Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

(1)

1

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA

PERNIKAHAN USIA MUDA

DI KELURAHAN SAWIT SEBERANG

KECAMATAN SAWIT SEBERANG KABUPATEN

LANGKAT

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

mendapatkan gelar sarjana sosial

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

EKA KHAPARISTIA

(110902032)

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Skripsi ini telah di setujui untuk di pertahankan oleh : HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : Eka Khaparistia Nim : 110902032

Judul : Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Kelurahan Sawit

Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat.

Medan 12 Juni 2015 PEMBIMBING

(Drs. Edward, M.SP NIP : 195509211985031003

)

KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

NIP : 197109271998012001 (Hairani Siregar, S.Sos, M.SP)

DEKAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

NIP: 196805251992031002 (Prof.Dr.Badaruddin,M.Si)


(3)

3

UNIVERSITY OF SUMATRA UTARA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

NAME: EKA KHAPARISTIA NIM: 110902032

ABSTRACT

(This thesis consists of 6 chapters, 95 pages, 13 tables, 7 attachments, 24 Library)

Many teenagers trapped in marriage a young age, especially those from poor families, so they chose to marry at a young age to help reduce the economic burden of the family. Many possible risk of early age marriage, be it physical or fisikis risk. This study aims to determine the factors that cause the young age marriages in villages across the palm oil sub-districts across the Langkat district.

This research is classified into type descriptive study using descriptive data analysis. Informants in this study is divided into two kinds, ie key informants and key informants, key informants numbering four teenagers who perform the first wedding under the age of 20 years in the Sawit Seberang districts across the county Langkat and key informants amounted to 4 people, namely the elderly respondents along with the environmental head. Method of data collection is done through in-depth interviews and direct observation in the field.

The results showed that there are various factors that influence the occurrence of marriage at a young age 4 key informants in villages across the palm oil sub-districts across the Langkat district. Diverse factors are the influence of peers, family economic conditions, the desire of the respondents, parenting parents, and pregnant first. From the results of this study are suggested to people in villages across the palm oil sub-districts across to provide good social control against the local youth association, as well as to the parents to give such notice parenting her activities outside the home, and for the government to work harder socialize the risks of marriage a young age.


(4)

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

NAMA : EKA KHAPARISTIA

NIM : 110902032

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 95 halaman, 13 tabel, 7 lampiran, 24 Kepustakaan)

Banyak remaja terjebak dalam pernikahan usia muda, terutama mereka yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, sehingga mereka memilih menikah di usia muda untuk membantu mengurangi beban ekonomi keluarga. Banyak kemungkinan resiko dari pernikahan usia muda, baik itu resiko fisik maupun fisikis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat.

Penelitian ini tergolong kedalam tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan analisis data deskriptif. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam, yaitu informan utama dan informan kunci, informan utama berjumlah 4 orang remaja yang melakukan pernikahan pertama di bawah usia 20 tahun di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat dan informan kunci berjumlah 4 orang, yaitu orang tua responden beserta kepala lingkungan. Metode pengumpulan data yang di lakukan adalah melalui wawancara mendalam serta observasi langsung ke lapangan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beragam faktoryang mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda pada 4 informan utama di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat. Beragam factor tersebut adalah adanya pengaruh teman sebaya, kondisi ekonomi keluarga, keinginan dari responden, pola asuh orangtua, dan hamil duluan.

Dari hasil penelitian ini di sarankan kepada masyarakat di lingkungan kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang untuk memberikan kontrol sosial yang baik terhadap pergaulan remaja setempat, serta kepada para orangtua agar memberikan pola asuh seperti memperhatikan kegiatan anaknya di luar rumah,dan bagi pemerintah agar lebih bekerja keras mensosialisasikan tentang resiko pernikahan usia muda.


(5)

5

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil Alamin

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan hikmah dan pengetahuan serta kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul : “Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang kabupaten Langkat”

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Hal ini di karenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Penulis juga menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih, diantaranya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Drs Badarudin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku ketua Jurusan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Edward, M.SP selaku Dosen pembimbing. Terimma kasih atas waktu, bimbingan, arahan, saran, dan kritik yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh Staff edukatif dan administrasi DepartemenIlmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(6)

6

5. Kepada Orangtua penulis atas perjuangannya yang telah membesarkan, mendidik serta mendoakan, hingga mendapat gelar sarjana seperti saat ini. Kepada Bapak Khairul Zal dan Ibu Partinah, Mereka adalah orangtua hebat dan luar biasa.

6. Kepada Bapak Syahrial S.Sos selaku Lurah Sawit Seberang Kec.Sawit Seberang, yang mana selama penelitian berlangsung telah banyak memotivasi dan membantu dalam melengkapi dan memberikan informasi-informasi yang di perlukan.

7. Kepada Bapak Miskun S.Pd, Ibu Yeni Rosdiani, Ibu Malahayati SH, terima kasih atasarahan, dukungan dan motivasinya selama ini.

8. Kepada adik tersayang Dwi Sabastian dan Satria Alwan Azis, serta tak lupa pula kepada Suri Suliasni dan Indria Sari Utami, terimakasih atas motivasinya, semoga mereka di berikan kemudahan untuk menyelesaikan studi nya.

9. Kepada Kakek Teuku Machmud, Bude Khairia Martati, Pakde Indra syahputra, Bulek Khairunisa, Dahlia, Hirmawati, Wulan sastra, Palek Khairulsyah, Palek Dedi serta Palek Rudi Setiadi.trimakasih atas kesabarannya selama ini, dukungan, arahan serta motivasinya.

10.Kepada para sahabat tercinta Amelia Fitria Sari, Sumiharlia S, Chairi Firnanda, M Halim, M Fikri, Shilla Shalera,Indah S, Loling, Evitamala, Nancy A, Handina Novira, M Khairul A, Lusiana, Indah Permata, Hadi Pramana, dan para sahabat yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu, trimakasih atas kerjasamanya selama ini, dukungan serta motivasinya. Semoga mereka di berikan kemudahan dalam menyelesaikan studi dan menjalankan aktivitasnya.


(7)

7

11. Kepada sahabat seperjuangan serta rekan-rekan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, terimakasih selama ini telah menjadi rekan dan sahabat yang baik, selama ini kita telah berjuang bersama-sama. Semoga kita semua sukses.

12.Kepada keluarga besar SMA N 1 Padang tualang, terimakasih telah memberikan dukungan dan inspirasi, semoga kita tetap menjadi sebuah keluarga besar dalam kekerabatan yang utuh selamanya.

13.Kepada IMIKS, Young Peace Maker Community Indonesia, terimakasih telah memberikan pengalaman berharga selama ini. semoga persaudaraan kita tetap terjaga.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dengan harapan semoga skripsi ini permanfaat bagi pembaca serta dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi Departemen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Medan, 21 Mei 2015

Penulis,

(Eka Khaparistia)


(8)

8 LAMPIRAN

1. Daftar Pertanyaan Pedoman Wawancara

2. Surat Keterangan Dosen Pembimbing

3. Lembar Daftar Hadir Seminar Proposal

4. Surat Permohonan Izin Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

5. Surat Balasan Izin Penelitian Kelurahan Sawit Seberang Kec. Sawit

Seberang

6. Peta Lokasi Penelitian


(9)

9 DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN……...i

HALAMAN PENGESAHAN………. ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.4Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pernikahan ... 10

2.1.1 Pengertian Pernikahan ... 10


(10)

10

2.1.2 Peran dan Fungsi Keluarga ... 16

2.1.3 Pola Asuh Orang tua ... 22

2.2 Pernikahan Usia Muda ... 27

2.2.1 MasaRemaja ... 27

2.2.2 Pengertian Pernikahan Usia Muda ... 25

2.2.3 ResikoPernikahan Usia Muda ... 31

2.2.4 Usia Ideal Untuk Menikah ... 35

2.2.5 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda ... 36

2.3 Kerangka Pemikiran... 40

2.4 Definisi Konsep ... 42

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 43

3.2 Lokasi Penelitian ... 43

3.3 Informan ... 43

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.5 Teknik Analisa Data... 45

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Sawit Seberang ... 46


(11)

11

4.2 Lokasi Penelitian ... ....46

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Karakteristik Responden ... ...50.

5.1.1 Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Kondisi Ekonomi ... ...53

5.1.2 Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan dan Kemauan Sendiri ... ...57

5.1.3 Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Faktor Pola Asuh Orangtua ... ...66

5.1.4 Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Faktor Pendidikan ... ...71

5.1.6 Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Faktor Ketidak Tahuan Responden Tentang Resiko Pernikahan Usia Muda ... ...74

5.2Karakteristik Responden Informan Kunci...76

5.2.1 Karakteristik Responden Informan Kunci (Orangtua Responden)...76

5.2.2 Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Pola Asuh Orangtua...81

5.2.3Deskripsi Jawaban Orangtua Responden berdasarkan pengetahuan mengenai Resiko Pernikahan Usia Muda...85

5.2.4 Deskripsi Jawaban Responden Informan Kunci ( Kepala Lingkuan)...87

5.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda ………...88

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan...91

6.2 Saran...91


(12)

12

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1 Jumlah penduduk Kelurahan Sawit Seberang...46

Tabel 4.1.2 Jumlah penduduk Kelurahan Sawit Seberang

berdasarkan etnis tahun 2014 ...47

Tabel 4.1.3 Jumlah penduduk Kelurahan Sawit Seberang Berdasarkan mata

pencaharian tahun 2014 ...48

Tabel 4.1.4 Jumlah penduduk Kelurahan Sawit Seberang berdasarkan Usia

Pernikahan ...49

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Informan Utama...50

Tabel 5.1.1.1 Deskripsi jawaban responden berdasarkan kondisi ekonomi...57

Tabel 5.1.1.2 Deskripsi jawaban responden berdasarkan factor lingkungan dan

kemauan sendiri...66

Tabel 5.1.1.4 Deskripsi jawaban responden berdasarkan faktor pendidikan ...70

Tabel 5.1.1.5 Deskripsi jawaban responden berdasarkan Faktor ketidak tahuan

responden tentang resiko pernikahan usia muda...75

Tabel 5.2.1 Karakteristik responden Informan Kunci ...79


(13)

1

Daftar Bagan


(14)

3

UNIVERSITY OF SUMATRA UTARA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

NAME: EKA KHAPARISTIA NIM: 110902032

ABSTRACT

(This thesis consists of 6 chapters, 95 pages, 13 tables, 7 attachments, 24 Library)

Many teenagers trapped in marriage a young age, especially those from poor families, so they chose to marry at a young age to help reduce the economic burden of the family. Many possible risk of early age marriage, be it physical or fisikis risk. This study aims to determine the factors that cause the young age marriages in villages across the palm oil sub-districts across the Langkat district.

