Pernikahan Pada Usia Muda : Tinjauan Agama Dan Psikologis

4. Bertaqwa kepada Allah SWT, dan membentengi diri dari perbuatan maksiat. 5. Membina hubungan kekeluargaan dan mempererat silaturrahim antar keluarga. Menurut ajaran Islam ketenangan hati dan kehidupan yang aman damai adalah hakekat pernikahan Muslim yang di sebut sakinah. Untuk hidup bahagia dan sejahtera manusia membutuhkan ketenagan hati dan jiwa yang aman damai. Tanpa ketenagan dan keamanan hati, banyak masalah tidak terpecahkan,apalagi kehidupan keluarga yang anggotanya adalah manusia-manusia hidup dengan segala cita dan citranya. Disini jelas bahwa pernikahan pertama-tama berpungsi sebagai ibadah atau taat kepada Allah dan Rasul Nya, dan setiap orang yang akan menempuh mahligai rumah tangga bagi kehidupan manusia, sehingga nilai itulah yang akan menjadi landasan dan dasar kehidupan suami istri sesudah rumah tangga berjalan.

B. Pernikahan Pada Usia Muda : Tinjauan Agama Dan Psikologis

Di dalam hukum Islam masalah pembatasan usia untuk menikah memang belum ada secara ekspilit. Namun para ahli fiqh memasukan permasalahan tentang pembatasan usia untuk menikah di cantumkan sebagai syarat perkawinan. Pada dasarnya kedudukan usia perkawinan dalam Islam adalah bersifat fleksibel. Dalam konteks fiqh munakahat, ada beberapa pandangan ulama yang berkaitan dengan usia perkawinan, antara lain: 1.Sayyid Sabiq Di dalam kitab Fiqh Sunah, Sayyid Sabiq berpendapat: ا ﻰ و ا ﺎ و رﺪ ﻰ جاوﺰ ا 14 Artinya : Wajib hukumnya bagi orang yang telah mampu menikah atau berkeluarga dan mampu untuk membayar mahar dan takut melakukan dosa zina. Usia perkawinan dalam pemikiran Sabiq mengacu pada firman Allah dalam QS. An-Nur 24 : 32 yang berbunyi : ☺ Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia- Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui. ” QS. An-Nur24 : 32 Dari kandungan ayat ini, Sabiq berpendapat bahwa kemampuan untuk kawin relatif ditentukan oleh aspek kejiwaan, setelah itu baru aspek kebutuhan sosial ekonomi. Untuk itu, kesiapan mental dan fisik tidak ditentukan oleh batas usia tertentu. 2. Muhammad Rasyid Ridho 14 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah ,Riyadh : Daar Al-Fath li Al- Alam Al- Arab, 1996, Jilid II. Cet II, h.14. Dalam pengertian usia nikah Muhammad Rasyid Ridho berpendapat di dalam bukunya Tafsir Al- Manar لﻮ أ : ، ﺤ ا غﻮ ﻮهو ،جاوﺰ ا اًﺪ ءﺮ ا ﺎﻬ نﻮﻜ ا ا ﻰ إ لﻮ ﻮ ا ﻮه حﺎﻜ ا غﻮ نا او جﺎ ا ﺔ ﻰهو ﺎﻬ هﺄ ةﺮﻈ ا ﺎ ا ﺬه ﺎ أو ﺎ وز نﻮﻜ نأ ﻰ ا ﻮ ةﺮ ﺋرو برو . 15 Artinya : Sesungguhnya masa untuk menikah yaitu, sampainya umur yang mana seseorang telah siap untuk berkeluarga dan menikah yaitu sempurnanya umu,r maka pada sempurnya umur itu akan membutuhkan saluran biologis atau kebutuhan biologis.yaitu kebutuhan untuk reproduksi dan kebutuhan untuk mempunyai keturunan, maka dengan sampainya umur itu akan siap menjadi seorang bapak dan pemimpin keluarga. Bulughul al-Nikah berarti sampainya seseorang kepada umur untuk menikah, yakni sampai bermimpi, pada usia ini ditambahkan seseorang telah bisa melahirkan anak dan menurunkan keturunan, sehingga tergerak hatinya untuk menikah. Dalam usia ini kepadanya telah dibebankan hukum, hukum agama, seperti ibadah dan muamalah serta ditetapkan hukum hudud, karena itu makna rusyd adalah kepantasan seseorang untuk melakukan Tasharruf yang mendatangkan kebaikan dan menjauhi kejahatan. Hal ini merupakan bukti kesempurnaan akalnya. 