Profil Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Januari 2011- Juli 2014

(1)

PROFIL PASIEN OSTEOPOROSIS DI RSUP

FATMAWATI JAKARTA PERIODE JANUARI 2011

JULI 2014

Laporan Penelitian ditulis sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Cut Neubi Getha

1111103000060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persayaratan memperoleh gelar sarjana kedokteran di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 12 September 2014


(3)

PROFIL PASIEN OSTEOPOROSIS DI RSUP FATMAWATI JAKARTA PERIODE JANUARI 2011 – JULI 2014

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

(S.Ked)

Oleh Cut Neubi Getha NIM: 11111030000060

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M. Epid dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad, M. Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


(4)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul PROFIL PASIEN OSTEOPOROSIS DI RSUP FATMAWATI JAKARTA PERIODE JANUARI 2011 – JULI 2014 yang diajukan oleh Cut Neubi Getha (NIM : 1111103000060), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 12 September 2014. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Ciputat, 12 September 2014

DEWAN PENGUJI Ketua Sidang

dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M. Epid.

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M. Epid. dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad, M. Kes.

Penguji 1 Penguji 2

dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT. dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD KGEH.

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN


(5)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Salawat serta salam peneliti sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat

Adapun judul penelitian ini adalah “Profil Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Januari 2011 - Juli 2014” tidak luput dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Peneliti ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK. selaku Kepala Program Studi Pendidikan

Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid dan dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad, M. Kes selaku dosen pembimbing yang telah membantu, mengarahkan, menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing peneliti.

4. dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT dan dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD KGEH selaku penguji sidang laporan penelitian ini.

5. dr. Flori Ratna Sari, PhD selaku penanggung jawab riset Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2011.

6. dr. Risahmawati Ph.D dan dr. Marita Fadhilah Ph.D yang telah memberi masukan dalam presentasi proposal penelitian.

7. drg. Danik Hariyani, Sp.KGA dan staff Pusdiklit RSUP Fatmawati yang telah membantu peneliti untuk mendapatkan izin penelitian di RSUP Fatmawati. 8. dr. Zainal Adhim, Sp. THT, PhD dan dr. Endang Poedjiningsih, M.Epid,

selaku komisi etik RSUP Fatmawati yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di RSUP Fatmawati.


(6)

vi

9. Ibu Dewi, Ibu Dian dan staff IRMIK RSUP Fatmawati yang telah meluangkan waktu untuk mencarikan rekam medis untuk penelitian ini.

10.Ayahanda Ir. Teuku Nusyirwan Jacoeb dan ibunda Ir. Arifah Fungsiani serta kedua saudara peneliti yaitu Cut Keumala Banaget, S.T., M.T dan Cut Tuleut Zubaidah, yang selalu memberikan dukungan dan memberi semangat serta selalu memberikan bantuan dukungan baik secara material maupun moral. 11.Prof. Dr. dr. H. Teuku Zulkifli Jacoeb, Sp.OG (K)fer yang selalu memberikan

motivasi sehingga peneliti bersemangat untuk menyelesaikan pendidikan kedokteran.

12.Teman-teman kelompok penelitian yaitu Yofara Maulidiah Muslihah dan Rasyad Wicaksono yang senantiasa selalu bersama-sama berjuang dari awal hingga penelitian ini dapat diselesaikan.

13.Herlina Rahmah, Leily Badria, Nadisha Refira, Muflikha Maayazi, Raeiza Olyvia, Tiara Putri, Hania Asmarani, dan Madinatul Munawwaroh selaku teman-teman terdekat peneliti yang selalu memberikan semangat kepada peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung.

14.Sahabat-sahabat PSPD 2011 yang telah bersama-sama menjalani preklinik selama tiga tahun.

15.Teman-teman PSPD 2008, 2009, 2010, 2012 dan 2013 yang selalu memberi dukungan kepada peneliti.

16.Seluruh civitas akademika FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Peneliti mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun bagi peneliti. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Ciputat, 12 September 2014


(7)

ABSTRAK

Cut Neubi Getha. Program Studi Pendidikan Dokter. Profil Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Januari 2011- Juli 2014.

Pendahuluan : Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif, dimana usia di atas 65 tahun menjadi sangat penting untuk prevalensi kejadian osteoporosis. Pada tahun 2008, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, usia harapan hidup penduduk Indonesia meningkat menjadi 69 tahun. Peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia dapat menyebabkan angka kejadian osteoporosis meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pasien osteoporosis berdasarkan karakteristik usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan indeks massa tubuh. Metodologi : Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Data didapatkan dari rekam medis pasien osteoporosis yang telah menjalani pemeriksaan DXA atau radiologi. Sampel diambil secara consecutive sampling. Hasil dan Simpulan: Berdasarkan karakteristik yang diteliti, ditemukan bahwa kategori dengan jumlah pasien terbanyak masing-masing adalah usia  70 tahun (55,2%), jenis kelamin peerempuan (86,2%), tingkat pendidikan SLTA (41,4%), indeks massa tubuh normal (69,0%).


(8)

viii ABSTRACT

Cut Neubi Getha. Medical Education Programme. Profile of Patients with Osteoporosis in RSUP Fatmawati Jakarta Period January 2011 – July 2014.

Objective: Osteoporosis is a degenerative disease in which the age above 65 years is considered to be very important in the prevalence of osteoporosis. In 2008, based on data from the central statistical agency, life expectancy in Indonesia population increased to 69 years. Increased life expectancy in Indonesian population can lead to increased risk of osteoporosis. The purpose of this study is to depict osteoporosis patients based on age, gender, education level, and body mass index.

Methode: This is descriptive study with cross-sectional design. The data is obtained from medical records of patient with osteoporosis who had performed radiological or DXA. Samples taken with consecutive sampling. Result and Conclusion: The groups with the largest proportion of each characteristic were age 70 years old (55,2%), female (86,2%), senior high school education (41,4%), and body mass index normal (37,9%).


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL………..i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN………...………..iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI………ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Bagi Peneliti ... 3

1.4.2 Civitas Akademika ... 3

1.4.3 Manfaat Aplikatif ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Landasan Teori ... 5

2.1.1 Struktur dan Komponen Tulang ... 5

2.1.2 Fisiologi Tulang... 8

2.1.3 Osteoporosis ... 12


(10)

x

2.4 Definisi Operasional ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 28

3.1 Desain Penelitian ... 28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 28

3.3.1 Populasi Penelitian ... 28

3.3.2 Besar Sampel ... 28

3.3.3 Kriteria Sampel ... 29

3.3.4 Cara Pengambilan Sampel ... 30

3.4 Cara Kerja Penelitian ... 30

3.4.1 Alur Penelitian ... 30

3.5 Pengolahan dan Analisa Data ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian di RS Fatmawati Jakarta ... 32

4.2 Keterbatasan Penelitian ... 39

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Simpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagian tulang panjang………..……… 6

Gambar 2.2. Sel-sel tulang………...………. 7

Gambar 2.3. Osifikasi intramembran………….………... 9

Gambar 2.4. Osifikasi endokondral...…..……….……….... 11


(12)

xii DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gambaran Radiologi Tulang Calcaneus Berdasarkan Jhamaria Index 16 Tabel 2.2 Klasifikasi Kepadatan Tulang (DXA T-skor)………... 17 Tabel 2.3 Distribusi Sampel Status Osteoporosis Berdasarkan Usia dan Jenis

Kelamin Tahun 2005………...……… 20

Tabel 4.1 Prevalensi Penderita Osteoporosis di RS Fatmawati Jakarta Periode

Januari 2011 –Juli 2014………..………... 32 Tabel 4.2 Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode

Januari 2011 –Juli 2014 Berdasarkan Usia ……...……...…………. 33 Tabel 4.3 Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode

Januari 2011 –Juli 2014 Berdasarkan Jenis Kelamin ………... 34 Tabel 4.4 Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode

Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Tingkat Pendidikan……..….. 36 Tabel 4.5 Tingkat Pendidikan Penduduk DKI Jakarta tahun 2004………. 36 Tabel 4.6 Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode

Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Indeks Massa

Tubuh……….. 37

Tabel 4.7 Status Gizi Dewasa (di atas 18 tahun) berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) Penduduk DKI Jakarta……….. 38


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian...……..………. 44 Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup..………. 45


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang dijuluki sebagai the silent epidemic disease, karena penyakit ini menyerang secara diam-diam tanpa disertai gejala (symptoms).[1] Pada Mei 1998, World Health Organization (WHO) menyampaikan laporan kesehatan dunia tahun 1997 yang menggambarkan tingginya angka kematian, morbiditas, dan kecacatan akibat penyakit yang tidak menular, termasuk osteoporosis.[2] Berdasarkan data International Osteporosis Foundation (IOF), setiap 30 detik seseorang di Eropa mengalami fraktur akibat osteoporosis.[3]

