Faktor-faktor penyebab pernikahan pada usia muda (studi kasus kelurahan Jati Bneing Kecamatan Pondok gede Bekasi )

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukumuntuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Muhammad Syambuzi Z NIM:105044101378

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Dengan mi saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta..

Jakarta, 30 April 2010

Muhammad Syambuzi.Z


(3)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Muhammad Syambuzi Z NIM:105044101378

Pembimbing

Dr. Afifi Fauzi Abbas. M

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431 H/2010M


(4)

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan inayah-Nya, penulisan skripsi ini telah dapat diselesaikan sebagai syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

. Dalam penyusunan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Pada Usia Muda (Studi Kasus Di Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi), penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya disertai ucapan terima kasih kepada:

1.Dr. Afifi Fauzi Abbas,MA selaku Pembimbing, yang telah membimbing dan mencurahkan tenaga dan pikirannya secara tulus dan ihklas dalam penyelesaian skripsi ini.

2.Prof. DR. Komaruddin Hidayat, sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Prof. Drs. H. Muhammad Amin Summa SH. MA. MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta, yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Ahwal Syakhshiyyah Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

4. Kepala Kelurahan Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi, yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di kelurahan yang dipimpinnya.

5.Mayarakat RT. 005/002 Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi 6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ahwal Syakhshiyyah Fakultas Syariah Dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya dengan tulus dan ikhlas kepada penulis.


(5)

8. Ayahanda dan Ibunda serta adik-adiku tersayang, yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Wasalammualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 30 April 2010

Penulis


(6)

KATA PENGANTAR ...……….. iii

DAFTAR ISI ………..………….…...………… v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ……….……….…... 1

A. Latar Belakang Masalah ………..……... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah………... 7

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan..………... 8

D. Metodologi Penelitian……….…………... E. Sistematika Penulisan... 9 17 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG PERNIKAHAN DI USIA MUDA………. 19

A. Pengertian Pernikahan Pada Usia Muda... 19

B. Maksud dan Tujuan Pernikahan Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits………... 25 C Pernikahan Pada Usia Muda : Tinjauan Agama Dan Psikologis... 27

BAB III GAMBARAN UMUM KELURAHAN JATI BENING... 41

A. Letak Dan Keadaan Wilayah …... 41

B. Keadaan Penduduk ………..……….. 41

C. Kondisi geografis Kelurahan jati Bening ……... 44

D. Letak Orbitasi …... 44

E. Program Kerja Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintahan di Kelurahan Jatibening Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi . 45 F. Potensi Perkembangan Pembangunan Masyarakat Kelurahan Jati Bening ………. 54


(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN ……… 64

A. Tradisi Pernikahan Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi ………. 64

B. Faktor-Faktor Penyebab pernikahan Usian Muda di RT 002/005 Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi ...…….. 68

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN ……… .. 82

A. Kesimpulan ……….……….. 82

C. Saran-saran ………..………….………….……..……….. 83

DAFTAR PUSTAKA ……….……….. 85


(8)

v ii

Pencaharian... 42

Tabel 2 Jumlah penduduk Berdasarkan RW... …... 43

Tabel 3 Kondisi geografis Kelurahan Jati Bening………... 44

Tabel 4 Letak Orbitasi . ... 44

Tabel 5 Tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Jati Benin ... 55

Tabel 6 Indikator jumlah penduduk………... 56

Tabel 7 Prasarana Pendidikan Formal…... 56

Tabel 8 Kondisi Pendidikan Non Formal ... 57

Tabel 9 Kondisi Perrekonomian Masyarakat ... 59

Tabel 10 Realisasi penerimaan PBB……... 60

Tabel 11 Daftar Kegiatan Proyek Tahun 2009 Kelurahan Jati Bening ... 61

Tabel 12 data Pernikahan Usia muda Masyarakat kelurahan Jati Bening RT 005/002 ... 65


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam hukum Islam dikenal istilah nikah. Menurut ajaran Islam melangsungkan pernikahan berarti melaksanakan ibadah. Melakukan perbuatan ibadah berarti juga melaksankan ajaran agama. “barang siapa yang melaksnakan nikah berarti ia melaksanakan saparuh ajaran agamanya, yang separuh lagi hendaklah ia takwa kepada Allah“.1 Demikian sunnah Qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan) Rasulullah. Rasulullah memerintahkan orang-orang yang telah mempunyai kesanggupan, menikah hidup berumah tangga karena perkawinan atau memeliharanya dari melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah.2

Al-Ahkam Al-Khamsah atau lima kaidah, lima ukuran untuk menilai

perbuatan manusia dan benda. Nikah adalah suatu perbuatan dan sebagai perbuatan manusia dapat juga dinilai menurut ukuran hukum yang lima tersebut. Maka kaidah asalnya adalah jaiz atau mubah, atau ibahah yang di Indonesiakan menjadi kebolehan. Tapi karena perbuatan illat mungkin kebolehan jaiz, mubah,

atau ibahah perkawinan dapat berubah menjadi sunnah, wajib makruh atau haram. Perbuatan nikah yang dilakukan oleh orang yang telah cukup umurnya yang hukum atau kaidah asalnya mubah atau kebolehan itu dapat berubah hukumnya

