2. Kehadiran Pemegang Saham Secara Elektronik
Dalam penyelenggaraan RUPS secara Konvensional setiap peserta atau pemegang saham tidak ada kewajiban untuk hadir dalam rapat, akan tetapi suara
pemegang saham tersebut dapat diwakilkan kepada peserta atau pemegang saham yang lain atau pun pihak lain kecuali kepada anggota Direksi dan Dewan Komisaris.
Hal ini seperti yang termaktub dalam bunyi Pasal 85 ayat 1 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yaitu :
Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan
jumlah saham yang dimilikinya.
Pasal 86 ayat 1 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 menyatakan : RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 12 satu perdua
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang danatau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum
yang lebih besar. Berbeda halnya dengan pelaksanaan RUPS melalui Video konferensi,
kehadiran seluruh pemegang saham adalah merupakan keharusan. Hal ini disebabkan karena dalam penyelenggaraan RUPS melalui Video konferensi ini seluruh pemegang
saham atau peserta rapat tidak harus datang pada suatu tempat yang ditentukan dalam sebagaimana RUPS Konvensional karena dalam RUPS melalui Video konferensi
tidak ditentukan tempat pelaksanaan RUPS. Yang ditentukan hanya bahwa RUPS tersebut dilakukan dengan menggunakan video konferensi. Sehingga para peserta
rapat atau para pemegang saham hanya cukup berada pada masing-masing kantor cabang tempat kedudukan pemegang saham berada. Penyelenggaraan RUPS melalui
Universitas Sumatera Utara
video konferensi harus diikuti oleh semua peserta RUPS. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 77 ayat 4 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan :
Setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta
RUPS.
3.
Tempat Pelaksanaan RUPS Melalui Video Konferensi
Dalam Pasal 77 ayat 1 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 diatur pengecualian terhadap penyelenggaraan RUPS secara konvensional sebagaimana diatur dalam
Pasal 76 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yang mensyaratkan kehadiran secara fisik pemegang saham atau yang mewakilinya dalam satu forum rapat yang
diselenggarakan ditempat yang telah ditentukan dalam Undang-undang yaitu ditempat kedudukan Perseroan atau ditempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya
yang utama atau di tempat kedudukan bursa di mana saham Perseroan dicatatkan khusus bagi Perseroan Terbuka atau dengan syarat-syarat tertentu dapat dilakukan
diseluruh wilayah Republik Indonesia. Ketentuan Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 selain mengatur cara
penyelenggaraan RUPS dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi, juga menyimpangi ketentuan mengenai tempat penyelenggaraan RUPS. Tidak seperti
syarat kuorum dan syarat pengambilan keputusan yang ditentukan dalam Pasal 76 UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
Dalam Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 kedua hal tersebut diserahkan pada ketentuan-ketentuan yang mengatur materi tersebut yaitu di dalam Pasal 86
Universitas Sumatera Utara
Nomor 40 Tahun 2007 ayat 1, Pasal 87 ayat 2, Pasal 88 ayat 1 dan Pasal 89 ayat 1 UUPT Nomor 40 Tahun 2007. Dengan demikian RUPS yang dilakukan melalui
telekonferensi, video konferensi atau sarana media elektronik lainnya dapat diselenggarakan apabila dalam RUPS tersebut lebih dari ½ satu perdua bagian dari
jumlah saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali untuk materi-materi tertentu seperti agenda rapat mengenai perubahan anggaran dasar, maka kuorum yang
wajib dipenuhi adalah 23 dua pertiga bagian dari jumlah saham dengan hak suara hadir atau diwakili dan keputusannya sah apabila disetujui paling sedikit 23 dua
pertiga bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. Sedangkan mengenai agenda rapat untuk untuk menyetujui penggabungan,
peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan agar perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan,
maka kuorum yang wajib dipenuhi adalah ¾ tiga perempat bagian dari jumlah saham dengan hak suara hadir atau diwakili dan keputusannya sah apabila disetujui