This research is classified into type descriptive study using descriptive data analysis. Informants in this study is divided into two kinds, ie key informants and key informants, key informants numbering four teenagers who perform the first wedding under the age of 20 years in the Sawit Seberang districts across the county Langkat and key informants amounted to 4 people, namely the elderly respondents along with the environmental head. Method of data collection is done through in-depth interviews and direct observation in the field.

The results showed that there are various factors that influence the occurrence of marriage at a young age 4 key informants in villages across the palm oil sub-districts across the Langkat district. Diverse factors are the influence of peers, family economic conditions, the desire of the respondents, parenting parents, and pregnant first. From the results of this study are suggested to people in villages across the palm oil sub-districts across to provide good social control against the local youth association, as well as to the parents to give such notice parenting her activities outside the home, and for the government to work harder socialize the risks of marriage a young age.


(15)

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

NAMA : EKA KHAPARISTIA

NIM : 110902032

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 95 halaman, 13 tabel, 7 lampiran, 24 Kepustakaan)

Banyak remaja terjebak dalam pernikahan usia muda, terutama mereka yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, sehingga mereka memilih menikah di usia muda untuk membantu mengurangi beban ekonomi keluarga. Banyak kemungkinan resiko dari pernikahan usia muda, baik itu resiko fisik maupun fisikis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat.

Penelitian ini tergolong kedalam tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan analisis data deskriptif. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam, yaitu informan utama dan informan kunci, informan utama berjumlah 4 orang remaja yang melakukan pernikahan pertama di bawah usia 20 tahun di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat dan informan kunci berjumlah 4 orang, yaitu orang tua responden beserta kepala lingkungan. Metode pengumpulan data yang di lakukan adalah melalui wawancara mendalam serta observasi langsung ke lapangan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beragam faktoryang mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda pada 4 informan utama di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat. Beragam factor tersebut adalah adanya pengaruh teman sebaya, kondisi ekonomi keluarga, keinginan dari responden, pola asuh orangtua, dan hamil duluan.

Dari hasil penelitian ini di sarankan kepada masyarakat di lingkungan kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang untuk memberikan kontrol sosial yang baik terhadap pergaulan remaja setempat, serta kepada para orangtua agar memberikan pola asuh seperti memperhatikan kegiatan anaknya di luar rumah,dan bagi pemerintah agar lebih bekerja keras mensosialisasikan tentang resiko pernikahan usia muda.


(16)

2 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia menempati peringkat ke-37 negara dengan persentase pernikahan dini yang tinggi di dunia, serta tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Kamboja. Dalam Riset Kesehatan Dasar 2010, sekitar 22.000 perempuan usia 10-14 tahun di Indonesia terikat pernikahan, sementara hasil Survei Demografi dan Kesehatan tahun 2012 menunjukkan 10 persen remaja usia 15-19 tahun sidah pernah melahirkan atau sedang hamil anak pertama.Saat ini jumlah remaja usia 10-24 tahun di Indonesia berjumblah kurang lebih 64 juta jiwa atau 27,6% dari jumlah penduduk Indonesia 237,6 juta jiwa (Sensus Penduduk, 2010).

Hasil Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) menunjukkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia selama tahun 2000-2010 sebesar 1,49 persen pertahun. Laporan kerja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2012 menunjukan bahwa salah satu akar masalah dari tingginya laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah pernikahan usia muda.

Data pernikahan usia dini, Bappenas (2008) menemukan bahwa 34,5% dari 2.049.000 perkawinan pada tahun 2008 adalah perkawinan anak. Hal serupa di tujunkan oleh Riset Kesehatan Dasar (2010) yang menemukan bahwa pernikahan usia 15-19 tahun mencapai 41,9%. Terdapat pula pernikahan usia 10-14% tahun sebesar 4,8%.

Sedangkan jika di kaitkan antara pernikahan dini dengan KDRT, penelitian Plan Indonesia (2011), di 8 kabupaten di Indonesia (indramayu, grobogan, Rembang, Tabanan, Dompu Timor Tengah, sikka, dan Lembata) menemukan bahwa 44% anak


(17)

3

perempuan yang menikah di usia dini mengalami KDRT dengan frekwensi tinggi, dan sisanya 56% dalam frekwensi rendah. Dan 33,5% ana usia 13-18 tahun pernah menikah, dan rata rata mereka menikah pada usia 16 tahun. Sumber; (Kurikulum Diklat Teknis Bina Keluarga Remaja (BKR) tahun 2014).

Tingginya pernikahan usia muda tersebut kontradiktif dengan undang-undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan keluarga. Dalam UU tersebut di nyatakan bahwa pembangunan nasional mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan termasuk perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, serta mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas dilakukan upaya pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, penyiapan dan pengaturan perkawinan serta kehamilan sehingga penduduk menjadi sumber daya manusia yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional, serta mampu bersaing dengan bangsa lain, dan dapat menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata.

Sejatinya pernikahan usia muda masih tergolong tinggi di indonesia, bahkan hingga saat ini indonesia masih bertahan dengan posisinya menduduki pringkat ke dua di asia tenggara dengan persentase pernikahan usia muda tertinggi. Mengingat UU yang telah berlaku di atas, bagaimana pembangunan keluarga, peningkatan kwalitas keluarga, serta peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga akan terwujud, jika pernikahan usia muda terus terjadi. Sementara kita semua telah memahami banyak kerugian dan resiko dalam pernikahan usia muda, dimana resiko


(18)

4

tersebut menyebabkan terganggunya peran dan fungsi keluarga. Dan saya kira hal ini akan berdampak kedalam pembangunan nasional.

Setiap wanita beresiko tinggi terkena kanker leher rahim atau serviks tanpa memandang usia maupun gaya hidup. Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pun mencatat kasus baru.Sebanyak 40-45 orang per hari terkena kanker.Dengan resiko kematian mencapai separuh lebih. Atau setiap satu jam, seorang wanita meninggal karena mengindap serviks. Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang tidak hanya mengganggu fisik dan kehidupan seksual saja.Tetapi juga mengganggu psikologis.Pernikahan usia muda merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kanker leher rahim pada wanita. Perempuan yang menikah dibawah umur 20 th beresiko terkena kanker leher rahim. Pada masa transisi (remaja) sel-sel leher rahim belum matang, rawan akan terjadinya infeksi saat berhubungan suami istri. Tidak itu saja, terlalu sering melahirkan, kontrasepsi oral jangka panjang dan kurangnya perawatan kebersihan juga berpeluang terkena serviks.

diakses pada tanggal 8 januari 2015).

Seperti yang kita pahami masa depan bangsa sangat ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Namun pada kenyataannya masih banyak sekali faktor-faktor yang menghambat tumbuh kembang para penerus bangsa ini, khususnya remaja. Banyak remaja yang terjebak dalam pernikahan usia muda, dimana pada saat itu kondisi mereka yang belum memungkinkan untuk melakukan pernikahan yang di karenakan kesiapan mental emosional, kondisi psikososial, ekonomi, dan fisik atau kesehatan, Akibat belum adanya kesiapan tersebut, akan berdampak ke berbagai resiko dalam kehidupan pasangan suami-istri tersebut.


(19)

5

Keluarga merupakan lembaga pertama tempat anak berpijak dan melakukan interaksi sosial. Maka dari pada itu untuk mendukung perkembangan kualitas dan kemajuan anak-anak Indonesia sangat di pengaruhi oleh kesejahteraan keluarga itu sendiri, Pasangan suami istri usia muda dan belum memiliki kematangan usia perkawinan biasanya akan memiliki kesulitan dalam menjalankan peran dan fungsi keluarga sebagaimana mestinnya, jika hal ini terjadi maka anak sebagai generasi penerus bangsa, perkembangannya akan terganggu dan masalah ini akan berdampak pada pembangunan sumber daya manusia jangka panjang, karena anak adalah investasi masa depan bangsa.

Memang pada dasarnya kedewasaan seseorang tidak dapat di ukur dari seberapa tua usia orang tersebut. Namun bagaimanapun masa remaja adalah masa dimana seseorang mencari identitas diri, masa dari proses perkembangan fisik menuju kematangan. Kondisi kematangan psikologis ibu menjadi hal utama karena sangat berpengaruh terhadap pola asuh anak di kemudian hari.

Dari survey awal yang di lakukan peneliti, Kecamatan Sawit Seberang merupakan salah satu kecamatan dengan persentase pernikahan dini yang cukup tinggi.Peneliti sendiri berdomisili di kecamatan sawit seberang sehingga peneliti sudah mengenal baik tentang bagaimana keadaan lingkungan kecamatan sawit seberang, khususnya memahami fenomena-fenomena yang sering terjadi dalam lingkungan pergaulan remaja di lingkungan tersebut. Seperti bagaimana pergaulan Serta memahami kebiasaan yang sering terjadi, seperti fenomena hiburan malam dan lain sebagainya.

Terdapat dua malam minggu bagi remaja di sawit seberang, yaitu malam kamis dan malam minggu yang sesungguhnya.Mereka biasa menyebut malam kamis sebagai malam minggu kecil kecilan.Jika kedua malam ini tiba biasanya para remaja


(20)

6

memanfaatkan moment tersebut untuk bertemu dengan kekasihnya.Mereka biasa menyebutnya dengan “apel” yang artinya jadwal bertemu dengan kekasih (pacaran).memang, pacaran merupakan hal lumrah yang sering kita dapati pada masa remaja, namun kita harus jelih melihat pacaran yang bagaimana yang dapat di sebut lumrah. Masalah ketidak pantasan ketika sepasang kekasih tanpa ikatan pernikahan mengumbar kemesraan di muka umum, Apalagi usia pasangan kekasih tersebut masih tergolong sangat muda, yaitu masi duduk di bangku SMA bahkan masih duduk di bangku SMP. Sepertinya kontrol dari orang tua mereka juga kurang, dan tak jarang beberapa dari mereka telah mendapatkan izin dari orang tua.

