BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional
PROPENAS, dan Keputusan Presiden Nomor 124 tahun 2001 jo Nomor 8 tahun 2002 dan Nomor 34 tahun 2002 tentang Komite
Penanggulangan Kemiskinan, pemerintah telah secara tegas menetapkan bahwa penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas tertinggi. Sehubungan dengan itu,
Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat memprioritaskan koordinasi kebijakan dalam penanggulangan kemiskinan jangka panjang 2004-2015. Percepatan
penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun swasta. Salah satu upaya mempercepat pengendalian kemiskinan dapat
melalui penyadaran dan pembelajaran kepada masyarakat berpenghasilan rendah untuk dapat menumbuhkembangkan usahanya. Kelemahan yang selama ini terjadi pada
masyarakat berpenghasilan rendah adalah kesulitan dalam mengakses permodalan di lembaga keuangan bank. Lembaga keuangan yang ada selama ini tidak menjangkau
pembiayaan skala kecil apalagi ditunjang dengan persyaratan yang ada di bank tidak dapat dipenuhi oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
1
Seiring berjalannya waktu, beberapa lembaga keuangan tumbuh dan berkembang pesat di Indonesia, yaitu Lembaga Keuangan Syariah LKS yang
1
M. Amin Aziz, Pedoman Pendirian BMT Jakarta: PINBUK PRESS, 2004, h.25.
mempunyai kedudukan sangat penting sebagai lembaga ekonomi Islam berbasis syariah ditengah proses pembangunan Nasional. Berdirinya Lembaga Keuangan
Syariah LKS merupakan implementasi dari pemahaman umat Islam terhadap prinsip- prinsip muamalah dalam prinsip hukum ekonomi Islam yang selanjutnya
direpresentasikan dalam bentuk perantara ekonomi Islam sejenis lembaga keuangan syariah bank dan non-bank.
Upaya untuk menjalankan ekonomi rakyat dalam rangka menjalankan amanat rakyat yang diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional agar terwujud
pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya, serta terbentuknya keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antara usaha kecil, menengah dan koperasi,
penetapan kebijaksanaan dasar strategi dan program yang tepat akan mempercepat pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi yang berarti akan mempercepat
pula upaya untuk mewujudkan demokrasi ekonomi. Strategi dasar yang perlu dikembangkan untuk memberdayakan ekonomi rakyat meliputi perlunya keberpihakan
dalam bentuk political will, penciptaan iklim yang kondusif dan pemberian bantuan serta penguatan kualitas SDM. Sementara strategi dan program pendampingan perlu
dikembangkan dengan berangkat dari kendala dan kelemahan yang masih dihadapi oleh usaha kecil, menengah dan koperasi.
2
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa lembaga keuangan bank maupun non bank yang bersifat formal dan beroperasi di pedesaan, umumnya tidak dapat
2
Baihaqi, Pokok-Pokok Kesepahaman Antara Dirjen Bangda Depdagri Dengan Pinbuk Sebagai Upaya Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Dalam Rangka Pembangunan Daerah
Jakarta: Bangda DEPDAGRI 1997, h. 21.
menjangkau lapisan masyarakat dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Ketidakmampuan tersebut terutama dalam sisi penanggungan resiko dan biaya operasi
dalam identifikasi usaha dari pemantauan penggunaan kredit yang layak usaha. Ketidakmampuan lembaga keuangan ini penyebab terjadinya kekosongan pada segmen
pasar keuangan di wilayah pedesaan. Kekosongan ini diisi oleh lembaga keuangaan illegal yaitu para Renternir dengan mengunakan sistem suku bunga yang tinggi. Untuk
menanggulangi kejadian-kejadian seperti ini perlu adanya suatu lembaga yang mampu menjadi jalan tengah. Wujud nyatanya adalah dengan memperbanyak pengoperasian
lembaga keuangan berprinsip bagi hasil, yaitu: BPRS dan BMT. Dari sekian banyak lembaga keuangan syariah, Baitul Maal wat Tamwil BMT
merupakan lembaga ekonomi Islam yang dibangun berbasis keumatan, sebab dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat.