1

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, 1997), Cet. 1, h.3

2


(10)

menjadi anjuran atau sunnah kalau dilakukan oleh seseorang yang pertumbuhan rohani dan jasmaninya dianggap telah mampu untuk hidup berumah tangga. Menurut Muhammad Daud Ali, bahwa nikah itu akan berubah hukumnya menjadi wajib atau fard kalau seseorang dipandang telah mampu mendirikan rumah tangga dan mengurus kehidupan rumah tangganya dan memenuhi kebutuhan hidupnya baik rohani maupun jasmani. Perbuatan nikah berubah hukumnya menjadi makruh atau celaan jika dilakukan oleh orang-orang yang berusia relative muda (belum cukup umur) dan belum mampu mengurus rumah tangga. 3

Tahap kehidupan manusia dalam hal seperti pernikahan sering dilakukan pada usia muda atau pada usia yang belum ideal, terutama di daerah pedesaan. Usia seseorang biasanya dijadikan salah satu ukuran untuk menilai kematangan dirinya, baik ukuran fisik mental dan sosial. Kematangan diri seseorang merupakan suatu proses pada tenggang waktu tertentu untuk belajar dari pengalaman dalam kehidupan yang dijalani dengan segala problemmatika kehidupan yang alami.

Faktor kematangan seseorang dan batas usia sangat diperlukan bila sesesorang akan memasuki jenjang pernikahan, agar berhasil dalam membina rumah tangga atau keluarga diperlukan persyaratan serta kemampuan dan tanggung jawab yang penuh.

3


(11)

Pernikahan bagi bangsa Indonesia adalah suatu yang amat sakral. Untuk umat Islam pernikahan diatur secara baik, dalam arti pernikahan bukan suatu peristiwa kehidupan biasa, karena dalam pernikahan perlu adanya perencanaan dan pengaturan yang dapat mendatangkan kebaikan kepada semua pihak.

Dalam undang perkawinan pasal 7 ayat 1 dan 2 undang-undang no. 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa :

1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk itu suami istri perlu melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan sepiritual dan material.

2. Calon suami istri harus telah siap jiwa dan raganya untuk melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, untuk itu harus dicegah adanya pernikahan calon suami istri yang masih diusia muda.4

Menurut Undang-undang perkawinan pasal 7 ayat 2 undang undang no. 1 tahun 1974 dinyatakan

“Perkawinan juga mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan, yaitu batasan umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk menikah mengakibatkan laju kelahiran menjadi lebih tinggi jika dihubungkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Sehubungan dengan itu, maka undang-undang ini menentukan batas umur minimum bagi pria yaitu berumur 19 tahun dan bagi wanita berumur 16 tahun.”5

Batas umur tersebut harus mendapat ijin dari kedua orang tua masing-masing mempelai. Pernikahan dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian pertalian dua manusia (laki-laki dan perempuan), yang berisi persetujuan hubungan dengan maksud secara bersama-sama menyelenggarakan kehidupan yang lebih akrab,

4

Departemen Agama RI,Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 (Jakarta: Departemen Agama RI, 2002), ,h.110

5


(12)

Syamsu Alam berpendapat bahwa bagi orang-orang yang berdasarkan pada titik berat pengesahan hukum Ilahi, pernikahan dalam teori dan prakteknya merupakan suatu kontrak sosial yang berisi persetujuan bahwa mereka akan hidup sebagai suami-istri untuk selama-lamanya atau untuk masa tertentu. Persetujuan itu disetujui oleh undang-undang atau adat di dalam masyarakat pada suatu daerah yang membolehkannya.6

Syamsu Alam menyatakan bahwa terwujud tidaknya kebahagian yang diharapkan itu tergantung pada saling pengertian oleh setiap pasangan. Bagaimana ia bisa saling memberikan kebahagiaan, saling terbuka, saling mengalah, dan adanya pengertian antara keduanya. Apabila tidak didasari hal tersebut, maka kebahagiaan tidak dapat diraih. Karena kebutuhan-kebutuhan yang dihadapi dan dijalani dalam kehidupan sehari-hari akan selalu dihadapkan pada dua masalah antara kebahagiaan dan ketidak bahagiaan, kemudahan dan kesulitan akan selalu berjalan berkesinambungan dalam kehidupannya.7

6

Andi Syamsu Alam, Usia Ideal Untuk Kawin, (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat bekerjasama dengan Kencana Mas Publishing Hause 2006), h, 56

7


(13)

Pernikahan akan selalu membawa makna dan cerita dalam alur yang panjang dan terpecah mengikuti jalannya kehidupan, kadang-kadang tanpa disadari pernikahan merupakan dunia yang berbeda, akan tetapi lebih sering pernikahan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Meskipun demikian wajiblah bagi suami-istri untuk selalu optimis dalam menempuh mahligai kehidupan.

Usia seseorang biasanya digunakan untuk menilai kematangan dirinya baik fisik maupun mental dan sosial. Kematangan usia seseorang maupun suatu proses pada tenggang waktu tertentu, belajar dari pengalaman hidup yang telah dijalani dengan segala problematika yang di alami, seperti banyak mengalami suka maupun duka. Kematangan seseorang dan batasan usia juga diperlukan ketika seseorang memasuki jenjang pernikahan. agar berhasil membina rumah tangga atau keluarga diperlukan persyaratan serta kemampuan dan tanggung jawab penuh.