Fenomena lain yang sering terjadi dan sudah dianggap bukan kejadian yang anehserta sudah biasa disaksikan oleh masyarakat adalah acara pesta pernikahan yang mempertunjukan pasangan pengantin yang masih berusia muda. Biasanya berusia 18 tahun kebawah, yang mana dalam ilmu psikologi sering di sebut dengan usia masa remaja hingga masa pubertas.bahkan tak jarang pihak mempelai wanita telah hamil duluan,dan tak jarang pula pada saat di sandingkan perut dari pasangan pengantin wanita terlihat jelas bulat besar, yang pada dasarnya masyarakat juga sudah paham hal tersebut mengindikasikan sang mempelai wanita sedang mengandung. Wanita yang belum cukup umur tetapi telah mengandung maka kehamilannya akan beresiko, bukan itu saja menikah di usia muda bagi wanita akan rentan terserang kangker serviks dan ksehatan reproduksi akan terganggu. Yang disayangkan lagi adalah apabila pasangan suami istri masing-masing masih berusia muda. Dimana sang suami masih berusia remaja kesiapan mental emosional, maupun ekonomi di kategorikan belum matang. Hal ini nantinya hanya akan menjadi beban bagi orang tua setelah mereka menikah.


(21)

7

Sebagai bagian perhatian dari kehidupan sosial, masalah pernikahan usia muda perlu mendapat perhatian kusus untuk di selesaikan. Dimana perhatian tersebut di tujukan dalam hal penelitian yang berjudul faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda di kelurahan sawit seberangkecamatan sawit seberang kabupaten langkat sumatera utara.


(22)

8

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh peneliti di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : “Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat?”.

1.3Tujuan dan Manfaat penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat”.

1.3.2 Manfaat penilitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi akademisi, pembuat kebijakan dan masyarakat pada umumya mengenai kajian faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda. Secara spesifik dan terperinci manfaat yang didapatkan oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut :

1. Bagi akademisi.

Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian mengenai pernikahan usia muda. Selain itu penelitian ini dapat menjadi literatur bagi akademisi yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai pernikahan usia muda dan diharapkan berguna dalam


(23)

9

rangka pengembangan konsep dan teori yang berkenaan dengan pernikahan usia muda,

2. Bagi pembuat kebijakan.

Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menambah rujukan dan sebagai tolak ukur dalam menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan dini untuk membuat kebijakan yang tepat terkait penekanan jumlah pernikahan dini dalam rangka penanganan jumlah penduduk.

3. Bagi masyarakat

Bagi masyarakat khusunya pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor penyebab pernikahan dini serta beberapa kerugian yang terjadi sebagai akibatnya. Sehingga dapat menjadi bahan renungan dalam pengambil keputusan untuk menikah dini.


(24)

10

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas :

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisi uraian tentang konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang di teliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi oprasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian, yang berhubungan dengan masalah objek yang akan di teliti.

BAB V : ANALISA DATA

Berisikan tentang uraian data yang di peroleh dalam penelitian beserta analisisnya.

BAB VI : PENUTUP


(25)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pernikahan

2.1.1 Pengertian Pernikahan

Persiapan penikahan juga berarti sejauh mana muda-mudi mempunyai pegangan dalam memilih teman hidup. Apakah pegangan yang didasarkan pada ciri luar, misalnya gagah/cantik; atau kualitas pribadi, ataukah kekayaan? Informasi mengenai pegangan dalam memilih teman hidup ini dapat diperoleh dari orangtua, baik secara sengaja maupun sebagai suri tauladan. Orangtua yang sudah lebih berpengalaman dalam perjalanan hidup, tentunya sangat berguna bagi muda-mudi sebagai sumber informasi, walaupun seringkali perlu dilakukan perubahan-perubahan disana-sini sesuai dengan zamannya.

Dengan demikian, pernikahan tidak hanya didasari cinta yang buta, tetapi disertai pertimbangan-pertimbangan rasional, mengingat perbedaan “dunia” antar pasangan.Masa sebelum menikah dapat di jadikan masa pengamatan, pemahaman dan penyesuaian diri antar pasangan. Persiapan pernikahan yang matang meliputi persiapan yang menyangkut diri sendiri, penerimaan pasangan, serta perencanaan masa depan bersama.

Pernikahan adalah awal dari pembentukan keluarga.Dari sudut pandang psikologis, keluarga dapat dilihat dari individu-individu yang ada dalam satu keluarga, dan bagaimana relasi antar individu-individu tersebut.Dengan demikian, persiapan psikologis individu/tokoh utama yang di soroti adalah muda-mudi calon pengantin, sedang dalam pasca nikah yang di soroti adalah pasangan suami isteri.


(26)

12

Adapun individu-individu lain di pandang sebagai lingkungan sosial yang berkaitan dengan fase pra nikah maupun pasca nikah.Pada fase pra nikah lingkungan sosial terdekat adalah orang tua, sanak saudara, teman sejenis maupun lawan jenis.Pada fase pasca nikah lingkungan terdekat adalah orang tua/mertua, sanak saudara dari kedua belah pihak, teman sebaya sejenis maupun lawan jenis. (Setiono, 2011:12&13)

Perkawinan adalah suatu penyatuan jiwa dan raga dua manusia berlawanan jenis dalam suatu ikatan yang suci dan mulia di bawah lindungan hukum Tuhan Yang Maha Esa.( Widyasih, 2009:105)

Dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan, mendefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Undang-Undang No 1 Tahun 1974)

Berdasarkan Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang perkawinan, syarat melangsungkan perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan melangsungkan sebuah perkawinan. Syarat-syarat tersebut yaitu:

• Ada persetujuan dari kedua belah pihak.

• Untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua orang tua. Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. • Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan


(27)

13

keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas.

Menurut Saxton pernikahan memiliki dua makna, yaitu:Sebagai suatu institusi sosial. Suatu solusi kolektif terhadap kebutuhansosial.Eksistensi dari pernikahan itu memberikan fungsi pokok untukkelangsungan hidup suatu kelompok dalam hal ini adalah masyarakat.kemudian makna individual, Pernikahan sebagai bentuk legitimisasi (pengesahan) terhadap peran sebagai individual, tetetapi yang terutama, pernikahan dipandang sebagai sumber kepuasan personalSaxton( dalam Naibaho, 2013:13).

2.1.2 Keharmonisan Keluarga

Dari sudut pandang psikologi, keluarga dapat dilihat sebagai relasi antar anggota-anggotanya. Dalam keluarga batih (nuclear family) relasi antar anggota

keluarga terdiri antara relasi suami/bapak dan istri/ibu, orangtua-anak, ibu-anak, bapak-anak dan anak-anak. Dalam keluarga diperluas (extended family), anggota

keluarga ditambah nenek/kakek, paman/bibi, keponakan dan sebagainya, sehingga relasi antar anggota keluarga juga lebih banyak dan kompleks.

Kesejahteraan /keharmonisan keluarga dapat tercapai, apabila antar anggota keluarga saling pengertian. Namun, pada kenyataan saling pengertian antar anggota keluarga sulit tercapai, sebab adanya perbedaan “dunia” dari masing-masing anggota keluarga. Perbedaan “dunia” tersebut misalnya terlihat pada perbedaan dunia pria dan wanita, sehingga hal ini akan mempengaruhi hubungan suami-istri; ibu dengan anak laki-lakinya; bapak dengan anak perempuannya; atau anak laki-laki dengan anak perempuan. Perbedaan “dunia” tersebut juga terlihat pada perbedaan tahap perkembangan anggota keluarga. Masing-masing tahapan memiliki ciri tertentu yang seringkali sukar


(28)

14

dipertemukan dengan yang lain. Terlebih lagi bila anggota keluarga dalam priode krisis, yaitu priode dalam kehidupan manusia yang biasanya menimbulkan kesukaran dalam diri maupun lingkungan. Dapat dibayangkan kalau dalam satu keluarga ayah sedang dalam priode krisis karena menjelang pensiun, anak tertua usia remaja yang merupakan usia yang sukar, ibu dalam priode krisis menjelang menopause. Perbedaan “dunia” tersebut ditambah perbedaan kondisi sosio-ekonomi suami istri, suku bangsa, atau agama. (Setiono,2011:9&10)

Adapun Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga

Ada banyak ahli yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga menurut para ahli. Keluarga harmonis atau sejahtera merupakan tujuan penting. Oleh karena itu untuk menciptakan perlu diperhatikan faktor-faktor berikut:

1. Perhatian. Yaitu menaruh hati pada seluruh anggota keluarga sebagai dasar utama hubungan yang baik antar anggota keluarga. Baik pada perkembangan keluarga dengan memperhatikan peristiwa dalam keluarga,dan mencari sebab akibat permasalahan, juga terdapat perubahan pada setiap anggotanya.

2. Pengetahuan. Perlunya menambah pengetahuan tanpa henti-hentinya untuk memperluas wawasan sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan keluarga. Sangat perlu untuk mengetahui anggota keluaranya, yaitu setiap perubahan dalam keluarga, dan perubahan dalam anggota keluarganya, agar kejadian yang kurang diinginkan kelak dapat diantisipasi.


(29)

15

3. Pengenalan terhadap semua anggota keluarga. Hal ini berarti pengenalan terhadap diri sendiri dan pengenalan diri sendiri yang baik penting untuk memupuk pengertian-pengertian.

4. Bila pengenalan diri sendiri telah tercapai maka akan lebih mudah menyoroti semua kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam keluarga. Masalah akan lebih mudah diatasi, karena banyaknya latar belakang lebihcepat terungkap dan teratasi, pengertian yang berkembang akibat pengetahuan tadi akan mengurangi kemelut dalam keluarga.

5. Sikap menerima. Langkah lanjutan dari sikap pengertian adalah sikapmenerima, yang berarti dengan segala kelemahan, kekurangan, dankelebihannya, ia seharusnya tetap mendapatkan tempat dalam keluarga.Sikap ini akan menghasilkan suasana positif dan berkembangnya kehangatan yang melandasi tumbuh suburnya potensi dan minat darianggota keluarga.

6. Peningkatan usaha. Setelah menerima keluarga apa adanya maka perlu meningkatkan usaha. Yaitu dengan mengembangkan setiap dari aspek keluarganya secara optimal, hal ini disesuaikan dengan setiap kemampuan masing-masing, tujuannya yaitu agar tercipta perubahan-perubahan danmenghilangkan keadaan bosan.