Mayoritas osteoporosis diderita orang-orang yang telah berusia lanjut dan usia di atas 65 tahun menjadi sangat penting untuk angka kejadian osteoporosis.[4] Populasi penduduk Indonesia sendiri yang tersebar di seluruh pulau kurang lebih berjumlah 237 juta. Diperkirakan jumlah ini akan meningkat menjadi 254 juta pada tahun 2020 dengan 11,7% (29 juta) populasi berusia diatas 60 tahun. [5] Data Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa usia harapan hidup penduduk Indonesia mengalami kenaikan dalam kurun waktu 5 tahun, yakni dari 68.6 tahun pada tahun 2004 menjadi 69 tahun pada tahun 2008.[6] Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka risiko kejadian osteoporosis juga akan meningkat.[1] Perubahan demografis dalam 50 tahun mendatang akan mengakibatkan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut di negara berkembang, terutama Indonesia, sehingga jumlah penderita osteoporosis diperkirakan akan meningkat secara signifikan.[7]

Sebagai penyakit klinis, osteoporosis dicirikan dengan kepadatan tulang yang rendah dan perburukan mikroarsitektur tulang, sehingga terjadi peningkatan kerapuhan tulang dan rentan untuk terjadi fraktur.[8] Data epidemiologis mengenai


(15)

angka kejadian osteoporosis di Indonesia masih sangat jarang.[2] Berdasarkan hasil analisa data risiko yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah perusahan nutrisi pada tahun 2005 di 16 wilayah di Indonesia, pasien osteoporosis terbanyak adalah yang berusia  70% (53,3%). Dalam berbagai penelitian, pasien osteoporosis cenderung dialami oleh wanita. Pasien osteopenia dan osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung lebih tinggi dibandingkan wanita, sedangkan usia > 55 tahun peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari pria. [1]

Penyebab dasar terjadinya osteoporosis yakni proses resorpsi tulang yang lebih cepat daripada proses deposisi.[9] Beberapa faktor diperkirakan dapat mempengaruhi massa tulang, dan dikelompokkan sebagai faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain jenis kelamin, usia, ukuran tubuh, genetik, dan etnik. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi antara lain status hormonal, gaya hidup, tingkatan aktivitas fisik, konsumsi rokok dan alkohol, serta asupan makanan yang dikonsumsi.[10]

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan indeks massa tubuh, dimana ke empat variabel tersebut adalah data dasar yang tertulis di dalam data sekunder yaitu rekam medis.

1.2Rumusan Masalah

Bagaimana profil pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014?


(16)

3

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran pasien osteoporosis berdasarkan usia di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014.

b. Mengetahui gambaran pasien osteoporosis berdasarkan jenis kelamin di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014.

c. Mengetahui gambaran pasien osteoporosis berdasarkan tingkat pendidikan di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014.

d. Mengetahui gambaran pasien osteoporosis berdasarkan indeks massa tubuh di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk :

1.4.1 Bagi Peneliti

a. Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Pendidikan Dokter.

b. Menambah pengetahuan mengenai profil pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati periode Januari 2011 – Juli 2014.

1.4.2 Civitas Akademika

Sebagai sumber pengetahuan dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.


(17)

1.4.3 Manfaat Aplikatif

Memberikan informasi mengenai profil pasien osteoporosis sebagai pengenalan awal pasien osteoporosis untuk pemeriksaan kepadatan tulang guna mencegah komplikasi dari osteoporosis.


(18)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Landasan Teori

2.1.1 Struktur dan Komponen Tulang

Secara makroskopis, komponen tulang dapat dilihat secara jelas pada tulang panjang, seperti tulang femur dan humerus. Tulang panjang antara lain terdiri atas:

a. Diafisis : bagian badan atau tubuh dari tulang. Diafisis merupakan bagian utama tulang.

b. Epifisis : terletak di bagian proksimal dan distal tulang.

c. Metafisis : daerah diantara diafisis dan epifisis. Metafisis merupakan tempat pertumbuhan tulang karena terdiri atas cakram epifiseal (pertumbuhan) yang mengandung kartilago hialin, sehingga diafisis tulang dapat memanjang. d. Kartilago artikular : merupakan lapisan tipis dari kartilago hialin yang

menutupi bagian epifisis, di mana tulang membentuk artikulasi (sendi) dengan tulang yang lain.

e. Periosteum : mengelilingi permukaan terluar tulang di mana bagian tersebut tidak ditutupi oleh kartilago artikular. Tersusun atas lapisan fibrosa luar yang tersusun atas jaringan ikat iregular dan lapisan osteogenik dalam yang terdiri atas sel. Periosteum memberikan proteksi terhadap tulang yaitu membantu penyembuhan fraktur, memberikan nutrisi jaringan tulang, dan memberikan perlekatan untuk ligamen dan tendon.

f. Medullary cavity (Ruang medulla) : atau marrow cavity (ruang sumsum), merupakan ruang silindris diantara diafisis yang mengandung sumsum tulang lemak kuning pada orang dewasa.

g. Endosteum : membran tipis yang membatasi lapisan internal tulang pada ruang medulla. Terdiri atas selapis sel dan sejumlah kecil jaringan ikat. [9]


(19)

Gambar 2.1.Bagian tulang panjang.

Sumber:Gerard J. Tortora & Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology.12th Ed. 2009. John Wiley & Sons Inc. p.177

Dilihat secara mikroskopis, tulang seperti jaringan ikat yang lain yang terdiri atas matriks sekitar sel yang mengelilingi sel-sel terpisah. Terdapat empat tipe sel pada jaringan tulang, yaitu : sel osteogenik, osteoblas, osteosit, dan osteoklas.

a. Sel osteogenik : sel batang yang tidak terspesialisasi yang berasal dari mesenkim. Sel osteogenik merupakan asal dari semua jaringan ikat tulang. Sel ini dapat ditemukan pada bagian dalam periosteum, di dalam endosteum serta di dalam kanal, diantara tulang yang mengandung pembuluh darah. [9]


(20)

7

b. Osteoblas : merupakan sel pembentuk tulang. Sel ini mensintesis dan mensekresi serat kolagen dan komponen organik yang dibutuhkan untuk membentuk matriks sekitar sel dari jaringan tulang dan menginisiasi kalsifikasi. Osteoblas diperlukan untuk mineralisasi yaitu proses deposisi hydroxyapatite dengan meregulasi konsentrasi kalsum dan fosfat. [9,11]

c. Osteosit : osteoblas yang terpendam di matriks termineralisasi dalam lakuna dinamakan osteosit. Sel tulang yang sudah matang, merupakan jaringan tulang yang paling utama dan memelihara metabolisme, seperti pertukaran nutrisi dan membuangnya ke darah. [9,11]

d. Osteoklas : sel besar yang berasal dari penggabungan 50 monosit dan terdapat pada endosteum. Sel ini dapat mengeluarkn enzim lisosomal dan asam yang mencerna komponen protein dan mineral dari matriks tulang. Proses ini dinamakan resorpsi, yang merupakan bagian dari pembentukan, pemeliharaan dan penggantian tulang. Osteoklas juga membantu dalam meregulasi kaslium darah. [9]

Gambar 2.2.Sel-sel tulang.

Sumber:Gerard J. Tortora & Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology.12th Ed. 2009. John Wiley & Sons Inc. p.178

Matriks sekitar sel terdiri atas 25% air, 25% serat kolagen dan 50% garam kristal mineral. 80% dari matriks yang tidak termineralisaasi merupakan serat kolagen tipe 1 yang berasal dari molekul tropokolagen yang dihasilkan oleh


(21)

osteoblas. Terdapat pula protein non-kolagen dalam jumlah sedikit pada matriks yang termineralisasi yang diperkirakan terlibat dalam regulasi sel tulang dan matriks termineralisasi, protein tersebut antara lain :sialoprotein (osteopontin), osteonectin, osteocalsin dan alkaline phosphatase. [12]

Garam mineral yang terbanyak adalah kalsium fosfat [Ca3(PO4)2] yang akan membentuk kristal hydroxyapatite [Ca10(PO4)6 (OH)2] bersama dengan garam mineral yang lain seperti kalsium karbonat (CaCO3) dan ion seperti magnesium, fluoride, kalium dan sulfat. [9]

2.1.2 Fisiologi Tulang

2.1.2.1Pembentukan dan Pertumbuhan Tulang

Proses pembentukan tulang disebut dengan proses osifikasi. Terdapat dua cara dalam pembentukan tulang, dimana kedua proses tersebut meliputi penggantian jaringan ikat yang ada dengan tulang tetapi berbeda dengan proses pekembangan tulang. Proses osifikasi ini meliputi osifikasi intramembran dan osifikasi endokondral. [9]

(1) Osifikasi intramembran

Osifikasi intramembran merupakan proses pembentukan tulang yang sederhana. Proses ini terjadi pada tulang datar seperti tengkorak dan mandibula.

Pada bagian di mana tulang akan terbentuk, suatu pesan kimia spesifik akan menyebabkan sel mesenkim berkumpul dan berdiferensiasi, pertama menjadi sel osteogenik dan kemudian menjadi osteoblas pada pusat osifikasi. Osteoblas mensekresikan matriks organik sekitar sel dari tulang hingga akhirnya ia sendiri dikelilingi oleh matriks tersebut. Sekresi matriks sekitar sel akan berhenti dan sel tulang yang terperangkap didalamnya dinamakan dengan osteosit yang berada pada lakuna. Lakuna memiliki sitoplasma yang memanjang menuju kanalikuli dan memancar ke segala arah. Dalam beberapa hari,


(22)

9

kalsium dan garam mineral akan disimpan dan matriks sekitar sel akan mengeras atau mengalami kalsifikasi.

