Manajemen pembiayaan mudhararah bermasalah : studi pada bank muamalat indonesia ,tbk

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh: IDA NURAIDA

105046101677

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PRODI MUAMALAT ( EKONOMI ISLAM )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh Ida Nuraida NIM: 105046101677

Di bawah Bimbingan

Pembimbing

Prof. Dr. Hj Huzaemah Tahido Yanggo, MA NIP: 194512301967122001

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M


(3)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta

Jakarta, 29 April 2010


(4)

munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Senin, 15 Maret 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Jurusan Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 April 2010 Dekan

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

1. Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag. (.…..…………..…) NIP. 197107011998032002

Sekretaris : H.Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H. (………..…….…..) NIP. 197407252001121001

2. Penguji I : Prof. Dr. H. M Amin Suma, SH, MA, MM. (……….) NIP. 195505051982031012

Penguji II : Ir. M. Nadrtuzzaman Hosen, MS.,MSc. Ph. D. (……….) NIP. 196106241985121001

3. Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA. (……….) NIP. 194512301967122001


(5)

Rasa syukur yang terdalam penulis haturkan ke Dzat yang maha Rahman bagi semesta alam dan Rahim bagi semua hamba yang selalu menjalankan perintah-Nya, yang telah menciptakan rasa cinta dan kasih kepada hati manusia.

Sholatullah Wasalamuh senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, yang tak pernah lelah untuk selalu membimbing umatnya dengan penuh kasih sayang, kepada keluarganya, sahabat serta umatnya sepanjang zaman semoga kita mendapat syafa’atnya di yaumul Ba’ts.

Penulis bersyukur setelah proses yang cukup panjang dan melelahkan yang sarat akan gangguan dan hambatan, akhirnya dengan limapahan kasih dan sayang-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul” Manajemen Pembiayaan

Mudharabah Bermasalah”.

Penulis menyadari dengan kesederhanaan karya tulis ini yang masih banyak kekurangan. Namun dengan ini juga penulis tidak bisa menutup mata akan peran berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Perkenankan penulis untuk mengucapkan kata terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:


(6)

2. Ibu Dr.Euis Amalia, M.Ag selaku Ketua Program Studi Mu’amalat Konsentrasi Perbankan Syariah dan Bapak H. Azharudin Latif M.Ag, selaku Sekretaris Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah.

3. Bunda dan Ayah Tersayang, Hj Siti Maryam dan H. Daud H.M, Orang Tua yang tiada lelah dan letih dalam memberi doa, semangat, harapan dan seluruh limpahan kasih dan cintanya kepada penulis dalam segala-galanya. Trimakasih you’re The Best My Parent’s.

4. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan segala pengetahuan kepada penulis sehingga dapat membuka wacana dan pengetahuan bagi penulis terutama dalam pembelajaran pada bidang ekonomi Islam.

5. Seluruh staff dan pihak lainnya dari Perpustakaan fakultas Syariah dan Hukum, Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta Perpustakaan Muamalat Institute yang telah membantu dan memberikan fasilitas kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Yayah Fazriah, Lia Dahlia, Ahmad Izudin, Fahmi Adam, Nurkholis Aulia Rachman, adik-adik Qu Terkasih yang selalu memberikan semangat dan doa


(7)

7. Tuk Suami_Qu tersayang, “Bang Nur Hasan”, terimakasih dah memberikan doa, dukungan, limpahan kasih sayang yang begitu dalam kepada penulis, moga ikatan suci qta tetap terjaga dan abadi,, amin..

8. Geng 6, trimakasih teman bwt semua dukungan dan doanya, put, selai, yayah yang menjadi motivator penulis karena mereka kalian lulus lebih dulu, yang kemudian disusul ma’ nyai dan wiwi. Semoga persahabatan kita tetap terjalin dan terjaga sampai nanti.

9. Mba narti, serta pihak Muamalat Institute yang telah memberikan data dan informasi dalam proses penulisan skripsi ini, trimakasih mba nartiiiiii..

10.Seluruh pegawai BMT CSM; Pa zar, Mba diah, Bang ero, Bang zul, Bang didi, Mba nur, Pa sis, lucky, terimakasih atas doa dan semangatnya, terutama tuk pa zar dan mba diah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis tuk menyelami ilmu di BMT CSM, hatur nuhun….

11.Semua pihak yang telah membantu dan memberikan doa dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan. Trimakasih semuanya!


(8)

iv penguasa seluruh manusia.

Jakarta, 14 Jummadil Awwal 1431 H

29 April 2010


(9)

A. Latar Belakang Masalah

Syari’at Islam merupakan petunjuk kehidupan yang bersifat komprehensif, ia mencakup segala dimensi kehidupan dan mampu menghadirkan alternatif solusi atas persoalan kehidupan. Seorang muslim yang mampu mempelajari kandungan Al-Qur’an dan Sunnah secara mendalam, akan dapat melihat luasnya ruang lingkup syari’ah. Syari’ah tidak hanya mengatur hubungan transendental seorang hamba dengan Tuhannya, yakni terkait dengan hukum-hukum ibadah1, akan tetapi syari’ah juga mengatur hubungan bermuamalat di antara sesama manusia, dalam hal ini adalah perbankan.

Keberadaan perbankan syari’ah di tanah air sudah tidak lagi dianggap tamu asing, kinerja dan kontribusinya mulai dirasakan oleh berbagai kalangan masyarakat. Kenyataan akan ketahanan bank syari’ah terhadap krisis ternyata menjadi daya tarik bagi kalangan pelaku perbankan. Tidak hanya itu, keberadaan bank dengan sistem operasional syari’ah telah lama dinanti oleh umat Islam di tanah air, ternyata telah membuka peluang yang amat luas bagi calon nasabah yang memiliki loyalitas tinggi

1

Ahmad, Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syari’ah : Sebuah Kajian Historis dan Kontemporer, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008), Edisi 1, h. 13


(10)

terhadap sistem syari’ah untuk ikut bergabung di bank syari’ah2. Perbankan syari’ah di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat signifikan setiap tahunnya, hal itu ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah bank syari’ah yang diikuti dengan pertumbuhan volume usaha yang berkualitas baik. Direktorat perbankan syari’ah mencatat jumlah jaringan kantor perbankan syari’ah pada bulan desember 2007 berjumlah 711 kantor, dengan rincian yaitu 3 Bank Unit Syari’ah (BUS), 25 Unit Usaha Syari’ah (UUS), 222 Kantor Cabang (KC), 118 Kantor Cabang Pembantu (KCP), 204 Kantor Kas (KK), 114 Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) dan 25 Unit Pelayanan Syari’ah (UPS)3.

Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki fungsi menghimpun dana masyarakat. Dana yang telah terhimpun, kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat. Kegiatan bank mengumpulkan dana disebut dengan kegiatan funding. Sementara kegiatan menyalurkan dana kepada masyarakat oleh bank disebut dengan kegiatan financing atau lending. Dalam menjalankan dua aktifitas besar tersebut, bank syari’ah harus menjalankan sesuai dengan kaidah-kaidah perbankan yang berlaku4, yakni bersumber pada prinsip-prinsip syari’ah.

2

Kurnia, Agung Robiansyah, Pengembangan Produk Pembiayaan pada Perbankan Syari’ah, Skripsi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Perbankan Syari’ah Prodi Muamalat, tahun 2005, h. 1

3

Harun, Masykur, Manajemen Risiko Operasional Bank Syari’a h: Studi pada UUS Bank Bukopin, Skripsi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Perbankan Syari’ah Prodi Muamalat, tahun 2008, h. 1

4

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, (Yogyakarta : Ekonisia, 2005), Edisi 1, cet ke-2, h. 41


(11)

Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan (financial intermediary), yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat, diharapkan dengan dana dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana pembiayaan yang tidak disediakan oleh dua lembaga sebelumnya (swasta dan pemerintah)5. Dalam pemberian kredit pada bank konvensional kepada nasabah yang memerlukan pinjaman uang, bank mengambil bagian keuntungan berupa bunga dan provisi dengan cara membungakan uang yang dipinjamkan tersebut. Akan tetapi, dalam perbankan syariah, meniadakan transaksi semacam ini dan mengubahnya menjadi pembiayaan, dimana bank meminjamkan sejumlah dana/uang pada nasabah dengan akad berdasarkan sistem bagi hasil.

Sebagai mahkluk sosial, kebutuhan akan kerja sama antara satu pihak dengan pihak lain guna meningkatkan taraf perekonomian dan kebutuhan hidup, atau keperluan-keperluan lain, tidak bisa diabaikan. Kenyataan menunjukkan bahwa diantara sebagian manusia memiliki modal, tetapi tidak bisa menjalankan usaha-usaha produktif, atau memiliki modal besar dan bisa berusaha-usaha produktif, tetapi keinginan membantu orang lain yang kurang mampu dengan jalan mengalihkan sebagian modalnya kepada pihak yang memerlukan. Di sisi lain, tidak jarang pula ditemui orang-orang yang memiliki kemampuan dan keahlian berusaha secara produktif, tetapi tidak memiliki atau kekurangan modal usaha. Berdasarkan hal itulah,

5


(12)

sangat diperlukan adanya kerjasama pemilik modal dengan orang-orang yang tidak mempunyai atau kekurangan modal.6 Dalam hal ini adalah para investor yang menyimpan (saving) uangnya di suatu lembaga perbankan, kemudian pihak perbankan menyalurkan uang investor tersebut kepada nasabah yang membutuhkan pinjaman, untuk kemudian dikelola dan menghasilkan profit yang berguna untuk semua pihak yang terlibat.