7. Penyesuaian harus perlu mengikuti setiap perubahan bai


(30)

16

Keluarga harmonis atau keluarga bahagia adalah apabila dalam kehidupannya telah memperlihatkan faktor-faktor berikut:

1. Faktor kesejahteraan jiwa. Yaitu rendahnya frekwensi pertengkaran danpercekcokan di rumah, saling mengasihi, saling membutuhkan, salingtolong-menolong antar sesama keluarga, kepuasan dalam pekerjaan danpelajaran masing-masing dan sebagainya yang merupakan indikator-indikatordari adanya jiwa yang bahagia, sejahtera dan sehat.

2. Faktor kesejahteraan fisik. Serinnya anggota keluarga yang sakit, banyakpengeluaran untuk kedokter, untuk obat-obatan, dan rumah sakit tentu akanmengurangi dan menghambat tercapainya kesejahteraan keluarga.

3. Faktor perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan keluarga.Kemampuan keluarga dalam merencanakan hidupnya dapatmenyeimbangkan pemasuk

Kunci utama keharmonisan sebenarnya terletak pada kesepahaman hidup suami dan istri. Karena kecilnya kesepahaman dan usaha untuk saling memahami ini akan membuat keluarga menjadi rapuh. Makin banyak perbedaan antara kedua belah pihak maka makin besar tuntutan pengorbanan dari kedua belah pihak.Jika salah satunya tidak mau berkorban maka pihak satunya harus mau berkorban.Jika pengorbanan tersebut telah melampaui batas atau kerelaannya maka keluarga tersebut akan terancam.Maka fahamilah keadaan pasangan, baik kelebihan maupun kekurangannya yang kecil hinga yang tebesar untuk mengerti sebagai landasan dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Rencana kehidupan yang dilakukan kedua belah pihak merupakan faktor yang sangat berpengaruh karena dengan perencanaan


(31)

17

ini keluarga bisa mengantisiapsi hal yang akan datang dan terjadi saling membantu untuk misi keluarga.

http://mozaikbimbingankonselingii.blogspot.com/2013/04/konsep-keluarga-bahagia-makalah-mk-bk.html

2.1.3 Peran dan fungsi keluarga

A. Fungsi agama

Agama adalah dasar kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang ada sejak dalam kandungan.Keluarga adalah tempat pertama seorang anak mengenal agama.Keluarga juga menanamkan dan menumbuhkan serta mengembangkan nilai-nilai agama, sehingga anak menjadi manusia yang berakhlak baik dan bertaqwa.Setiap manusia mempunyai kewajiban yang berbeda.Kewajiban tersebut disesuaikan berdasarkan umur dan profesinya. Karena itu penting bagi maing-masing individu untuk mengetahui dan dasar dengan tanggung jawab yang dipikulnya, termasuk dengan pengetahuan akan eksitensinya sebagai manusia yang dicipta oleh yang Maha Pencipta.

Manusia pada hakekatnya dciptakan tak lain adalah untuk menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena itu sangat pantaslah sekiranya setiap langkah yang akan dituju oleh setiap manusia hanyalah mengharap atas ridho dari Allah SWT. Dalam hidup perjalanan setiap manusia sesungguhnya tak lepas dari sekedar menjalani sebuah skenario yang telah digariskan oleh yang Maha mengatur, sehingga masing-masuing orang satu sama lain baik rezeki, musibah dan takdir pasti tidak akan sama, karena disitulah letak kerahasiaan dari Sang Pencipta. Dalam fungsi agama, terdapat 12 nilai dasar yang mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga. Dua belas nilai dasar tersebut diantaranya:


(32)

18

1. Iman, yang dimaksud dengan iman yaitu mempercayai akan adanya Allah SWT, Tuhan YME, mengamalkan segala ajaranNya.

2. Taqwa, yang dimaksud dengan taqwa adalah mengamalkan segala sesuatu yang diperintahkan dan menghindari segala yang dilarang Allah SWT. 3. Kejujuran, yang dimaksud dengan kejujuran yaitu menyampaikan apa

adanya.

4. Tenggang rasa ditandai dengan adanya kesadaran bahwa setiap orang berbeda dalam setiap sifat dan karakternya.

5. Rajin, maksudnya menyediakan dan tenaga untuk menyelesaikan tugasnya dengan berusaha untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

6. Kesalehan, maksudnya memiliki nilai moral yang tinggi dengan melakukan sesuatu yang benar secara konsisten.

7. Ketaatan, maksudnya dengan segera dan senang hati melaksanakan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

8. Suka membantu, memiliki kebiasaan menolong dan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan.

9. Disiplin, maksudnya menepati waktu, mematuhi aturan yang telah disepakati.

10.Sopan santun, maksudnya adalah seseorang yang berperilaku sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai agama.

11.Sabar dan Ikhlas, maksudnya kemampuan seseorang untuk menahan diri dalam menginginkan sesuatu serta dalam menghadapi suatu kesulitan. 12.Kasih sayang, merupakan ungkapan perasaan dengan penuh perhatian,


(33)

19 B. Fungsi Sosial Budaya

Dalam fungsi sosial budaya, terdapat 7 (tujuh) nilai dasar yang mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga. Tujuh nilai dasar tersebut diantaranya:

1. Gotong royong, melakukan pekerjaan secara bersama-sama yang dilandasi oleh sukarela dan kekeluargaan.

2. Sopan santun, perilaku seseorang yang sesuai dengan norma-norma sosial budaya setempat.

3. Kerukunan, hidup berdampingan dalam keberagaman secara damai dan harmonis.

4. Peduli, mendalami perasaan dan pengalaman orang lain.

5. Kebersamaan, adanya perasaan bersatu, sependapat, dan sekepentingan. 6. Toleransi, bersikap menghargai pendirian yang berbeda atau bertentangan

dengan pendirian sendiri.

7. Kebangsaan, kesadaran diri sebagai warga Negara Indonesia harus menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa.

C. Fungsi Cinta dan Kasih Sayang

Dalam fungsi cinta dan kasih sayang terdapat 8 (delapan) nilai dasar yang mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga, diantaranya adalah:

1. adalah memahami dan mengerti akan perasaan orang lain.

2. Akrab, hubungan yang dilandasi oleh rasa kebersamaan dan kedekatan perasaan

3. Adil, memerlukan orang lain dengan sikap tidak memihak

4. Pemaaf, dapat menerima kesalahan orang lain tanpa perasaan dendam 5. Setia, maksudnya adalah setia terhadap kesepakatan


(34)

20

6. Suka menolong, ditandai dengan tindakan suka menolong dan suka membantu orang lain

7. Pengorbanan, kerelaan memberikan sebagian haknya untuk membantu orang lain

8. Tanggung jawab, mengetahui serta melakukan apa yang menjadi tugasnya. D. Fungsi Perlindungan

Dalam fungsi perlindungan terdapat 5 (lima) nilai dasar yang mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga. Nilai dasar tersebut diantaranya:

1. Aman, dimaksudkan suatu perasaan yang terbatas dari ketakutan dan kekhawatiran

2. Pemaaf, memberitahukan atau menunjukkan kesalahan seseorang dan memberi kesempatan untuk memperbaikinya

3. Tanggap, maksudnya mengetahui dan menyadari sesuatu yang akan membahayakan/mengkhawatirkan

4. Tabah, mampu menahan diri ketika menghadapi situasi yang tidak di harapkan

5. Peduli, suatu upaya untuk memelihara, melindungi lingkungan dari kerusakan

E. Fungsi Reproduksi

Diantaranya adalah tanggung jawab, sehat, dan teguh.

1. Tanggung jawab, dimaksudkan untuk mengetahui apa yang menjadi tugasnya


(35)

21

2. Sehat, dimaksudkan untuk keadaan sehat secara fisik, fungsi dan system reproduksi serta rohani/emosional, orang yang sehat dalam fungsi reproduksi di cirikan dengan kemampuan seseorang menjaga kebersihan dan kesehatan reproduksinya.

3. Teguh, dimaksudkan untuk keteguhan dalam fungsi reproduksi yaitu kemampuan seseorang mampu menjaga kesucian organ reproduksinya sebelum menikah.

F. Fungsi Sosialisasi dan pendidikan

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia dalam kehidupannya saling membutuhkan bantuan satu sama lain, hidup secara berkelompok dan bermasyarakat. Setiap manusia memiliki system sosial terkecil yaitu keluarga.Menurut Coleman dan Cressey, Keluarga adalah sekelompok orang yang di hubungkan oleh pernikahan, keturunan atau adopsi yang hidup bersama dalam sebuah rumah tangga.

Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.Keluarga selain berfungsi sebagai pendidik juga sebagai pembimbing dan pendamping dalam tumbuh kembang anak, baik secara fisik, mental, sosial dan spiritual.Mendidik anak adalah kewajiban orang tua.

Dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan terdapat 7 nilai dasar yang mesti di pahami dan ditanamkan dalam keluarga. Ketujuh nilai dasar tersebut diantaranya :

1. Percaya diri dalam fungsi sosialisasi/pendidikan adalah kebebasan berbuat secara mandiri dengan mempertimbangkan serta memutuskan sendiri tanpa bergantung pada orang lain.


(36)

22

2. Luwes dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan adalah mudah menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi misalnya mudah bergaul dengan siapa saja. 3. Bangga dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan, yaitu perasaan senang yang

dimiliki, ketika selesai melaksanakan tugas/pekerjaan yang menantang atau berhasil meraih sesuatu yang di inginkan.

4. Rajin dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan yaitu menyediakan waktu dan tenaga untuk menyelesaikan tugasnya dengan berusaha untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

5. Kreatif dalam fungsi sosial dan pendidikan

6. Tanggungjawab dalam fungsi sosialisasi danb pendidikan maksudnya mengetahui serta melakukan apa yang telah menjadi tugasnya.

7. Kerjasama dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan maksudnya melakukan sesuatu pekerjaan secara bersama-sama.

G. Fungsi Ekonomi

Dalam menjalani kehidupan manusia membutuhkan berbagai jenis dan macam barang-barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhannya diantaranya adalah:

1. Kebutuhan primer

Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok yang benar-benar sangat di butuhkan oleh keluarga dan sifatnya wajib untuk dipenuhi, contohnya kebutuhan sandang, pangan, dan papan.

2. Kebutuhan sekunder

Kebutuhan skunder keluarga adalah kebutuhan yang diperlukan setelah semuakebutuhan pokok terpenuhi, contohnya kebutuhan rekreasi, kebutuhan transportasi, kesehatan dan pendidikan.


(37)

23 3. Kebutuhan tersier

Kebutuhan tersier keluarga adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan promer dan kebutuhan skunder, contohnya adalah mobil, computer, apartemen, dan lainsebagainya.