Dengan terbentuknya matriks sekitar tulang, akan terbentuk trabekula yang menyatu satu dengan yang lain untuk membentuk tulang spons. Pembuluh darah akan tumbuh di antara trabekula dan mesenkim akan berkondensasi pada bagian perifer tulang dan membentuk periosteum. [9,12]

Gambar 2.3. Osifikasi intramembran.

Sumber:Gerard J. Tortora & Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology.12th Ed. 2009. John Wiley & Sons Inc. p.183

(2) Osifikasi endokondral

Proses ini terjadi pada pembentukan tulang panjang seperti tulang femur, dimana tulang akan menggantikan kartilago. Pada saat janin, terjadi proses pembetukan kartilago, kondorosit-kondrosit yang terbentuk pada akhirnya akan mati karena nutrisi tidak dapat berdifusi


(23)

secara cepat melalui matriks sekitar sel. Ketika kondrosit mati, akan terbentuk lakuna dan suatu rongga, sehingga proses osifikasi primer dimulai.

Terdapat arteri yang dapat berpenetrasi ke perikondrium dan kartilago yang mengalami kalsifikasi melalui foramen nutrisi dibagian tengah kartilago, hal ini menyebabkan perikondrium berdiferensiasi menjadi osteoblas. Osteoblas akan terdeposit pada sisa matriks sekitar sel kartilago untuk membentuk tulang trabekula. Proses ini dimulai pada bagian periosteum dan akan berlanjut hingga ujung tulang. Osifikasi primer ini akan meninggalkan lubang di bagian tengah, yaitu rongga medulla (medullary cavity) pada bagian diafisis.

Ketika cabang arteri epifiisis memasuki epifisis, maka akan dimulai pusat osifikasi sekunder, yaitu pada saat bayi akan lahir. Proses ini terjadi seperti osifikasi primer, hanya saja tulang spons tersisa pada bagian inferior epifisis dan tidak terbentuk rongga medulla.

Kartilago hialin yang menutupi epifisis akan menjadi kartilago artikular, sedangkan kartilago yang tersisa di antara diafisis dan epifisis akan menjadi lempeng pertumbuhan, yang akan bertanggung jawab pada proses pemanjangan tulang. [9,12]


(24)

11

Gambar 2.4. Osifikasi endokondrral.

Sumber : Gerard J. Tortora & Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology.12th Ed. 2009. John Wiley & Sons Inc. p.184

2.1.2.2Resorpsi Tulang

Resorpsi tulang dilakukan oleh osteoklas dibawah pengaruh sel stroma (osteoblas) dan kedua pengaktif lokal dan sistemik. Terdapat pula pengaruh hormon PTH (parathormon) secara tidak langsung yang memiliki efek pada metabolit vitamin D, 1,25-dihydroxycholecalciferol [1,25(OH)2D3] dan osteoblas.

Proliferasi sel progenitor osteoklas membutuhkan faktor diferensiasi osteoklas yang dihasilkan oleh osteoblas stromal setelah stimulasi dari PTH, glukokortikoid atau sitokin pro-inflamasi. Diketahui bahwa receptor activator of nuclear factor-ligand (RANKL) akan


(25)

berikatan dengan dengan reseptor RANK pada prekursor osteoklas dengan adanya macrophage colony-stimulating factor (M-CSF) sebelum dewasa penuh dan resorpsi osteoklas dimulai.

Diperkirakan bahwa osteoblas mulanya menyiapkan daerah resorpsi dengan memindahkan osteoid dari permukaan tulang sementara matriks yang lain bertindak sebagai pembangkit osteoklas. Selama resorpsi, setiap osteoklas membentuk tanda perlekatan pada permukaan tulang dimana membran sel melipat ke pinggiran diantara asam hidroklorik dan enzim proteolitik disekresikan. Pada pH mineral yang rendah ini, matriks akan larut dan komponen organik akan rusak oleh enzim lisosom. Ion kalsium dan fosfat akan diabsorpsi ke dalam vesikel osteoklas dan akan dikeluarkan ke cairan sekitar sel dan kemudian mengalir ke darah. [9,12]

2.1.3 Osteoporosis 2.1.3.1Definisi

Berdasarkan Tortora dalam buku Principles of Anatomy and Physiology (2009), osteoporosis merupakan penyakit klinis yang dicirikan dengan massa tulang yang rendah dan abrnomal serta terjadi defek pada struktur tulang. Sebuah kombinasi yang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan risiko fraktur menjadi lebih besar dibandingkan dengan orang pada usia, jenis kelamin dan ras yang sama. [9]

Berdasarkan rekomendasi World Health Organization (WHO), osteoporosis secara operasional didefinisikan sebagai penurunan lebih dari -2.5 SD dari nilai rata-rata BMD pada orang dewasa muda sehat (Bone Mineral Density T-score < -2.5 SD). [13]


(26)

13

2.1.3.2Epidemiologi

Berdasarkan data WHO pada tahun 2003, osteoporosis diketahui mengenai lebih dari 75 juta orang di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. [1]

Osteoporosis dapat menyebabkan lebih dari 8,9 juta fraktur di seluruh dunia, dimana 4,5 juta terjadi di Amerika dan Eropa. [2]

Di Amerika Serikat, 8 juta perempuan dan 2 juta laki-laki menderita osteoporosis (T-score < -2.5) dan 18 juta orang memiliki massa tulang yang meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis (T-score < -1.0). [13] Total penduduk jepang yang terkena osteoporosis diperkirakan mencapai 11.6 juta yang terdiri atas 8,4 juta perempuan dan 3,2 juta laki-laki, sedangkan angka kejadian fraktur osteoporosis pada tahun 2002 sebesar 117.900. [5]

Di negara berkembang seperti Cina, pada tahun 2002, prevalensi penderita osteoporosis keseluruhan sebesar 16,1%. Prevalensi diantara pria sebesar 11,5% dan diantara wanita 19,9%. [14]

Data epidemiologis tentang besaran masalah osteoporosis di Indonesia masih sangat langka. Penelitian yang dilakukan oleh Abas Basuni dan Sri Prihartini dalam Risiko Osteoporosis di Indonesia (2007) menyatakan bahwa pada tahun 2002, proporsi risiko osteoporosis sebesar 19,7% dimana 14,8% adalah laki-laki dan 21,7% adalah perempuan. Pada tahun 2005 proporsi risiko osteoporosis sebesar 10,3% yaitu laki-laki 14,3% dan perempuan sebesar 8,2%, di tahun yang sama, proporsi risiko osteopenia sebesar 41,8% atau 4 dari 10 penduduk memiliki risiko osteoporosis.[7]

Berdasarkan hasil analisis data densitas mineral tulang (DMT) di 16 wilayah di Indonesia kerjasama antara Puslitbang Gizi Bogor dan salah satu perusahaan di Indonesia pada tahun 2005, pasien osteoporosis


(27)

terbanyak pada kategori usia  70 tahun (53,3%), 29,4% pasien berusia 60-64 tahun menderita osteoporosis, 65-69 tahun sebesar 36,4%. [21]

2.1.3.3Patogenesisis dan Patofisiologi

Massa tulang pada dewasa tua sama dengan puncak massa tulang yang didapat pada usia 18-25 tahun dikurangi dengan jumlah tulang yang hilang setelahnya. Puncak massa tulang ditentukan oleh faktor genetik dan kontribusi dari nutrisi, status hormon, aktivitas fisik dan kesehatan ketika petumbuhan.[15] Selama pertumbuhan, terjadi 90% deposisi massa tulang, diikuti oleh periode konsolidasi dan terus berlanjut hingga usia 15-30 tahun. [16]

Normalnya, proses pembentukan tulang dan proses resorpsi tulang berjalan berpasangan. Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh jumlah yang sama dengan jaringan tulang baru. Massa tulang rangka akan tetap konstan setelah massa puncak tulang sudah tercapai. Setelah usia 30 - 45 tahun, proses resorpsi dan pembentukan tulang menjadi tidak seimbang, dan proses resorpsi melebih proses pembentukannya. Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang berbeda dan bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda. Hilangnya jaringan tulang menyebabkan kerusakan arsitektur tulang dan peningkatan risiko fraktur. [13,15,16]

Pada wanita, ketika mengalami perimenopause, terjadi defisiensi estrogen secara signifkan, kehilangan massa tulang menjadi sangat cepat. Penurunan kadar estrogen menyebabkan berbagai sitokin seperti interleukin-1, interleukin-6, dan tumor necrosis factor alfa (TNF α) kadarnya menjadi meningkat dan akan meningkatkan resorpsi tulang melalui perektrutan, diferensiasi dan aktivasi osteoklas. [16]


(28)

15

2.1.3.4Diagnosis

Osteoporosis dikenal sebagai “the silent epidemic disease” karena penurunan massa tulang dapat terjadi tanpa disertai gejala. [7] Kecuali seseorang mendapatkan fraktur, osteoporosis biasanya tidak menimbulkan gejala sama sekali. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, terjadi perubahan sudut pandang terhadap osteoporosis, sehingga osteoporosis tidak lagi hanya terdiagnosis ketika terjadi fraktur. [17]

Evaluasi pasien yang diduga mengalami osteoporosis meliputi riwayat klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

a. Riwayat klinis dan pemeriksaan fisik

Bagian ini berfokus pada faktor risiko utama untuk fraktur osteoporosis seperti usia dan riwayat fraktur osteoporosis sebelumnya. Faktor risiko lain yang harus diperhatikan meliputi berat badan yang rendah, riwayat keluarga dengan fraktur pinggul, merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, terapi glukokortikoid dalam jangka waktu yang lama, dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan osteoporosis sekunder. [18]

b. Pemeriksaan labortorium

Termasuk didalamnya pemeriksaan darah lengkap dan profil serum biokimia yang meliputi kalsium, fosfor, alkalin fosfatase, tirotropin, fungsi ginjal dan hati, 25-hydroxyvitamin D, dan kalsium urin.[18] c. Radiologi

Gambaran radiologi pada osteoporosis memiliki tujuan untuk mengukur berkurangnya kepadatan tulang dan untuk diagnosis.