Melihat fenomena yang terjadi menunjukkan bahwa perceraian sering terjadi dalam suatu pernikahan adalah disebabkan oleh faktor usia muda dan belum mampu/mapan untuk membina rumah tangga, karena usia muda adalah usia yang rawan, cara berfikir belum stabil, tingkat pendidikan dan tingkat kemandiriannya yang rendah, maka pada umumnya mereka tergantung pada orang tua.


(14)

Fenomena yang berkembang di RT. 005 RW. 002 Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Kabupaten Bekasi Barat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor pendidikan, ekonomi, adat istiadat dan agama.

Rendahnya tingkat pendidikan penduduk setempat mengakibatkan mereka berfikir, terutama orang tua beranggapan bahwa ketika anak-anak mereka tidak melanjutkan sekolah, maka lebih baik menikah karena dapat meringankan beban kedua orang tua. Selain itu ternyata perkawinan usia dini juga dapat mendorong tinngginya angka perceraian.

Berdasarkan deskripsi di atas, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Pada Usia Muda” (Studi Kasus di Kelurahan Jatibening Kecamatan Pondok Gede, Bekasi Barat.)

B.Batasan Dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

a. Pada dasarnya perkawinan itu sah apabila memenuhi syarat serta rukun perkawinan menurut agama. Dan Dialami Oleh hukum di Indonesia apabila dicatat sesuai dengan undang-undang yang berlaku, tapi pada kenyataannya banyak perkawinan di kelurahan Jati Bening yang terjadi Pernikahan di Usia Muda.


(15)

b. pergaulan sek yang tidak dilandasi oleh adanya norma agama, dapat mengakibatkan terjadinya perkawinan usia muda

c. Kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam menjalin hubungan cinta anaknya, sehingga anak tidak terkontrol dalam menjalin hubungan cinta. Hal ini mengakibatkan terjadinya pernikahan usia dini.

d. Belum matangnya kesadaran anak tentang arti pernikahan dan resiko yang akan dihadapi dalam berumah tangga.

e. Adanya budaya asing melalui jalaur komunikasi yang dapat mempengaruhi pola pikir dan prilaku remaja, khususnya yang berkaitan dengan pornografi dan kebebasan sek.

f. Tradisi yang berlaku dalam masyarakat yaitu melangsungkan pernikahan pada anak usia muda.

2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, penulis akan merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana Hukum Pernikahan di usia muda dalam perspektif Islam dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974?

b. Apa faktor-faktor penyebab pernikahan diusia muda di Kelurahan Jati Bening?


(16)

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan penelitian

Tujuan dari peneltian ini antara lain:

a. Untuk mengetahui Hukum Pernikahan Di Usia Muda Dalam Perspektif

Islam dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974.

b. Untuk mengkaji faktor-faktor penyebab pernikahan diusia muda di

Kelurahan Jati Bening.

c. Untuk menganalisis faktor pendukung dan penghambat pada pernikahan diusia muda di Kelurahan Jati Bening.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini antara lain

a. Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan, khusunya dalam Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia.

b. Secara Praktis, diharapkan dapat memberikan manfaat atau

sumbangsih pemikiran yang bermanfaat dalam menjawab problematika Hukum

c. secara pragmatis, hasil penelitian ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(17)

D.Metodologi Penelitian 1. Obejek penelitian

Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi.

2. Tempat penelitian

Penelitian ini di laksanakan di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi.

3. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu dari bulan Januari sampai dengan bulan April tahun 2010, sebagai tabel berikut:

Tabel 1

Jadwal Kegiatan Penelitian

Tahun 2010

NO KEGIATAN Januari Pebruari Maret April

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penelitian Pendahuluan 2 Penyusunan Profosal 3 Persiapan penelitian 4 Mengadakan penelitian 5

Menyususun bab I, Bab II, dan bab III

6 Pengumpulan data

7 Analisis data

8 Menyusun bab IV dan V


(18)

4. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang didasarkan pada paradigma alamiah (naturalistic paradigm) yaitu paradigma alamiah yang bersumber pada pandangan fenomenologis yaitu bersandar pada gejala-gejala yang menampakan diri.8 Pendekatan deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan dengan menggunakan pendekatan "penelaahan". Pendekatan deskriptif kuaiitatip juga merupakan prosedur penelitian dengan cara melakukan penelaahan terhadap beberapa literatur atau naskah yang dihubungkan dengan fenomena sosial yang menjadi obyek penelitian dengan cara melakukan interpretasi, pembuktian, dan ditarik kesimpulan. Dari penelaahan tersebut menurut Bogdan dan Tylor dalam Moleong, "akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang dapat diamati". 9

5. Teknik Pengumpulan data a. Pengamatan

Sebagai peneliti yang melakukan tugas pengamatan terhadap masyarakat yang melakukan perkawinan usia dini di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi. Peneliti berusaha mendengarkan dan mengamati secara teliti berbagai kejadian yang berkaitan

8

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Karya, 2000), h. 1-12

9


(19)

dengan subjek penelitian agar peneliti dapat menjaring informasi lebih banyak terhadap fokus yang diteliti. Objek yang diamati adalah pernikahan usia dini di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi

Dalam melakukan pengamatan peneliti selalu berada dan bergabung diantara subjek, berusaha menunjukan perasaan simpati kepada masyarakat yang dijadikan subjek penelitian dan merasakan bersama apa yang dialami oleh subjeknya sekaligus mencatat peristiwa yang terjadi. Dan hasil pengamatan yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan dengan fokus aturan dan strategi yang diterapkan serta hasil yang ditemukan di lapangan dalam hal ini tentang pernikahan usia dini di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi, peneliti membuat catatan lapangan. Catatan lapangan disusun berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dialami dan dipikirkan peneliti selama berlangsungnya pengumpulan data serta direfleksikan.10

b. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk melengkapi dan memperdalam hasil penelitian, untuk memperoleh data digunakan catatan. Hal ini dilakukan dalam rangka mengetahui secara mendalam dan mengkaji apa yang menjadi fokus bahasan dalam rumusan masalah dan mencari kemungkinan apa yang belum dirumuskan. Dua bentuk wawancara yang


(20)

dilakukan yaitu wawancara terstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara, dimana pelaksanaannya sangat terikat pada pedoman yang ada. Teknik kedua yakni wawancara bebas, dalam hal ini wawancara dilakukan dengan cara penguasaan pokok persoalan oleh peneliti tanpa daftar pertanyaan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan akrab, serta diharapkan dapat memberikan kebebasan dan ketentraman dalam membeberkan permasalahan. Wawancara dilakukan terhadap masyarakat di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi.

c.Studi Dokumentasi

Menelaah dokumen merupakan teknik pengumpulan data khususnya dokumen yang berkaitan dengan tema dan fokus penelitian. Dalam menganalisis dokumen, peneliti berusaha untuk memperoleh gambaran yang lengkap tentang kondisi dokumen tersebut, termasuk didalamnya hal-hal yang tersurat maupun tersirat, teknik ini dikenal Dengan istilah "kajian isi" atau content analysis.11 Kaitan dengan penelitian ini, peneliti menganalisis data yang

berhubungan dengan perkawinan usia dini di Kelurahan Jati Bening, Kecamatan Pondok Gede Bekasi Barat.

11


(21)

Dokumen lain seperti alat rekam digunakan untuk memperlihatkan suasana latar selama kegiatan penelitian belangsung. Perekaman dilakukan beberapa kali untuk mendapat data yang lebih lengkap.

6. Tahap-Tahap Penelitian dan Sampling a. Tahap-tahap penelitian

Mengingat bahwa penulis merupakan alat penelitian dan reduksi data perlu dilakukan sejak awal pengumpulan data, peneliti melakukan tahap-tahap seperti berikut:

1). Tahap Pra lapangan

a). Menyusun rancangan penelitian

Rancangan penelitian disusun atas dasar tujuan yang telah ditetapkan pada bab pendahuluan bahwa keinginan peneliti adalah mencari masalah-masalah yang timbul dari proses pernikahan usia dini di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi

b). Memilih Lapangan Penelitian

Memilih Lapangan penelitian penulis yaitu mayarakat di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi


(22)

a). Penulis berusaha memahami latar penelitian terlebih dahulu sekaligus mempersiapkan baik secara fisik maupun secara mental dengan mengedepankan peran etika, sehingga dapat dibina keakraban antara peneliti dengan subjek penelitian.

b). Penulis berusaha menampilkan diri sesuai dengan latar. Kehadiran penulis dalam hal ini tidak menjadi perhatian yang berlebihan.

c). Pembagian waktu di lapangan disesuaikan dengan jadwal kegiatan.

b. Sampling

Tempat dan situasi kajian sesuai dengan fokus penelitian yang diutamakan adalah pernikahan usia dini di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi. Dalam penelitian ini pemilihan sampel dilakukan dengan bertujuan (purposive sampling) yang dalam pelaksanaannya menggunakan teknik bola salju (snow ball) atau sampel yang dipilih bersifat informasional yang tujuannya untuk memperkaya informasi. Pembatasan sampel didasarkan atas kecukupan data yang diperlukan. Adapun sampel yang dipilih adalah masyarakat di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi, yang menjadi sumber data.


(23)

Untuk mengungkapkan informasi melalui teknik bola salju dapat digambarkan sebagai berikut : ketua RW sebagai informan 1 untuk mengadakan wawancara guna mendapatkan informasi tentang pernikahan usia dini di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi. Hasil wawancara dicatat dan direkam oleh peneliti, selanjutnya peneliti meminta kepadanya agar memberi tahu siapa lagi yang dapat memberikan informasi tentang masalah yang sama, lalu ia menunjuk pengurus RT di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi

Hasil wawancara dicatat dan direkam, diakhir wawancara peneliti tersebut menyebutkan bahwa ibu/bapak bisa menanyakan kepada orang lain sebagai informan 3 hasil wawancara yang dicatat menunjukkan informasi yang sama. Demikian seterusnya pelacakan masalah tersebut kepada informan 4 dan 5, sampai diperoleh gambaran bahwa hasil dari informasi yang diperoleh dari informan 1,2,3,4 dan 5 tersebut sudah memiliki karakteristik, isi dan sifat yang sama. Dengan demikian telah dicapai tingkat kepenuhan dan penarikan sampel sudah dapat diakhiri.


(24)

Untuk menganalisis data, penulis menyesuaikan dengan permasalahan yang ada. Data yang diolah diperoleh dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi. Setelah data dikumpulkan, penulis mengadakan analisis secara induktif, kemudian merumuskan makna atas dasar analisis hingga tanggapan selanjutnya untuk menemukan tema.