3. Quraish Shihab Seseorang dikatakan telah dewasa dan dianggap telah mampu untuk melakukan pernikahan setelah ia berumur 25 tahun 16 , dalil yang digunakan adalah surah An-Nur 32. 15 Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir Al- Manar Mesir Al- Manar, 1325 H Juz IV h .387 16 Andi Syamsu Alam, Usia Ideal untuk kawin, Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat bekerjasama dengan Kencana Mas Publishing Hause 2006 Hal, 56 ☺ Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian, diantara kamu, dan orang-orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas pemberian- Nya lagi Maha Mengetahui. Ada beberapa pemikiran Islam tentang usia perkawinan, konsep pemikiran Islam hanya dipersyaratkan telah mencapai balig antara kedua calon suami-isteri, inheren dengan syarat-syarat perkawinan. Di samping itu, terdapat rukun perkawinan, salah satu syarat sah perkawinan adalah telah mencapai usia balig 17 . Dalam hubungannya dengan usia perkawinan, maka sigah lafal ijab dan kabul adalah bersifat kekal selamanya, sehingga haram hukumnya jika calon suami hanya berkata “Saya nikahi engkau untuk selama satu tahun”, atau “Saya nikahi engkau selama saya berada di kota ini ”. Nikah dengan mensyaratkan tenggang waktu tertentu, menurut ulama fiqh di sebut nikah mu’aqqat dan hal itu diharamkan. Menurut hukum Islam, dilakukan bersifat selamanya, tanpa di batasi oleh waktu, baik waktunya itu jelas atau tidak jelas. Secara biologis, calon suami isteri telah mencapai usia balig karena di tandai perubahan fisik, akan tetapi aspek mentalitasnya masih membutuhkan 17 Andi Syamsu Alam, Usia Ideal untuk kawin, Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat bekerjasama dengan Kencana Mas Publishing Hause 2006 Hal, 56 pembinaan secara utuh, tidak perlu kondisi mental-psikologis yang labil, dan masih dipengaruhi oleh faktor kecenderungan praktis dalam kaitan fisik biologisnya 18 . Demikian pula, asumsi yang harus dibangun bahwa usia baliq harus mengacu pada dimensi yang komplementer, baik yang bersifat sosial maupun yang bersifat ekonomi. Bahkan aspek ini seharusnya dimiliki oleh calon suami- isteri sebagai konsekuensi sense of responsibility baik terhadap pribadi masing- masing maupun bagi keturunan dan lingkungan masyarakatnya. Inheren dengan kemampuan dari segi sosial ekonomis itu, juga merupakan indikasi adalah syarat kerelaan ridha antara kedua belah pihak untuk melakukan perkawinan. Kerelaan adalah sebagai salah satu ekspresi kesiapan mental untuk bertanggung jawab membina rumah tangga, sehingga relatif penting, bahkan menjadi prinsip atau asas dalam perkawinan. Memahami keterangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usia balig atau perkawinan menjadi bagian yang semakin penting. Karena pertimbangan syarat-syarat yang demikian kompleks. Di dalam aspek lain yang berkaitan dengan syarat khusus tentang usia perkawinan, ulama fiqh menegaskan bahwa calon mempelai yang mencapai kedewasaan yakni mampu dalam arti menafkahi baik lahir dan batin serta telah masak jiwanya dan sudah 18 Hurlock Elizabeth B ,Developmental Psychology: A life-Span Aparoach, Fifth Edition. Psikology Perkembsngsn , suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi V Istiwidiyanti dan Soejarwo terj 1980 Jakarta- Erlangga. hal 23. Cet I terlihat dari fisik maka diwajibkan layak untuk menikah.. Alasannya, kedua mempelai sudah