paling sedikit ¾ tiga perempat bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa UUPT Nomor 40 Tahun 2007
berusaha memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yaitu dengan menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif, jaminan mana diwujudkan dengan mengadakan ketentuan-ketentuan tentang pemanfaatan
teknologi informasi dalam pelaksanaan penyelenggaraan RUPS suatu perseroan. Salah satu keuntungan dengan menggunakan teknologi informasi adalah
teknologinya amat memudahkan penggunanya untuk menyebarkan infomasi secara
Universitas Sumatera Utara
global. Akibatnya pengguna juga mendapatkan akses informasi dunia secara mudah. Karena sifat ini, teknologi informasi sering kali disebut sebagai teknologi yang tidak
mengenal wilayah borderless. Ketentuan Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yang menyimpangi
ketentuan mengenai tempat penyelenggaraan RUPS sejalan dengan hakikat teknologi informasi yang tidak mengenal wilayah borderless dan ini membawa dampak bagi
yuridiksi berlakunya UUPT itu sendiri. Dalam hukum Internasional, dikenal tiga jenis jurisdiksi, yakni :
a. Jurisdiksi untuk menetapkan undang-undang the jurisdiction to
prescribe. b.
Jurisdiksi untuk penegakan hukum the jurisdiction to enforce. c.
Jurisdiksi untuk menuntut the jurisdiction to adjudicate. Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa
asas yang biasa digunakan, yaitu : a.
Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian
tindak pidananya dilakukan di negara lain.
b. Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku
adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
c. Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk
menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku. d.
Passive nationality, yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
e. Protective principle, yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas
keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila
korban adalah negara atau pemerintah.
f. Asas universality.
67
67
Ahmad M. Ramli, Cyber law dan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia, 2004, h. 19.
Universitas Sumatera Utara
Diantara berbagai asas di atas, asas Universality selayaknya memperoleh
perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universalinterest jurisdiction”. Asas ini menentukan bahwa
setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap
kemanusiaan crimes against humanity, misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain.
Sesuai uraian di atas, maka dapat diambil suatu sikap bahwa keberlakuan UUPT berdasarkan asas Nasionality dapat diberlakukan bagi RUPS PT yang
diselenggarakan melalui video konferensi. Dimana para peserta rapat tidak harus berada di wilayah Republik Indonesia. Dengan kata lain UUPT Nomor 40 Tahun
2007 memberlakukan asas yurisdiksi ektrateritorial yaitu berlakunya ketentuan- ketentuan yang ada dalam UUPT Nomor 40 Tahun 2007 bagi penyelenggaraan RUPS
yang diadakan diluar wilayah Republik Indonesia. Demikian dengan pertimbangan bahwa badan hukum perseroan tersebut
didirikan menurut hukum Indonesia tanpa harus memperhatikan kewarganegaraan pribadi dari para pemegang sahamnya, maka sebagai badan hukum rechtpersoon
PT adalah subyek hukum yang mandiri persona standi in yudicio merupakan pendukung hak dan kewajiban yang setara dengan manusiawarga negara suatu
negara. Pasal 2 UUITE Nomor 11 Tahun 2008 menyatakan bahwa :
Undang-undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, baik yang berada
Universitas Sumatera Utara
diwilayah hukum Indonesia maupun diluar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum diwilayah Indonesia danatau diluar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Berdasarkan Pasal 2 UUITE Nomor 11 Tahun 2008 tersebut diatas, UUITE
Nomor 11 Tahun 2008 mengizinkan penerapan yurisdiksi meluas hingga keluar wilayah Indonesia, sehingga jika dibuktikan berdasarkan UUITE Nomor 11 Tahun
2008 maka RUPS melalui Video konferensi yang dilakukan oleh pemegang saham yang berada diluar wilayah R.I adalah sah.
68
4. Tanda Tangan Dalam NotulenRisalah Rapat Umum Pemegang Saham