H. Fungsi Lingkungan

Dalam fungsi lingkungan terdapat 2 (dua) nilai dasar yang mesti di pahami dan di tanamkan dalam keluarga. Kedua nilai dasar tersebut diantaranya :

1. Bersih maksudnya suatu keadaan lingkungan yang bebas dari kotoran, sampah dan polusi.

2. Disiplin, maksudnya mematuhi aturan dan kesepakatan yang berlaku(Kurikulum Diklat Teknis Bina Keluarga Remaja BKR tahun 2014).

2.1.4 Pola Asuh Orangtua

Pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsistensi dari waktu ke waktu. Dalam mengasuh anak orang tua cenderung menggunakan pola asuh tertentu. Menurut dr. Baumrind, terdapat 3 macam pola asuh orang tua yaitu demokratis, otoriter dan permisif.

a. Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu dalam mengendalikan mereka. Orang tua dengan perilaku ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui


(38)

24

kemampuan anak. orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. (Ira Petranto, 2005). Misalnya ketika orang tua menetapkan untuk menutup pintu kamar mandi ketika sedang mandi dengan diberi penjelasan, mengetuk pintu ketika masuk kamar orang tua, memberikan penjelasan perbedaan laki-laki dan perempuan, berdiskusi tentang hal yang tidak boleh dilakukan anak misalnya tidak boleh keluar dari kamar mandi dengan telanjang, sehingga orang tua yang demokratis akan berkompromi dengan anak.

b. Otoriter

Pola asuh ini sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman mislalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam berkomunikasi biasanya bersifat satu arah. (Ira Petranto, 2005). Misalnya anaknya harus menutup pintu kamar mandi ketika mandi tanpa penjelasan, anak laki-laki tidak boleh bermain dengan anak perempuan, melarang anak bertanya kenapa dia lahir, anak dilarang bertanya tentang lawan jenisnya. Dalam hal ini tidak mengenal kompromi.Anak suka atau tidak suka, mau atau tidak mau harus memenuhi target yang ditetapkan orang tua.Anak adalah obyek yang harus dibentuk orang tua yang merasa lebih tahu mana yang terbaik untuk anak-anaknya.


(39)

25 c. Permisif

Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur / memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka, sehingga seringkali disukai oleh anak. (Ira Petranto, 2005). Misalnya anak yang masuk kamar orang tua tanpa mengetuk pintu dibiarkan, telanjang dari kamar mandi dibiarkan begitu saja tanpa ditegur, membiarkan anak melihat gambar yang tidak layak untuk anak kecil, degan pertimbangan anak masih kecil. Sebenarnya, orang tua yang menerapka pola asuh seperti ini hanya tidak ingin konflik dengan anaknya.

Karakteristik Anak Dalam Kaitannya dengan Pola Asuh Orang tua

1. Pola asuh demokratis akan menghasikan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan koperatif terhadap orang-orang lain.

2. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.

3. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial (Rina M. Taufik, 2006).


(40)

26 Syarat Pola Asuh Efektif

Pola asuh yang efektif itu bisa dilihat dari hasilnya anak jadi mampu memahami aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola asuh yang efektif adalah landasan cinta dan kasih sayang.Berikut hal-hal yang dilakukan orang tua demi menuju pola asuh efektif :

a. Pola Asuh harus dinamis Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai contoh, penerapan pola asuh untuk anak balita tentu berbeda dari pola asuh untuk anak usia sekolah. Pasalnya,kemampuan berfikir balita masih sederhana. Jadi pola asuh harus disertai komunikasi yag tidak bertele-tele dan bahasa yang mudah dimengerti.

b. Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak Ini perlu dilakukan karena kebutuhan dan kemampuan anak yang berbeda. perkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat terlihat seumpama jika mendengar alunan musik, dia lebih tertarik ketimbang anak seusianya, kalau orang tua sudah memiliki gambaran potensi anak, maka ia perlu diarahkan dan difasilitasi.

c. Ayah ibu mesti kompak Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh yang sama. Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya “berkompromi” dalam menetapkan nilai-nilai yang boleh dan tidak.

d. Pola asuh mesti disertai perilaku positif dari orang tua Penerapan pola asuh juga membutuhkan sikap-sikap positif dari orang tua sehingga bisa dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan nilai-nilai kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah dipahami.


(41)

27

e. Komunikasi efektif Syarat untuk berkomunkasi efektif sederhana yaitu luangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak. Jadilah pendengar yang baik dan jangan meremehkan pendapat anak. Dalam setiap diskusi, orang tua dapat memberikan saran, masukan atau meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah.

f. Disiplin

Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola asuh, mulailah dari hal-hal kecil dan sederhana. Misal, membereskan kamar sebelum berangkat sekolah anak juga perlu diajarkan membuat jadwal harian sehingga bisa lebih teratur dan efektif mengelola kegiatannya. Namun penerapan disiplin mesti fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan / kondisi anak. g. Orangtua konsisten Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap,

misalnya anak tidak boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk, tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar untuk konsisten terhadap sesuatu, sebaliknya orang tua juga harus konsisten, jangan sampai lain kata dengan perbuatan.

Faktor Utama yang Mempengaruhi Pola Asuh a. Budaya

Orang tua mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua merasa bahwa orang tua mereka berhasil mendidik mereka dengan baik, maka mereka menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuh mereka.

b. Pendidikan Orang Tua Orang tua yang memiliki pengetahuan lebih banyak dalam mengasuh anak, maka akan mengerti kebutuhan anak.


(42)

28

c. Status Sosial Ekonomi Orang tua dari kelas menengah rendah cenderung lebih keras/lebih permessif dalam mengasuh anak

2.2 Pernikahan Usia Muda

2.2.1 Masa Remaja

Kurt Lewin menggambarkan tingkahlaku yang menurut pendapatnya akan selalu terdapat pada remaja :

1. Pemalu dan Perasa, Tetapi sekaligus juga cepat marah dan agresif sehubungan belum jelasnya batas-batas antara berbagai sektor di lapangan psikologi remaja.

2. Ketidakjelasan batas-batas ini menyebabkan pula remaja terus menerus merasakan pertentangan antar sikap, nilai, ideologi dan gaya hidup. Konflik ini di pertajam dengan keadaan diri remaja yang berada di ambang peralihan antara masa anak-anak dan dewasa, sehingga ia dapat disebut manusia marginal. Jadi ia tidak punya tempat berpijak yang bisa memberinya rasa aman, kecuali dalam hubungannya dengan teman sebayanya.

3. Konflik sikap, Nilai dan Ideologi Tersebut muncul dalam bentuk ketegangan emosi yang meningkat.

4. Ada kecendrungan pada remaja untuk mengambil posisi yang sangat ekstrim dan merubah kelakuannya secara drastis, akibatnya sering muncul tingkahlaku radikal dan memberontak di kalangan remaja.


(43)

29

5. Bentuk bentuk khusus dari tingkahlaku remaja pada berbagai individu yang berbeda akan sangat di tentukan oleh sifat dan kekuatan dorongan yang saling berkonflik tersebut. (Sarwono,1989:43-44)

Proses perkembangan yang di alami remaja akan menimbulkan permasalahan bagi mereka sendiri dan mereka yang berada dekat dengan lingkungan hidupnya. Dari semua perubahan yang telah dan akan di alami pada masa remaja, tertinggal aspek aspek yang berarti bagi remaja, yang akan di persatukan dalam suatu identitas diri. Sesungguhnya semua permasalahan selama masa peralihan di warnai oleh masalah utama, yakni pembentukan identitas diri. Dalam pertaliannya dengan lingkungan dekat dan perubahan peranan sosial, akan di hadapi masalah pelepasan diri dari orang tua. Masih banyak permasalahan sehubungan dengan masa peralihan yang di alami pada masa-masa remaja.(Gunarsa,1978:3-4)

Untuk menghindari kesimpang siuran dan kesalah pahaman dalam penggunaan istilah dan bidang penyorotan dengan tujuan yang sama baik istilah remaja di jelaskan terlebih dahulu. Istilah asing yang sering di pakai untuk menunjukan masa remaja, yaitu PUBERTY : berasal dari bahasa latin yang artinya PUBERTAS, berarti Kelaki-lakian, Kedewasaan, yang di landasi oleh sifat dan tanda kelaki-lakian. Dari Kepustakaan yang di dapatkan:

Puberteit adalah masa antara 12 dan 16 tahun.Pengertian pubertas meliputi perubahan fisik dan fisikis.Andolescentia adalah masa sesudah pubertas, yakni masa antara 17 dan 22 tahun.Tinjauan psikologis di lakukan terhadap usaha remaja dalam mencari dan memperoleh tempat dalam masyarakat dengan peranan yang tepat..(Gunarsa,1978:4-5)


(44)

30

Penggolongan remaja menurut Thornburg dalam (Agustiani,2009:33) terbagi tiga tahap yaitu :

a. Remaja awal usia 13-14 tahun : Masa remaja awal umumnya individu telah memasuki pendidikan di bangku sekolah menengah tingkat pertama

b. Remaja Tengah 15-17 tahun : Individu sudah duduk di sekolah menengah atas.

c. Remaja akhir usia 18-21 tahun : biasanya individu telah memasuki pergurun tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja. (Dariyo,2004:14)

Menurut Erikson dalam (Agustiani,2009:33) seseorang remaja bukan sekedar mempertanyakan siapa diriny, tetapi bagaimana dan dalam konteks apa dia bisa jadi bermakna dan di maknakan. Dengn kata lain, identitas sorang tergantung pula pada bagaiman orang lain mempertimbangkan kehadirannya.

Semua perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat membawa akibat bahwa fokus utama dari perhatian remaja adalah dirinya sendiri. Secara psikologis proses-proses dalam diri remaja semua tengah mengalami perubahan, dan komponen-komponen fisik, fisiologis, emosional, dan kognitif sedang mengalami perubahan besar. Sekarang dengan terbukanya kemungkinan bagi semua objek untuk di fikirkan dengan cara hipotesis, berbeda dan baru, dan dengan dan perubahan dirinya yang radikal, sepantasnyalah bagi individu untuk memfokuskan pada dirinya sendiri dan mencoba mengerti dengan apa yang sedang terjadi.(Agustiani, 2009 : 32)


(45)

31 2.2.2 Pengertian Pernikahan usia muda

Pernikahan usia muda adalah sebuah pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia dibawah tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah mengenah atas. Jadi, sebuah pernikahan disebut pernikahan dini, jika kedua atau salah satu pasangan masih berusia dibawah 18 tahun (masih berusia remaja).