Untuk menentukan tingkatan dan diagnosis dapat dilakukan menggunakan gambaran radiologi sederhana. Gambaran radiologi yang khas pada osteoporosis adalah adanya penipisan korteks dan daerah trabekular yang lebih lusen. Indeks Jhamaria menggunakan pola trabekular pada tulang calcaneus sebagai index osteoporosis.


(29)

Tabel 2.1 Gambaran Radiologi Tulang Calcaneus Berdasarkan Indeks Jhamaria

Gambaran radiologi Gambaran tulang Keterangan Grade I. Severe Osteoporosis. Hilangnya

seluruh trabekula

Grade II. Osteoporosis. Trabekula anterior mulai tidak terlihat.

Grade III. Borderline osteoporosis. Resesi pada trabekula posterior Grade IV. Tampak

gambaran wedge shaped diantara kedua trabekula posterior.

Grade V. Normal trabekula

Sumber : Bank, A.S, Brad Castellano. Radiology of Osteoporosis Evaluation and Interpretation. (telah diolah kembali)


(30)

17

Penilaian kepadatan tulang atau massa tulang secara umum dilakukan dengan menggunakan Dual Energy X-ray Absorptiometry (DXA). DXA menilai kepadatan tulang pada bagian tulang yang spesifik dan bersangkutan. WHO menggolongkan osteoporosis dan osteopenia berdasarkan T-skor dari DXA, yang dibandingkan dengan nilai rata-rata kepadatan tulang untuk dewasa muda dan perbedaan dinyatakan sebagai standard deviation (SD). DXA merupakan metode yang sudah disahkan untuk penggunaan umum sebagai kriteria inklusi untuk percobaan klinis dan memonitor efek terapi farmasi untuk osteoporosis. Standard pengukuran tulang vertebra dengan DXA dilakukan pada proyeksi posteroanterior. Tempat tersering dilakukan pengukuran adalah vertebra dan tulang femur bagian proksimal. [17] Keuntungan melakukan DXA antara lain, pemeriksaan ini tidak invasif dan mempelajarinya cepat serta pajanan radiasi yang rendah.[18]

Tabel 2.2 Klasifikasi kepadatan tulang (DXA T-skor) menurut WHO


(31)

2.1.3.5Faktor Risiko a. Usia

Sejak lahir hingga remaja, jaringan tulang lebih banyak diproduksi dibandingkan hilangnya jaringan tersebut akibat proses remodeling. Pada dewasa muda, kecepatan deposisi tulang akan sama dengan kecepatan resorpsi. Dengan penurunan hormon seks pada usia pertengahan, terutama pada wanita, penurunan massa tulang terjadi akibat resorpsi tulang oleh osteoklas melebihi deposisi tulang oleh osteoblas.[9] Usia berhubungan dengan hilangnya massa tulang pada dekade keempat atau kelima kehidupan.[19]

Gambar 2.5. Hubungan perubahan usia dengan massa tulang.

Sumber: Poole KES, Compston JE. Clinical review Osteoporosis and its management. 2006;333(December):1251–6.

Pada lansia, daya serap kalsium akan menurun seiring bertambahnya usia.[1] Prinsip hubungan usia terhadap jaringan tulang yaitu kehilangan massa tulang dan tulang menjadi lebih rapuh. Kehilangan massa tulang merupakan hasil dari proses


(32)

19

matriks sekitar tulang. Proses ini dimulai setelah usia 30 tahun pada wanita, dan menjadi lebih cepat pada usia 45 tahun seiring dengan penurunan estrogen, serta terus berlanjut hingga terjadi kehilangan kalsium tulang sebanyak 30% pada usia 70 tahun. Ketika kehilangan jaringan tulang telah dimulai pada wanita, sekitar 8% dari massa tulang akan menghilang setiap 10 tahun. Pada laki-laki, kehilangan kalsium pada umumnya tidak akan terjadi sampai usia lebih dari 60 tahun, dan 3% massa tulang akan hilang setiap 10 tahun.[9]

Prinsip hubungan yang kedua yaitu kerapuhan tulang, yang merupakan hasil dari penurunan kecepatan sintesis protein. Pada usia tua, kecepatan sintesis serat kolagen akan melambat akibat berkurangnya produksi hormon pertumbuhan, sedangkan serat kolagen merupakan bagian organik dari matriks sekitar sel tulang yang memberikan kekuatan pada tulang. Kehilangan kekuatan tulang menyebabkan tulang akan menjadi rapuh dan mudah terjadi fraktur pada usia tua.[9]

Hasil analisis data densitas mineral tulang (DMT) di 16 wilayah di Indonesia kerjasama antara Puslitbang Gizi Bogor dan salah satu perusahaan di Indonesia pada tahun 2005, terdapat 29,4% lansia berusia 60-64 tahun menderita osteoporosis, 65-69 tahun sebesar 36,4% dan usia > 70 tahun sebesar 53,3%.[21]


(33)

Tabel 2.3 Distribusi Sampel Status Osteoporosis Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2005

Sumber : Jahari AB, Prihatini S. Risiko osteoporosis di indonesia. 2007;30(1):1–11.

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan teori yang dinyatakan dalam buku Principles of Anatomy and Physiology, osteoporosis terutama mengenai usia pertengahan dan usia tua. Sekitar 80% mengenai wanita dengan alasan (1) tulang wanita lebih kecil jika dibandingkan dengan tulang pria, (2) produksi estrogen pada wanita menurun secara drastis ketika memasuki fase menopause, sedangkan produksi androgen utama yaitu testosteron berkurang sedikit dan secara bertahap pada pria yang lebih tua.[9] Hal ini dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Karasik dan S. L. Ferrari (2008) bahwa osteoporosis merupakan kondisi yang mengenai 30% wanita dan 12% pria pada usia yang sama. [22]

Perbedaan jenis kelamin menentukan struktur komponen kekuatan tulang (bentuk tulang dan ketebalan), respon biomekanis


(34)

21

Studi yang dilakukan oleh Ninghua et.al dalam Prevalence Rate of Osteoporosis in the Mid-aged and Elderly in Selected Parts of China (2002), menunjukan bahwa penderita osteoporosis lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki sesuai peningkatan usia. Angka prevalensi untuk perempuan China tertinggi pada usia setelah 60 tahun. [14]

Di Indonesia, berdasarkan studi Risiko Osteoporosis pada tahun 2005 yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah perusahaan nutrisi di 16 wilayah di Indonesia, pasien osteopenia dan osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung lebih tinggi dibandingkan wanita, sedangkan usia > 55 tahun peningkatan osteopenia pada wanita enam kali lebih besar dari pria dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari pria. [1]

c. Indeks Massa Tubuh

Studi National Osteoporosis Foundation (NOF) menyarankan untuk memasukkan indeks massa tubuh yang rendah ke dalam penilaian risiko untuk evaluasi osteoporosis dan risiko fraktur osteoporosis.[3] Hubungan antara indeks massa tubuh, berat badan, dan tinggi badan dengan kepadatan tulang telah banyak dikemukakan. Berat badan atau indeks massa tubuh dilaporkan berbanding terbalik dengan risiko fraktur osteoporosis.[20]

Yates AJ, et.al (1999) dalam penelitiannya mengevaluasi bentuk tubuh yang kurus (persentasi lemak tubuh yang rendah, indeks massa tubuh yang rendah atau berat badan tubuh yang rendah) sebagai faktor risiko untuk kepadatan tulang yang rendah. Pada studi ini, presentasi lemak tubuh, IMT dan berat badan dihubungkan dengan kepadatan tulang dan kehilangan massa tulang selama 2 tahun. Wanita dengan presentasi lemak tubuh atau


(35)

IMT yang rendah memiliki kepadatan tulang 12% lebih rendah dan 2 kali lipat kehilangan massa tulang dalam 2 tahun dibandingkan dengan wanita yang memiliki lemak tubuh dan IMT normal (p  0,004).[23]

