergi ke PT. Bank Central Asia (BCA) Tbk. Kantor Cabang Pembantu (KCP) Asia Mega Mas (Tergugat) di Kompleks Asia Mega Mas Jalan Asia Raya Blok BB No. 11 Kelurahan Sukaramai II Kecamatan Medan Area Kota Medan dengan maksud dan tujuan menyetorkan/rnenyerahkan Uang Miliknya sejumlah Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah) ke Nomor Rekening 8305083808 untuk pembayaran hutangnya kepada Perusahaan;

Bahwa kemudian uang telah disetorkan/diserahkan ke PT. Bank Central Asia (BCA) Tbk. Kantor Cabang Pembantu (KCP) Asia Mega Mas melalu; Teller, karena percaya dan meyakini kinerja PT. Bank Central Asia (BCA) Kantor Cabang. Pembantu (KCP) Asia Mega Mas (Tergugat), Penggugat pergi meninggalkan kantor tersebut, beberapa hari kemudian Penggugat sangat terkejut, karena setelah memperhatikan bukti setoran yang ada padanya uang tersebut tidak masuk atau divalidasi ke Nomor Rekening yang menjadi tujuan penyerahan uang tersebut yaitu Nomor rekening


(42)

8305083808, tetapi masuk ke nomor rekening lain yang bukan menjadi tujuan dan maksud penyerahan/penyetoran uang tersebut;

Bahwa berdasarkan Bukti Setoran yang ada pada Penggugat dan yang dia tuliskan disana Jela s dan Tegas Penggugat bermaksud dan bertuiuan menyerahkan uang tersebut ke Nomor rekening 8305083808, tetapi hasii Valerias menunjukan Ice Nomor Rekening 8305080833;

Bahwa kemudian Penggugat menemui Kepala Kantor Cabang Pembantu (KCP) Asia Mega Mas PT. Bank Central Asia (BCA) Tbk. untuk membahas dan rnenyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan, bagaimana penyelesaiannya, oleh karena Penggugat menyerahkan uang tersebut kepada PT. Bank Central Asia (BCA) Tbk Kantor Cabang Pembantu (KCP) Asia Mega Mas secara tunai dengan maksud rnemasukkannya/menyerahkannya ke Nomor Rekening 8305083808 oleh karenanya PT. Bank Central Asia (BCA) Tbk. Kantor Cabang Pembantu (KCP) Asia Mega Mas (Tergugat) juga harus mengembalikannya/membayarkan kepada Penggugat secara tunai, tetapi PT. Bank Central Asia (BCA) Tbk. Kantor Cabang Pembantu (KCP) Asia Mega Mas (Tergugat) bersikukuh tidak mau mengembalikan uang tersebut dengan berbagai alasan yangtidak ada hubungannya dengan permasalahan ini;

Bahwa atas tindakan Tergugat yang telah memasukan ataupun menyimpan uang milik Penggugat ke Nomor Rekening yang bukan menjadi tujuan atau maksud Penggugat dengan demikan jelas Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan Penggugat;


(43)

Bahwa berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata : Tiap perbuatan melawan h u k u m yang membowa kerugion kepada orang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut;

Bahwa oleh karena itu kerugian yang diderita penggugat dan patut untuk dipertanggungjawabkan dan dibayarkan/dikembalikan oleh Tergugat adalah sebagai berikut:

1) Kerugian Material

2)

sebesar Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah)

ditambah dengan bunga 4% (empat persen) untuk setiap bulannya;

Kerugian Immaterial/ Moril

3) Bahwa Penggugat khawatir Tergugat akan mengalihkan barang-barang harta benda miliknya, dan untuk menjamin gugatan Penggugat tidak hampa maka adalah wajar Penggugat mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar menetapkan serta meletakan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) atas harta benda Tergugat baik barang bergerak maupun barang yang tidak bergerak;

sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu/ milyar rupiah). Maka kerugian Penggugat baik secara material maupun immateriat/moril adalah sebesar Rp. 50. 000.000,- + Rp. 1.000.000.000,- = Rp. 1.050. 000.000,- (Satu milyar lima puluh juta rupiah};