Usia muda didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia muda berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat. Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12-24 tahun. Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BkkbN batasan usia muda adalah 10-21 tahun (BKKBN, 2005). WHO Expert Comitte

memberikan batasan-batasan pertama tentang definisi usia muda bersifat konseptional pada tahun 1974. Dalam hal ini ada 3 kategori yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut tersembunyi sebagai berikut, usia muda adalah suatu masa dimana :

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai ia mencapai kematangan sendiri.

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dari masa kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri.

Dari batasan usia muda di atas ditetapkan batasan usia muda antara 11-19 tahun, dimana di antara usia tersebut sudah menunjukan tanda-tanda seksualnya. Bila hal ini ditinjau dari sudut kesehatan maka masalah utama yang dirasakan mendesak adalah


(46)

32

mengenai kesehatan pada usia muda khususnya wanita yang kehamilannya terlalu awal 10:00)

2.2.3 Resiko Pernikahan Usia Muda

Konsultan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi dokter Julianto Witjaksono juga menerangkan banyak terjadi resiko penyakit dan kelainan terutama saat kehamilan muda. “Karena secara biologis perempuan di bawah usia 20 tahun belum siap, sehingga resikonya sangat tinggi bagi ibu dan bayi. Berdasarkan kajian bidang kesehatan, rentang usia perkawinan paling aman bagi seorang wanita adalah 20-35 tahun. Pada usia itu, seorang perempuan masuk dalam kategori usia dewasa muda. Pernikahan wanita di bawah usia 20 tahun memiliki resiko tinggi akan kematian. Adapun risiko kehamilan remaja lebih tinggi dibandingkan kehamilan pada usia reproduksi sehat (20-35 tahun), antara lain terjadi tiga sampai tujuh kali kematian dalam kehamilan dan persalinan terutama akibat pendarahan dan infeksi. Selain itu, satu sampai dua dari empat kehamilan remaja mengalami depresi pasca persalinan.wanita di bawah 20 tahun memiliki resiko tinggi untuk penyakit dan kematian ketika menjalankan fungsi reproduksi. Memasuki usia 20 tahun secara medik (fisik, biologis, endokrinologi serta psikologis, dan emosional), peremuan memiliki kematangan menjalankan hak reproduksinya secara aman terutama dalam menghasilkan generasi bangsa Indonesia yang berkualitas.

Temuan caplan manyatakan, usia orang tua yang masih terlalu muda terbukti memang merupakan faktor yang cukup besar berpengaruh pada penelantaran dan


(47)

33

penyalagunaan anak. Sebuah proyek di amerika srikat yang di beri nama proyek TALLENT telah melaksanakan sebuah survey nasional yang meliputi 375.000 orang. survey itu di lakukan pada tahun 1980-an akan tetapi respondennya adalah yang pada tahun 1960, yang sedang duduk di kelas 9-12 atau setara dengan kelas 3 SMP- 3SMA. Mereka ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu yang waktu di lahirkan orang tuanya masih remaja dan yang lahir dari orang tua yang lebih dewasa.Hasilnya adalah bahwa terlepas dari faktor sosial ekonomi, orangtua, anak-anak, yang lahir dari orang tua remaja memang mempunyai beberapa kekurangan jika di bandingkan dengan yang orang tuanya lebih dewasa. Kekurangan-kekurangan itu antara lain : prestasi sekolahnya lebih renda dan ada kecenderungan untuk menikah pada usia remaja juga dan tingkat kesuburanya lebih tinggi dari rekan-rekanya yang lahir dari orang tua yang lebih dewasa. (Sarwono,1989:118)

Konsekuensi dari pernikahan usia muda dan melahirkan di usia remaja adalah berisiko untuk melahirkan prematur dan berat badan lahir rendah. Wanita yang menikah pada usia dini mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil dan angka kelahiran juga lebih tinggi. Perkawinan usia remaja juga berdampak pada rendahnya kualitas keluarga, baik ditinjau dari segi ketidaksiapan secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial maupun ekonomi rumah tangga, risiko tidak siap mental untuk membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab, kegagalan perkawinan, kehamilan usia dini berisiko terhadap kematian ibu karena ketidaksiapan calon ibu remaja dalam mengandung dan melahirkan bayinya.


(48)

34

Remaja yang melakukan perkawinan dini memiliki resiko dalamkehamilan dan proses persalinan, yaitu :

a. Resiko Sosial Perkawinan Dini

Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri danmembutuhkan pergaulan dengan teman- teman sebaya. Perkawinan dinisecara sosial akan menjadi bahan pembicaraan teman- teman remaja danmasyarakat, kesempatan untuk bergaul dengan teman sesama remajahilang, sehingga remaja kurang dapat membicarakan masalah- masalahyang dihadapinya. Remaja memasuki lingkungan orang dewasa dan keluargayang baru, dan asing bagi mereka. Bila remaja kurang dapat menyesuaikandiri, maka akan timbul berbagai keterangan dalam hubungan keluarga danmasyarakat (Sibagariang ddk, 2010).

Perkawinan dini dapat mengakibatkan remaja berhenti sekolahsehingga kehilangan kesempatan untuk menuntut ilmu sebagai bekal hidupuntuk masa depan. Sebagian besar pasangan muda ini menjadi tergantungdengan orang tua, sehingga kurang dapat mengambil keputusan sendiri.Perkawinan dini memberikan pengaruh bagi kesejateraan keluarga dandalam masyarakat secara keseluruhan. Wanita yang kurang berpendidikandan tidak siap menjalankan perannya sebagai ibu akan kurang mampu untukmendidik anaknya, sehingga anak akan bertumbuh kembang secara kurangbaik, yang dapat merugikan masa depan anak (Sibagariang dkk, 2010).

b. Resiko Kejiwaan Perkawinan Dini

Perkawinan pada umumnya merupakan suatu masa pemeliharaandalam kehidupan seseorang dan oleh karena itu mengandung stres.Istri dansuami memerlukan kesiapan mental dalam menghadapi stres, yaitu bahwaistri dan suami mulai beralih dari masa hidup sendiri kemasa hidup bersamadan keluarga.Kesiapan dan kematangan mental biasanya belum di capaipada umur di bawah 20 tahun


(49)

35

(Sibagariang dkk, 2010)Pengalaman hidup remaja yang berumur dibawah 20 tahun biasanyabelum mantap. Apabila wanita pada masa perkawinan usia muda menjadihamil dan secara mental belum mantap, maka janin yang di kandungnya akan menjadi anak yang tidak dikehendakinya, ini berakibat buruk terhadapperkembangan jiwa anak sejak dalam kandungan (Sibagariang dkk, 2010)

Remaja yang memiliki kejiwaan dan emosi yang kurang matang,mengakibatkan timbulnya perasaan gelisah, kadang-kadang mudah timbulrasa curiga, dan pertengkaran suami dan istri sering terjadi ketika masa bulanmadu sudah berakhir (Sibagariang dkk, 2010).

c. Resiko Kesehatan Perkawinan Dini

Resiko kehamilan usia dini merupakan kehamilan pada usia masihmuda yang dapat merugikan. Perkawinan dini memiliki resiko terhadapkesehatan, terutama pasangan wanita pada saat mengalami kehamilan danproses persalinan. Kehamilan mempunyai dampak negatif terhadapkesejahteraan seorang remaja.Sebenarnya remaja tersebut belum siapmental untuk hamil, namun karena keadaan remaja terpaksa menerimakehamilan dengan resiko (Sibagariang dkk, 2010).Berikut beberapa resiko kehamilan yang dapat dialami oleh remaja(usia kurang dari 20 tahun), yakni :

a. Kurang darah (anemia) adalah dalam masa kehamilan dengan akibatyang buruk bagi janin yang dikandung, seperti pertumbuhan janinterlambat dan kelahiran prematur.

b. Kurang gizi pada masa kehamilan yang dapat mengakibatkan perkembangan biologis dan kecerdasan janin terlambat, sehingga bayidapat lahir dengan berat badan rendah.


(50)

36

c. Preeklamsi dan eklamsi yang dapat membawa maut bagi ibu maupunbayinya.

d. Pasangan yang kurang siap untuk menerima kehamilan cendrung untukmelakukan pengguguran kandungan (aborsi) yang dapat berakibatkematian bagi wanita.

e. Pada wanita yang menikah sebelum usia 20 tahun mempunyai resikodua kali lipat untuk mendapatkan kangker servik dibandingkan denganwanita yang menikah pada umur yang lebih tua.

2.2.4 Usia Ideal Untuk Menikah

Menurut Humas Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), U. Kusmana mengatakan bahwa berdasarkan kesehatan reproduksi, wanita menjadi seorang ibu lebih baik dimulai pada usia 20 tahun. Dan buat pria di rekomendasikan menikah dimulai pada usia 25 tahun dan di sarankan pria harus lebih tua daripada wanita.Pria lebih tua sangat disarankan karena mereka akan memegang tampuh kepemimpinan dalam sebuah keluarga. Tapi walaupun demikian sebuah pernikahan tidak didasari hanya sebatas umur saja, namun harus memiliki banyak pertimbangan lainnya.

Rata-rata usia pernikahan adalah 25 tahun untuk wanita dan 27 tahun untuk pria. Usia ideal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya perceraian pada pasangan menikah.Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mewanti-wanti agar anak Indonesia tidak menikah di usia muda. Usia muda artinya, usia yang belum matang secara medis dan psikologinya. Usia menikah idel untuk perempuan adalah 20 - 35 tahun dan 25 - 40 tahun untuk pria.Pada umur 20 tahun keatas, organ reproduksi perempuan sudah siap mengandung dan


(51)

37

melahirkan.Sedangkan pada usia 35 tahun sudah mulai terjadi proses regeneratif.Secara psikologis, umur 20 juga sudah matang, bisa mempertimbangkan secara emosional dan nalar. Sudah tahu menikah bertujuan untuk apa. Kalau menikah di usia 12 tahun, pasti tidak tahu menikah itu bagaimana.Di Indonesia, kebanyakan pernikahan dini terjadi karena masalah ekonomi. Banyak dijumpai di daerah pedesaan dan daerah tertentu masih sangat memegang pemikiran lama, dimana perempuan tidak perlu mendapat pendidikan tinggi karena hanya bergulat di dapur, kasur dan sumur.Masih ada orangtua yang bangga kalau anaknyamenikah di usia muda, apalagi jika pasangannya kaya dan terkenal.Seperti banyak hal lainnya dalam kehidupan, selalu ada waktu yang tepat untuk berbagai hal, begitu juga dengan menikah. Menurut sebuah artikel dari USA Today, banyak penelitian menunjukkan bahwa semakin dekat usia seseorang pada 20 tahun saat menikah, maka kemungkinan berisiko lebih kecil mengalami perceraian.

tanggal 25 maret 2015 pukul 8:50)

2.2.5 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda

Faktor yang menyebabkan pernikahan usia muda adalah kemauan sendiri karena sudah merasa saling mencintai, faktor dorongan orang tua atau keluarga, juga faktor pendidikan yang begitu rendah yang di sebabkan oleh kondisi ekonomi yang serba pas-pasan(Naibaho, 2013: 72).

