Jenis Kelamin Indeks Massa Tubuh

Tabel 2.3 Distribusi Sampel Status Osteoporosis Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2005 Sumber : Jahari AB, Prihatini S. Risiko osteoporosis di indonesia. 2007;301:1 –11.

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan teori yang dinyatakan dalam buku Principles of Anatomy and Physiology, osteoporosis terutama mengenai usia pertengahan dan usia tua. Sekitar 80 mengenai wanita dengan alasan 1 tulang wanita lebih kecil jika dibandingkan dengan tulang pria, 2 produksi estrogen pada wanita menurun secara drastis ketika memasuki fase menopause, sedangkan produksi androgen utama yaitu testosteron berkurang sedikit dan secara bertahap pada pria yang lebih tua. [9] Hal ini dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Karasik dan S. L. Ferrari 2008 bahwa osteoporosis merupakan kondisi yang mengenai 30 wanita dan 12 pria pada usia yang sama. [22] Perbedaan jenis kelamin menentukan struktur komponen kekuatan tulang bentuk tulang dan ketebalan, respon biomekanis dan massa tulang. [22] Studi yang dilakukan oleh Ninghua et.al dalam Prevalence Rate of Osteoporosis in the Mid-aged and Elderly in Selected Parts of China 2002, menunjukan bahwa penderita osteoporosis lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki sesuai peningkatan usia. Angka prevalensi untuk perempuan China tertinggi pada usia setelah 60 tahun. [14] Di Indonesia, berdasarkan studi Risiko Osteoporosis pada tahun 2005 yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah perusahaan nutrisi di 16 wilayah di Indonesia, pasien osteopenia dan osteoporosis usia 55 tahun pada pria cenderung lebih tinggi dibandingkan wanita, sedangkan usia 55 tahun peningkatan osteopenia pada wanita enam kali lebih besar dari pria dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari pria. [1]

c. Indeks Massa Tubuh

Studi National Osteoporosis Foundation NOF menyarankan untuk memasukkan indeks massa tubuh yang rendah ke dalam penilaian risiko untuk evaluasi osteoporosis dan risiko fraktur osteoporosis. [3] Hubungan antara indeks massa tubuh, berat badan, dan tinggi badan dengan kepadatan tulang telah banyak dikemukakan. Berat badan atau indeks massa tubuh dilaporkan berbanding terbalik dengan risiko fraktur osteoporosis. [20] Yates AJ, et.al 1999 dalam penelitiannya mengevaluasi bentuk tubuh yang kurus persentasi lemak tubuh yang rendah, indeks massa tubuh yang rendah atau berat badan tubuh yang rendah sebagai faktor risiko untuk kepadatan tulang yang rendah. Pada studi ini, presentasi lemak tubuh, IMT dan berat badan dihubungkan dengan kepadatan tulang dan kehilangan massa tulang selama 2 tahun. Wanita dengan presentasi lemak tubuh atau IMT yang rendah memiliki kepadatan tulang 12 lebih rendah dan 2 kali lipat kehilangan massa tulang dalam 2 tahun dibandingkan dengan wanita yang memiliki lemak tubuh dan IMT normal p  0,004. [23] Pada studi klinis yang dilakukan oleh Salamat, M. R., Salamat, A. H., Abedi, I., Janghorbani, M 2013, ditemukan bahwa indeks massa tubuh dan berat badan memiliki hubungan dengan kepadatan tulang, dan obesitas secara signifikan menurunkan risiko osteoporosis pada pria, yaitu pria dengan indeks massa tubuh 25 memiliki 4,4 95 CI kali risiko fraktur dibandingkan pria dengan indeks massa tubuh  25 pada usia yang sama. Hal ini sesuai dengan studi sebelumnya yang menyatakan bahwa, indeks massa tubuh dan berat badan yang rendah berhubungan dengan kepadatan tulang yang rendah pada wanita postmenopause. [20] Pada studi yang dilakukan oleh Montazerifar, et al 2014 rata- rata berat badan dan indeks massa tubuh ditemukan rendah pada pasien osteoporosis dibandingkan dengan kelompok pasien yang normal. [24] Hal ini berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Saravi, et al 2013 yang melaporkan bahkan tidak ada efek signifikan antara berat badan dan indeks massa tubuh, dimana 76,2 pasien dengan osteoporosis dan osteopenia memiliki indeks massa tubuh yang normal. [25]

d. Tingkat Pendidikan