4) Bahwa itikad baik dari Tergugat I dan Tergugat II sangat disangsikan yang jika putusan ini dapat dijalankan akan berupaya mengulur-ulur waktu pembayarannya, maka adalah wajar untuk ditetapkan uang paksa


(44)

(dwangsom) sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah} untuk setiap harinya dihitung sejak hari lalainya Tergugat I dan Tergugat II memenuhi putusan ini sampai hutang-hutang Tergugat I dan Tergugat II ini iunas dibayarnya;

5) Bahwa perkara ini didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan autentik. maka adalah wajar bi!a terhadap putusan ini dapat dijalankan teriebih dahuiu kendatipun ada perlawanan, banding rnaupun kasasi ( u i t voorboar bij vooroad);

b. Posita Gugatan

Memanggil pihak-pihak yang telah disebutkan diatas untuk duduk bersidang pada persidangan yang waktu dan tempat yang telah ditentukan seraya rnemeriksa dan mengadili serta mengambil putusan yang amarnya adalah sebagai berikut:

1) Menerima gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

2) Menyatakan syah dan berharga atas sita jaminan yang teiah diletakan. Menyatakan perbuatan Tergugat adalah perbuatan melanggar hukurn yang merugikan Penggugat berikut dengan akibat-akibat hukumnya.

3) Menghukum Tergugat untuk membayar/mengembalikan kerugian-kerugian yang diderita oleh Penggugat yaitu:

a) Kerugian Materil : sebesar Rp. 50.000.000,- (Lima puluhjuta rupiah}.

b) Kerugian immaterial : sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah} dengan perkataan lain total kerugian yang


(45)

harus dibayar Tergugat adalah sebesar Rp. 50.000.000,- + Rp. 1.000.000.000,- = Rp. 1.050.000.000,- (satu milyar lima puluh juta rupiah) secara tunai dan seketika.

4) Menghukum Tergugat untuk membayar uan.g paksa

(dwangsom) sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk setiap harinya dihitung sejak hari ialainya Tergugat mernenuhi isi Putusan dalam perkara kelak. Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan terus kendatipun ada perlawanan, banding maupun kasasi

(uinverbaor bijj voctaad). Atau jika Majelis Hakim berpendapat lain rnohon putusan ycng seadil-adiltiya (ex aeq'in et bono)

c. Kesepakatan dalam Akta Perdamaian

Pihak Kedua selaku Tergugat dalam Perkara No.148/Pdt.G/2009/PN.-Mdn mengakui bahwa telah terjadi kesalahan posting dalam proses pentransferan dana milik Pihak Pertama selaku Penggugat sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) yang seharusnya ditujukan ke Nomor: Rekening: 8305083808 atas nama Lilianto atau Juli jamnasi akan tetapi terposting ke Rekening Nomor: 8305080833 atas nama Lilianto.


(46)

Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah sepakat dan setuju untuk menyelesaikan kesalahan transfer uang Milik Pihak pertama sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah ) oleh Pihak Kedua yang masuk rekening : 8305083808 atas nama Lilianto dengan cara Pihak Kedua mengganti kesalahan transfer dimaksud dengan cara mentransfer kembali uang sebesar Rp. 50.000.000 ; (lima puluh juta rupiah) tersebut ke Rekening yang dituju oleh Pihak Pertama sesuai dengan maksud dan tujuan Pihak Pertama ketika menyetor uang tersebut pada tanggal 30 Januari 2009 yaitu ke Nomor Rekening :8305083808 atas nama Lilianto atau Juli Jamnasi, sedangkan uang sebesar Rp. 50.000.000 ; (lima puluh juta rupiah ) yang telah masuk ke Nomor :8305080833 atas nama Lilianto karena kesalahan transfer yang sampai Akta Perdamaian ini ditanda tangani oleh para pihak dan Hakim Mediasi tidak juga dikembalikannya walaupun telah diminta oleh Pihak Kedua, maka untuk itu Pihak Kedua akan menempuh upaya hukum tersendiri terhadap Lilianto baik secara Pidana maupun Perdata.