Bank menyediakan sebagian dari pembiayaan bagi usaha atau kegiatan tertentu dari nasabah. Selanjutnya nasabah mengelola usaha tersebut tanpa campur tangan bank, tapi bank mempunyai hak untuk mengajukan usul dan melakukan pengawasan. Atas penyediaan dana tersebut bank mendapat imbalan atas keuntungan yang besarnya ditetapkan atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian atas usaha yang dibiayai tersebut sepenuhnya ditanggung oleh bank, kecuali atas dasar kelalaian nasabah.7

Pembiayaan yang dimaksud adalah pembiayaan mudharabah yaitu pembiayaan disediakan oleh bank kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan berdasarkan sistem bagi hasil. Pembiayaan mudharabah adalah kerjasama yang dilakukan antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama dan pemilik dana tidak boleh mencampuri

6

Helmi, Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta : PT RjaGrafindo Persada,1997), Ed. 1, Cet ke-2, h. 12

7

Ibrahim, Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, (Jakarta : Kalam Mulia, 1995), cet ke-1, h. 667


(13)

pengelolaan bisnis sehari-hari, keuntungan yang diperoleh antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya.8

Istilah mudharabah sesungguhnya tidak muncul pada masa Nabi Muhammad saw, tapi jauh sebelum Nabi lahir. Menurut Abraham L. Udovitch, istilah itu muncul sebagai kerjasama bangsa semenanjung Arab yang berkembang dalam konteks perdagangan para kafilah Arab sebelum Islam.9 Pembiaran Nabi SAW terhadap

mudharabah ini mengindasikan bahwa kerja sama dua pihak dengan mempertemukan

modal dan usaha merupakan kerjasama yang sangat penting dalam kehidupan manusia.10 Berdasarkan kenyataan itulah, maka praktik pembiayaan mudharabah

dapat dilaksanakan oleh perbankan syariah tanpa mengkhawatirkan adanya sesuatu yang mengandung bathil didalam nya (riba).

Mudaharabah merupakan suatu akad perjanjian antara bank dengan nasabah,

dimana dana yang dikeluarkan semuanya bersumber dari bank, dalam pembiayaan

mudharabah terdapat istilah kepercayaan antara bank dengan pengelola, oleh karena

itu mudharabah adalah pembiayaan yang cukup rentan dengan risiko, karena

dikhawatirkan nasabah pengelola pembiayaan tersebut melakukan suatu kecurangan-kecurangan yang tidak diketahui oleh bank.

8

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, (Yogyakarta : Ekonisia, 2005), edisi 1, cet ke-2, h. 52

9

Muhammad, Kontruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah ;Mudharabah dalam Wacana Fiqh dan Praktik Ekonomi Modern, (Yogyakarta : PSEI, 2003), Cet ke-1, h. 144

10

Muhammad, Kontruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah ;Mudharabah dalam Wacana Fiqh dan Praktik Ekonomi Modern, h. 147


(14)

Bank merupakan institusi paling rentan terhadap kegagalan, tetapi justru tidak boleh gagal. Kegagalan sebuah bank akan berdampak kepada sistem perbankan dan bahkan sistem perekonomian (systemicrisk)11, akan tetapi, bank sebagaimana lembaga keuangan atau perusahaan umumnya dalam menjalankan kegiatan guna mendapatkan hasil usaha (return) selalu dihadapkan pada risiko. Risiko mungkin terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi bank jika tidak dideteksi serta tidak dikelola sebagaimana mestinya. Untuk itu, bank harus mengerti dan mengenal risiko-risiko yang mungkin timbul dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Risiko dapat dikatakan sebagai peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Lebih luas risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan.12 Untuk itulah manajemen pembiayaan

mudharabah bermasalah sangat diperlukan dalam sebuah institusi perbankan.

Risiko yang diterima oleh sebuah bank adalah kemungkinan terjadinya sebuah peristiwa atau serangkaian peristiwa bersifat negatif13 dan risiko sering diartikan sebagai ketidakpastian (uncertainty)14. Semua orang menyadari bahwa dunia penuh dengan ketidakpastian, kecuali kematian, meskipun demikian juga tetap mengandung ketidakpastian di dalamnya, antara lain mengenai kapan, maupun penyebabnya.

11

Robert, Tampubolon, Risk Management : Manajemen Risiko Pendekatan Kualitatif,

(Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 2004), Cet ke 2, h. 7

12

Ferry, N Idroes, Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006), h. 6-7

13

Robert, Tampubolon, Risk Management : Risiko Manajemen Pendekatan Kualitatif, h. 4

14

Hinsa, Siahaan, Manajemen Risiko, Konsep, Kasus, dan Implementasi, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007), h. 2


(15)

Ketidakpastian mengakibatkan adanya risiko (yang merugikan) bagi pihak-pihak yang berkepentingan, lebih-lebih dalam dunia bisnis.15

Oleh karena itu, sebagai lembaga keuangan yang mempunyai otoritas dalam perkembangan dan pertumbuhannya, maka sebuah bank harus bisa menganalisa, memprediksi serta mengelola kemungkinan-kemungkinan terjadinya suatu risiko/kerugian, yaitu dengan membentuk suatu sistem yang bertujuan untuk memenej risiko pembiayaan mudharabah bermasalah. Dari kemampuan manajerial risiko/pembiayaan bermasalah yang baiklah kerugian dapat diminimalisir bahkan mungkin dapat dihindari agar tidak terjadi di masa yang akan datang.

Bank Muamalat Indonesia merupakan bank pertama yang menjalankan prinsip operasionalnya berdasarkan syari’ah, sebagai bank syari’ah pertama, Bank Muamalat juga termasuk bank komersil yang dalam operasinya tidak terlepas dari usaha-usaha mencapai keuntungan yang akan dibagi-bagikan kepada nasabah penabung. Akan tetapi, walaupun dalam operasionalnya Bank Muamalat menjalankan konsep syari’ah, Bank Muamalat juga tidak terlepas dari adanya risiko yang ditimbulkan oleh berbagai pihak, baik pihak intern maupun ekstern yang semuanya itu dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya kerugian bagi bank dan nasabah, oleh karena itu, sebagai sebuah bank yang mempunyai otoritas besar dalam pendistribusian dana keuangan masyarakat (penabung) kepada para defisit unit, maka

15

Soeisno, Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Asuransi, (Jakarta : Salemba Empat, 2003), Edisi Revisi, h. 1


(16)

Bank Muamalat harus mempunyai suatu sistem/alat yang bisa mengantisipasi sebelum terjadinya suatu risiko, terutama risiko pada pembiayaan mudharabah.

Mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang sering dilakukan

oleh Bank Muamalat dalam menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat dan ia memiliki risiko yang relatif tinggi, diantaranya : side streaming, lalai, kesalahan yang disengaja, dan penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut menjadi sebuah skripsi yang berjudul MANAJEMEN PEMBIAYAAN MUDHARABAH BERMASALAH.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Bank merupakan suatu lembaga yang sangat berperan penting terhadap perekomomian suatu Negara. Di dalam bank Islam, metode penyaluran dana jauh berbeda dari bank konvensional karena bank Islam tidak mengenal istilah kredit dalam hal penyaluran pinjaman dananya, akan tetapi bank Islam menyebut istilah tersebut sebagai pembiayaan dengan sistem bagi hasil (loss and profit sharing). Produk pembiayaan yang ditawarkan oleh bank Islam, khususnya Bank Muamalat banyak macamnya, antara lain seperti pembiayaan musyarakah, mudharabah, dan

musaqah/muzarra’ah dimana keuntungan yang diperoleh berdasarkan sistem bagi


(17)

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari pembahasan dan agar tidak terjadi pembahasan yang terlalu luas, maka penulis membatasi pembahasan pada skripsi ini terbatas pada pembiayaan mudharabah dan cara untuk meminimalisasi pembiayaan

mudharabah bermasalah yang dihadapi oleh Bank Muamalat.

Dari pembatasan masalah di atas, maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan pembukaan pembiayaan mudharabah

pada Bank Muamalat Indonesia ?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pembiayaan mudharabah

bermasalah pada Bank Muamalat Indonesia ?

3. Bagaimanakah langkah-langkah penyelesaian pembiayaan mudharabah

bermasalah pada Bank Muamalat Indonesia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pemberian pembiayaan mudharabah

yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia.

2. Untuk mengetahui penyebab/faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan


(18)

3. Untuk mengetahui bagaimana penanganan / penyelesaian pembiayaan

mudharabah bermasalah yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia

dalam meminimalisasi risiko pembiayaan mudharabah bermasalah.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan dan sebagai referensi, atau literature yang bermanfaat bagi mahasiswa serta staf pengajar yang ingin mengetahui lebih dalam tentang manajemen pembiayaan mudharabah bermasalah.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat dalam menentukan langkah selanjutnya ke arah yang lebih baik dalam dunia perbankan. Khususnya Bank Muamalat Indonesia dalam menangani pembiayaan mudharabah bermasalah.

D. Objek Penelitian

Objek penelitian yang dijadikan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah Lembaga Keuangan Syari’ah yaitu Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang berlokasi di Jl. Sudirman Kav 51, Gedung Arthaloka, Jakarta Pusat yang mana bank ini merupakan salah satu bank yang menerapkan dan memprakarsai pembiayaan bagi hasil yang berdasarkan prinsip syari’ah Islam, yaitu pembiayaan mudharabah.


(19)

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian “Kualitatif

Kuantitatif”, yaitu metode yang data-datanya tidak berwujud angka-angka angka

biasa berupa verbal yang diperoleh dari pengamatan, wawancara atau bahan tertulis. Dan data yang berwujud adalah data yang diperoleh sebagai hasil penjumlahan. Metode penelitian ini bersifat desktiptif, karena data yang dianalisis itu berupa deskripsi.

Deskriptif menurut pengertiannya adalah pencarian fakta dengan interpretasi

yang tepat16. Kualitatif adalah penelitian yang berupa kata-kata atau gambar bukan angka-angka, kalaupun ada angka-angka sifatnya sebagai penunjang.17

Jadi, penelitian Deskriptif Kualitatif adalah penelitian berdasarkan fakta-fakta atau kejadian yang tidak direkayasa dan penelitian ini menggunakan kata-kata, tulisan-tulisan ataupun gambar-gambar yang sesuai dengan fakta bukan penelitian yang menggunakan angka sebagai penjelasnya.

2. Pendekatan Penelitian

Adapun tipe atau pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa penelitian langsung pada Bank Muamalat Indonesia dan pendekatan penelitian ini juga dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan data dan

16

Moh, Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), Cet ke 5, h. 54

17


(20)

informasi melalui arsip dan dokumen perusahaan agar data yang diterima oleh penulis benar adanya dan akurat.

3. Jenis Data dan Sumber Data

Dalam penyusunan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua sumber jenis data, yaitu :

a. Sumber Data Primer

Merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dalam hal ini adalah penulis. Data yang diperoleh penulis berupa dari hasil wawancara dengan pihak yang terkait pada Bank Muamalat serta dokumenter-dokumenter perusahaan, berupa arsip atau dokumen yang relevan dengan pembahasan penelitian penulis.

b. Sumber Data Sekunder

Merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data yang diperoleh bersumber dari literature-literatur kepustakaan, seperti buku-buku, majalah, internet, artikel serta sumber-sumber data lainnya yang mempunyai relevansi dengan penulisan skripsi ini.

4. Tekhnik Pengumpulan Data

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat oleh penulis, maka dalam pengumpulan data skripsi ini, penulis menggunakan penelitian sebagai berikut :


(21)

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari data-data dan bahan-bahan dari berbagai literatur dan daftar kesusastraan yang ada, seperti buku-buku, sumber dokumen perusahaan, majalah, surat kabar, via internet dan kepustakaan lainnya yang mendukung serta berkaitan dengan penelitian ini.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Adapun penelitian lapangan yang penulis lakukan adalah dengan melakukan peninjauan/observasi ke tempat/objek penelitian dan wawancara dengan narasumber terkait, sehingga penulis dapat mengetahui secara langsung bagaimana proses menangani pembiayaan bermasalah, faktor yang menyebabkan timbulya pembiayaan mudharabah bermasalah serta bagaimana langkah yang dilakukan untuk menangani pembiayaan mudharabah

bermasalah.

5. Tekhnik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.


(22)

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Pada bab pertama ini, penuis menguraikan tentang Latar Belakang Masalah dari penulisan skripsi ini, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, Objek Penelitian, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan skripsi.

BAB II : Pada bab dua ini penulis menguraikan tentang Manajemen Pembiayaan

Mudharabah dan Pembiayaan Bermasalah yang terdiri dari empat sub.

Sub pertama membahas tentang Manajemen, yang meliputi Pengertian Manajemen, Fungsi Manajemen, dan Manajemen dalam Perspektif Islam. Sedangkan pada sub kedua, penulis membahas tentang Pembiayaan

Mudharabah, yang meliputi Pengertian Pembiayaan, Macam-macam

Pembiayaan, Tujuan dan Fungsi Pembiayaan, Pengertian Mudharabah, Landasan Hukum Pembiayaan Mudharabah, Jenis-jenis Pembiayaan

Mudharabah, Manfaat Pembiayaan Mudharabah, Risiko Pembiayaan

Mudharabah dan Aplikasi Pembiayaan Mudharabah pada Perbankan. Dan

pada sub ketiga, penulis membahas tentang Pembiayaan Bermasalah, yang meliputi Pengertian Pembiayaan Bermasalah, Penyebab Pembiayaan


(23)

Bermasalah dan Upaya Penanganan Pembiayaan Bermasalah. dan sub terakhir membahas tentang kajian pustaka terdahulu.

BAB III : Pada bab tiga ini penulis membahas tentang gambaran umum mengenai Bank Muamalat Indonesia, yang meliputi Sejarah berdirinya Bank Muamalat, Visi dan Misi, Struktur Organisasi dan Produk Bank Muamalat Indonesia, Tbk.

BAB IV : Bab ini membahas tentang Analisa Manajemen Pembiayaan Mudharabah

dalam Meminimalisasi Pembiayaan Mudharabah Bermasalah, yang meliputi Prosedur Pemberian Pembiayaan Mudharabah, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah Bermasalah, dan Bagaimana Upaya penanganan yang dilakukan oleh Bank Muamalat dalam Meminimalisasi Pembiayaan Mudharabah Bermasalah.

BAB V : Bab lima merupakan bab terakhir penulisan skripsi ini yang berisikan Kesimpulan dan Saran-saran dari keseluruhan pembahasan dalam penulisan skripsi ini.

Daftar Pustaka Lampiran


(24)

DAN PEMBIAYAAN BERMASALAH

A. Manajemen

1. Pengertian Manajemen

Istilah manajemen berasal dari kata to manage berarti control, dalam Bahasa Indonesia diartikan : mengendalikan, menangani atau mengelola. Selanjutnya, kata benda “manajemen” atau “management” dapat mempunyai berbagai arti. Pertama sebagai pengelolaan, pengendalian atau penanganan (“managing”). Kedua perlakuan secara terampil untuk menangani sesuatu berupa skillful treatment. Ketiga, gabungan dari dua pengertian tersebut, yaitu yang berhubungan dengan pengelolaan suatu perusahaan, rumah tangga atau suatu bentuk kerja sama dalam mencapai tujuan tertentu.1

Secara istilah “manajemen” pada umumnya diasumsikan dengan konsep ekonomi. Dalam pengertian ini manajemen menyangkut soal hubungan vertikal maupun horizontal dalam suatu proses produksi atau penyediaan jasa dalam suatu perusahaan dan usaha bisnis. Dalam konteks ini, manajemen adalah suatu keahlian atau keterampilan untuk mencapai suatu tujuan produksi barang dan jasa yang dimiliki oleh pengusaha atau manajer. Dalam definisi yang popular, manajemen

1

Yayat, M. Herujito, Dasar-dasar Manajemen, (Jakarta : PT Grasindo, 2001), h. 1


(25)

sering dipahami sebagai sebuah keterampilan atau keahlian untuk mencapai tujuan tertentu, baik ekonomi atau non ekonomi melalui perantaraan orang lain.2

Dalam perubahan lingkungan dan perkembangan industri bisnis perbankan, manajemen diarahkan pada bagaimana mengatur, mengelola asset bank, meningkatkan produktivitas bank, menekan risiko-risiko yang mengancam laju perkembangan dan kerugian bank. Manajemen perbankan dalam kajian dengan kebijaksanaan deregulasi mengarah pada manajemen asset, manajemen liabilitas dan manajemen bank berorientasi pada pelanggan, pelayanan dan keunggulan produk3 yang dihasilkan oleh suatu bank.

Manajemen adalah suatu proses/kegiatan/usaha pencapaian tujuan tertentu melalui kerja sama dengan orang lain, dimana dapat dimanfaatkan/digunakan sebagai sumber/sarana-sarana manajemen. Manajemen adalah suatu kerangka kerja yang terdiri atas berbagai bagian/komponen yang secara keseluruhan saling berkaitan dalam organisasi yang sedemikian rupa dalam rangka mencapai tujuan (management as a system).4

Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diutarakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu kegiatan atau usaha yang membutuhkan suatu keahlian tertentu untuk mengatur atau mengelola sesuatu agar sesuai dengan

2

Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2005), Edisi 1, h. 16

3

Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, h. 17

4

Maringan, Masry Simbolon, Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004), cet ke-1, h. 23


(26)

yang telah direncanakan sebelumnya, baik dilakukan sendiri ataupun melalui orang lain.

2. Fungsi Manajemen

George R. Terry dalam bukunya yang berjudul “Principles of Management”, merumuskan fungsi-fungsi daripada manajemen yang disingkat menjadi POAC, yakni sebagai berikut :

a. Planning (Perencanaan)

Perencanaan ialah perencanaan tentang apa yang akan dicapai, yang kemudian memberikan pedoman, garis-garis besar tentang apa yang akan dituju. Untuk menjaga konsistensi ke arah pencapaian tujuan manajemen, maka tiap usaha harus didahului oleh proses perencanaan yang baik5 agar hasil yang di dapat akan baik pula.

b.Organizing (Pengorganisasian)

Pengorganisasian adalah pengaturan setelah ada rencana. Dalam hal ini diatur dan ditentukan tentang apa tugas pekerjaannya, macam/jenis serta sifat pekerjaan, unit-unit kerjanya (pembentukan bagian-bagian), tentang siapa yang akan melakukan, apa alat-alatnya, bagaimana keuangannya, dan fasilitas-fasilitasnya. Jadi disini diadakan pembagian tugas baik macam, sifat atau jenis tugas pekerjaan, agar dapat dengan mudah diupayakan petugas yang cakap, mampu dan terampil sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan.6

5

Zainul, Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syari’ah, (Jakarta : Pustaka alvabet, 2006), Cet ke4, h. 97

6


(27)

c. Actuating (Penggerakan)

Setelah adanya pengaturan/rencana dan juga telah diatur tentang segala sesuatunya, maka digerakkan agar mereka mau dan suka bekerja dalam rangka menyelesaikan tugas demi tercapainya tujuan bersama. Dalam hal ini diusahakan agar mereka jangan semata-mata menerima perintah saja dari atasan. Meraka harus tergerak hatinya untuk menyelesaikan tugasnya seirama dengan keinsafan masing-masing petugas/karyawan.

d. Controlling (Pengendalian/Pengawasan)

Pengertian pengawasan meliputi segala kegiatan penelitian, pegamatan dan pengukuran terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan, penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta, melakukan tindakan koreksi penyimpangan, dan perbandingan antara hasil (output) yang dicapai dengan masukan (input) yang digunakan.7

3. Manajemen dalam Perspektif Islam

Allah SWT berfirman dalam surat As-Syuaraa : 13

7


(28)

Artinya : ”Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).”

Ayat Al-Qur’an di atas merupakan ayat Ulul Azmi, dalam ayat tersebut telah diwasiatkan kepada nabi Nuh, nabi Ibrahim, Musa dan Isa, dimana dalam ayat tersebut Allah telah mensyariatkan Islam sebagai agama yang komprehensif yang mencakup semua kehidupan manusia di muka bumi ini. Maksud Dienul Islam dalam ayat Al-Qur’an di atas adalah suatu sistem yang lengkap dalam kehidupan untuk mengelola manusia dan alam semesta sesuai dengan kehendak Allah. Kalimat ”menegakkan syariat” dalam ayat tersebut berarti mengatur kehidupan ini agar rapi, dan kalimat ”janganlah berpecah-belah” berarti kita diperintahkan untuk mengatur hidup kita dengan sebaik-baiknya.8

Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, dan cara-cara mendapatkannya yang transparan merupakan amal perbuatan yang dicintai Allah SWT. Sebenarnya, manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam.9

8

Zainul, Arifin, h 104

9

Didin, Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), Cet ke 1, h.1


(29)

Manajemen dalam syariat Islam adalah perilaku yang terkait dengan nilai-nilai keimanan dan ketauhidan. Jika setiap perilaku orang yang terlibat dalam sebuah kegiatan dilandasi dengan nilai tauhid, maka diharapkan perilakunya akan terkendali dan tidak akan melakukan sesuatu diluar hal yang tidak dibenarkan oleh syariat.

Oleh karena itu, Islam mewajibkan para penguasa dan para pengusaha untuk berbuat adil, jujur dan amanah demi terciptanya kebahagiaan manusia (falah) dan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat menekankan aspek persaudaraan (ukhuwah), keadilan sosio-ekonomi, dan pemenuhan kebutuhan spiritual umat manusia. Umat manusia yang memiliki kedudukan yang sama di sisi Allah SWT sebagai khalifah dan sekaligus sebagai hamba-Nya tidak akan dapat merasakan kebahagiaan dan ketenangan batin kecuali bila kebutuhan-kebutuhan material dan spiritual telah terpenuhi.10 Untuk melaksanakan kewajiban tersebut para penguasa atau pengusaha harus menjalankan manajemen yang baik dan sehat. Manajemen yang baik harus memenuhi syarat-syarat yang tidak boleh ditinggalkan demi mencapai hasil tugas yang baik.

Dibawah ini beberapa prinsip atau kaidah dan teknik manajemen yang ada relevansinya dengan Al-Qur’an dan Hadits antara lain sebagai berikut :

a. Prinsip amar ma’ruf nahi mungkar

Setiap muslim wajib melakukan perbuatan yang ma’ruf, yaitu perbuatan yang baik dan terpuji seperti perbuatan tolong menolong (ta’awun), menegakkan keadilan

10

Zainul, Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta : Pustaka Alvabet, 2006), Cet ke-4, h. 85-86


(30)

di antara manusia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempertinggi efisiensi, dan lain-lain. Sedangkan perbuatan munkar (keji), seperti korupsi, suap, pemborosan, dan sebagainya harus dijauhi dan bahkan harus diberantas.11

Menyeru kepada kebaikan (amar ma’ruf) dan mencegah kemunkaran (nahi

munkar) adalah wajib sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali-’Imran:104

sebagai berikut:

Artinya : ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.”

b. Kewajiban menegakkan kebenaran

Manajemen merupakan suatu metode pengelolaan yang baik dan benar, untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan dan menegakkan kebenaran. Menegakkan kebenaran adalah metode Allah yang harus ditaati oleh manusia. Dengan demikian manajemen yang disusun oleh manusia untuk menegakkan kebenaran itu menjadi wajib hukumnya untuk ditaati12.

c. Kewajiban menegakkan keadilan

Hukum syariah mewajibkan kita menegakkan keadilan, kapan dan dimanapun. Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 58:

11

Zainul, Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, h. 87

12


(31)

...

Artinya : ...” Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil...”

Keadilan merupakan suatu perbuatan yang sangat diharapkan oleh semua orang di seluruh dunia, keadilan merupakan suatu syarat untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera, aman dan senantiasa damai, hal tersebut didukung Dalam ayat Al-Qur’an diatas, sebagaimana dijelaskan bahwa setiap manusia harus berlaku adil kepada siapapun tanpa memandang bulu, baik ia berasal dari ras, suku, agama atau status sosial yang berbeda, semuanya harus dipandang sama dan adil tanpa ada perlakuan yang istimewa dan diskrimanasi.

d. Kewajiban menyampaikan amanah

Allah swt berfirman dalam surat An-Nisa’ayat 58:

....

Artinya : ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan

amanat kepada yang berhak menerimanya....”

Dalam kandungan ayat Al-Qur’an diatas Allah memerintahkan kepada seluruh manusia, khususnya umat Islam agar selalu menunaikan amanat dalam segala bentuknya, baik amanat perorangan, masyarakat, bahkan amanat rakyat dan negara agar apa yang menjadi tujuan manajemen atau dasar untuk mencapai falah terlaksana dengan baik.

Dengan demikian jelaslah bahwa hak dan kewajiban seseorang dalam manajemen secara tegas diatur di dalam hukum syari’ah. Semua itu di ciptakan dan


(32)

diatur oleh Allah kepada manusia agar tercipta kemaslahatan dalam hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat.

B. Pembiayaan Mudharabah

1. Pengertian Pembiayaan

Dalam Undang-undang Pokok Perbankan No 14 tahun 1967 Bab 1, Ketentuan Umum, dinyatakan bahwa Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan lain pihak dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi

hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan.

Seiring dengan mulai berdirinya Bank Syari’ah (waktu itu BMI tahun 1991), maka dikeluarkanlah Undang-Undang Pokok Perbankan No 7 tahun 1992 dengan definisi kredit yang lebih luas lagi. Kredit diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan

atau pembagian keuntungan. Pada definisi kredit inilah konsep bagi hasil dalam

perbankan syariah mendapatkan tempat bernaungnya. Dalam istilah lebih spesifik, kredit dalam perbankan syariah diganti menjadi pembiayaan.13

13

Muhammad, Ghafur W, Potret Perbankan Syariah di Indonesia Terkini : Kajian Kritis Perkembangan Perbankan Syariah, (Yogyakarta : Biruni Press, 2007), Cet ke1, h. 93


(33)

Istilah kredit berasal dari bahasa yunani (credere) yang berarti kepercayaan

(truth atau faith), oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan14 antar

seseorang (pemilik dana) dengan orang lain (pengelola dana) yang dipercayai untuk mengelola sejumlah dana yang telah diberikan kepada pengelola dana berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui oleh mereka. Dalam kamus PKES, istilah pembiayaan dapat diartikan sebagai penyediaan dana atau tagihan berdasarkan akad

mudharabah dan atau musyarakah dan atau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip

bagi hasil.15

Tidak jauh berbeda dengan konsep kredit, dalam konsep bank syariah, pembiayaan memiliki arti pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan dana pihak-pihak yang merupakan deficit unit.16 Dalam sumber yang berbeda, pembiayaan diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.17

Sementara itu, menurut Muhammad pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan

14

Thomas, Suyatno, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, ), Edisi ke4, h. 12

15

M. Nadratuzzamanan, Hosen dan A.M. Hasan, Ali, Kamus Populer Keuangan dan Ekonomi Syariah, (Jakarta : PKES, 2007), Cet ke 1, h. 62

16

Muhammad, Ghafur W, Potret Perbankan Syariah di Indonesia Terkini : Kajian Kritis Perkembangan Perbankan Syariah, (Yogyakarta : Biruni Press, 2007), Cet ke1, h. 94

17

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002), Edisi Revisi, Cet ke 6, h. 92


(34)

kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.18

2. Jenis-jenis Pembiayaan

Sesuai dengan akad pengembangan produk, maka bank syariah memiliki banyak jenis pembiayaan. Adapun jenis produk/jasa pembiayaan pada dasarnya dapat dikelompokkan menurut beberapa aspek, diantaranya :

a. Pembiayaan menurut tujuannya dibedakan menjadi:

1) pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha.

2) pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk melakukan investasi atau pengadaan barang konsumtif.

b. Pembiayaan menurut jangka waktu dibedakan menjadi:

1) pembiayaan jangka waktu pendek, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun

2) pembiayaan jangka waktu menengah, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun

3) pembiayaan jangka waktu panjang, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu lebih dari 5 tahun.19

18

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 2005), h. 17

19


(35)

Jenis pembiayaan pada bank syariah akan diwujudkan dalam bentuk aktiva produktif dan aktiva tidak produktif, yaitu :

1. Jenis pembiayaan produktif pada bank syariah, dialokasikan dalam bentuk pembiayaan sebagai berikut:

a. Pembiayaan dengan prisnsip bagi hasil. Untuk jenis pembiayaan dengan prinsip ini meliputi :

1) Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan mudharabah berarti akad antara dua pihak untuk bekerja sama dalam usaha perdagangan antara dua pihak untuk bekerja sama dalam usaha perdagangan dimana salah satu pihak memberikan dana kepada pihak lain sebagai modal usaha dan keuntungan dari usaha itu akan dibagi di antara mereka berdua sesuai perjanjian yang mereka sepakati.20 Aplikasi : Pembiayaan modal kerja, pembiayaan proyek, pembiayaan ekspor.

2) Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan musyarakah adalah perjanjian di antara para pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan di antara pemilik dana/modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.21

20

Helmi, karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1997), Ed 1, Cet ke 2, h. 11

21


(36)

Aplikasi : pembiayaan modal kerja dan pembiayaan ekspor.

b. Pembiayaan dengan prinsip jual beli (piutang). Untuk jenis pembiayaan dengan prinsip ini meliputi :

1) Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan murabahah adalah perjanjian jual beli antara bank dan nasabah dimana bank syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan di tambah dengan margin/keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.

Aplikasi : Pembiayaan investasi/barang modal, pembiayaan konsumtif, pembiayaan modal kerja dan pembiayaan ekspor.22

2) Pembiayaan Salam

Al-salam atau salaf adalah “jual beli barang secara tangguh dengan harga

yang dibayarkan dimuka”, atau dengan bahasa lain :jual beli dimana harga di bayarkan dimuka sedangkan barang dengan kriteria tertentu akan diserahkan pada waktu tertentu”.23

Aplikasi : pembiayaan sektor pertanian dan produk manufakturing.

22

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah , h. 23

23

Ghufron, A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002), Ed 1, Cet ke1, h. 143


(37)

3) Pembiayaan Istishna

Pembiayaan istishna adalah perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual pada saat akad dan uangnya diserahkan kemudian setelah barang pesanan selesai dikerjakan.

Aplikasi : pembiayaan konstruksi/proyek/produk manufakturing.

c. Pembiayaan dengan prinsip sewa. Untuk jenis pembiayaan ini diklasifikasikan menjadi pembiayaan:

1) Pembiayaan Ijarah

Pembiayaan ijarah secara etimologi berarti upah, sewa, jasa dan imbalan. Sedangkan secara terminologi, menurut ulama hanafiyah, beliau mendefinisikan ijarah dengan pemilikan manfaat dengan suatu imbalan terhadap sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu.24

Aplikasi : Pembiayaan sewa menyewa rumah, toko, kendaraan dan lain-lain.

2) Pembiayaan Ijarah Muntahiya Biltamlik/Wa Iqtina

Pembiayaan ijarah muntahiya biltamlik/wa iqtina yaitu perjanjian sewa menyewa suatu barang yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan barang dari pihak yang memberikan sewa kepada pihak penyewa.

Aplikasi : Leasing

24


(38)

d. Surat Berharga Syari’ah

Surat Berharga Syari’ah adalah surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan di pasar uang dan/atau pasar modal antara lain wesel, obligasi syariah, sertifikat dana syari’ah dan surat berharga lainnya berdasarkan prinsip syari’ah.

e. Penempatan

Penempatan adalah penanaman dana syariah pada bank syariah lainnya dan/atau Bank Perkreditan Syariah antara lain dalam bentuk giro, dan/atau tabungan wadi’ah, deposito berjangka dan/atau tabungan mudharabah, pembiayaan yang diberikan, Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA) dan/atau bentuk-bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.25

f. Penyertaan Modal

Penyertaan modal adalah penanaman dana bank syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah, termasuk penanaman dana dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu berdasarkan prinsip syariah yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah.

25


(39)

g. Penyertaan Modal Sementara

Penyertaan Modal Sementara adalah penyertaan modal bank syariah dalam perusahaan untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan/atau piutang (dept to

equity swap) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang

berlaku, termasuk dalam surat utang (convertible bonds) dengan opsi saham

(equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank Syariah

memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan nasabah. 26 h. Transaksi Rekening Administratif

Transaksi rekening administratif adalah komitmen dan kontijensi (off balance

sheet) berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank syariah, bank

garansi, akseptasi/endosemen, Irrevocable Letter of Credit (L/C), yang masih berjalan, akseptasi wesel impor atas L/C berjangka, standby L/C, dan garansi lain berdasarkan prinsip syariah.

i. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)

SWBI adalah instrument pengendalian moneter yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai salah satu upaya untuk mengatasi kelebihan likuiditas Bank Syariah berdasarkan prinsip syariah.27

2. Jenis aktiva tidak produktif yang berkaitan dengan aktivitas pembiayaan adalah berbentuk pinjaman, yang disebut dengan:

26

Muhammad, Pembiayaan Dana Bank Syari’ah, h. 24

27

Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI, (Jakarta : DSN-MUI,2006), Ed. Revisi,Cet ke3, h. 232


(40)

Pinjaman Qardh

Pengertian qardh menurut ulama Hanafiyah adalah ”sesuatu yang diberikan seseorang dari harta mitsil (yang memiliki perumpamaan) untuk memenuhi kebutuhannya”, sementara, definisi qardh menurut ulama Malikiyah adalah ”suatu penyerahan harta kepada orang lain yang tidak disertai iwadh

(imbalan) atau tambahan dalam pengembaliannya”.28

Pengembalian dana qiradh ini dapat dilakukan secara tunai atau langsung ataupun secara cicilan tergantung dari pendapatn yang dimiliki oleh nasabah dan atas kesepakatan/toleransi dari pihak peminjam (bank).

Diatas telah dijelaskan berbagai akad yang terdapat dalam Perbankan Syari’ah, sebagai upaya untuk memberi jalan/solusi bagi masyarakat untuk bertransaksi secara syari’ah tanpa khawatir adanya sesuatu yang bathil dan mengandung riba di dalamnya. Dimana setiap produk-produk yang dikeluarkan oleh perbankan syari’ah harus berdasarkan syari’at Islam, yang jauh berbeda dari produk-produk bank konvensional yang lebih mengutamakan pendapatannya dari hasil bunga (riba).

Produk-produk perbankan tersebutlah yang membedakan sistem operasional antara bank syariah dan bank konvensional, karena di dalam transaksi perbankan syariah lebih menekankan pada ke-transparan-an informasi antara bank, nasabah dan Dana Pihak Ketiga (DPK), baik yang berkaitan dengan produk yang berbasis jual beli seperti pembiayaan murabahah, salam dan istihna’ ataupun produk-produk lain yang

28


(41)

menjalankan prinsip bagi hasil, sewa menyewa dan lain sebagainya. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi apa yang disebut dengan La tadzlimuuna walaa

tudzlamuun. Tidak menzhalimi dan saling menzhalimi antara nasabah dan bank.

3. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan

Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu : tujuan pembiayaan untuk tingkat makro dan tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro. Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk:

1. peningkatan ekonomi umat, artinya: masyarakat yang tidak dapat akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya.

2. tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya: untuk pengembangan usaha membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan kepada pihak

minus dana, sehingga dapat tergulirkan.

3. meningkatkan produktivitas, artinya: adanya pembiayaan memberikan peluang bagi masyarakat usaha mampu meningkatkan daya produksinya. Sebab upaya produksi tidak akan jalan tanpa adanya dana.

4. membuka lapangan kerja baru, artinya: dengan dibukanya sector-sektor usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sector usaha tersebut akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan kerja baru.


(42)

5. terjadi distribusi pendapatan, artinya: masyarakat usaha produktif mampu melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat. Jika ini terjadi maka akan terdistribusi pendapatan.29

Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:

1. upaya memaksimalkan laba, artinya: setiap usaha yang dibuka memiliki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha.

2. upaya meminimalkan risiko, artinya: usaha yang dilakukan agar mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu meminimalkan risiko yang mungkin timbul. Risiko kekurangan modal usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan.

3. pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat dikembangkan melalui mixing antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia serta sumber daya modal.

4. penyaluran kelebihan dana, artinya: dalam kehidupan masyarakat ini ada pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang kekurangan. Dalam kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme pembiayaan dapat menjembatani dalam penyeimbangan dan penyaluran kelebihan dana dari pihak yang kelebihan (surplus) kepada pihak yang kekurangan (minus) dana30.

29

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, h. 17

30


(43)

Sedangkan fungsi pembiayaan, yaitu : 1. meningkatkan daya guna uang. 2. meningkatkan daya guna barang. 3. meningkatkan peredaran uang. 4. menimbulkan kegairahan usaha. 5. stabilitas ekonomi.

6. sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional. 31

Pembiayaan adalah salah satu fungsi dan kegiatan utama suatu perbankan, baik bank syari’ah maupun bank konvensional, adanya pembiayaan yang dilakukan oleh suatu bank dapat memberikan dampak positif yang besar bagi suatu masyarakat, bahkan tidak hanya masyarakat saja yang untung dari adanya pembiayaan tersebut, tetapi juga nasabah kreditur yang menaruh uangnya pada bank tersebut, bank itu sendiri bahkan negara pun terkena dampak yang positif, yaitu dengan adanya pembiayaan, maka pengangguran akan berkurang dengan sendirinya sedikit demi sedikit ekonomi masyarakat akan meningkat dan berkurangnya kesenjangan sosial antara orang kaya dan orang miskin.

4. Pengertian Mudharabah

Mudharabah adalah salah satu bentuk kerja sama dalam lapangan ekonomi,

yang biasa pula disebut qiradh yang berarti al-qath’ (potongan). Kata mudharabah

berasal dari akar kata dharaba pada kalimat al-dharb fi al-ardh, yakni bepergian

31


(44)

untuk urusan dagang. Secara bahasa, menurut Abdurrahman al-Jaziri, mudharabah

berarti ungkapan terhadap pemberian harta dari seorang kepada orang lain sebagai modal usaha dimana keuntungan yang diperoleh akan dibagi di antara mereka berdua, dan bila rugi akan ditanggung oleh pemilik modal.32

Menurut Veithzal Rivai, dalam bukunya dijelaskan bahwa al-Mudharabah

adalah sistem kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih dimana pihak pertama

(shahibul maal) menyediakan seluruh (seratus persen) kebutuhan modal (sebagai

penyuntik sejumlah dana sesuai kebutuhan pembiayaan suatu proyek), sedangkan nasabah sebagai pengelola (mudharib) mengajukan permohonan pembiayaan dan untuk ini nasabah sebagai penglola (mudharib) menyediakan keahliannya.33

Mudharabah berdasarkan ahli fiqih merupakan suatu perjanjian dimana

seseorang memberi hartanya kepada orang lain berdasarkan prinsip dagang dimana keuntungan yang diperoleh akan dibagi berdasarkan proporsi yang telah disetujui, seperti 1/2 dari keuntungan atau 1/3 dan sebagainya.34 Sedangkan secara teknis

al-Mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama

(shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya

menjadi pengelola.35

32

Helmi, Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1997), Ed.1, Cet ke 2, h. 11

33

Veithzal, Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur & Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir & Nasabah, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 427

34

Muhammad, Muslaehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1994), Cet ke 2, h. 63

35


(45)

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa, mudharabah

merupakan suatu akad kerja sama antara seseorang dalam hal ini bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal) dengan seseorang yang menjadi pengelola

(mudharib) atas kerjasama yang telah mereka sepakati dan dengan nisbah/pembagian

keuntungan yang telah mereka sepakati pula sebelumnya, dan apabila terjadi kerugian dalam pekerjaan/proyek tersebut, maka menjadi tanggungan shahibul maal kecuali apabila kesalahan/kerugian tersebut akibat kelalaian pengelola, maka pengelola-lah yang bertanggungjawab atas kerugian tersebut.

Landasan Hukum Pembiayaan Mudharabah

Secara umum landasan dasar syariah al-Mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha.36

Hal ini tampak dari ayat-ayat dan hadis berikut ini :

….

Artinya : “…….dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari

sebagian karunia Allah…” (Q.S. Al-Muzammil :20)

Artinya : “Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah

kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah….” (Q.S. Al-Jumu’ah : 10)

36

Syafi’I Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Bogor : Tazkia Institute, 2001), h. 136


(46)

Artinya : ”Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil

perniagaan) dari Tuhanmu....” (Q.S Al-Baqarah : 198)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwasanya Sayyidina Abbas jikalau memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan dan menuruni lembah yang berbahaya. Apabila menyalahi peraturan, yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikannyalah syarat-syarat tersebut ke Rasulullah saw. Rasul pun memperkenankannya. (Hadits dikutip oleh Imam Alfasi dalam Majama’assawaid 4/161)37.

Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an diatas, dapat kita ketahui bahwa kata

yadhribuuna fil’ardh” mengandung arti bahwa untuk mencari karunia Allah dapat

dilakukan secara mudharabah dan hukumnya adalah boleh dan sah, karena sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dengan tidak merugikan salah satu pihak, dalam arti salah seorang diantara yang berakad tidak berbuat curang untuk mendapatkan nisbah yang tidak sesuai dengan kesepakatan. Dalam hadits tersebut juga jelas, bahwa apabila terjadi suatu pelanggaran dalam perjanjian mudharabah yang diakibatkan karena kelalaian nasabah,maka nasabahlah yang bertanggungjawab atas kerugian/kesalahan tersebut sesuai dengan kesalahan yang mudharib buat.

5. Jenis-jenis Mudharabah

37

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah; Strategi

Memaksimalkan Return dan Meminimalkan Risiko Pembiayaan di Bank Syariah sebagai Akibat Masalah Agency, (Yogyakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008), Ed.1, h.50


(47)

Secara umum mudharabah terbagi kepada dua jenis, yaitu : Mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.

a. Mudharabah Muthlaqah

Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat)38 adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesisikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam bahasan fiqih ulama Salaf ash Shalih seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke

mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.39

b. Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat)40 atau disebut juga dengan

istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari

mudharabah muthalaqah. Si mudaharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu

dan tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.41

6. Manfaat Pembiayaan Mudharabah

38

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah; Strategi

Memaksimalkan Return dan Meminimalkan Risiko Pembiayaan di Bank Syariah sebagai Akibat Masalah Agency, h. 48

39

M. Syafi’I Antonio, h. 137

40

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah; Strategi

Memaksimalkan Return dan Meminimalkan Risiko Pembiayaan di Bank Syariah sebagai Akibat Masalah Agency, h. 48

41


(48)

Beberapa manfaat al-mudharabah diantaranya:

a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.

b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalamai negative spread.

c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.

d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

e. Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.42

7. Risiko Pembiayaan Mudharabah

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembiayaan mudharabah

merupakan sistem kerja sama usaha antara dua pihak/lebih dimana pihak pertama

(shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) dana kegiatan usaha sesuai dengan

42


(49)

kebutuhan pembiayaan kepada pengelola dana (mudharib) untuk melaksanakan kegiatan tersebut.

Berdasarkan kenyataan tersebut al-mudharabah merupakan salah satu investasi/pembiayaan yang memiliki risiko cukup tinggi, diantaranya : side

streaming; nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak,

lalai dan kesalahan yang disengaja, penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.43

Sementara itu, pendapat yang tidak berbeda mengenai risiko yang ditimbulkan dari pembiayaan mudharabah dikemukakan oleh Veithzal Rivai, yaitu:

a. Dana yang diperoleh nasabah disalah gunakan untuk keperluan/tujuan lain menyimpang dari kesepakatan semula

b. Nasabah melakukan kesalahan yang disengaja, atau kelalaian yang tidak disengaja

c. Nasabah tidak jujur menyampaikan perkembangan bisnis/usaha.44 8. Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan

Al-mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan

pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada :

1. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan qurban, dan sebagainya.

43

Aries, Mufti dan Syakir Sula, Amanah Bagi Bangsa, h. 66

44

Veithzal, Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook : Teori, Konsep, Prosedur dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir dan Nasabah, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006), h.430


(50)

2. Deposito biasa.

3. Deposito special (special invesment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau

ijarah saja.

Sedangkan pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk : 1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal perdagangan dan jasa

2. Investasi khusus : disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh shahibul maal. 45

Dalam praktiknya di lembaga keuangan, pembiayaan berbasis bagi hasil,

mudharabah biasanya diterapkan pada pembiayaan untuk modal kerja calon/nasabah,

sebagai tambahan atau modal utama untuk menjalankan suatu bisnis

Proses/alur pembiayaan mudharabah dalam perbankan syari’ah dapat digambarkan seperti pada skema di bawah ini.

Gambar 1

Skema aplikasi perbankan al-Mudharabah Perjanjian Bagi Hasil

Keahlian/ Modal 100% keterampilan

45

M. Syafi’I Antonio, Bank Syar ngenalan Umum, (Bogor : Tazkia Institute, 2001), Ed.Khusus, h. 138

iah Suatu Pe

Nasabah

(Mudharib)

Bank

(Shahibul maal)

Proyek/usaha

Pembagian Keuntungan


(51)

Nisbah X% Nisbah Y%

Pengambilan modal pokok

Modal

Keterangan:

• Bank bertindak sebagai shahibul maal (penyedia dana)dan nasabah sebagai mudharib

• Bagi hasil (keuntungan dan kerugian) dihitung berdasarkan nisbah yang disepakati (nasabah = X% dan bank = Y%).46

Dari skema pembiayaan al-mudharabah di atas dapat dijelaskan, bahwa terjadi kontrak perjanjian pembiayaan dengan kesepakatan sistem bagi hasil keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing) antara bank yang bertindak sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib, dimana bank menyediakan dana 100% (seluruhnya) atas kerja sama tersebut dan nasabah menyediakan keahlian/keterampilan yang ia kuasai sesuai dengan kontrak tersebut, dan pada saat akad perjanjian tersebut terdapat kesepakatan pembagian keuntungan dan kerugian yang dihitung berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebesar X% : Y% (nasabah : bank), pada saat pembagian keuntungan tersebut nasabah juga mengembalikan modal pokok pembiayaan kepada bank.

C. Pembiayaan Bermasalah

1. Pengertian Pembiayaan Bermasalah

46

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah; Strategi

Memaksimalkan Return dan Meminimalkan Risiko Pembiayaan di Bank Syariah sebagai Akibat Masalah Agency, h. 65


(52)

Kredit bermasalah atau (Non Performing Loan/NPL) dan dalam perbankan syariah di kenal dengan Non Performing Loan (NPF) dapat diartikan sebagai pinjaman ynag mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya factor kesengajaan atau faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur. Kredit bermasalah dalam pengklasifikasian perbankan yaitu kredit yang berada dalam penggolongan kualitas kredit kurang lancar, diragukan dan macet.

NPL/NPF = Total Kredit/Pembiayaan Bermasalah Kredit/Pembiayaan

NPL/NPF adalah hasil pembagian total pembiayaan/kredit bermasalah (kurang lancer, diragukan dan macet) terhadap total pembiayaan atau kredit (diluar pembiayaan atau kredit antar bank).47

Pembiayaan bermasalah adalah “suatu kondisi pembiayaan, dimana ada suatu penyimpangan utama dalam pembayaran kembali pembiayaan yang menyebabkan kelambatan dalam pengembalian. Atau diperlukan tindakan yuridis dalam pengembalian atau kemungkinan potensial loss”. Atau dengan kata lain, pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang berada pada colletibility: dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet.48

Dalam buku karangan Veithzal Rivai, Credit Management Handbook ada beberapa pengertian kredit bermasalah, yaitu:

47

Watna wait, Pengaruh Non Performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan Mudharabah, (Jakarta : STIEI, 2009), h. 16

48


(53)

a. Kredit yang didalam pelaksanaannya belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh pihak bank.

b. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga, denda keterlambatan serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan.

c. Kredit di mana terjadi cidera janji dalam pembayaran kembali sesuai perjanjian, sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi kerugian di perusahaan nasabah sehingga memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari bagi bank dalam arti luas. 49

Dalam sumber yang berbeda, disebutkan bahwa kredit macet adalah suatu keadaan di mana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya.50 Jadi, pembiayaan bermasalah adalah suatu keadaan/peristiwa dimana seorang nasabah tidak dapat mengembalikan sejumlah dana yang dipinjam kepada bank berdasarkan waktu yang telah ditetapkan pada waktu akad perjanjian.

2. Penyebab Pembiayaan Bermasalah

Penyebab timbulnya suatu kredit atau pembiayaan bermasalah terdiri dari faktor internal dan eksternal suatu perbankan.