Pada studi klinis yang dilakukan oleh Salamat, M. R., Salamat, A. H., Abedi, I., & Janghorbani, M (2013), ditemukan bahwa indeks massa tubuh dan berat badan memiliki hubungan dengan kepadatan tulang, dan obesitas secara signifikan menurunkan risiko osteoporosis pada pria, yaitu pria dengan indeks massa tubuh < 25 memiliki 4,4 (95% CI) kali risiko fraktur dibandingkan pria dengan indeks massa tubuh  25 pada usia yang sama. Hal ini sesuai dengan studi sebelumnya yang menyatakan bahwa, indeks massa tubuh dan berat badan yang rendah berhubungan dengan kepadatan tulang yang rendah pada wanita postmenopause.[20]

Pada studi yang dilakukan oleh Montazerifar, et al (2014) rata-rata berat badan dan indeks massa tubuh ditemukan rendah pada pasien osteoporosis dibandingkan dengan kelompok pasien yang normal.[24] Hal ini berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Saravi, et al (2013) yang melaporkan bahkan tidak ada efek signifikan antara berat badan dan indeks massa tubuh, dimana 76,2% pasien dengan osteoporosis dan osteopenia memiliki indeks massa tubuh yang normal.[25]

d. Tingkat Pendidikan

Banyak studi yang telah menunjukan bahwa status sosio-ekonomi maupun tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan berbagai penyakit kronik, tapi masih sedikit sekali penelitian yang menguhubungkan antara tingkat pendidikan dengan kesehatan tulang. Pendidikan merupakan cara yang umum untuk menilai status sosio-ekonomi seseorang. Status sosio-ekonomi dan


(36)

23

sosial dan lingkungan. Gaya hidup, tingkah laku, pola makan dan nutrisi berhubungan erat dengan tingkat pendidikan dan status sosio-ekonomi, meskipun pengaruhnya berbeda di setiap populasi. Individu dengan pendidikan yang baik cenderung memiliki pengetahuan kesehatan dan tingkah laku yang lebih baik.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Suzanne C (2005) pada populasi perempuan china yang sudah mengalami postmenopause, tingkat pendidikan formal yang tinggi berhubungan dengan kepadatan tulang yang lebih baik serta angka kejadian osteoporosis yang lebih rendah. Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan osteoporosis termasuk faktor hormonal, penggunaan berbagai obat, konsumsi rokok, aktivitas fisik dan diet rendah kalsium serta vitamin D yang kaitannya sangat erat dengan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan secara langsung dapat mempengaruhi kesehatan tulang dengan efek positif melalui pengetahuan yang lebih baik mengenai kesehatan pada gaya hidup dan tingkah laku seseorang. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki sikap positif terhadap penggunaan obat-obatan serta dapat mengadopsi kebiasan-kebiasan yang baik atau positif seperti kebiasan makan sehat yang meliputi asupan kalsium, buah-buahan dan mengurangi konsumsi alkohol. [34,38]


(37)

2.2Kerangka Teori

2.3Kerangka Konsep

osteoporosis Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin Usia Indeks Massa Tubuh Osteoporosis Bone resorption Tingkat pendidikan Status sosio-ekonomi

Gaya Hidup Pola makan Konsumsi makanan yang

banyak menandung Ca, sayur & buah, serta

suplemen Aktivitas fisik

Peningkatan deposisi garam mineral dan produksi kolagen oleh

osteoblas Bone formation Usia Absorpsi Ca Hipertiroidisme sekunder Konsumsi alkohol, kopi

& soda IMT Jenis kelamin Puncak

massa tulang Status hormonal Merokok Laki-laki Kadar estrogen tubuh Sitokin proinflamasi Komposisi lemak tubuh Perempuan


(38)

25

2.4Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Pengukuran

Hasil Ukur Skala

Osteopo-rosis

Secara statistik : keadaan

Densitas Mineral Tulang (DMT) berada di bawah nilai rujukan menurut umur atau standar deviasi berada di bawah nilai rata-rata rujukan pada usia dewasa muda (depkes, 2008) 1.DXA (dual energy X-ray absorptio-meter)

>-1 : Normal

> -2.5 dan

 -1 : Osteopeni a

 -2.5 : osteoporos is 2.Radiologi : index Jhamaria 

Grade I : severe osteoporos is

Grade II : Osteopo-rosis

Grade III: Borderline osteoporo-sis  Grade IV Sesuai tertulis dalam rekam medis

1 = osteoporosis 2 = tidak

osteoporosis


(39)

Grade V : normal Usia Usia pasien

ketika didiagnosis osteoporosis

Berdasarkan tanggal lahir, di KTP atau kartu identitas lainnya. Sesuai tertulis dalam rekam medis Usia (tahun) Dikelompokkan menjadi [21] :

 1= < 25 tahun

 2= 25-29 tahun

 3= 30-34 tahun

 4= 35-39 tahun

 5= 40-44 tahun

 6= 45-49 tahun

 7= 50-54 tahun

 8= 55-59 tahun

 9= 60-64 tahun

 10= 65-69 tahun

 11= 70 tahun Interval Jenis kelamin Jenis kelamin ketika lahir Sesuai tertulis dalam rekam medis 1=Perempuan 2=Laki-laki Nominal IMT (Indeks Massa Tubuh) Berat badan (kilogram) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (meter2).

Ukuran tinggi badan diukur dengan alat ukur stature meter Ukuran berat badan Pengukuran tinggi badan dan berat badan yang ditulis dalam rekam medis Kg/m2. Diklasifikasikan berdasarkan kriteria CDC .[29] :

 < 18.5 : underweight

 18.5 – 24.9 :


(40)

27

ukur tinbangan berat badan.

 25.0-29.9 : overweight

  30.0 : Obesitas

Tingkat pendidikan

Jenjang atau tingkat sekolah terakhir yang pernah

ditamatkan atau diselesaikan oleh seseorang dengan

mendapatkan ijazah.

Sesuai tertulis dalam rekam medis.

Dikategorikan menjadi [34] :

 1 = Tidak pernah bersekolah

 2 = SD

 3 = SLTP

 4 = SLTA

 5 = UNIV


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross sectional) yang bersifat deskriptif dengan menggambarkan profil pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014 berdasarkan faktor risiko usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh dan pendidikan.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder (rekam medis) pasien osteoporosis di poliklinik orthopaedi, penyakit dalam dan rehabilitasi medis di Rumah sakit Fatmawati Jakarta. Pengambilan data dilakukan mulai bulan Juli-Agustus 2014.

3.3Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi target penelitian adalah pasien dengan osteoporosis. Populasi terjangkau adalah pasien poliklinik orthopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medis yang telah terdiagnosis osteoporosis berdasarkan pemeriksaan DXA atau radiologi di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian.

3.3.2 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus analisis deskriptif [38] sebagai berikut :


(42)

29

n = Jumlah sampel

Zα = Deviat baku alfa

P = Proporsi kategori variabel yang diteliti

Q = 1 – P d = Nilai presisi

Dengan menetapkan α sebesar 5% maka deviat baku alfa (Zα) dengan hipotesis satu arah menjadi 1,645. Nilai P yang digunakan diambil dari penelitian Abas Basuni Jauhari dan Sri Prihatini yaitu prevalensi osteoporosis pada tahun 2002 sebesar 19,7% Nilai presisi ditetapkan sebesar 15%. Maka besar sampel untuk penelitian ini adalah 19 subjek.

3.3.3 Kriteria Sampel

3.3.3.1Kriteria Inklusi Umum

Pasien yang telah melakukan pemeriksaan menggunakan DXA atau radiologi kemudian terdiagnosa osteoporosis yang berasal dari poliklinik orthopaedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medis di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta.

3.3.3.2Kriteria Eksklusi Umum

Pasien yang data rekam medisnya tidak lengkap mengenai usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan tingkat pendidikan.


(43)

3.3.4 Cara Pengambilan Sampel

Sampel dipilih dengan metode consecutive sampling, yaitu dengan mengikutsertakan seluruh populasi terjangkau yang didapat dan memenuhi kriteria penelitian.

3.4Cara Kerja Penelitian

Pengumpulan data sekunder berdasarkan data rekam medis pasien mencakup: - Data dasar pasien: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan

- Pemeriksaan fisik : tinggi badan, berat badan.

Pengambilan data rekam medis pasien osteoporosis dimulai Agustus 2014 sampai tercapai jumlah sampel yang diinginkan

3.4.1 Alur Penelitian

Rekam medis pasien yang berasal dari poliklinik orthopaedi, penyakit dalam

dan rehabilitasi medis

Kriteria penerimaan dan penolakan

Memenuhi kriteria Tidak memenuhi kriteria

Tidak disertakan dalam penelitian Disertakan dalam

penelitian

Pengumpulan data dari rekam medis

Analisis dan pengolahan data


(44)

31

3.5Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan beberapa tahapan, meliputi :

1. Cleaning

Data yang terkumpul dicek kembali untuk memastikan tidak ada data yang tidak diperlukan.