Untuk mengklarifikasi hasil temuan, peneliti melakukan pengecekan keabsahan data dengan sumber dan pengecekan keabsahan data dengan metode. Pengecekan keabsahan data sumber dilakukan dengan cara membandingkan apa yang dikatakan informan satu dengan informan lain. Hal ini dilakukan untuk menghindari bias dan keraguan atau ketidakjelasan informasi yang telah diperoleh, misalnya informasi yang diperoleh dari pengurus Rw dibandingkan dengan informasi pengurus yang lainnya. Selanjutnya, melakukan pengecekan keabsahan data dengan metode, yakni pertama, melakukan suatu metode yang sama untuk mendapatkan informasi dari dua sumber yang berbeda tetapi sangat dekat dengan informan, kedua, melakukan dua metode yang berbeda pada informan yang sama, dan ketiga, melakukan dua teknik pengamatan yakni dengan pengamatan langsung dan dengan rekaman audiovisual pada satu sumber yang sama. Hal ini juga dilakukan untuk meyakinkan kebenaran data yang diperoleh dari sumber data.


(25)

Kedua jenis pengecekan keabsahan data di atas selain digunakan untuk mengklarifikasi kebenaran data yang diperoleh melalui wawancara juga digunakan untuk mengklarifikasi temuan melalui observasi, yakni dengan membandingkan temuan melalui pengamatan langsung oleh peneliti dan hasil wawancara dengan subjek penelitian.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran secara garis besar dan menyeluruh skripsi ini disusun atas lima bab dan tiap-tiap bab dibagi menjadi beberapa bab meliputi:

Bab Pertama tentang Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Objek Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab Dua berisi: tentang Kajian Teoritis Perkawinan Di Usia Muda Dalam Bab ini penulis menguraikan serta menjelaskan mengenai Maksud Dan Tujuan Pernikahan Dalam Perspektif Al-Quran Dan Hadis,Pernikahan Pada Usia Muda : Tinjauan Agama Dan Psikologis,Pernikahan Pada Usia Muda Dengan Memberikan Beberapa Contoh.

Bab Tiga berisi tentang Keadaan Obyektif Kelurahan Jati Bening

Kecamatan Pondok Gede Bekasi Barat. Dalam bab ini dijabarkan mengenai


(26)

dalamnya diuraikan mengenai kondisi demografis,dan keadaan sosiologis masyarakat.

Bab Empat berisi tentang Analisis Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Diusia Muda.bab Empat ini mengenai pernikahan didesa Jati Bening pondok gede bekasi,Faktor-Faktor penyebab pernikahan Pada usia muda,dorongan keluarga(orang tua), Motivasi Anak, Pendidikan,T radisi Masyarakat Yang Masih Di Pertahankan,Pemahaman Masyarakat Tentang Hukum Pendidikan Yang Masih Rendah,Faktor Ekonomi atau Struktur Mata Pencaharian,Analisis Penulisan.

Bab Lima merupakan Penutup. Bab lima merupakan bab terakhir yang mengemukakan kesimpulan-kesimpulan dari pembahasan dengan harapan skripsi ini bermanfaat dan menambah kajian keilmuan dalam tinjauan fiqih dan Undang-undang perkawinan di Indonesia disertai saran-saran.


(27)

BAB II

KAJIAN TEORITIS PERKAWINAN DI USIA MUDA A. Maksud dan Tujuan Pernikahan Dalam Perspektif Al-Qur’an dan

Hadits

Islam menilai bahwa pernikahan mempunyai tempat dan kedudukan yang suci dan mulia,oleh karena itu banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an dan

Haditsyang menganjurkan untuk menikah bagi mereka-mereka yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di antara mereka, Surat Ar-Rum ayat 21 :

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.


(28)

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Rumah tangga atau keluarga adalah satu unit masyarakat terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari Ayah, Ibu dan Anak, ataupun anggota keluarga yang lainya.12 Membina rumah tangga merupakan sunnatullah, yang di awali dengan mengikat kedua bani adam, pria dan wanita dengan akad nikah, yaitu ijab dan qabul dengan tata cara sesuai dengan ajaran Allah.

Didalam Hadits pun di jelaskan tentang anjuran menikah bagi orang yang sudah mampu, yaitu sesuai dengan Hadits Nabi SAW yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari :

“ Wahai segenap pemuda, barang siapa yang mampu memikul beban keluarga hendaklah kawin. Sesungguhnya perkawinan itu lebih meredam gejolak mata dan nafsu seksual, tetapi barang siapa yang belum mampu hendaklah dia berpuasa ( karena ) puasa itu benteng ( penjagaan ) baginya.” 13 Adapun tujuan membina rumah tangga dalam Islam, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hidup cinta mencintai dan kasih mengasihi.

2. Membina kehidupan keluarga yang tenang dan bahagia. 3. Melanjutkan dan memelihara keturunan.

12

M. Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, ( Jakarta : Gema Insani Press. 2002 ), h. 28

13


(29)

4. Bertaqwa kepada Allah SWT, dan membentengi diri dari perbuatan maksiat.

5. Membina hubungan kekeluargaan dan mempererat silaturrahim antar keluarga.

Menurut ajaran Islam ketenangan hati dan kehidupan yang aman damai adalah hakekat pernikahan Muslim yang di sebut sakinah. Untuk hidup bahagia dan sejahtera manusia membutuhkan ketenagan hati dan jiwa yang aman damai. Tanpa ketenagan dan keamanan hati, banyak masalah tidak terpecahkan,apalagi kehidupan keluarga yang anggotanya adalah manusia-manusia hidup dengan segala cita dan citranya. Disini jelas bahwa pernikahan pertama-tama berpungsi sebagai ibadah atau taat kepada Allah dan Rasul Nya, dan setiap orang yang akan menempuh mahligai rumah tangga bagi kehidupan manusia, sehingga nilai itulah yang akan menjadi landasan dan dasar kehidupan suami istri sesudah rumah tangga berjalan.

B. Pernikahan Pada Usia Muda : Tinjauan Agama Dan Psikologis

Di dalam hukum Islam masalah pembatasan usia untuk menikah memang belum ada secara ekspilit. Namun para ahli fiqh memasukan permasalahan tentang pembatasan usia untuk menikah di cantumkan sebagai syarat perkawinan. Pada dasarnya kedudukan usia perkawinan dalam Islam adalah bersifat fleksibel.


(30)

Dalam konteks fiqh munakahat, ada beberapa pandangan ulama yang berkaitan dengan usia perkawinan, antara lain:

1.Sayyid Sabiq

Di dalam kitab Fiqh Sunah, Sayyid Sabiq berpendapat:

اﻰ و ا ﺎ و رﺪ ﻰ جاوﺰ ا

14

Artinya : Wajib hukumnya bagi orang yang telah mampu menikah atau berkeluarga dan mampu untuk membayar mahar dan takut melakukan dosa (zina).

Usia perkawinan dalam pemikiran Sabiq mengacu pada firman Allah dalam QS. An-Nur (24) : 32 yang berbunyi :

Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.(QS. An-Nur/24 : 32)

Dari kandungan ayat ini, Sabiq berpendapat bahwa kemampuan untuk kawin relatif ditentukan oleh aspek kejiwaan, setelah itu baru aspek kebutuhan sosial ekonomi. Untuk itu, kesiapan mental dan fisik tidak ditentukan oleh batas usia tertentu.

2. Muhammad Rasyid Ridho

14

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah ,(Riyadh : Daar Al-Fath li Al- Alam Al- Arab, 1996), Jilid II. Cet II, h.14.


(31)

Dalam pengertian usia nikah Muhammad Rasyid Ridho berpendapat di dalam bukunya Tafsir Al- Manar

لﻮ أ

:

، ﺤ اغﻮ ﻮهو،جاوﺰ ا اًﺪ ءﺮ اﺎﻬ نﻮﻜ ا اﻰ إ لﻮ ﻮ ا ﻮه حﺎﻜ ا غﻮ نا

او جﺎ اﺔ ﻰهوﺎﻬ هﺄ ةﺮﻈ ا ﺎ ا ﺬه

ﺎ أوﺎ وزنﻮﻜ نأﻰ ا ﻮ

ةﺮ ﺋرو برو

.

15

Artinya : Sesungguhnya masa untuk menikah yaitu, sampainya umur yang mana seseorang telah siap untuk berkeluarga dan menikah yaitu sempurnanya umu,r maka pada sempurnya umur itu akan membutuhkan saluran biologis atau kebutuhan biologis.yaitu kebutuhan untuk reproduksi dan kebutuhan untuk mempunyai keturunan, maka dengan sampainya umur itu akan siap menjadi seorang bapak dan pemimpin keluarga.

Bulughul al-Nikah berarti sampainya seseorang kepada umur untuk

menikah, yakni sampai bermimpi, pada usia ini ditambahkan seseorang telah bisa melahirkan anak dan menurunkan keturunan, sehingga tergerak hatinya untuk menikah. Dalam usia ini kepadanya telah dibebankan hukum, hukum agama, seperti ibadah dan muamalah serta ditetapkan hukum hudud, karena itu makna rusyd adalah kepantasan seseorang untuk melakukan Tasharruf yang mendatangkan kebaikan dan menjauhi kejahatan. Hal ini merupakan bukti kesempurnaan akalnya.

3. Quraish Shihab

Seseorang dikatakan telah dewasa dan dianggap telah mampu untuk melakukan pernikahan setelah ia berumur 25 tahun16, dalil yang digunakan adalah surah An-Nur 32.

15

Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir Al- Manar (Mesir Al- Manar, 1325 H) Juz IV h .387

16

Andi Syamsu Alam, Usia Ideal untuk kawin, (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat bekerjasama dengan Kencana Mas Publishing Hause 2006) Hal, 56


(32)

Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian, diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Ada beberapa pemikiran Islam tentang usia perkawinan, konsep pemikiran Islam hanya dipersyaratkan telah mencapai balig antara kedua calon suami-isteri, inheren dengan syarat-syarat perkawinan. Di samping itu, terdapat rukun perkawinan, salah satu syarat sah perkawinan adalah telah mencapai usia

balig17.

Dalam hubungannya dengan usia perkawinan, maka sigah (lafal) ijab dan kabul adalah bersifat kekal selamanya, sehingga haram hukumnya jika calon suami hanya berkata “Saya nikahi engkau untuk selama satu tahun”, atau “Saya

nikahi engkau selama saya berada di kota ini”. Nikah dengan mensyaratkan

tenggang waktu tertentu, menurut ulama fiqh di sebut nikah mu’aqqat dan hal itu diharamkan. Menurut hukum Islam, dilakukan bersifat selamanya, tanpa di batasi oleh waktu, baik waktunya itu jelas atau tidak jelas.