dianggap mampu. Dari aspek sosial keduanya telah selesai studi dari perguruan tinggi, yang sudah mungkin memiliki kemampuan intelektual, kemampuan psikologis serta respek terhadap tanggung jawab secara pribadi dan secara kolektif, lebih jelasnya pendapat ulama yang membolehkan nikah muda dan melarang nikah muda yakni : Pendapat para ulama fiqh yang memperbolehkan nikah muda ada dua golongan yang menetapkan hukum boleh dan tidaknya nikah tanpa batasan usia atau nikah muda 19 : 1. Pandangan Jumhur Fuqoha, yang membolehkan pernikahan usia muda. Walau demikian, kebolehan pernikahan muda ini tidak serta merta membolehkan adanya hubungan badan. Jika hubungan badan akan mengakibatkan adanya dlarar, maka hal itu terlarang, baik pernikahan pada usia dini maupun sudah dewasa. Dalil yang di gunakan antara lain Al-Qur’an Surah Ath-Thalaaq 65 : 4 ☺ ⌧ 19 Dr. HM. Asrorun Niam Sholeh, MA ,Pembatasan Usia Pernikahan Perspektif Fiqih Klasik dan Peraturan Perundang-undangan hal. 6 Artinya : “Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi monopause di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu tentang masa iddahnya, Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu pula perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. ” QS. Ath-Thalaaq65 : 4 Pada ayat tersebut, Allah SWT menetapkan masa iddah bagi perempuan yang belum haid selama tiga bulan. Dalam terminilogi fikih, Iddah di definisikan sebagai berikut : ﺎﻬ اﺮ وأ ﺎﻬـ وز ةﺎـ و ﺪـ وﺰ ا ةاﺮ ا ﺎﻬـ ﺮ ةﺪ 20 Artinya : Suatu masa dimana perempuan membersihkan rahim atau janin setelah ditinggal mati suaminnya. Kaitanya dengan penetapan masa iddah baginya tidak mungkin terjadi kecuali setelah terjadinya aqad pernikahan. Ayat ini juga menunjukan keabsahan pernikahan anak kecil oleh wali tanpa izinnya, mengingat tidak dianggapnya izin bagi anak kecil. 21 Secara umum, mufasirrin sepakat bahwa ﻀﺤ ﻷاو menunjukan penetapan masa iddah bagi anak perempaun yang masih kecil, yang telah menikah kemudian pisah dengan suaminya. 20 Imam Al-Sohn’ani, Subulus salam : Syarah Bulughul Al-Maram, Daru al-Fikr, Beirut Lebanon, 1991 M1411 H, , Juz 3, h. 1491 21 Dr. HM. Asrorun Niam Sholeh, MA ,Pembatasan Usia Pernikahan Perspektif Fiqih Klasik dan Peraturan Perundang-undangan hal. 8 2. Pendapat kedua, pendapat Ibn Syubrumah dan Abu Bakaral Asham dalam kitabnya Ahkam Zawaj al- shaghirah yang menyatakan bahwa pernikahan usia muda hukumnya terlarang secara mutlak. Argument kelompok ini adalah Al- Qur’an surah An-Nisa 4 : 6 : ☺ ⌧ ⌧ ⌧ ☺ ⌧ ⌧ Artinya : “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas pandai memelihara harta, Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan janganlah kamu tergesa-gesa membelanjakannya sebelum mereka dewasa. barang siapa di antara pemelihara itu mampu, Maka hendaklah ia menahan diri dari memakan harta anak yatim itu dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi tentang penyerahan itu bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas atas persaksian itu. ” QS. An-Nisa4 : 6 Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa tanda berakhirnya masa kecil adalah sampainya pada usia pernikahan. Seandainya pernikahan pada masa kecil di bolehkan, niscaya pembatasan pada ayat tersebut akan sia-sia. Selanjutnya pernikahan usia muda ini tidak ada faedahnya. Hal ini mengingat salah satu tujuan pernikahan adalah untuk membangun rumah tangga yang sakinah