Di beberapa daerah di Indonesia, pernikahan dini masih marak terjadi. Secara umum, penyebab utamanya ada sebagai berikut :


(52)

38

• Keinginan untuk segera mendapat tambahan anggota keluarga

• Tidak adanya pengetahuan mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai maupun keturunannya

• Mengikuti adat secara mentah-mentah

Sementara, menurut Hollean dan Suryono, perkawinan di usia muda terjadi karena sebab sebagai berikut : Masalah ekonomi keluarga terutama di keluarga si gadis. Orang tuanya meminta keluarga laki-laki untuk mengawinkan anak gadisnya, sehingga dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarga yang jadi tanggungjawab (makanan, pakaian, pendidikan dan sebagainya) (soekanto, 1992 : 65). Tapi, sebab diatas sudah semakin berkurang sekarang ini. Namun, mengapa jumlah pernikahan dini masih tetap tinggi? Ada faktor penyebab lainnya yang membuat pernikahan dini masih tetap marak. Berikut beberapa faktor penyebab pernikahan dini :

Faktor Ekonomi

Biasanya ini terjadi ketika keluarga si gadis berasal dari keluarga kurang mampu. Orang tuanya pun menikahkan si gadis dengan laki-laki dari keluarga mapan. Hal ini tentu akan berdampak baik bagi si gadis maupun orang tuanya. Si gadis bisa mendapat kehidupan yang layak serta beban orang tuanya bisa berkurang.

Faktor Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan orang tua, anak dan masyarakat membuat pernikahan dini semakin marak. Wajib Belajar 9 Tahun bisa dijadikan salah satu 'obat' dari fenomena ini, dimisalkan seorang anak mulai belajar di usia 6 tahun, maka saat dia menyelesaikan program tersebut, dia sudah berusia 15 tahun.


(53)

39

Di usia 15 tahun tersebut, seorang anak pastilah memiliki kecerdasan dan tingkat emosi yang sudah mulai stabil. Apalagi bila bisa dilanjutkan hingga Wajib Belajar 12 tahun. Jika program wajib belajar tersebut dijalankan dengan baik, angka pernikahan dini pastilah berkurang.

Faktor Orang tua

Entah karena khawatir anak menyebabkan aib keluarga atau takut anaknya melakukan 'zina' saat berpacaran, maka ada orang tua yang langsung menikahkan anaknya dengan pacarnya. Niatnya memang baik, untuk melindungi sang anak dari perbuatan dosa, tapi hal ini juga tidak bisa dibenarkan.

Faktor Media Massa dan Internet

Disadari atau tidak, anak di jaman sekarang sangat mudah mengakses segala sesuatu yang berhubungan dengan seks dan semacamnya, hal ini membuat mereka jadi "terbiasa" dengan hal-hal berbau seks dan tidak menganggapnya tabu lagi. Memang pendidikan seks itu penting sejak dini, tapi bukan berarti anak-anak tersebut belajar sendiri tanpa didampingi orang dewasa.

Faktor Biologis

Faktor biologis ini muncul salah satunya karena Faktor Media Massa dan Internet diatas, dengan mudahnya akses informasi tadi, anak-anak jadi mengetahui hal yang belum seharusnya mereka tahu di usianya. Maka, terjadilah hubungan di luar nikah yang bisa menjadi hamil di luar nikah. Maka, mau tidak mau, orang tua harus menikahkan anak gadisnya.

Faktor Hamil di Luar Nikah

Faktor ini di pisahkan oleh faktor biologis karena hamil di luar nikah bukan hanya karena "kecelakaan" tapi bisa juga karena diperkosa sehingga terjadilah hamil di luar nikah. Orang tua yang dihadapkan dalam situasi tersebut pastilah akan


(54)

40

menikahkan anak gadisnya, bahkan bisa dengan orang yang sama sekali tidak dicintai orang si gadis. Hal ini semakin dilematis karena ini tidak sesuai dengan UU Perkawinan. Rumah tangga berdasarkan cinta saja bisa goyah, apalagi karena keterpaksaan.

Faktor Adat

Faktor ini sudah mulai jarang muncul, tapi masih tetap ada.

diakses pada tanggal 4 maret 2015 pukul 10:50 WIB)


(55)

41 2.3 Kerangka Pemikiran

Pernikahan yang di alami anak di bawah umur sering di sebabkan oleh beberapa faktor-faktor pemicuh. Dan faktor pemicuh dapat berasal dari faktor konsisi ekonomi keluarga, faktor budaya atau dengan kata lain faktor kebiasaan yang terjadi dan berlaku di lingkungan sekitar, faktor pndidikan formal keluarga dan responden, dan yang selanjutnya adalah faktor keluarga itu sendiri yang menjadi pemicuh terjadinya pernikahan usia muda bisa jadi karena pola asuh yang di berlakukan orang tua terhadap anak-anaknya. Atau bisa jadi faktor penyebab lainnya yang mana faktor pemicuh adalah dari dalam keluarga. Dan beberapa factor tersebut adalah kemungkinan yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda.

Bagan Alur Pikir

Faktor Ekonomi Faktor Budaya Faktor Pendidikan Faktor Keluarga Keinginan pada remaja

Pemicuh Terjadinya Pernikahan Usia Muda Faktor-Faktor Pemicuh Pernikahan Usia Mudah


(56)

42 2.4 Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang di gunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan di teliti, untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang akan di jadikan objek penelitian. Dengan kata lain, penulis berupaya membawa para pembaca bahwa hasil penelitian ini untuk memaknai konsep sesuai dengan yang di inginkan dan di maksudkan oleh penulis. Jadi definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang di anut dalam suatu penelitian. (siagian,2011:138)

Untuk lebih memahami pengertian konsep-konsep yang akan di gunakan, maka penulis membatasi konsep-konsep sebagai berikut :

1. Yang di maksud dengan faktor dalam penelitian ini adalah sesuatu yang mempengaruhi atas terjadinya hal atau kejadian tertentu

2. Yang di maksud dengan pernikahan dalam penelitian ini adalah pintu bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalamjangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat keturunan.

3. Yang dimaksud dengan pernikahan usia muda dalam penelitian ini adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri di usia yang masih muda. Dimana pihak perempuan masih berusia di bawah 18 tahun sewaktu melangsungkan pernikahan, dan pihak pria berusia di bawah 20 tahun.


(57)

43

4. Yang di maksud dengan faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda dalam penelitian ini adalah hal yang mempengaruhi terjadinya Pernikahan usia muda pada individu yang masih berusia muda. Dimana pihak perempuan masih berusia di bawah 18 tahun sewaktu melangsungkan pernikahan, dan pihak pria berusia di bawah 20 tahun.


(58)

44 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskritif, yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang di teliti. Termasuk yang di dalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variable penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan ada pula produk interaksi yang berlangsung (siagian, 2011: 52).

3.2Lokasi Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di kelurahan sawit seberang, kecamatan sawit seberang, kabupaten langkat, sumatera utara.

3.3Informan

3.3.1 Informan

Sampel pada penelitian kualitatif disebut informan.Informan adalah orang-orang yang dipilih untuk diwawancarai atau diobservasi sesuai tujuan peneliti untuk memberikan informasi, data ataupun fakta dari suatu objek penelitian.Informan dalam penelitian ini terdapat dua jenis yaitu informan kunci dan informan utama.

3.3.1.1informan kunci

Informan kunci yaitu orang yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.Informan kunci dalam penelitian ini


(59)

45

adalah Kantor Urusan Agama Kecamatan Sawit seberang.orang tua responden.

3.3.1.2Informan Utama

Informan utama adalah orang yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah 4individu yang telah melakukan pernikahan pada usia dibawah 18 tahun bagi perempuan dan usia di bawah 20 tahun bagi laki-laki. di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat sumatera utara.

3.4Teknik pengumpulan data

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dalam pengumpulan data yang diperlukan, dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research). Data akan

diolah dari berbagai sumber kepustakaan, antara lain buku-buku ilmiah, majalah, surat kabar, jurnal, dan bahan tulisan lainnya yang erat kaitannya dengan subjek penelitian.

2. Studi Lapangan

Studi lapangan yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan dengan subjek penelitian yakni:

• Observasi, yaitu pengamatan yang di lakukan secara langsung untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang di perlukan. Dalam penelitian ini peneliti hanya berperan sebagai pengamat. Observasi dilakukan untuk


(60)

46

mengamati objek di lapangan yang meliputi fenomena pernikahan usia muda di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat

• Wawancara mendalam, yaitu dimaksudkan untuk mengajuhkan pertanyaan secara mendalam dan tatap muka dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi data yang di perlukan.

3.4Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang di gunakan adalah analisis data deskritif atau sering di sebut dengan analisis deskritif, yaitu analisis data yang ada pada tiap-tiap sampel kajian dan tidak digunakan dalam rangka merumuskan generalisasi menyeluruh. Dengan demikian, kesimpulan pada analisis data statistik deskritif hanya berlaku pada masing-masing tabel atau hanya berlaku pada satu tabel, tanpa generalisasi (siagian,2011:228). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Artinya untuk analisis data tidak diperlukan model uji statistik denan memakai rumus-rumus tertentu. Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin akan mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.