2. Editing

Dilakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan data 3. Coding

Pada tahapan ini, data akan dikelompokkan atau diberi kode sehingga memudahkan untuk proses pemasukan data.

4. Entry data

Data dimasukkan ke dalam komputer untuk dilakukan analisa data.

Data dari data sekunder yang telah dikumpulkan akan dianalisa menggunakan software SPSS 16.0 for Windows, meliputi analisis deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi setiap variabel.


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian di RS Fatmawati Jakarta

Subjek penelitian ini berjumlah 29 pasien dan merupakan pasien osteoporosis yang telah terdiagnosis melalui pemeriksaan DXA atau radiologi yang berasal dari poliklinik orthopaedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik

Tabel 4.1. Gambaran Pasien Osteoporosis di RS Fatmawati Jakarta Periode Januari 2011 – Juli 2014.

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)

Poli Orthopaedi 9 31.0

Penyakit Dalam 14 48.3

Rehabilitasi Medik 6 20.7

Total 29 100

Berdasarkan tabel di atas, pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati terbanyak berasal dari poli Penyakit Dalam yaitu sebanyak 14 pasien (48,3%).


(46)

33

Tabel 4.2. Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Usia.

Variabel Kategori Median (Min-Max)

Frekuensi Persentase (%)

Usia 71 (21 - 83)

< 25 1 3.4

25 – 29 0 0

30 – 34 1 3.4

35 – 39 0 0

40 – 44 0 0

45 – 49 0 0

50 – 54 1 3.4

55 – 59 2 6.9

60 – 64 6 20.7

65 – 69 2 6.9

 70 16 55.2

Total 29 100

Dari hasil penelitian pasien osteoporosis dengan karakteristik usia pada tabel 4.2, didapatkan usia terendah 21 tahun dan usia tertinggi 83 tahun, dengan median atau nilai tengahnya adalah 71 tahun. Pasien osteoporosis terbnyak pada kategori usia  70 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Bogor dan salah satu perusahaan di Indonesia pada tahun 2005 di 16 wilayah di Indonesia, pasien osteoporosis terbanyak ditemukan pada usia > 70 tahun, yaitu sebesar 53,1%. [21] Berbeda sedikit dengan penlitian Li Ninghua (2002) di China bahwa angka kejadian osteoporosis teringgi pada wanita dengan usia > 60 tahun. [14] Dikatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Poole KES (2006) bahwa menurunnya massa tulang berhubungan dengan usia dimulai pada dekade keempat atau kelima kehidupan. [20] Penambahan usia berhubungan kehilangan massa tulang dan tulang menajdi lebih rapuh. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya usia proses demineralisasi akan semakin cepat terjadi, selain itu kecepatan sintesis protein terutama serat kolagen akan semakin menurun, sehingga tulang menjadi lebih ringan dan rapuh. [9] Selain itu, pada pasien berusia lanjut, terjadi defisiensi vitamin D dan penurunan absorpsi kalsium


(47)

pada usus sehingga dapat meningkatkan kadar hormon PTH dan menginduksi peningkatan reabsopsi kalsium dari tulang. [28]

Tabel 4.3. Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Jenis Kelamin. Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)

JenisKelamin Perempuan 25 86.2

Laki-laki 4 13.8

Total 29 100

Berdasarkan tabel 4.3, didapatkan pasien osteoporosis dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, yaitu sebanyak 25 pasien (86,2%). Hal ini sesuai dengan penelitian dan teori yang ada yang mengatakan bahwa jenis kelamin perempuan terutama ketika menginjak fase menopause merupakan faktor risiko osteoporosis. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatmah (2008) pada lansia etnis Jawa, persentase perempuan osteoporosis dua kali lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, dengan masing-masing persentase perempuan (63,7%) dan laki-laki (36,3%). [21] Penelitian lain dilakukan oleh Tarek Fawzy, et al (2011) di Ajman, UAE menyatakan bahwa penderita osteoporosis terbanyak adalah perempuan (87,1%) dengan perbandingan perempuan dan laki laki = 1 : 6,7. [29] Peyman Hadji, et al (2013) di Jerman menyatakan bahwa dari 240.657 kasus osteoporosis, pasien osteoporosis berumur di atas 50 tahun lebih banyak berjenis kelamin perempuan (24%) dibandingkan laki-laki. [30]

Berdasarkan teori yang dikemukakan pada buku Principles of Anatomy and Physiology, wanita cenderung memiliki risiko osteoporosis dikarenakan ukuran dari tulang wanita yang lebih kecil dibandingkan dengan tulang pria dan wanita akan mengalami fase menopause yaitu produksi estrogen akan menurun secara tajam, sedangkan pada pria, testosteron akan berkurang sedikit demi sedikit dan secara bertahap. [9] Estrogen secara normal menekan produksi RANKL dan


(48)

35

osteoblastik yang berperan untuk menginduksi apoptosis osteoklas. Kejadian ini yang menyebabkan proses resorpsi dan deposisi tulang berjalan dengan seimbang. Ketika seorang perempuan mengalami menopause, kadar estrogen tubuh menurun drastis, proses tersebut ikut berkurang sehingga proses reabsorpsi tulang menjadi lebih dominan. Selain itu dengan menurunnya kadar estrogen maka sitokin proinflamsi yang berperan dalam proses reabsorpsi tulang seperti IL-1, IL-6, TNF-α dan M-CSF kadarnya akan meningkat.[31]

Peter (2013) dalam An Increasingly Important Issue for Both Young and Aging Citizens menyatakan bahwa ketidakseimbangan antara perempuan dan laki-laki yang terkena osteoporosis dikarenakan tiga faktor, 1) Perempuan mencapai massa tulang puncak yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, 2) Perempuan mengalami fase menopause, dan 3) Pada hampir semua populasi, perempuan memiliki ekspektasi usia harapan hidup lebih panjang dibandingkan pria sehingga semakin tua umur perempuan angka kejadian osteoporosis akan semakin meningkat. [32] Hal ini sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI tahun 2010 pada gambar berikut. [6]


(49)

Tabel 4.4. Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Tingkat Pendidikan.

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)

Pendidikan Tidak Pernah sekolah 1 3.4

SD 1 3.4

SLTP 4 13.8

SLTA 12 41.4

UNIV 11 37.9

Total 29 100

Pada tabel 4.4, Pasien osteoporosis berdasarkan tingkat pendidikan, didapatkan tingkat pendidikan tertinggi pada pasien osteoporosis adalah SLTA (41,4%) dan terendah pada pasien yang tidak pernah sekolah dan SD (3,4%). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Aleem Mardas K. et al di Babylon Iraq (2013) yang menyatakan bahwa penderita osteoporosis terbanyak adalah pada kategori orang yang tidak dapat membaca atau tidak pernah sekolah. Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa pasien yang memiliki tingkat pendidikan rendah (tidak pernah sekolah) secara signifikan meningkatkan risiko osteoporosis 3.57 kali dibandingkan pasien dengan edukasi yang tinggi.[33]

Tabel 4.5. Tingkat Pendidikan Penduduk DKI Jakarta tahun 2004

Sumber : Laporan Hasil Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) Provinsi DKI JakartaTahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2009


(50)

37

Jika dilihat dari tingkat pendidikan penduduk DKI Jakarta pada tahun 2004, seperti tertera pada tabel di atas, mayoritas masyarakat DKI Jakarta berpendidikan SMA/Aliyah/SMEA. [34] Hal ini memungkinkan bahwa pasien osteoporosis yang datang ke tempat pelayanan kesehatan mayoritas adalah orang-orang dengan tingkat pendidikan SLTA.

Pendidikan yang dicapai seseorang merupakan faktor yang menentukan pendapatan dan pekerjaan, serta penanda penting untuk status sosio-ekonomi. Pendapatan dan status sosio-ekonomi menentukan pajanan lingkungan, sosial, gaya hidup, tingkah laku, pola makan, dan nutrisi, meskipun pengaruhnya berbeda pada kelompok populasi yang berbeda. [35] Penelitian yang dilakukan oleh Suzanne C (2005) menyatakan bahwa terdapat perbedaan aktivitas fisik diantara kelompok tingkat pendidikan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin jarang seseorang menghabiskan waktu untuk berjalan dan melakukan aktivitas fisik yang menggunakan beban tubuh. [36]

Tabel 4.6. Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Indeks Massa Tubuh.

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%) Indeks Massa

Tubuh

Underweight 4 13.8

Normal 20 69.0

Overweight 3 10.3

Obesitas 2 6.9

Total 29 100

Berdasarkan tabel 4.6, dilihat dari indeks massa tubuh pasien osteoporosis didapatkan pasien osteoporosis terbanyak terdapat pada kategori Normal yaitu sebanyak 20 pasien (69,0%).