serta memperoleh keturunan yang baik dan tidak berakhir dengan perceraian, dan hal ini mustahil tercapai dengan menikahi anak kecil. Bahkan bisa jadi akan menimbulkan dlarar atau kerugian bagi kedua mempelai atau salah satunya. Perlu di ketahui bahwa pernikahan yang tanpa memperhitungkan akibat dari pernikahan usia muda akan berakibat fatal. Praktek pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah r.a, adalah merupakan suatu kekhususan bagi seorang Nabi, dan bukan menjadi suatu kewajiban atau menjadi suatu ketetapan hukum 22 . Dan inilah pemahaman dari istilah fiqh, dalam arti kedewasaan, usia kecenderungan, dan kematangan. Ada beberapa hal yang menjadi dasar atau patokan usai dewasa pada para fuqoha-fuqoha Islam yakni : 1. Usia baliq di tentukan kepada kemampuan dalam bertanggung jawab. 2. Usia baliq lebih ditunjukan kepada wanita yakni dengan kesimpulan untuk berkumpul atau senggama adalah kesiapan psikologis perempuan untuk menjalani hidup bersama. 3. Ibn Qudamah dalam bukunya al-Mughni pasal 1124 halaman 415 bahwa kondisi anak masih kecil dan dirasa belum siap maka tidak boleh untuk menikah kalaupun sudah menikah maka walinya menahan untuk tidak 22 Andi Syamsu Alam, Usia Ideal untuk kawin, Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat bekerjasama dengan Kencana Mas Publishing Hause 2006 Hal, 59 hidup bersama dengan suaminya terlebih dahulu, sampai si perempuan mencapai kondisi yang sangat siap 23 . Dari hal tersebut diatas bahwa sesungguhnya batasan usia aqil balig dalam Islam tidak ditemukan akan tetapi Islam mebolehkan menikah ketika sudah siap mental secara psikologisnya baik psikis dan fisik. Sedangkan menurut peraturan perundang-undang perkawinan menikah di bolehkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan mempelai wanita sudah berusia 16 tahun. Ada beberapa hal yang penting, jika usia kedewasaan ini penulis kaitkan dengan pemahaman para ahli psikology yakni : 1. Hurclok , kedewasaan atau biasa disebut adult dalam ilmu psikology berasal dari bahasa latinyang berarti “Tumbuh menjadi kedewasaan”. Definisi kedewasaan adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhan dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya 24 . Kemudian Hurlock mendefinisikan dewasa dan masa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola kehidupan dan harapan baru. Seperti menjadi suami, istri, bapak dari ayah atau kepala rumah tangga. 2. Feldmeen menjelaskan secara sederhana bahwa seseorang dapat dikatakan dewasa apabila ia telah sempurna pertumbuhan fisiknya seperti laki- laki 23 Ibn Qudmah Al-Mugni Al-Hijro At- Tauba’ah wa Nasr wa Taujia’ wa I’lan, Kairo, 1986 h. 415. 24 Hurlock Elizabeth B ,Developmental Psychology: A life-Span Aparoach, Fifth Edition. Psikology Perkembsngsn , suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi V Istiwidiyanti dan Soejarwo terj 1980 Jakarta- Erlangga. hal 20. Cet I bertambahnya bulu, dan timbulnya jakun, dan perempuan bertambahnya bulu, payudara juga pinggul dan sudah haid.dari segi sikap masa dewasa adalah mampu menerima tanggung jawab dan mencapai kematangan dalam hal bertindak.Umumnya para ahli psikology menetapkan usia dewasa sekitar 20 tahun sebagai awal masa dewasa dan berlangsung sampai 40 - 45 tahun 25 Dalam hal ini penulis dapat menganalisa, bahwa jika dilihat dari ilmu psikology jelas kedewasaan seseorang dapat dilihat dari kesiapan fisik dan