P A S A L. 2.

Terhadap pembayaran kembali uang milik Pihak Pertama sebesar Rp. 50.000.000; (lima puluh juta rupiah) tersebut dilakukan dengan cara Pihak Kedua mentrasfer kembali uang tersebut ke Rekening tujuan

P A S A L. 3.

Pihak Pertama yaitu Nomor :8305083808 atas nama Lilianto atau Juli Jamnasi, maka untuk itu Pihak Kedua telah menyetor kembali uang milik Pihak Pertama


(47)

dimaksud ke Nomor Rekening :8305083808 atas nama Lilianto atau Juli Jamnasi sebesar Rp. 50.000.000; (lima puluh juta rupiah ) yaitu masing-masing pada tanggal 20 April 2009 sebesar Rp. 16.200.000; (enam belas juta dua ratus ribu rupiah) dan pada tanggal 1 Juli 2009 sebesar Rp. 33.800.000,- (tiga puluh tiga juta delapan ratus ribu rupiah ).

Pihak Pertama secara tegas menyatakan telah menerima maksud baik dari Pihak Kedua dan Pihak Kedua telah pula melaksanakan tugasnya sebagaimana yang diinginkan oleh Pihak Pertama ketika menyetorkan uangnya sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) pada tanggal 30 Januari 2009 untuk disetorkan kembali / ditransfer ke Nomor Rekening: 8305083808 atas nama Lilianto atau Juli Jamnasi dan Pihak pertama tidak menuntut pembayaran apapun lagi dari keterlambatan pengembalian dimaksud oleh Pihak Kedua, dan penyelesaian permasalahan ini dibuktikan dengan adanya tanda bukti penyetoran / transfer sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) ke Nomor Rekening: 8305083808 oleh Pihak Kedua dan Pihak Pertama telah mengakui bahwa pengiriman uangnya tersebut telah sampai ke Nomor Rekening: 8305083808 atas nama Lilianto atau Juli Jamnasi yang menjadi tujuannya dan Akta Perdamaian ini juga sekaligus sebagai bukti telah disetorkannya kembali uang milik Pihak Pertama oleh Pihak Kedua ke Rekening yang menjadi tujuannya.


(48)

Bahwa dengan telah diselesaikannya kesalahan transfer uang milik Pihak Pertama oleh Pihak Kedua, maka Pihak Pertama dan Pihak Kedua menyatakan terikat dengan Akta Perdamaian ini dan Pihak Pertama tidak akan mengajukan lagi tuntutan hukum kepada Pihak Kedua baik secara Pidana maupun Perdata atau dalam bentuk apapun dikemudian hari, dan Pihak Pertama menyatakan Gugatan Perkara Perdata No: 148/Pdt.G/2009/PN.Mdn, tanggal 03 April 2009 yang diajukannya terhadap Pihak Kedua telah selesai dan dinyatakan dicabut / gugur dengan Akta Perdamaian ini dan Akta Perdamaian ini sekaligus merupakan bukti penyelesaian Perkaara Gugatan dimaksud oleh Pihak Pertama terhadap Pihak Kedua.

P A S A L. 5.

Akta Perdamaian ini diperbuat oleh Kedua belah pihak secara sadar dan tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun. Dibuat dalam rangkap 3 ( tiga ) dimana setiap rangkap terdiri dari 4 ( empat ) halaman dan masing masing pihak mendapat 1 (satu) rangkap dan 1( satu ) rangkap lagi untuk berkas di Pengadilan Negeri Medan yang ketiga-tiganya mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan dibubuhi materai secukupnya.

P A S A L. 6.

Demikian Akta Perdamaian ini diperbuat di Medan dan ditanda tangani oleh Pihak Pertama dan Pihak Kedua serta Hakim Mediasi pada hari dan tanggal sebagai mana yang disebutkan diawal Akta Perdamaian ini.


(49)

Setelah isi persetujuan perdamaian tersebut dibuat secara tertulis tertanggal 01 Juli 2009 dan dibacakan kepada kedua belah pihak, maka mereka masing-masing menerangkan dan menyatakan menyetujui seluruh isi persetujuan perdamaian tersebut;

d. Putusan No.148/Pdt.G/2009/PN.Mdn.

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri tersebut;

Telah membaca surat persetujuan perdamaian tersebut diatas ;

Telah mendengar kedua belah pihak yang berperkara ;

Mengingat pasal 130 HIR/154 RBg dan PERMA No.1 Tahun 2008 serta ketentuan perundang-undangan yang bersangkutan ;

= M E N G A D I L I

Menghukum kedua belah pihak EDDY SAPUTRA dan PT.BANK CENTRAL ASIA (BCA) Tbk, Cq. PT.Bank Central Asia (BCA ) Tbk, Kantor Cabang Utama (KCU) Medan Cq. PT. Bank Central Asia (BCA) Tbk, Kantor Cab. Pembantu (KCP) Asia Mega Mas tersebut untuk mentaati persetujuan yang telah disepakati tersebut diatas ;

=

Menghukum kedua belah pihak untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 141.000,- (seratus empat puluh satu ribu rupiah) masing-masing separuhnya ;


(50)

Demikianlah diputuskan pada hari Kamis. tanggal 02 Juli 2009.

Berdasarkan uraian diatas dapatlah dianalisa bahwa penyelesaian sengketa perdata melalui upaya mediasi lebih menguntungkan bagi para pihak dari pada harus menyelesaikan sengketa perdata melalui proses persidangan yang panjang dan memakan waktu yang cukup lama. Dari kasus posisi yang diuraikan tersebut dapat diketahui bahwa kesalahan yang dilakukan oleh teller bank BCA kemudian berakibat fatal, kesalahan itu bisa saja dilakukan secara sengaja atau karena kecerobohan teller tersebut. Atas kesalahan teller tersebut, dalam tuntutannya, penggugat mengajukan posita gugatan yang isinya menuntut agar pihak tergugat membayar kerugian materil dan immateril yang jumlah keseluruhannya adalah Rp. 1.050.000.000,- (satu milyar lima puluh juta rupiah) hal ini tentu sangat merugikan bagi pihak tergugat. Rp. 1.050.000.000,- (satu milyar lima puluh juta rupiah) bukanlah jumlah yang sedikit, maka untuk menghindari kerugian dan mencari win-win solution maka pihak-pihak yang bersengketa sepakat untuk menempuh upaya mediasi, duduk bersama hakim mediator dan bermusyawarah untuk menemukan solusi terbaik atas sengketa tersebut.

oleh DEWA PUTU Y. HARDIKA,SH,M.H, sebagai Ketua Majelis dan, CATUR IRIANTORO.SH.M.Hum, dan I DW GD NGURAH ADNYANA, SH., sebagai Hakim-Hakim Anggota, putusan mana pada hari itu juga diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis tersebut, dengan dibantu oleh EDDY SUHAIRY, SH., Panitera Pengganti dan kedua belah pihak.

Melalui hakim mediator sebagai penengah dan karena ada itikad baik dari kedua belah pihak yang bersengketa maka upaya mediasi pun menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Pihak tergugat (PT. Bank BCA) mengakui


(51)

kesalahn karena kelalaian dari pegawai/tellernya dan pihak penggugat berbesar hati untuk mengerti kelalaian tersebut dan memaafkan pihak tergugat dengan syarat uang milik penggugat dikembalikan dengan cara dikirimkan ke no rek yang ditujukan sejak awal oleh penggugat.