49

Veithzal, Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Managaement Handbook: teori, konsep, prosedur dan aoliksi penduan praktis nahasiswa, banker dan nasabah, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006), Edisi 1, h. 476

50

Gatot, Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta : Djambatan, 1996), Edisi Revisi, Cet ke 2, h. 131


(54)

Faktor Internal, yaitu penyebab pembiayaan bermasalah yang berasal dari bank itu sendiri, sebagai berikut :

Kualitas pejabat bank

Setiap pejabat bank manapun dituntut untuk dapat bekerja secara professional. Namun tidak semua pejabat bank mempunyai kualitas kerja yang baik. Pejabat yang bekerja tidak professional tentu sulit diharapkan dapat memperoleh hasil yang memadai. Terutama di bagian kredit, pejabat yang demikian dapat mempengaruhi penyaluran kredit yang tidak sebagaimana mestinya.51

Persaingan antar bank

Jumlah bank yang beroperasi terus meningkat, mengakibatkan persaingan antar bank semakin ketat. Dalam melakukan persaingan, setiap bank selalu berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, guna mendapatkan nasabah yang banyak. Dalamsituasi dan kondisi demikian, mempengaruhi bank untuk bertindak spekulatif, dengan member fasilitas yang mudah kepada nasabahnya, dengan mengabaikan prinsip-prinsip perbankan yang sehat.

Hubungan ke dalam

Yang dimaksud adalah, hubungan bank dengan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kelompoknya, selain itu hubungan bank dengan pengurus maupun pemegang saham. Dari adanya hubungan tersebut, bank dalam melayani kepentingan

51


(55)

nasabah dari “dalam” cenderung lebih mudah dibandingkan dengan nasabah-nasabah lainnya.

Pengawasan

Setiap tindakan bank dalam menyalurkan fasilitas pembiayaan selalu dibarengi dengan tindakan pengawasan. Tindakan tersebut selain dilakukan dari dalam bank itu sendiri juga diawasi oleh bank Indonesia. Terlepas dari pengawasan itu dilakukan, apabila bidang pengawasan lemah, maka akan mengakibatkan prinsip-prinsip perbankan tidak dapat dijalankan dengan baik di dunia perbankan.52

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal yaitu pembiayaan bermasalah yang disebabkan oleh nasabah pembiayaan, seperti nasabah side streaming; nasabah menggunakan dana tidak sesuai akad, nasabah beritikad tidak baik, lalai , nasabah tidak jujur dan lain sebagainya. Dan juga dapat terjadi akibat perubahan pada eksternal environtment diidentifikasi penyebab timbulnya kredit bermasalah, seperti perubahan-perubahan political dan

legal environment, deregulasi sector real, financial dan ekonomi menimbulkan

pengaruh yang merugikan kepada seseorang nasabah. Perubahan tersebut merupakan tantangan terus-menerus yang dihadapi oleh pemilik dan pengelola perusahaan. Satu kunci menuju pengelolaan sukses dari suatu usaha adalah kemampuan mengantisipasi perubahan dan cukup fleksibel dalam mengelola usahanya. Problem loan akan timbul

52


(56)

oleh eksternal environment sebagai akibat gagalnya pengelola dengan tepat mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut seperti :

1) Kondisi perekonomian

2) Perubahan-perubahan peraturan 3) Bencana alam.53

3. Upaya Penanganan Pembiayaan Bermasalah

Penanganan pembiayaan bermasalah merupakan bagian yang tidak dapat dihindari dalam proses pembiayaan54 didalam suatu institusi perbankan, maka penanganan pembiayaan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan. Oleh karena itu, apabila begitu dideteksi ada gejala kredit/pembiayaan bermasalah, maka harus segera diambil langkah penanganan sebelum masalah tersebut akan menjadi masalah besar.

Dari hasil survey yang dilakukan pada bank syariah di Yogyakarta ditemukan, bahwa dalam proses penanganan pembiayaan dilakukan sesuai dengan kolektabilitas pembiayaan55, sebagai berikut:

1. Pembiayaan lancar, dilakukan dengan cara: a. pemantauan usaha nasabah.

b. pembinaan anggota dengan pelatihan-pelatihan.

53

Veithzal, Rivai dan Andria Permata Veithzal, h. 479

54

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, h. 168

55


(57)

2. Pembiayaan potensial bermasalah, dilakukan dengan cara: a. pembinaan anggota.

b. pemberitauan dengan surat teguran.

c. kunjungan lapangan atau silaturrahmi oleh sebagian pembiayaan kepada nasabah.

d. upaya preventif dengan penanganan rescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuaran serta memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan reconditioning, yaitu memperkecil keuntungan atau bagi hasil.

3. Pembiayaan kurang lancar, dilakukan dengan cara: a. membuat surat teguran atau peringatan.

b. kunjungan lapangan atau silaturrahmi oleh sebagian pembiayaan kepada nasabah secara lebih bersungguh-sungguh.

c. upaya penyehatan dengan cara rescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan reconditioning, yaitu memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil. 4. Pembiayaan diragukan/macet, dilakukan dengan cara:

a. dilakukan rescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran.

b. dilakukan reconditioning, yaitu memperkecil margin atau bagi hasil usaha. c. dilakukan pengalihan atau pembiayaan ulang dalam bentuk pembiayaan


(58)

Dalam menyalurkan pembiayaan, tentunya hampir setiap lembaga keuangan mempunyai permasalahan dalam proses pengembalian pinjaman tersebut dengan nasabahnya, baik disebabkan karena faktor intern maupun faktor ekstern, akan tetapi, sebelum kedua faktor tersebut semakin menjadi masalah besar, maka harus dideteksi gejala dini permasalahan tersebut berdasarkan pada kolektibikitas pembiayaan, yang dapat digolongkan menjadi kolektibilitas lancar, potensial bermasalah, pembiayaan kurang lancar dan pembiayaan diragukan/macet.

D. Kajian Pustaka Terdahulu 1. Khairunnisa

Judul skripsi : Permasalahan dan Risiko Pemberian Pembiayaan Mudharabah

kepada Pengusaha Kecil (studi kasus BPRS Harta Insan Karimah Ciledug Tangerang).

Penelitian dilakukan pada tahun 2004 dengan hasil penelitian sebagai berikut:

Menurut penulis, pembiayaan mudharabah di BPRS Harta Insan Karimah belum menjadi wahana utama untuk memobilisasindana masyarakat, hal ini dikarenakan masih banyaknya permasalahan dan masih bearnya resiko dalam pemberian pembiayaan mudharabah kepada pengusaha kecil, pembiayaan

mudharabah pada tahun 2002 hanya mencapai 23% dibanding dengan pembiayaan

murabahah sebesar 77%.

Adapun permasalahan yang dihadapi oleh BPRS Harta Insan Karimah dalam memberikan pembiayaan mudharabah kepada pengusaha kecil, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :


(59)

1). Dari sisi pengusaha

Umumnya usaha kecil memiliki tingkat kelayakan yang masih rendah akibat adanya keterbatasan pada aspek pemasaran, teknis produksi, manajemen dan organisasi.

2). Dari sisi perbankan

Permasalahan yang muncul adalah sulitnya memperoleh usaha kecil yang layak, tingginya biaya transaksi, tingginya resiko dan terbatasnya sumber daya insani.

Adapun kiat khusus yang telah dilakukan oleh BPRS Harta Insan Karimah dalam mengatasi resiko pemberian pembiayaan mudharabah diantaranya dengan membentuk bagian yang khusus menangani masalah-masalah yang bermasalah dalam pengembalian dana pembiayaan yang disebut Bagian Pengawasan dan Pembinaan Pembiayaan (PPP).

Sedangkan tindakan yang dilakukan oleh PPP dalam mengatasi pembiayaan bermasalah diantaranya :

a. Restructure b. Reschedule

c. Penyitaan barang jaminan d. Write off


(60)

Judul skripsi : Sistem Manajemen Risiko Perbankan Syari’ah dalam Penyaluran Pembiayaan Mudharabah, Kajian terhadap Bagaimana Seharusnya Manajemen Risiko Bank Syari’ah. Penelitian dilakukan pada tahun 2005 dengan hasil penelitian sebagai berikut :

1). Sistem operasional yang membedakan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah penerapan sistem bagi hasil, dalam Bank Syariah yang menggantikan sistem bunga pada Bank Konvensional.

2). Kombinasi antara manajemen Bank Umum dengan sistem keuangan syariah dapat diterapkan sebagai sarana untuk mengembangkan antara dua kepentingan (lenders-borrowers) dan dalam hal manajemen resiko, Bank Syariah seharusnya memiliki konsep yang komprehensif aplikatif (bukan sekedar mengadopsi konsep yang telah ada) sehingga dalam memutuskan sebuah kebijakan pembiayaan tidak mengalami resiko.

3). Yang membedakan sistem manajemen resiko Bank Syariah dan Bank Konvensional terletak pada pemberdayaan potensi sumber daya manusia yang menyangkut budaya (culture) kerja bank, dimana misi Bank Syariah tidak hanya berorientsi pada keuntungan keduniawian (khairul fiddunya) tetapi juga berorientasi pada keuntungan ukhrowi (kahairul filakhirot) yang berpengaruh pada etos, orintasi dan mental sumber daya insani Bank Syariah sebagai pelaksana sistem pengelolaan resiko.


(61)

Judul skripsi : Manajemen Risiko Operasional Bank Syari’ah, studi pada Unit Usaha Syari’ah Bank Bukopin. Penelitian dilakukan pada tahun 2008 dengan hasil penelitian sebagai berikut :

1). Proses identifikasi risiko operasional UUS Bank Bukopin dilakukan setiap awal periode pelaksanaan kegiatan dan diperbaharui setiap tiga bulan. Proses identifikasi ini dilakukan oleh Internal Control Cabang dan Kepala Cabang yang akhirnya di monitoring oleh Divisi Manajemen Risiko Kantor Pusat.

2). Proses pengukuran risiko operasional UUS Bank Bukopin menggunakan metode matrik Delphi 5x5, yaitu perkalian score dampak dan frekuensi risiko operasional, kemudian hasilnya ditrendkan dengan risiko yang sama pada Divisi dan Kantor Cabang lain. Setelah diukur, risiko operasional dipetakan agar manajemen dapat mengetahui risiko operasional yang harus di mitigasi terlebih dahulu.