Secara biologis, calon suami isteri telah mencapai usia balig karena di tandai perubahan fisik, akan tetapi aspek mentalitasnya masih membutuhkan

17

Andi Syamsu Alam, Usia Ideal untuk kawin, (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat bekerjasama dengan Kencana Mas Publishing Hause 2006) Hal, 56


(33)

pembinaan secara utuh, tidak perlu kondisi mental-psikologis yang labil, dan masih dipengaruhi oleh faktor kecenderungan praktis dalam kaitan fisik biologisnya18.

Demikian pula, asumsi yang harus dibangun bahwa usia baliq harus mengacu pada dimensi yang komplementer, baik yang bersifat sosial maupun yang bersifat ekonomi. Bahkan aspek ini seharusnya dimiliki oleh calon suami-isteri sebagai konsekuensi sense of responsibility baik terhadap pribadi masing-masing maupun bagi keturunan dan lingkungan masyarakatnya. Inheren dengan kemampuan dari segi sosial ekonomis itu, juga merupakan indikasi adalah syarat kerelaan (ridha) antara kedua belah pihak untuk melakukan perkawinan. Kerelaan adalah sebagai salah satu ekspresi kesiapan mental untuk bertanggung jawab membina rumah tangga, sehingga relatif penting, bahkan menjadi prinsip atau asas dalam perkawinan.

Memahami keterangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usia

balig atau perkawinan menjadi bagian yang semakin penting. Karena

pertimbangan syarat-syarat yang demikian kompleks. Di dalam aspek lain yang berkaitan dengan syarat khusus tentang usia perkawinan, ulama fiqh menegaskan bahwa calon mempelai yang mencapai kedewasaan yakni mampu dalam arti menafkahi baik lahir dan batin serta telah masak jiwanya dan sudah

18

Hurlock Elizabeth B ,Developmental Psychology: A life-Span Aparoach, Fifth Edition. Psikology Perkembsngsn , suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi V Istiwidiyanti dan Soejarwo (terj) 1980 Jakarta- Erlangga. hal 23. Cet I


(34)

terlihat dari fisik maka diwajibkan layak untuk menikah.. Alasannya, kedua mempelai sudah dianggap mampu. Dari aspek sosial keduanya telah selesai studi dari perguruan tinggi, yang sudah mungkin memiliki kemampuan intelektual, kemampuan psikologis serta respek terhadap tanggung jawab secara pribadi dan secara kolektif, lebih jelasnya pendapat ulama yang membolehkan nikah muda dan melarang nikah muda yakni :

Pendapat para ulama fiqh yang memperbolehkan nikah muda ada dua golongan yang menetapkan hukum boleh dan tidaknya nikah tanpa batasan usia atau nikah muda19 :

1. Pandangan Jumhur Fuqoha, yang membolehkan pernikahan usia muda. Walau demikian, kebolehan pernikahan muda ini tidak serta merta membolehkan adanya hubungan badan. Jika hubungan badan akan mengakibatkan adanya dlarar, maka hal itu terlarang, baik pernikahan pada usia dini maupun sudah dewasa.

Dalil yang di gunakan antara lain Al-Qur’an Surah Ath-Thalaaq (65) : 4

19

Dr. HM. Asrorun Niam Sholeh, MA ,Pembatasan Usia Pernikahan Perspektif Fiqih Klasik dan Peraturan Perundang-undangan hal. 6


(35)

Artinya : “Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.(QS. Ath-Thalaaq/65 : 4)

Pada ayat tersebut, Allah SWT menetapkan masa iddah bagi perempuan yang belum haid selama tiga bulan.

Dalam terminilogi fikih, Iddah di definisikan sebagai berikut :

ﺎﻬ اﺮ وأﺎﻬـ وزةﺎـ وﺪـ وﺰ اةاﺮ اﺎﻬـ ﺮ ةﺪ 20

Artinya : Suatu masa dimana perempuan membersihkan rahim atau janin setelah ditinggal mati suaminnya.

Kaitanya dengan penetapan masa iddah baginya tidak mungkin terjadi kecuali setelah terjadinya aqad pernikahan. Ayat ini juga menunjukan keabsahan pernikahan anak kecil (oleh wali) tanpa izinnya, mengingat tidak dianggapnya izin bagi anak kecil.21

Secara umum, mufasirrin sepakat bahwa " ﻀﺤ ﻷاو" menunjukan penetapan masa iddah bagi anak perempaun yang masih kecil, yang telah menikah kemudian pisah dengan suaminya.

20

Imam Al-Sohn’ani, Subulus salam : Syarah Bulughul Al-Maram, (Daru al-Fikr, Beirut Lebanon, 1991 M/1411 H), , Juz 3, h. 1491

21

Dr. HM. Asrorun Niam Sholeh, MA ,Pembatasan Usia Pernikahan Perspektif Fiqih Klasik dan Peraturan Perundang-undangan hal. 8


(36)

2. Pendapat kedua, pendapat Ibn Syubrumah dan Abu Bakaral Asham dalam kitabnya Ahkam Zawaj al- shaghirah yang menyatakan bahwa pernikahan usia muda hukumnya terlarang secara mutlak. Argument kelompok ini adalah Al-Qur’an surah An-Nisa (4) : 6 :

⌧ ⌧

☺ ⌧ ⌧

Artinya : “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).(QS. An-Nisa/4 : 6)

Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa tanda berakhirnya masa kecil adalah sampainya pada usia pernikahan. Seandainya pernikahan pada masa kecil di bolehkan, niscaya pembatasan pada ayat tersebut akan sia-sia. Selanjutnya


(37)

pernikahan usia muda ini tidak ada faedahnya. Hal ini mengingat salah satu tujuan pernikahan adalah untuk membangun rumah tangga yang sakinah serta memperoleh keturunan yang baik dan tidak berakhir dengan perceraian, dan hal ini mustahil tercapai dengan menikahi anak kecil. Bahkan bisa jadi akan menimbulkan dlarar atau kerugian bagi kedua mempelai atau salah satunya.