Indeks massa tubuh merupakan pengukuran antropometri untuk mengetahui status nutrisi, komposisi tubuh dan sel lemak tubuh. Indeks massa tubuh dapat menjadi tidak valid terhadap orang-orang tertentu seperti atlet dan orang dengan


(51)

aktivitas tinggi, selain itu pada orang tua indeks massa tubuh dapat menjadi rancu karena banyak penyakit yang dapat menyebabkan penurunan berat badan. Selain itu, indeks massa tubuh juga dikaitkan dengan banyak penyakit, salah satunya adalah osteoporosis. Indeks massa tubuh telah lama dikaitkan sebagai faktor risiko osteoporosis. Berdasarkan teori yang ada, bahwa indeks massa tubuh yang tinggi sebagai faktor protektif terhdap kejadian fraktur osteoporosis. BMI > 25kg/m2 memiliki kejadian rendah terjadinya osteoporosis. Diduga bahwa peningkatan berat badan yang mempengaruhi indeks massa tubuh disebabkan oleh massa lemak yang besar dimana lemak mempengaruhi tulang secara makroskopik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarek Fawzy, et al (2011) mengenai hubungan antara indeks massa tubuh dan kepadatan mineral tulang pada pasien yang diperiksa dengan DXA di Ajman, UAE bahwa kepadatan tulang rendah pada 82,4% orang dengan indeks massa tubuh yang normal.[29] Selain itu penelitian yang dilakukan oleh AleemMardas K. (2013) mendukung hasil penelitian ini, dimana penderita osteoporosis terbanyak adalah pada kategori pasien dengan indeks massa tubuh normal (<25.0).[33] Penelitian Saravi, et al (2013) melaporkan bahwa tidak ada efek signifikan antara berat badan dan indeks massa tubuh, dimana 76,2% pasien dengan osteoporosis dan osteopenia memiliki indeks massa tubuh yang normal.[25]

Tabel 4.7 Status Gizi Dewasa (di atas 18 tahun) berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) Penduduk DKI Jakarta

Kategori Persentase (%)

Kurus 9.7

Normal 61.8

Berat badan lebih 12.3

Obesitas 16.2

Sumber : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010

Jika dibandingkan dengan data yang dimiliki oleh Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010. Status Gizi Dewasa (di atas 18 tahun) berdasarkan


(52)

39

Indeks Massa Tubuh (IMT) penduduk DKI Jakarta seperti terlihat pada tabel di atas. Mayoritas penduduk DKI Jakarta memiliki indeks massa tubuh dalam kategori normal yang memungkinkan pasien yang datang ke pusat kesehatan lebih banyak dengan indeks massa tubuh normal [37]

4.2Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki kekurangan dan keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Variabel yang diikutsertakan hanya sedikit karena diambil dari data sekunder yaitu rekam medis dan adanya keterbatasan waktu dari peneliti untuk mengambil data primer. Peneliti juga mengalami kesulitan dalam mendapatkan rekam medis, sedangkan data yang ada di dalam rekam medis tidak lengkap sehingga subjek penelitian sesuai kriteria inklusi dan diikutsertakan dalam penelitian hanya sedikit.


(53)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

1. Pasien osteoporosis terbanyak berasal dari poli Penyakit Dalam (48,3%). 2. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari

2011 – Juli 2014 berdasarkan usia terbanyak yaitu pada kategori usia  70 tahun (55,2%).

3. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014 berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan (86,2%).

4. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014 berdasarkan tingkat pendidikan terbanyak pada kategori SLTA (41,4%).

5. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014 berdasarkan indeks massa tubuh terbanyak yaitu pada kategori normal (69,0%).

5.2Saran

1. Pada penelitian ini, peneliti hanya melihat gambaran pasien osteoporosis berdasarkan faktor risiko usia, jenis kelamin, pendidikan, dan indeks massa tubuh. Masih banyak faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian osteoporosis namun belum diikutsertakan. Diharapkan pada penelitian selanjutnya akan ada yang meneliti mengenai faktor risiko osteoporosis yang lain.

2. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif yang hanya menjelaskan mengenai gambaran faktor risiko usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan indeks massa tubuh. Diharapkan pada penelitian lebih lanjut dapat dicari


(54)

41

DAFTAR PUSTAKA

[1]

Pedoman Pengendalian Osteoporosis. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1142/MENKES/SK/XII/2008. 2008.

[2]

WHO SCIENTIFIC GROUP ON THE ASSESSMENT OF OSTEOPOROSIS AT PRIMARY HEALTH. May 2004:5–7.

[3]

World Health Organization. Osteoporosis : Both heatlh organizations and individuals must act now to avoid an impending epidemic. Press Release WHO/58 11 October 1999.

[4]

Delmas PD, Fraser M. Strong bones in later life: luxury or necessity. Bulletin of the World Health Organization,. 1999;77.

[5]

International Osteoporosis Foundation. The Asian audit epidemiology , costs and burden of osteoporosis in Asia 2009. 2009

[6]

Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Indikator kesehatan Indonesia 2005-2009. 2010.

[7]

Jahari AB, Prihatini S. Risiko osteoporosis di Indonesia. Gizi Indon 30(1):1–11. [8]

Ng MYM, Sham PC, Paterson AD, Chan V, Kung AWC. Effect of environmental factors and gender on the heritability of bone mineral density and bone size. Annals of Human Genetics 2006;428–38

[9]

Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 12th ed. United States of America : John Wiley & Sons Inc.; 2009.

[10]

Cashman KD. Diet , nutrition , and bone health, The Journal of Nutrition 2007;2507–12.

[11]

Manolagas SC. Birth and death of bone cells: basic regulatory mechanisms and implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. The Endocrine Society2014;21(February):115–37.

[12] Solomon L, Marwick D, Nayagam S. Apley’s

system of orthopaedics and fractures. 9th ed. Great Britain : Hodder Arnold.; 2010.

[13]

Kasper, D.L., Fauci, A. S., Longo, D. L, Braunwald, E., Hauser, S. L., Jameson, J. L. Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. United States of America : McGrawHill.; 2005


(55)

[14]

Li N, Ou P, Zhu H, Yang D, Zheng P. Prevalence rate of osteoporosis in the mid-aged and eldery in selected parts of China. Chin Med J (Engl). 2002;123:7–9 [15]

National Osteoporosis Foundation. Clinician ’ s guide to prevention and treatment of osteoporosis. 2010;

[16]

Walker J. Osteoporosis: pathogenesis, diagnosis and management. Nurs Stand 2008;22(17):48–56.

[17]

Lentle BC, Prior JC. What the clinician wants to know radiology osteoporosis: what a clinician expects to learn from a Patient ’ s bone density examination. Radiology 2003; 228:620–628

[18]

Vilela P, Nunes T. Osteoporosis. Neuroradiology 2011;53:185–90. [19]

Poole KES, Compston JE. Clinical review osteoporosis and its management. BMJ 2006;333(December):1251–6.

[20]

Salamat MR, Salamat AH, Abedi I, Janghorbani M. Relationship between weight, body mass index, and bone mineral density in men referred for dual-energy X-Ray absorptiometry scan in Isfahan, Iran. J Osteoporos. 2013 Jan;2013.

[21]

Fatmah. Osteoporosis dan faktor risikonya pada lansia etnis jawa. Media Med. 2008.

[22]

Karasik D, Ferrari SL. Contribution of gender-specific genetic factors to osteoporosis risk. Annals of Human Genetics 2008; 72,696–714

[23]

Mcclung M, Hosking D, Yates AJ, For CC, et al. Low body mass index is an important risk factor for. Journal of Bone and Mineral Research 1999;14(9):1622–7.

[24]

Montazerifar F, Karajibani M, Alamian S, Sandoughi M, Zakeri Z, Dashipour AR. Age , weight and body mass index effect on bone mineral density in postmenopausal women. Health Scope 2014;3(2).

[25]

Saravi FD, Sayegh F. Bone mineral density and body compositionof adult premenopausal women with three levels of physical activity. J Osteoporos.2013;2013:953271.

[26]

Nguyen T V, Eisman JA. Osteoporosis in elderly men and women: effects of dietary calcium, physical activity , and body mass index. Journal of Bone and Mineral Research 2000;15(2):322–31.

[27]

Hannan MT, Felson DT, Dawson-Hughes B, Tucker KL, Cupples L a, Wilson PW, et al. Risk factors for longitudinal bone loss in elderly men and women: the Framingham osteoporosis study. J Bone Miner Res. 2000;15(4):710–20.

[28]


(56)

43 [29]

Fawzy T, et al. Association between body mass index and bone mineral density in patients referred for Dual-Energy X-Ray Absorptiometry scan in Ajman, UAE. Journal of Osteoporosis Volume 2011.

[30]

Hadji P, Silvia K, Holger G, Bertram H, Thomas K, Torsten S, et al. The Epidemiology of osteoporosis—bone evaluation study (BEST). Deutsches Arztebiatt International. Dtsch Arztebfl Int 2013; 110(4) : 52-7.

[31]

Khosla SB, Lawrence R. Pathophysiology of age related bone loss and osteoporosis. Endocrinol Metab Clin N Am 34 (2005) 1015–1030

[32]

Barling P M. Osteoporosis an increasingly important issue for both young and aging citizens of Malaysia. IeJSME 2013.7(1):1-3

[33]

Aleem M K, Sulaf A H, Ali A. Effect of body mass index and physical activities on risk of osteoporosis in Babylon Iraq. Medical Journal of Babylon-Vol. 11- No. 1 -2014

[34]

Laporan Hasil Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) Provinsi DKI JakartaTahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2009

[35]

Maddah M, Sharami SH, Karandish M. Educational difference in the prevalence of osteoporosis in postmenopausal women: a studyin northern Iran. BMC Public Health 2011, 11:845

[36]

Ho S C, Yu-ming C, Jean LFW. Educational level and osteoporosis risk in postmenopausal Chinese women. American Journal of Epidemiology. 2005.