3). Proses pengendalian risiko operasional UUS Bank Bukopin dilakukan oleh pemilik risiko (owner risk) atau Kantor Cabang. Setiap Kantor Cabang UUS Bank Bukopin memiliki prosedur dan sistem back up contingency

plan, dan sistem keamanan data ware-house yang baik. Teknik mitigasi

dan pengendalian risiko operasional UUS Bank Bukopin diantaranya adalah asuransi dan outsourcing.


(62)

4). Hambatan manajemen risiko operasional adalah kesulitan mengumpulkan data risiko operasional dan kepekaan karyawan dalam manajemen risiko operasional.

4. Agus Faizin

Judul Skripsi : Tinjauan Hukum Islam terhadap Konsep Restrukturisasi Pembiayaan Mudharabah Non Performing dan Pengaruhnya terhadap Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), Analisis Fiqh dan Keuangan (Studi Kasus pada BNI Syariah). Penelitian ini dilakukan pada tahun 2007 dengan hasil penelitian sebagai berikut :

a. Penggolongan pembiayaan mudharabah bermasalah di dasarkan atas derajat kolektibilitas, yaitu prospek usaha, kinerja nasabah dan kemampuan membayar angsuran pokok ditambah margin bagi hasil jika prospek usaha, kinerja nasabah menurun serta menunggak selama 90 hari, maka restrukturisasi ini dapat dilakukan.

b. Restrukturisasi pada BNI Syariah, dilakukan pada nasabah yang memiliki bisnis dan kondisi keuangan yang masih dapat diperbaiki. Sedangkan risiko bisnis yang bukan disebabkan oleh kelalaian nasabah dalam mengelola dana seperti huru hara, bencana alam dapat dilakukan dengan


(1)

bagian yang khusus menangani masalah-masalah yang bermasalah dalam pengembalian dana pembiayaan yang disebut Bagian Pengawasan dan Pembinaan Pembiayaan (PPP).

Sedangkan tindakan yang dilakukan oleh PPP dalam mengatasi pembiayaan bermasalah diantaranya :

a. Restructure b. Reschedule

c. Penyitaan barang jaminan d. Write off

2. Nur Julizar

Judul skripsi : Sistem Manajemen Risiko Perbankan Syari’ah dalam Penyaluran Pembiayaan Mudharabah, Kajian terhadap Bagaimana Seharusnya Manajemen Risiko Bank Syari’ah. Penelitian dilakukan pada tahun 2005 dengan hasil penelitian sebagai berikut :

1). Sistem operasional yang membedakan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah penerapan sistem bagi hasil, dalam Bank Syariah yang menggantikan sistem bunga pada Bank Konvensional.

2). Kombinasi antara manajemen Bank Umum dengan sistem keuangan syariah dapat diterapkan sebagai sarana untuk mengembangkan antara dua kepentingan (lenders-borrowers) dan dalam hal manajemen resiko, Bank Syariah seharusnya memiliki konsep yang komprehensif aplikatif (bukan sekedar mengadopsi konsep yang telah ada) sehingga dalam memutuskan sebuah kebijakan pembiayaan tidak mengalami resiko.


(2)

3). Yang membedakan sistem manajemen resiko Bank Syariah dan Bank Konvensional terletak pada pemberdayaan potensi sumber daya manusia yang menyangkut budaya (culture) kerja bank, dimana misi Bank Syariah tidak hanya berorientsi pada keuntungan keduniawian (khairul fiddunya) tetapi juga berorientasi pada keuntungan ukhrowi (kahairul filakhirot) yang berpengaruh pada etos, orintasi dan mental sumber daya insani Bank Syariah sebagai pelaksana sistem pengelolaan resiko.

3. Harun Masykur

Judul skripsi : Manajemen Risiko Operasional Bank Syari’ah, studi pada Unit Usaha Syari’ah Bank Bukopin. Penelitian dilakukan pada tahun 2008 dengan hasil penelitian sebagai berikut :

1). Proses identifikasi risiko operasional UUS Bank Bukopin dilakukan setiap awal periode pelaksanaan kegiatan dan diperbaharui setiap tiga bulan. Proses identifikasi ini dilakukan oleh Internal Control Cabang dan Kepala Cabang yang akhirnya di monitoring oleh Divisi Manajemen Risiko Kantor Pusat. 2). Proses pengukuran risiko operasional UUS Bank Bukopin menggunakan

metode matrik Delphi 5x5, yaitu perkalian score dampak dan frekuensi risiko operasional, kemudian hasilnya ditrendkan dengan risiko yang sama pada Divisi dan Kantor Cabang lain. Setelah diukur, risiko operasional dipetakan agar manajemen dapat mengetahui risiko operasional yang harus di mitigasi terlebih dahulu.


(3)

3). Proses pengendalian risiko operasional UUS Bank Bukopin dilakukan oleh pemilik risiko (owner risk) atau Kantor Cabang. Setiap Kantor Cabang UUS Bank Bukopin memiliki prosedur dan sistem back up contingency plan, dan sistem keamanan data ware-house yang baik. Teknik mitigasi dan pengendalian risiko operasional UUS Bank Bukopin diantaranya adalah asuransi dan outsourcing.

4). Hambatan manajemen risiko operasional adalah kesulitan mengumpulkan data risiko operasional dan kepekaan karyawan dalam manajemen risiko operasional.

4. Agus Faizin

Judul Skripsi : Tinjauan Hukum Islam terhadap Konsep Restrukturisasi Pembiayaan Mudharabah Non Performing dan Pengaruhnya terhadap Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), Analisis Fiqh dan Keuangan (Studi Kasus pada BNI Syariah). Penelitian ini dilakukan pada tahun 2007 dengan hasil penelitian sebagai berikut :

a. Penggolongan pembiayaan mudharabah bermasalah di dasarkan atas derajat kolektibilitas, yaitu prospek usaha, kinerja nasabah dan kemampuan membayar angsuran pokok ditambah margin bagi hasil jika prospek usaha, kinerja nasabah menurun serta menunggak selama 90 hari, maka restrukturisasi ini dapat dilakukan.

b. Restrukturisasi pada BNI Syariah, dilakukan pada nasabah yang memiliki bisnis dan kondisi keuangan yang masih dapat diperbaiki. Sedangkan risiko


(4)

bisnis yang bukan disebabkan oleh kelalaian nasabah dalam mengelola dana seperti huru hara, bencana alam dapat dilakukan dengan memberikan fasilitas pembiayaan ulang, penundaan pembayaran dengan memperpanjang jatoh tempo, memperkecik margin bagi hasil dan merubah sistem pembiayaan dari Profit Loss Sharing menjadi Revenue Sharing.

c. Restrukturisasi dapat juga dilakukan dengan menambahkan plafond/pokok pembiayaan dan pengurangan margin dapat mempengaruhi PPAP yang harus dibentuk sedangkan dengan penambahan waktu tudak mempengaruhi PPAP.

d. Dalam pengakuan laba setelah adanya restrukturisasi menggunakan cash basis yang sesuai dengan PAPSI (Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia) yaitu pengakuan pendapatan pada pembiayaan bermasalah diakui pada saat laba tersebut benar terjadi.

5. Ifah Latifah

Judul Skripsi : Peranan Account Officer (AO) dalam menekan pembiayaan bermasalah (Studi Kasus pada BPRS Harta Insan Karimah). Penelitian ini dilakukan pada tahun 2007 dengan hasil penelitian sebagai berikut :

a. factor penyebab pembiayaan bermasalah, antara lain :

1). Faktor Intern, seperti petugas (AO) dan system. AO kurang baik dalam menilai/menganalisis data calon nasabah. Sistem seperti pengawasan yang kurang intensif dari AO sehingga permasalahan yang terjadi tidak dapat terdeteksi secepat mungkin.


(5)

2). Faktor Ekstern, seperti kondisi nasabah yang sedang menurun, adanya I’tikad kurang baik dari nasabah dalam hal pembayaran, nasabah kurang mampu dalam mengelola usaha, kebijakan pemerintah yang kadanga tidak memihak pada perkembangan usaha kecil dan menengah, sehingga menyulitkan berkembangnya usaha nasabah dan terjadi bencana alam.

b. tugas, wewenang dan tanggung kawab AO, antara lain :

Memproses calon nasabah sehingga menjadi nasabah dan membinanya, mengadakan dan menghadiri pertemuan dengan nasabah, membuat anggaran kegiatan pemasaran, promosi dan rencana kerja, melakukan pendekatan pemasaran dengan nasabah, membuat analisa pembiayaan, surat keputusan dan penutupan asuransi, serta meneliti dan melaporkan kegiatan/aktivitas yang tidak normal.

c. Analisis dan proses kerja AO, yaitu menganalisa permohonan pembiayaan dengan menggunakan prinsip 5C serta aspek management, pemasaran teknis, keuangan, yuridis, dan sosio ekonomi; mengumpulkan persyartan administrasi, pembuatan proposal analisa pembiayaan dengan langsung survey ke alapangan untuk melihat, menganalisa dan menilai kelayakan usaha nasabah; memutuskan pembiayaan dan pembuatan Media Pencairan Pembiayaan (MPP) serta penandatangan dan realisasi pembiayaan.

Adapun usaha AO dalam menangani pembiayaan bermasalah adalah berhati-hati dalam pemberian pembiayaan dengan mengikuti prosedur yang baik, melakukan pendekatan dengan nasabah dengan melakukan kunjungan ke tempat


(6)

usaha/rumah nasabah untuk melihat penyebab pembiayaan bermasalah, mengawasi terus menerus penggunaan pembiayaan dan pengawasan terhadap perkembangan cadangan penghapusan pembiayaan, melakukan rescheduling, restructuring dan write off.

Sedangkan skripsi yang penulis bahas dalam penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana manajemen pembiayaan mudharabah bermasalah yang dilakukan oleh Bank Muamalat, apa yang menjadi penyebab timbulnya pembiayaan mudharabah bermasalah dan bagaimana penanganan yang dilakukan oleh Bank Muamalat dalam menangani pembiayaan mudharabah bermasalah.