3
Baitul maal wat Tamwil BMT pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep ekonomi Islam terutama dalam bidang
keuangan. Istilah Baitul Maal telah ada sejak zaman Rasulullah, meskipun keberadaannya belum berbentuk lembaga yang permanen seperti sekarang dan hanya
tatanan praktis. Kelembagaan Baitul Maal secara mandiri sebagai lembaga ekonomi yang berdiri pada masa Umar bin Khattab atas usulan ahli fiqh bernama Walid bin
Hisyam.
4
Baitul Maal wat Tamwil BMT terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul Maal dan Baitul Tamwil. Baitul Maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan
3
Hendi Suhendi, dkk,. BMT dan Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004, h.5.
4
Pusat pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil, Pendidikan dan Pelatihan Baitulmaal Wa Tamwil tt: PSUK, 1995, h.1.
penyaluran dana yang non-profit, seperti: zakat, infaq dan shadaqah. Sedangkan Baitul Tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersil. Usaha-usaha
tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarat kecil berlandaskan syariah.
5
BMT sebagai lembaga keuangan syariah non-bank yang sifatnya informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat
KSM yang berbeda dengan kelembagaan keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya. Bila dijalankan dengan baik BMT sangatlah efektif untuk menjangkau
masyarakat miskin, sesuai dengan kapasitas lembaganya. Mulai dari kelompok fakir miskin yang bisa memperoleh manfaat dari baitulmaal melalui pinjaman kebajikan
qordul hasan yang bersumber dari dana zakat, infak, sodaqoh, maupun para pengusaha gurem yang selama ini kesulitan untuk mengakses kredit dari bank akan
lebih mudah memperoleh pembiayaan dari BMT. Inilah konsep implementatif yang secara nyata layak diharapkan untuk
mengatasi masalah kemiskinan. Misi sosial ini merupakan manifestasi prinsip perekonomian Islam yang menekankan pada keadilan, kepedulian, dan
pemerataandistribusi pendapatan, sehingga lebih menjamin hubungan yang harmonis antarkelas masyarakat.
Di Indonesia lembaga keuangan Baitul Mal wa Tamwil BMT sebagai lembaga simpan pinjam, dalam formalitasnya BMT mengikuti ketentuan UU Nomor
5
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah “Deskripsi dan Ilustrasi”Yogyakarta: Ekonisia, 2004, h.96.
10 tahun 1998 beserta ketentuan pelaksananya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1992 yang mengatur mengenai bank dengan prinsip bagi hasil. BMT berbentuk
koperasi simpan pinjam merupakan unit usaha otonom yang hanya menaungi kegiatan simpan pinjam, akan tetapi bila usahanya selain dari koperasi simpan pinjam, seperti
koperasi serba guna, maka BMT dapat melaksanakan kegiatan otonom dari unit simpan pinjam yang ada. Hal ini tertulis dalam UU Nomor 25 tahun 1992 tentang
pengoperasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1999 tentang pelaksana kegiatan usaha koperasi.
6
Sebelum menjalankan usahanya, BMT mesti mendapatkan sertifikat operasi dari PINBUK. PINBUK merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat yang
memiliki kepedulian untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah di Indonesia. PINBUK sebagai lembaga primer karena prakteknya, PINBUK menetaskan Baitul
Maal Wa Tamwil BMT. Sementara itu, PINBUK sendiri mesti mendapat pengakuan dari Bank Indonesia BI sebagai lembaga pengembangan swadaya masyarakat yang
mendukung program proyek hubungan Bank Indonesia dengan kelompok swadaya masyarakat. Selama ini, perkembangan BMT di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari
peran Pusat Inkubasi Usaha Kecil PINBUK yang secara kelembagaan Baitul Maal wat Tamwil BMT didampingi atau didukung PINBUK dalam hal mendorong
pendirian BMT-BMT di Indonesia. Dan pada gilirannya BMT merupakan reprentasi
6
Baihaqi Abd Madjid dan Saifuddin A Rosyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan sistem Syariah: perjalanan gagasan dan Gerakan BMT di Indonesia
Jakarta: PINBUK, 2000.
dari kehidupan masyarakat dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat.
