Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
dalam melaksanakan kegiatan usahanya, sehingga kontrak hutang piutang antara perbankan syari’ah dengan nasabah harus berada dalam koridor bebas bunga.
1
Pembiayaan d alam Perbankan Syari’ah, sejatinya menggunakan sistem Profit dan
Loss Sharing PLS, bukan berdasarkan bunga. Dengan kata lain, semua keuntungan dibagi rata antara nasabah dengan bank, termasuk juga apabila terjadi
kerugian. Salah satu cara untuk menghindari penerimaan dan pembayaran bunga
riba di perbankan syari’ah ditempuh dengan cara memberikan pembiayaan
financing dengan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik IMBT, yaitu akad sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan barang ke tangan penyewa.
Kegiatan pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yang harus terus menerus dilaksanakan guna mempertahankan dan mengembangkan usaha
bank tersebut. Oleh karena itu, sangat diperlukan manajemen yang baik untuk menangani kegiatan pembiayaan pada suatu bank. Secara umum landasan hukum
pembiayaan akad penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana telah diubah dalam PBI No.919PBI2007 yang artinya : pembiayaan merupakan bagian dari
penyaluran dana. Salah satu produk pembiayaan adalah ijarah atau sewa yaitu pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran upah atau sewa tanpa pemindahan kepemilikan operating lease ataupun dengan pemindahan kepemilikan financial lease, tergantung dari para
pelaku yang melakukan akad ijarah tersebut.
1
Warkum Sumitro. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga Keuangan Terkait BMUI dan Takaful di Indonesia, Jakarta, Rajawali Press, 2008, h. 8.
Berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 27DSN-MUIIII2002, akad ijarah Muntahiya Bittamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
2
1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah Fatwa DSN
Nomor : 09DSN-MUIIV2000 berlaku pula dalam akad al-ijarah al- Muntahiya Bi al-Tamlik.
2. Perjanjian untuk melakukan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik harus
disepakati ketika akad ijarah ditandatangani. 3.
Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad. Selain itu, dalam fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 27DSN-
MUIIII2002, yang menjelaskan bahwa pihak yang melakukan al-ijarah Muntahiya Bittamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad
pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Pada umumnya bank syari’ah lebih banyak menggunakan al-ijarah al- Muntahiya Bittamlik dibandingkan dengan ijarah. Hal tersebut karena Ijarah
Muntahiya Bittamlik lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan asset baik pada leasing atau pun
sesudahnya. Jika dikaitkan dengan perkembangan perekonomian yang ada pada saat ini, banyak sekali praktek ijarah yang terjadi baik dalam skala kecil maupun
dalam skala besar, baik berupa barang maupun jasa. Ruang lingkupnya pun sangat
2
SK. Dir. BI. No: 9PBI2007
luas, hampir mencakup seluruh aspek kehidupan. Misalnya seseorang menggunakan jasa konsultan keuangan untuk mengatur keuangannya maka ia
telah menggunakan jasa seorang konsultan keuangan tersebut. Contoh lainnya adalah apabila kita menyewa gedung untuk digunakan sebagai tempat usaha maka
kita telah menggunakan jasa sewa barang. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa ijarah mamiliki peranan
sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Ijarah merupakan manifestasi keluwesan dan keluasan hukum Islam. Setiap orang memiliki hak untuk
melakukan akad ijarah baik berupa barang maupun jasa, selama hal tersebut berdasarkan prinsip-
prinsip yang diatur dalam syari’at Islam, agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya sehingga tidak menimbulkan kerugian dan
perselisihan antara seseorang dengan yang lainnya. Sekalipun bank dalam memberikan pembiayaan tidak pernah menginginkan
bahwa pembiayaan yang diberikan akan menimbulkan permasalahan, namun pada prakteknya permasalahan tersebut kerap kali muncul dan untuk keperluan itu
pihak bank akan melakukan segala upaya preventif yang mungkin dilakukan untuk mencegah agar pembiayaan yang diberikan tidak menimbulkan
permasalahan, namun tidak mustahil jika pada akhirnya pembiayaan tetap juga bermasalah, bahkan keadaan pembiayaan tersebut bukan hanya sekedar tidak
lancar atau diragukan melainkan akhirnya menjadi macet. Setelah itu, bank akan melakukan upaya-upaya represif yang mula-mula akan dilakukan ialah melakukan
penyelamatan pembiayaan.
Berangkat dari permasalahan di atas maka penulis melakukan penelitian dengan judul
“Penanganan Pembiayaan Bermasalah Dalam Produk Ijarah Muntahiya Bittamlik Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
”