(61)

47 BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1Gambaran Umum Kelurahan Sawit Seberang

Kelurahan sawit seberang merupakan salah daerah yang berada dalam wilayah Kecamatan Sawit Seberang, yang termasuk dalam kelurahan Sawit Seberang adalah pajak sentral, Emplasmen, Pondok VII, Fraksionasi, Kebun Sayur Atas, dan Kebun Sayur Bawah. Dengan batas-batas wilayah Kelurahan Sawit Seberang sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Simpang Tiga b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Alur gadung

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Padang Tualang d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Mekar sawit

Untuk memperjelas gambaran umum Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang , berikut merupakan data kependudukan per Desember 2014 :

Tabel 4.1.1

Jumlah Penduduk Kelurahan Sawit Seberang Tahun 2014

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-Laki Perempuan

1785 Jiwa 1719 Jiwa

Jumlah 3504 Jiwa

Jumlah Kepala Keluarga 1011 Jiwa Sumber : Kelurahan Sawit Seberang 2014


(62)

48

Berdasarkan tabel 4.1.1 mengenai jumlah penduduk Kelurahan Sawit Seberang tahun 2014, yakni sebanyak 3504 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1785 Jiwa, dan perempuan sebanyak 1719 Jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 1011 Jiwa.

Tabel 4.1.2

Jumlah penduduk Kelurahan Sawit Seberang Berdasarkan Etnis Tahun 2014

Suku Jumlah

Jawa Batak Melayu Minang Aceh Tionghoa Lainnya

2030 Jiwa 412 Jiwa 25 Jiwa

10 Jiwa 15 Jiwa 12 Jiwa

-

Jumlah 3504 Jiwa

Sumber :Sumber : Kelurahan Sawit Seberang 2014

Berdasarkan tabel 4.1.2. mengenai jumlah penduduk Kelurahan Sawit Seberang berdasarkan etnis tahun 2014 di atas, diketahui bahwa suku masyarakat Kelurahan Sawit Seberang terbanyak adalah suku Jawa yakni sebanyak 2030 Jiwa, suku Batak 412 jiwa, Suku Melayu 25 Jiwa, Suku Minang 10 Jiwa, Suku Aceh 15, Suku Tionghoa 12 Jiwa. Dimana jumlah total masyarakat sebanyak 3504 Jiwa.


(63)

49 Tabel 4.1.3

Jumlah Penduduk Kelurahan Sawit Seberang Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2014

Pekerjaan Jumlah

Pedagang Wiraswasta Buruh PNS

TNI & POLRI Tim medis Lain lain

542 Jiwa 989 Jiwa 445 Jiwa 58 Jiwa 24 Jiwa 29 Jiwa 115Jiwa Sumber : Kelurahan Sawit Seberang 2014

Berdasarkan tabel 4.1.4 jumlah penduduk Kelurahan Sawit Seberang berdasarkan mata pencaharian tahun 2014, paling besar masyarakat bekerja atau berprofesi sebagai wiraswasta atau sebesar 40 %, pedagang sebesar 30%, buruh sebesar 20,5 %. Dan selebihnya adalah PNS,TNI& POLRI, Tim Medis, dan lain-lain


(64)

50 Tabel 4.1.4

Jumlah Penduduk Kelurahan Sawit Seberang Berdasarkan Usia Pernikahan

Tahun 2011-2014

No Tahun Usia Jumlah

1 2 3 4 2011 2012 2013 2014 16-30 tahun 31 tahun ke atas 16-30 tahun 31 tahun ke atas 16-30 tahun 31 tahun ke atas 16-30 tahun

30 pasang

8 pasang 25 pasang 7 pasang 22 pasang 4 pasang 13 pasang Sumber data : KUA Sawit Seberang

Berdasarkan tabel 4.1.4 mengenai jumlah penduduk Kelurahan Sawit Seberang berdasarkan usia pernikahan tahun 2011-2014 , di ketahui bahwa jumlah pernikahan terbanyak terdapat pada tahun 2011 yaitu usia 16-30 sebanyak 30 pasang dan usia 31 tahun ke-atas sebanyak 8 pasang, jumlah keseluruhan sebanyak 30 peristiwa, kemudian pada tahun 2012 pada usia 16-30 tahun sebanyak 25 pasang dan usia 31 ke atas sebanyak 7 pasang, keseluruhan berjumlah 32 peristiwa. Selanjutnya pada tahun 2013 pada usia 16-30 tahun sebanyak 22 pasang dan 31 tahun ke atas sebanyak 4 pasang, jumlah keseluruhan sebanyak 26 peristiwa. Dan yang terakhir tahun 2014 pernikahan pada usia 16-30 tahun sebanyak 13 pasang, jumlah keseluruhan sebanyak 13 peristiwa.


(65)

51 BAB V

ANALISIS DATA

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakuakan dilapangan melalui observasi dan wawancara mendalam dengan responden penelitian, bahwa semua data yang terkumpul telah memenuhi syarat untuk di analisis. Keseluruhan data yang telah terkumpul yang di dapatkan dari informan kunci sebanyak 4 orang dan informan utama sebanyak 4 orang dan keseluruhan informan yang berhasil di wawancarai secara mendalam berjumlah 8 orang responden.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data yang telah terkumpul, maka analisis data dibagi atas beberapa sub bab, yaitu :

1. Karakteristik responden 2. Analisis jawaban responden

3. Faktor-Faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat

5.1Karakteristik Responden Informan Utama

Responden (R)

Usia Jenis Kelamin

Suku Tanggal Pernikahan

Tanggal Lahir

Usia Anak R1 20 tahun Perempuan Jawa 31-10-2011 09-08-1994 2 tahun R2 17 tahun Perempuan Jawa 01-11-2014 16-02-1998 6 bulan R3 20 tahun Perempuan Jawa 24-12-2011 05-12-1994 3 tahun R4 18 tahun Perempuan Jawa 22-04-2014 05-08-1997 1,4


(66)

52

1. Identitas Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan dari 4 responden, di ketahui bahwa responden terbanyak berada di dalam rentan usia 16-17 tahun .tidak di pungkiri bahwa usia rata-rata responden tersebut merupakan usia yang masih belum matang untuk melakukan pernikahan. Namun pada kenyataanya di kelurahan sawit seberang memang kerap kali di temui pernikahan usia muda yaitu di bawah usia ideal seseorang untuk melangsungkan pernikahan, dimana rata-rata usia pernikahan ideal adalah 25 tahun untuk wanita dan 27 tahun untuk pria. Dengan usia yang masih belasan tahun saat melakukan pernikahan artinya ,responden masih tergolong kedalam usia yang belum matang secara medis dan psikologinya untuk melakukan mernikahan dan menjalani bahtera rumah tangga.

2. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data yang didapatkan di lapangan diketahui bahwa keseluruhan responden yang berhasil di observasi berjenis kelamin perempuan. Terkait hal ini , peneliti berasumsi bahwa remaja perempuan di lokasi penelitian lebih cepat menikah di banding remaja laki-laki. Hal ini di sebabkan karena laki-laki enggan melangsungkan pernikahan karena beranggapan dirinya merasa masih belum siap menikah karena faktor ekonomi atau kemapanan. Laki-laki cenderung takut jika nantinya anak istrinya akan sulit dinafkahi.

3. Identitas Responden Berdasarkan Suku

Berdasarkan data yang di dapat dari 4 responden informan utama dan 4 responden informan kunci dimana keseluruhan responden bersuku jawa. Menimbang hal ini peneliti berasumsi kemungkinan yang terjadi bahwa latar belakang dan kebiasaan yang berlaku di lokasi atau lingkungan sekitar


(1)

98

DAFTAR PUSTAKA

Suryani, Widyasih.2010.Psikologi Ibu dan Anak.Yogyakarta:Citramaya

Setiono,2011.Psikologi Keluarga.Bandung:PT Alumni

Gunarsa, 2002.Asas Asas Psikologi Keluarga Idaman.Jakarta:PT BPK Gunung Mulia

Sarwono, Sarlito Wirawan.1989.Psikologi Remaja.Jakarta:Manajemen PT Raja Grafindo Persada.

Gunarsa, Singgih D.1978.Psikologi remaja.Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Dariyo,Agus.2004.Psikologi Perkembangan Remaja.Bogor : Ghalia Indonesia

Agustiani,Hendriati.2009. Psikologi Perkembangan.Bandung : PT Refika Aditama

Kurikulum Diklat Teknis Bina Keluarga Remaja (BKR) tahun 2014.

Kartini Kartono. 2005. Patologi Sosial 2; Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.

Siagian, Matias. 2012. Metode Penelitian Sosial. Medan: Grasindo Monoratama

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

Sibagariang E E., dkk., 2010. Kesehatan Reproduksi Wanita, Trans Info Menika, Jakarta.

Naibaho, Hotnatalia. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda. Skripsi.Ilmu kesejahteraan sosial, FISIP USU : Medan


(2)

99 Sumber Online :

Yanti,Erma.2012,Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Resiko Perkawinan Dini dalam Kehamilan di Kelurahan Tanjung Gusta Lingkungan II

Kecamatan Medan Helvetia, Karya Tulis Ilmiah, Prodi Kebidanan UNPRI: Medan diakses dari :

Maria, Ulfa. 2007. Peranan Persepsi Keharmonisan keluarga dan Konsep Diri Terhadap Kecendrungan Kenakalan Remaja, Tesis, Program Studi

Psikologi Perkembangan Sekolah Pasca Sarjana UGM: Jogjakarta. Diakses dari januari 2015

Astuti,Sitiyuli.2013. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Kalangan Remaja di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Skripsi, Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP USU:medan

tanggal 10 januari 2015)


(3)

100

tanggal 4 maret 2015 pukul 12:00


(4)

95

BUKTI DOKUMENTASI

“Wawancara Bersama Kepala Lingkungan (Informan Kunci)


(5)

96

“Wawancara bersama responden inisial (SS) sebagai informan utama dan ibunya sebagai informan kunci”

“Wawancara bersama responden inisial (IL) sebagai informan utama dan ibunya sebagai informan kunci”


(6)

97


Dokumen yang terkait

Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat 2014

4 83 118

Analisis Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

20 192 114

Solidaritas Kekerabatan Pada Masyarakat Jawa Perantauan (Studi Deskriptif Di Kelurahan Sawit Seberang, Kecamatan Sawit Seberang, Kabupaten Langkat)

20 108 98

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN USIA MUDA PEREMPUAN

0 12 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan - Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

0 6 33

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

0 0 9

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERNIKAHAN USIA MUDA DI KELURAHAN SAWIT SEBERANG KECAMATAN SAWIT SEBERANG KABUPATEN LANGKAT

0 0 13

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAWIT SEBERANG KECAMATAN SAWIT SEBERANG KABUPATEN LANGKAT

0 1 15

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

0 0 9

Analisis Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

0 1 18