7
Kebutuhan primer masyarakat adalah Rumah. Setiap manusia akan berusaha untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Akan tetapi, untuk kebutuhan rumah layak huni
tidak semua masyarakat dapat memenuhinya dikarenakan mahalnya harga bahan bangunan yang menjadi hambatan bagi sebagian masyarakat dalam menjaga agar
rumah mereka tetap layak huni di tengah berbagai kerusakan akibat cuaca yang kurang bersahabat. Melihat kondisi tersebut, salah satu kebijakan yang baru direalisasikan
pemerintah dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 06PERMENM2007 adalah mengalokasikan subsidi perumahan untuk
kepemilikanpembangunanperbaikan Rumah Sederhana Sehat RSH bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah MBR, baik konvensional maupun dengan prinsip syariah,
melalui perbankanlembaga keuangan non bankkoperasi yang bertujuan untuk membantu masyarakat yang mengalami kesulitan biaya agar dapat melakukan renovasi
rumah mereka sehingga layak huni. Sebagaimana diketahui, bahwa sesuai dengan Undang Undang Perbankan
Nomor 10 tahun 1998, Indonesia menganut dual banking sistem yakni perbankan konvensional dan perbankan syariah, oleh karena itu pemerintah senantiasa berupaya
mengembangkan sistem pembiayaan kepemilikan pembangunanperbaikan rumah bersubsidi baik dengan sistem konvensional maupun dengan prinsip syariah. Upaya
7
M. Sholahudin, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam Surakarta: Muhamadiyah University Press, 2006, h.75
.
tersebut dilakukan untuk memberikan pilihan kepada masyarakat luas dalam memperoleh Rumah Sederhana Sehat RSH. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
73PMK.022005 telah membuka peluang bagi lembaga bank, lembaga keuangan non bank, dan koperasi untuk menjadi Lembaga Penerbit KreditPembiayaan yang dapat
berpartisipasi dalam melaksanakan kebijakan subsidi perumahan. KPRS
Kreditpembiayaan Perbaikan Rumah Swadaya Mikro Syariah Bersubsidi dengan
prinsip syariah adalah pembiayaan yang diterbitkan oleh Lembaga Penerbit Pembiayaan yang telah beroperasi dengan prinsip syariah kepada Masyarakat
Berpenghasilan Rendah MBR dalam rangka memfasilitasi pembangunan atau perbaikan rumah yang telah dimiliki yang dilakukan secara swadaya. Subsidi ini
ditujukan bagi keluargarumah tangga yang baru pertama kali memiliki rumah atau baru pertama kali menerima subsidi perumahan dan termasuk ke dalam MBR
Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Adapun Perjanjian Kerjasama Operasional PKO antara Kementerian Negara
Perumahan Rakyat dengan lembaga keuangan mikro syariah Baitul Maal wa Tamwil BMT dalam melaksanakan program KPRS Mikro Syariah Bersubsdi ini adalah BMT
Husnayain Pasar Rebo sebagai perwakilan daerah DKI Jakarta. Terdorong dari pemikiran inilah, penulis mencoba untuk menyusun sebuah
tulisan dalam bentuk skripsi dengan judul “ Konsep Pembiayaan KPRS Kreditpembiayaan Perbaikan Rumah Swadaya Melalui Lembaga Keuangan
Mikro Syariah Studi di BMT Husnayain Pasar Rebo ”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah