dewasa adalah sekitar 20 tahun atau lebih dan manfaatnya adalah agar calon suami-isteri dapat memahami lebih signifikansi perkawinan secara tepat. .Hal
ini menunjukkan adanya inheren dengan syarat-syarat perkawinan yang di tuliskan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Dengan demikian pengaturan tentang usia ini sebenarnya sesuai dengan prinsip perkawinan yang menyatakan bahwa calon suami dan isteri harus telah
masak jiwa dan raganya. Namun sebaliknya apabila perkawinan dilakukan di bawah usia yang telah ditetapkan undang-undang atau diistilahkan dengan
perkawinan dini mestilah dihindari karena membawa efek yang kurang baik,terlebih dibawah umur yakni 19 tahun oleh undang undang perkawinan
dan 20 tahun atau lebih menurut ahli psikology
28
, terutama bagi pribadi yang melaksanakannya dan akan cenderung berakhir dengan perceraian walaupun
menurut hukum Islam tidak ada pembatasan usia menikah,namun kematangan fisik dan psikis juga kesiapan lahir dan batin adalah syarat yang dianjurkan
untuk menikah.
C. Pernikahan Pada Usia Muda : Beberapa Contoh
Pernikahan adalah ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga rumah tangga
28
Hurlock Elizabeth B ,Developmental Psychology: A life-Span Aparoach, Fifth Edition. Psikology Perkembsngsn
, suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi V Istiwidiyanti dan Soejarwo terj 1980 Jakarta- Erlangga. hal 21. Cet I
yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
29
Pada pembahasan ini kita bicarakan umum ideal menikah, disamping perlu juga
dipertimbangkan waktu pernikahan. Ma’sum Djauhari menegaskan bahwa “ apabila seseorang yang hendak
menikah seyogyanya mengetahui empat hal :
30
a. Pernikahan sangat perlu di persiapkan dengan sebaik-baiknya.
b. Pernikahan harus memperhitungkan waktu yang tepat sesuai dengan
umur seseorang. c.
Kita seyogyanya tahu prosedur dan tata cara melangsungkan pernikahan.
d. Kita tahu siapa yang bakal menjadi calon pasangan kita.
Dengan berpatokan pada empat hal tersebut barulah seseorang diperbolehkan melangsungkan pernikahan. Disamping hal tersebut juga ada
yang perlu dipersiapkan usianya yang sudah mencukupi atau belum. Mengenai pernikahan usia muda, di dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
pernikahan dikatakan bahwa : pernikahan hanya di izinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
31
29
Nasarudin Latif,Ilmu Perkawinan, op. Cit. h. 13
30
Djauhari Ma’sum, Bimbingan Perkawinan Dan Berumah Tangga, Jakarta : cv. Aji sakti, 1994 . h. 38.
31
Departemen Agama RI, Undang-Undang Perkawinan No I Tahun 1974, h 48
Kalau sudah mencapai umur yang di tetapkan oleh undang-undang diatas maka pihak KUA dapat menikahkan mempelai dengan syarat harus mendapat
izin dari orang tua masing-masing mempelai atau calon pengantin. Melihat pernyataan tersebut, yaitu 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun
untuk wanita sebelum kedua mempelai mencapai batasan usia yang telah ditentukan disebut dengan pernikahan di usia muda. Kondisi seperti ini tidak
cocok dengan perkembangan zaman dan perubahan zaman, karena setiap manusia dia harus mengembangkan intelektual dan pengalaman pada berbagai
aspek. Pernikahan usia muda kebanyakan akan mengalami rasa penyesalan,
kesengsaraan dan kekacauan dalam membina rumah tangga karena belum siap secara lahir yakni menikah pada usia yang terlalu muda. Satu kendala yang
membuat pernikahan usia muda semakin bermasalah adalah merebaknya kebiasaan pernikahan di bawah tangan. Pernikahan dibawah tangan adalah
pernikahan yang tidak mengikuti prosedur peraturan pemerintah, atau ada istilah pernikahan yang tidak di catat pada Kantor Urusan Agama KUA
setempat. Karena pernikahan, adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam. Sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
pernikahan.
32
Pernikahan di usia muda mayoritas akan mengalami penyesalan yang diakibatkan terlalu muda usianya, orang tua sendiri sering mendorong
32
Ibid. 26
pernikahan anaknya dalam usia yang sangat muda. Orang tua seperti ini sebenarnya salah perhitungan dengan menganggap bahwa pernikahan dalam
usia muda mempunyai suatu faktor kematangan. pernikahan dalam usia muda belasan tahun adalah keputusan-keputusan
yang sangat kompulsip, kemungkinannya akan sangat buruk buat mereka yang melangsungkan pernikahan di usia muda. Biasanya kedua anak laki-laki dan
perempuan yang tidak dewasa secara emosi dan sering dimanjakan. Mereka ingin segera memperoleh apa yang dikehendakinya, tidak peduli dengan akibat
apakah itu bencana. Pengadilan Agama menentukan batasan umur bagi calon pengantin agar
tidak terjadinya pernikahan di usia muda yang memang mereka masih labil emosinya dan dianggap masih belum mampu secara fisik dan mentalnya,
sehingga akan mengalami ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam rumah tangga. Apalagi pada usia yang belum matang secara lahir dan batin seperti
yang dijelaskan dalam undang-undang dan ketentuan-ketentuan yang telah di ungkapkan.
Dalam bukunya yang berjudul Mencegah Perkawinan yang Tidak Bahagia, F Shappiro mengungkapkan beberapa kendala yang dialami akibat
menikah di usia yang masih muda. a.
Ketidak bahagiaan yang tidak dapat dielakkan. b.
Perceraian tidak dapat dihindari.
Hal seperti ini sepertinya sudah sering terjadi pada pasangan yang menikah di usia muda dikarenakan belum siapa mereka untuk membina rumah
tangga maka dari itu keputusan untuk melangsungkan pernikahan ini akan menjaga segi emosional dan segi praktis dari kebahagiaan perkawinan. Batas
usia yang telah ditentukan oleh Pengadilan Agama tidak lain untuk mencegah terjadinya pernikahan di usia muda.
Terlalu banyak pernikahan yang implusif hanya menurut kata hati ,Yng mengakibatkan banyak perceraian yang implusif juga.banyaknya perceraian
yang di lakukan secara sembarangan mengakibatkan sangat meresahkan masyarakat moderen.
33
Jika kita semua dan para orang tua yang tidak memaksakan anak-anak mereka untuk menikah di usia muda maka untuk
mencegah terjadinya perceraian harus di persiapkan secara matang bagaimana agar tidak terjadi perceraian, dan tentunya akan mendapat kebahagiaan dalam
melakukan pernikahan di usia muda. Perkawinan mampu menghadapi kesulitan-kesulitan mereka secara
realitis dan mau mengadakan perbaikan atau konsensi yang di perlukan. Hal ini menjadikan mereka bersedia menerima tanggung jawab sendiri dari
perselisihan perkawinan mereka. Suatu perkawinan yang tidak bahagia jarang disebabkan oleh suatu pihak saja,yang bertanggung jawab dalam kebahagiaan
perkawinan atau pernikahan tidak hanya satu orang saja tetapi kedua-keduanya yaitu suami istri, merupakan orang yang saling mempengaruhi, dan keduanya
33
Op. Cit, h 47
pasangan mempunyai jalan dan komitmen yang menjadi bimbingan dan pelurus bagi kesadaran, jika perkawinan itu tidak di selamatkan.
Dan hendaknya dengan keduanya jika menemukan permasalahan dalam hidup berumah tangga saling mengingatkan kesalahan tersebut dasar sadar akan
kesalahan yang di lakukannya sehingga tercipta keluarga yang saling pengertian dan harmonis berdasarkan tuntunan dalam agama Islam.
Didalam masyarakat Jati Bening Bekasi menjadikan pernikahan sebagai suatu adat istiadat dalam kebudayaan setempat, tidak terkecuali usia muda.
Mayoritas warga masyarakat Jati Bening khususnya di RT005 RT. 005 RW. 002 melakukan pernikahan pada usia muda yang relatif muda dan hal ini
menjadikan kebiasaan penduduk setempat. Didasari oleh berbagai macam faktor yaitu,
Pertama, Ekonomi. Dimana dalam sebuah keluarga yang berekonomi
lemah memposisikan anak sebagai beban dalam keluarganya oleh karena itu anak yang berusia diatas lima belas tahun segera di nikahkan, dengan begitu
beban orang tua menjadi lebih ringan. Kedua,
Pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah mendominasi setiap warga kelurahan jati bening yang rata-rata hanya menyelesaika pendidikan
tingkat dasar saja. Jadi tingkat kedewasaan secara emosional dan pemahaman mereka akan sesuatu dapat dikatan rendah dan sangat terbatas.
Dan yang Ketiga adalah motifasi yang berasal dari orang tua atau dari anak itu sendiri. Dorongan dari orang tua banyak terjadi untuk mendorong
anaknya untuk segera menukah jika mengetahui anaknya sudah mempunyai pasangan,karna menurut mereka jika di biarkan lama berpasangan timbul
kehawatiran akan terjadi perbuatan negatif yang melanggar Agama. Dan bagi anak itu yang melakukan pernikahan dengan keinginan sendiri hanya untuk
menyalurkan kebutuhan biologisnya saja dengan cara yang sah.
BAB III KONDISI OBJEKTIF KELURAHAN JATI BENING KECAMATAN