psikisnya yaitu usia kedewasaanya berkisar 20 tahun maka tujuan dari persyaratan pelaksanaan perkawinan yang terdapat pada UU No 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 2 yang syarat usia harus mencapai usia 19 sembilan belas tahun bagi pria dan 16 enam belas tahun bagi wanita, agar perkawinan tersebut menciptakan keluarga yang kekal dan bahagia secara baik tanpa berakhir dengan perceraian, mendapat keturunan yang baik dan sehat akan dapat di wujudkan, sangat bisa diterima dan cukup untuk melakukan pernikahan, Akan tetapi dalam hukum Islam batas usia perkawinan tidak di atur secara eksplisit atau tidak dijelaskan secara rinci, namun hal demikian konsep pemikiran Islam hanya di persyaratkan telah mencapai aqil balig antara kedua calon suami- isteri. Menurut Abdurrahman Al- Jaziri dalam kitabnya Al- Fiqh Madzhabil Al- Arba’ah mengatakan : 25 H.Mubin dan Ani Cahyadi, Psikology Perkembangan,PT. Ciputat Group 2006 h.17 Cet I ﺔ وﺰ او جوﺰ ا ﺎ هو ﺪ ﺎ ﺎ ﺔ ا طوﺮ ا ﺎ أو : ا ﺎﻬ – دﺎ ا ﻰ طﺮ ﻮهو حﺎﻜ ا – أ ىﺬ ا ﻰ ا نﻮ ا حﺎﻜ ﺪ . ا ﺎﻬ و ﺔ ﺮﺤ او غﻮ نﺎ ﺮ ﺎ هو . ﺪ او ﻰ ﻮ ا ةزﺎ ﺎ ا ﺬ و ﺪ ﺎ ه ﺪ نﺎ ﺪ او ىﺬ ا ﻰ ا ﺪ نﺎ . 26 Artinya :Bahwa adapun syarat-syarat laki-laki dan perempuan yang menikah adalah : 1. Berakal sehat orang gila dan anak kecil yang belum baligh tidak boleh melakukan akad 2. Baligh 3. Merdeka Apabila anak anak dan hamba sahaya ingin melakukan pernikahan maka harus ada izin dari wali atau tuannya. Maka dapat diartikan pendapat Abdurrahman Al-Jaziri tidak menentukan berapa usia balig namun ada syarat yang boleh melakukan pernikahan adalah usia aqil balig yakni yang sudah mempuanyai akal artinya sudah dewasa, Dengan demikian konsekuensi soal batas usia bagi calon suami isteri menurut hukum Islam jika diimplikasikan dengan syarat dan dasar perkawinan untuk mencapai usia balig harus meliputi kemampuan fisik dan mental, sehingga secara garis besar dan psikologis bahwa kematangan usia dan kesiapan mental berkisar pada usia 25 tahun sebagaimana Quraiys Shihab, 27 berpendapat dan pendapat tersebut sama dengan para ahli psikology yakni usia 26 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Mazhabihil Al-Arba’ah, Al-Maktabah Al-Tijarah Al- Kubra Jilid 4 Hal, 16. Mesir, 1969 27 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta, Lentera 2007. Cet VII, Vol, 9 hal 334-335. dewasa adalah sekitar 20 tahun atau lebih dan manfaatnya adalah agar calon suami-isteri dapat memahami lebih signifikansi perkawinan secara tepat. .Hal ini menunjukkan adanya inheren dengan syarat-syarat perkawinan yang di tuliskan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Dengan demikian pengaturan tentang usia ini sebenarnya sesuai dengan prinsip perkawinan yang menyatakan bahwa calon suami dan isteri harus telah masak jiwa dan raganya. Namun sebaliknya apabila perkawinan dilakukan di bawah usia yang telah ditetapkan undang-undang atau diistilahkan dengan perkawinan dini mestilah dihindari karena membawa efek yang kurang baik,terlebih dibawah umur yakni 19 tahun oleh undang undang perkawinan dan 20 tahun atau lebih menurut ahli psikology 28 , terutama bagi pribadi yang melaksanakannya dan akan cenderung berakhir dengan perceraian walaupun menurut hukum Islam tidak ada pembatasan usia menikah,namun kematangan fisik dan psikis juga kesiapan lahir dan batin adalah syarat yang dianjurkan untuk menikah.

C. Pernikahan Pada Usia Muda : Beberapa Contoh