[37]

Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Badan Litbangkes. Kementrian Kesehatan RI. 2010

[38]

Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J, Lwanga SK. Adequacy of sample size in health studies. United States of America : John Wiley & Sons : 1993.


(57)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian


(58)

45

Lampiran 2 Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Cut Neubi Getha

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Purwokerto, 30 Januari 1994

Agama : Islam

Alamat : Jl. Johar Baru IV A No. 8. RT/RW 01/09. Jakarta Pusat 10560

Nomor Telepon/HP : 085782837975

Email : cutgetha@hotmail.com

Riwayat Pendidikan

1. TK Al-Amin (1998-1999) 2. SD Negeri Johar Baru 01 (1999-2005) 3. SMP Negeri 216 Jakarta (2005-2008) 4. SMA Negeri 68 Jakarta (2008-2011) 5. PSPD FKIK UIN Jakarta (2011-sekarang)


(1)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

1. Pasien osteoporosis terbanyak berasal dari poli Penyakit Dalam (48,3%). 2. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari

2011 – Juli 2014 berdasarkan usia terbanyak yaitu pada kategori usia  70 tahun (55,2%).

3. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014 berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan (86,2%).

4. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014 berdasarkan tingkat pendidikan terbanyak pada kategori SLTA (41,4%).

5. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014 berdasarkan indeks massa tubuh terbanyak yaitu pada kategori normal (69,0%).

5.2Saran

1. Pada penelitian ini, peneliti hanya melihat gambaran pasien osteoporosis berdasarkan faktor risiko usia, jenis kelamin, pendidikan, dan indeks massa tubuh. Masih banyak faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian osteoporosis namun belum diikutsertakan. Diharapkan pada penelitian selanjutnya akan ada yang meneliti mengenai faktor risiko osteoporosis yang lain.

2. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif yang hanya menjelaskan

mengenai gambaran faktor risiko usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan indeks massa tubuh. Diharapkan pada penelitian lebih lanjut dapat dicari hubungan antar variabel independent dengan kejadian osteoporosis.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

[1]

Pedoman Pengendalian Osteoporosis. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1142/MENKES/SK/XII/2008. 2008.

[2]

WHO SCIENTIFIC GROUP ON THE ASSESSMENT OF OSTEOPOROSIS

AT PRIMARY HEALTH. May 2004:5–7.

[3]

World Health Organization. Osteoporosis : Both heatlh organizations and individuals must act now to avoid an impending epidemic. Press Release WHO/58 11 October 1999.

[4]

Delmas PD, Fraser M. Strong bones in later life: luxury or necessity. Bulletin of the World Health Organization,. 1999;77.

[5]

International Osteoporosis Foundation. The Asian audit epidemiology , costs and burden of osteoporosis in Asia 2009. 2009

[6]

Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Indikator kesehatan Indonesia 2005-2009. 2010.

[7]

Jahari AB, Prihatini S. Risiko osteoporosis di Indonesia. Gizi Indon 30(1):1–11. [8]

Ng MYM, Sham PC, Paterson AD, Chan V, Kung AWC. Effect of environmental factors and gender on the heritability of bone mineral density and

bone size. Annals of Human Genetics2006;428–38

[9]

Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 12th ed. United States of America : John Wiley & Sons Inc.; 2009.

[10]

Cashman KD. Diet , nutrition , and bone health, The Journal of Nutrition 2007;2507–12.

[11]

Manolagas SC. Birth and death of bone cells: basic regulatory mechanisms and implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. The Endocrine Society2014;21(February):115–37.

[12] Solomon L, Marwick D, Nayagam S. Apley’s

system of orthopaedics and fractures. 9th ed. Great Britain : Hodder Arnold.; 2010.

[13]

Kasper, D.L., Fauci, A. S., Longo, D. L, Braunwald, E., Hauser, S. L., Jameson, J.

L. Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. United States of America : McGrawHill.; 2005


(3)

42

[14]

Li N, Ou P, Zhu H, Yang D, Zheng P. Prevalence rate of osteoporosis in the mid-aged and eldery in selected parts of China. Chin Med J (Engl). 2002;123:7–9 [15]

National Osteoporosis Foundation. Clinician ’ s guide to prevention and treatment of osteoporosis. 2010;

[16]

Walker J. Osteoporosis: pathogenesis, diagnosis and management. Nurs Stand 2008;22(17):48–56.

[17]

Lentle BC, Prior JC. What the clinician wants to know radiology osteoporosis: what a clinician expects to learn from a Patient ’ s bone density examination. Radiology 2003; 228:620–628

[18]

Vilela P, Nunes T. Osteoporosis. Neuroradiology 2011;53:185–90. [19]

Poole KES, Compston JE. Clinical review osteoporosis and its management. BMJ

2006;333(December):1251–6.

[20]

Salamat MR, Salamat AH, Abedi I, Janghorbani M. Relationship between weight, body mass index, and bone mineral density in men referred for dual-energy X-Ray absorptiometry scan in Isfahan, Iran. J Osteoporos. 2013 Jan;2013.

[21]

Fatmah. Osteoporosis dan faktor risikonya pada lansia etnis jawa. Media Med. 2008.

[22]

Karasik D, Ferrari SL. Contribution of gender-specific genetic factors to osteoporosis risk. Annals of Human Genetics 2008; 72,696–714

[23]

Mcclung M, Hosking D, Yates AJ, For CC, et al. Low body mass index is an important risk factor for. Journal of Bone and Mineral Research 1999;14(9):1622–7.

[24]

Montazerifar F, Karajibani M, Alamian S, Sandoughi M, Zakeri Z, Dashipour AR. Age , weight and body mass index effect on bone mineral density in

postmenopausal women. Health Scope 2014;3(2).

[25]

Saravi FD, Sayegh F. Bone mineral density and body compositionof adult

premenopausal women with three levels of physical activity. J

Osteoporos.2013;2013:953271. [26]

Nguyen T V, Eisman JA. Osteoporosis in elderly men and women: effects of dietary calcium, physical activity , and body mass index. Journal of Bone and Mineral Research 2000;15(2):322–31.

[27]

Hannan MT, Felson DT, Dawson-Hughes B, Tucker KL, Cupples L a, Wilson PW, et al. Risk factors for longitudinal bone loss in elderly men and women: the

Framingham osteoporosis study. J Bone Miner Res. 2000;15(4):710–20.

[28]

McPhee, Steven J, Vishwanath R. Lingappa, William F. Ganong, Jack D. Lange. A LANGE Medical book pathophysiology of disease an introduction to clinical


(4)

[29]

Fawzy T, et al. Association between body mass index and bone mineral density in patients referred for Dual-Energy X-Ray Absorptiometry scan in Ajman, UAE. Journal of Osteoporosis Volume 2011.

[30]

Hadji P, Silvia K, Holger G, Bertram H, Thomas K, Torsten S, et al. The

Epidemiology of osteoporosis—bone evaluation study (BEST). Deutsches

Arztebiatt International. Dtsch Arztebfl Int 2013; 110(4) : 52-7. [31]

Khosla SB, Lawrence R. Pathophysiology of age related bone loss and

osteoporosis. Endocrinol Metab Clin N Am 34 (2005) 1015–1030

[32]

Barling P M. Osteoporosis an increasingly important issue for both young and aging citizens of Malaysia. IeJSME 2013.7(1):1-3

[33]

Aleem M K, Sulaf A H, Ali A. Effect of body mass index and physical activities on risk of osteoporosis in Babylon Iraq. Medical Journal of Babylon-Vol. 11- No. 1 -2014

[34]

Laporan Hasil Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) Provinsi DKI JakartaTahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2009

[35]

Maddah M, Sharami SH, Karandish M. Educational difference in the prevalence of osteoporosis in postmenopausal women: a studyin northern Iran. BMC Public Health 2011, 11:845

[36]

Ho S C, Yu-ming C, Jean LFW. Educational level and osteoporosis risk in postmenopausal Chinese women. American Journal of Epidemiology. 2005. [37]

Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Badan Litbangkes. Kementrian Kesehatan RI. 2010

[38]

Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J, Lwanga SK. Adequacy of sample size in health studies. United States of America : John Wiley & Sons : 1993.


(5)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian


(6)

Lampiran 2 Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Cut Neubi Getha

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Purwokerto, 30 Januari 1994

Agama : Islam

Alamat : Jl. Johar Baru IV A No. 8. RT/RW 01/09. Jakarta

Pusat 10560

Nomor Telepon/HP : 085782837975

Email : cutgetha@hotmail.com

Riwayat Pendidikan

1. TK Al-Amin (1998-1999)

2. SD Negeri Johar Baru 01 (1999-2005)

3. SMP Negeri 216 Jakarta (2005-2008)

4. SMA Negeri 68 Jakarta (2008-2011)