Dari satu contoh kasus yang telah diuraikan tersebut, dapatlah diketahui bahwa upaya mediasi membantu pengadilan negeri untuk menyelesaikan sengketa perdata yang masuk ke Pengadilan Negeri Medan sehingga dapat mengurangi terjadinya penumpukan perkara. Upaya mediasi ditempuh para pihak dalam waktu yang relatif lebih singkat dari pada sutu proses persidangan. PERMA No. 1 Tahun 2008 mengatur mengenai waktu pelaksanaan dari proses mediasi, yaitu 86

1) Dalam waktu paling lama 5 ( lima ) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator.

:

2) Dalam waktu paling lama 5 ( lima ) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk.

3) Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) dan (6).

86


(52)

4) Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat 3.

5) Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara. (6) Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.

Prosedur mediasi memiliki efisiensi waktu yang lebih baik sehingga para pihak yang bersengketa dapat tetap melaksanakan aktifitasnya yang lain, haikm di Pengadilanpun jadi memiliki waktu untuk memeriksa perkara lain sehingga mencegah terjadinya penumpukan perkara, hal ini juga tentu merupakan keuntungan bagi para pihak yang bersengketa dan para hakim di Pengadilan.

Pelaksanaan Mediasi ini merupakan amanah dari pasal 130 HIR/154 R.Bg yang merupakan dasar hokum dari pelaksanaan hokum acara perdata, mengenai prosedur pelaksanaan mediasi diatur lebih jelas dalam PERMA No. 2 Tahun 2003 Jo PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Pelaksanaan Mediasi ini juga merupakan amanah dari Sila IV Pancasila yaitu “ Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, menyelesaikan sengketa secara musyawarah dan damai merupakan landasan hokum di Negara Republik Indonesia. Walaupun HIR/R.Bg merupakan hokum yang berasal dari Belanda yang diciptakan sebelum Indonesia merdeka,


(53)

namun hingga saat ini HIR/R.Bg lah yang masih berlaku dan dipakai dalam pelaksanaan hokum acara perdata di Indonesia.

Jadi jelaslah bahwa pelaksanaan mediasi merupakan amanah dari Sila IV Pancasil dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Indonesia yaitu Pasal 130 HIR/154 R.Bg. Analisa kasus yang telah diuraikan oleh penulis merupakan bukti nyata pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan, walaupun tidak banyak sengketa perdata yang berhasil diselesaikan melalui mediasi, Pengadilan Negeri Medan tetap wajib untuk melaksanakan prosedur mediasi. Pelaksanaan mediasi telah dilakukan oleh Pengadilan Negeri Medan, Putusan No.148/Pdt.G/2009/PN.Mdn. adalah bukti bahwa Pengadilan Negeri Medan pernah berhasil menyelesaiakn suatu sengketa perdata melalui mediasi di Pengadilan.

C. Efektivitas Mediasi Dalam Menyelesaikan Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Medan

1. Sarana dan Prasarana Mediasi di Pengadilan Negeri Medan

Mediasi sebagai bagian dari pelaksanaan hukum acara perdata merupakan sarana untuk tercapainya penyelesaian sengketa perdata secara damai tanpa harus merugikan salah satu pihak dan tanpa memakan waktu yang lama. Dalam hukum acara perdata dikenal adanya azas cepat, sederhana, dan biaya ringan, oleh karena itulah pelaksanaan mediasi sebagai bagian dari hukum acara perdata adalah untuk memenuhi azas tersebut. Melalui mediasi, perkara perdata di Pengadilan Negeri Medan dapat terselesaikan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan. Putusan terhadap perkara perdata yang diselesaikan melalui mediasi juga akan


(54)

menguntungkan bagi para pihak yang bersengketa karena putusan tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan dari para pihak yang bersengketa.

Mengingat keuntungan dari penyelesaian sengketa perdata melalui mediasi, sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka selayaknya disadari betapa penting dan bermanfaatnya pelaksanaan mediasi dilakukan secara efektif di Pengadilan Negeri Medan. Setelah melakukan pengamatan secara langsung di Pengadilan Negeri Medan, penulis mendapati bahwa di Pengadilan Negeri Medan telah tersedia sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan, diantaranya adalah selebaran yang menjelaskan tentang gambaran umum prosedur mediasi di Pengadilan Negeri Medan. Selebaran ini berfungsi bagi para pengunjung yang datang ke Pengadilan Negeri Medan, baik yang sedang bersengketa maupun bagi para mahasiswa fakultas hukum yang datang untuk melakukan riset.

Selebaran tersebut merupakan sarana kecil yang disediakan oleh Pengadilan Negeri Medan untuk mendukung pelaksanaan mediasi. Melalui selebaran tersebut, diharapkan agar para pihak yang bersengketa memahami apa itu mediasi, keuntungan menyelesaikan sengketa melalui mediasi dan bagaimana prosedur mediasi di Pengadilan Negeri Medan. Dengan demikian, para pihak akan tertarik untuk menyelesaikan sengketanya melalui upaya mediasi. Walaupun dalam persidangan penyelesaian sengketa perdata, mediasi wajib untuk dilaksanakan, namun penyebarluasan selebaran tentang mediasi itu merupakan sarana penunjang agar para pihak menyadari bahwa melalui mediasi sengketa perdata dapat diselesaikan dengan tanpa merugikan salah satu pihak, melalui


(55)

mediasi dapat dicapai win-win solution yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Selain sarana kecil berupa selebaran, di Pengadilan Negeri Medan juga terdapat sarana dan prasarana utama dari pelaksanaan mediasi, yaitu sebuah ruangan yang disebut dengan “ruang mediasi”, yaitu ruangan yang akan digunakan oleh hakim mediator dan para pihak yang bersengketa untuk bermusyawarah dalam mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa perdata diantara mereka. Didalam ruangan tersebut juga terdapat fasilitas-fasilitas lainnya berupa kursi dan meja untuk melakukan perundingan guna mencapai kesepakatan bersama dalam rangka menyelesaikan sengketa perdata yang dialami oleh para pihak. Selain ruangan yang berisi kursi dan meja, di Pengadilan Negeri Medan juga tersedia fasilitas lainnya yang menjadi sarana penunjang pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan.

D.S. Dewi, seorang hakim Mediator di Pengadilan Negeri Jakarta Barat memaparkan bahwa adapun yang menjadi sarana dan prasarana pendukung terlaksananya mediasi adalah :

a. Ruang Mediasi/Kaukus

b. Ruang tunggu


(56)

d. Properti seperti : whiteboard, spidol, meja dan kursi, lukisan gambaran prosedur pelaksanaan mediasi atau administrasi mediasi, Register mediator (hakim/nonhakim), register mediasi serta map dan formulir mediasi.87

Adanya sarana dan prasarana untuk bermediasi di Pengadilan Negeri Medan telah menunjukan bahwa Pengadilan Negeri Medan telah berupaya untuk menyelenggarakan hukum acara perdata dengan memenuhi azas sederhana, cepat, dan biaya ringan. Keberadaan ruang mediasi yang disediakan di Pengadilan Negeri Medan adalah suatu bukti bahwa Pengadilan Negeri Medan menghendaki para pihak yang memiliki sengketa perdata untuk menyelesaikan sengketanya melalui mediasi guna memenuhi azas sederhana, cepat dan biaya ringan.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang hakim mediator di Pengadilan Negeri Medan, yaitu Bapak E.T. Pasaribu, dapat diketahui bahwa pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan, tidak selalu dilakukan diruang mediasi. Tak jarang proses bermediasi dilakukan oleh hakim mediator dan para pihak yang bersengketa di dalam ruangan kantor hakim mediator. Bapak E.T. Pasaribu menyatakan bahwa ruangan hanyalah masalah tempat saja, yang terpenting adalah pelaksanaan mediasi itu dilakukan. Selain itu, ia juga menyatakan bahwa ruangan hanya ada satu sedangkan perkara perdata ada cukup banyak sudah tentu yang akan bermediasi juga banyak, oleh karena itu kadang kala upaya bermediasi dilakukan didalam ruangan hakim mediator yang bersangkutan.

87


(1)

PERAN DAN PELAKSANAAN MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN

(Analisis Terhadap Perkara Yang Diselesaikan Melalui Mediasi di Pengadilan Negeri Medan)

ACHMAD FADIL

060200167

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Dan Memperoleh Gelar Sarjana Di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAKSI *Achmad Fadil **

Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS ***Malem Ginting, SH.M.Hum

Skripsi ini memaparkan berbagai hal seputar pelaksanaan mediasi yang merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa di pengadilan, baik mengenai sejarahnya, makna mediasi serta pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia serta bagaiamna peran dan pelaksanaan mediasi tersebut di pengadilan. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia mediasi telah diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase yakni tertuang didalam pasal 6 ayat (1) sampai dengan pasal 6 ayat (9) dan sebelum Undang-Undang tersebut lahir mediasi juga telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yakni dalam pasal 130 HIR dan 154 R.bg yang kemudian lahir PERMA No. 2 Tahun 2003 sebagai peraturan khusus yang mengatur tentang mediasi dan kemudaian dirubah kembali sebagai penyempuranaan Perma No. 2 Tahun 2003 yakni PERMA No.01 Tahun 2008. Inilah yang menjadi bahan pembahasan dalam skripsi ini. Dengan melihat bagaimana peran dan pelaksanaan mediasi di pengadilan khususnya di Pengadilan Negeri Medan.

Penelitian dalam penulisan skripsi ini bersifat deskriptif kualitatif yang berjenis penelitian hukum empiris dengan pendekatan yuridis empiris. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data skunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang dipakai penulis melalui studi pustaka (library research).

Berdasarkan hasil penelitian, terlihat jelas peran mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa Sangat besar manfaatnya karena pelaksanaan mediasi itu sendiri lebih cepat sederhana dan dengan biaya yang ringan dibanding dengan pemeriksaan perkara pada umumnya. Walaupun pada kenyataannya setelah dilakukan mediasi hasil yang diperoleh banyak yang mengalami kegagalan. Hal ini karena disebabkan oleh kurang adanya kesadaran akan pentingnya mediasi itu sendiri dalam menyelesaikan sengketa perdata si Pengadilan Negeri Medan.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ∗∗

Pembimbing I Dosen Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU ∗∗∗


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan keharibaan nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing umat manusia dari masa kegelapan menuju jalan yang terang benderang.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis tercatat menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sejak Agustus 2006, sejak itulah penulis mendapatkan banyak pelajaran berharga dari pengalaman selama mengenyam pendidikan hukum. Ada suka, ada duka, ada berbagai prestasi yang diraih serta segala macam kesulitan yang merupakan tantangan dari perjalanan hidup selama menjadi mahasiswa S-1.

Penulis merasa banyak pihak-pihak yang berperan dalam membantu dan mensuport penulis dalam rangka menyelesaikan skripsi ini serta membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis tidak dapat membalas semua kebaikan pihak-pihak yang selama ini telah banyak membantu penulis, Allah lah yang kelak kan membalas kebaikan tersebut dengan kebaikan yang berlipat ganda, amin. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga tidak lupa penulis sampaikan kepada :

1. Allah Swt, Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,. Atas izinnya lah penulis dapat menghadapi segala tantangan yang ada, atas izinnyalah penulis dapat mnyelesaikan skripsi ini. Puji syukur tak terhingga kepada Allah Swt.

2. Ayahanda, Tamrun dan Ibunda, Nur Asiah atas perjuangan dan pengorbanannya selama bertahun-tahun untuk mendidik dan mengasuh penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sangat luas kepada kedua orang tua, kepada seluruh anggota keluarga yaitu Abangda


(4)

Bripda Buchari Rizki Adha, SH, Adinda Neng Zahro serta keluarga besar Alm. H. Bakir dan keluarga besar Alm. H. Zamik.

3. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) .

4. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H. MS. dan Bapak Malem Ginting, S.H., M.Hum., selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Keduanya juga merupakan dosen pebimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Bapak Tan Kamello dan Bapak Malem telah banyak membantu dalam bentuk arahan dan bimbingan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih buat Bapak- Bapak yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis serta Bapak Alm Hermansyah, SH, M.Hum yang semasa hidupnya juga telah ikut membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Civitas Akademika Fakultas Hukum USU, atas segala dukungan dan doanya yang telah diberikan kepada penulis.

6. Kepada para sahabat dan teman-teman yang selama ini telah banyak membantu dan mensuport penulis, yaitu Didi Prima Hadi, Fadlizah Rahman Batu Bara, Oki Sanjaya, Muhamad Hafidh, Nisa, Wina Febriani, Muhammad Iqbal Kurniawan.

7. Kepada teman Tim MCC UNDIP Semarang, dan seluruh teman-teman mahasiswa difakultas hukum USU maupun yang diluar fakultas Hukum USU yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Sebagai manusia biasa penulis menyadari segala kekurangan dalam penulisan tulisan ini, maka apabila ada kesalahan dalam penulisan ini kepada Allah penulis mohon ampun dan kepada pembaca penulis mohon maaf. Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulisan selanjutnya bisa lebih baik lagi.

Medan, Maret 2010


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...8

D. Keaslian Penulisan ...10

E. Tinjauan Pustaka ...10

F. Metode Penelitian...15

G. Sistematika Penulisan ...20

BAB II PERAN MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERDATA A. Pengertian Mediasi ...23

B. Sejarah Perkembangan Mediasi...39

1. Sejarah Mediasi di Dunia ...39

2. Sejarah Mediasi di Indonesia ...42

a. Masa Kolonial Belanda ...45

b. Masa Kemerdekaan Sampai Sekarang ...49

C. Mediasi Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ...55

1. Mediasi Dalam Hukum Acara Perdata Indonesia (HIR/Rbg) ...55

2. Mediasi Dalam Peraturan Mahkamah Agung RI ...56

D. Peran Mediasi dalam Menyelesaikan Sengketa Perdata ...65

BAB III PELAKSANAAN MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN


(6)

A. Definisi Mediasi di Pengadilan ...73 B. Dasar Hukum Mediasi di Pengadilan Negeri Medan ...78 C. Prosedur Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Medan

Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ...83 D. Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Medan ...93 E. Faktor- Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Mediasi di

Pengadilan Negeri Medan pada tahun 2008 – 2010 ...97

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN

A. Alasan Pemilihan Mediasi Sebagai Upaya Penyelesaian

Sengketa Perdata ... 101 B. Analisis Terhadap Perkara yang Diselesaikan Melalui

Upaya Mediasi... 109 C. Efektifitas Mediasi Dalam Menyelesaikan Sengketa

Perdata di Pengadilan Negeri Medan ... 121 1. Sarana dan Prasarana Mediasi di Pengadilan Negeri

Medan ... 121 2. Efektivitas Pelakasanaan Mediasi di Pengadilan Negeri

Medan ... 125 3. Efektifitas Mediasi Dalam Menyelesaikan Sengketa

Perdata di Pengadilan Negeri Medan ... 126

BAB V KESIMPULAN dan SARAN

A. Kesimpulan ... 129 B. Saran ... 131

DAFTAR PUSTAKA ... 133 LAMPIRAN