Perlu di ketahui bahwa pernikahan yang tanpa memperhitungkan akibat dari pernikahan usia muda akan berakibat fatal. Praktek pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah r.a, adalah merupakan suatu kekhususan bagi seorang Nabi, dan bukan menjadi suatu kewajiban atau menjadi suatu ketetapan hukum22.

Dan inilah pemahaman dari istilah fiqh, dalam arti kedewasaan, usia kecenderungan, dan kematangan. Ada beberapa hal yang menjadi dasar atau patokan usai dewasa pada para fuqoha-fuqoha Islam yakni :

1. Usia baliq di tentukan kepada kemampuan dalam bertanggung jawab. 2. Usia baliq lebih ditunjukan kepada wanita yakni dengan kesimpulan untuk

berkumpul atau senggama adalah kesiapan psikologis perempuan untuk menjalani hidup bersama.

3. Ibn Qudamah dalam bukunya al-Mughni pasal 1124 halaman 415 bahwa kondisi anak masih kecil dan dirasa belum siap maka tidak boleh untuk menikah kalaupun sudah menikah maka walinya menahan untuk tidak

22

Andi Syamsu Alam, Usia Ideal untuk kawin, (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat bekerjasama dengan Kencana Mas Publishing Hause 2006) Hal, 59


(38)

hidup bersama dengan suaminya terlebih dahulu, sampai si perempuan mencapai kondisi yang sangat siap23.

Dari hal tersebut diatas bahwa sesungguhnya batasan usia aqil balig

dalam Islam tidak ditemukan akan tetapi Islam mebolehkan menikah ketika sudah siap mental secara psikologisnya baik psikis dan fisik. Sedangkan menurut peraturan perundang-undang perkawinan menikah di bolehkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan mempelai wanita sudah berusia 16 tahun.

Ada beberapa hal yang penting, jika usia kedewasaan ini penulis kaitkan dengan pemahaman para ahli psikology yakni :

1. Hurclok , kedewasaan atau biasa disebut adult dalam ilmu psikology berasal dari bahasa latinyang berarti “Tumbuh menjadi kedewasaan”. Definisi kedewasaan adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhan dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa

lainnya24. Kemudian Hurlock mendefinisikan dewasa dan masa dini

merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola kehidupan dan harapan baru. Seperti menjadi suami, istri, bapak dari ayah atau kepala rumah tangga. 2. Feldmeen menjelaskan secara sederhana bahwa seseorang dapat dikatakan

dewasa apabila ia telah sempurna pertumbuhan fisiknya seperti laki- laki

23

Ibn Qudmah Al-Mugni (Al-Hijro At- Tauba’ah wa Nasr wa Taujia’ wa I’lan, Kairo, 1986) h. 415.

24

Hurlock Elizabeth B ,Developmental Psychology: A life-Span Aparoach, Fifth Edition. Psikology Perkembsngsn , suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi V Istiwidiyanti dan Soejarwo (terj) 1980 Jakarta- Erlangga. hal 20. Cet I


(39)

bertambahnya bulu, dan timbulnya jakun, dan perempuan bertambahnya bulu, payudara juga pinggul dan sudah haid.dari segi sikap masa dewasa adalah mampu menerima tanggung jawab dan mencapai kematangan dalam hal bertindak.Umumnya para ahli psikology menetapkan usia dewasa sekitar 20 tahun sebagai awal masa dewasa dan berlangsung sampai 40 - 45 tahun25

Dalam hal ini penulis dapat menganalisa, bahwa jika dilihat dari ilmu psikology jelas kedewasaan seseorang dapat dilihat dari kesiapan fisik dan psikisnya yaitu usia kedewasaanya berkisar 20 tahun maka tujuan dari persyaratan pelaksanaan perkawinan yang terdapat pada UU No 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 2 yang syarat usia harus mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun bagi pria dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita, agar perkawinan tersebut menciptakan keluarga yang kekal dan bahagia secara baik tanpa berakhir dengan perceraian, mendapat keturunan yang baik dan sehat akan dapat di wujudkan, sangat bisa diterima dan cukup untuk melakukan pernikahan, Akan tetapi dalam hukum Islam batas usia perkawinan tidak di atur secara eksplisit

atau tidak dijelaskan secara rinci, namun hal demikian konsep pemikiran Islam hanya di persyaratkan telah mencapai aqil balig antara kedua calon suami-isteri.

Menurut Abdurrahman Al- Jaziri dalam kitabnya Al- Fiqh Madzhabil Al- Arba’ah mengatakan :

25


(40)

ﺔ وﺰ او

جوﺰ ا

ﺎ هو

ﺪ ﺎ ﺎ

ا

طوﺮ ا

ﺎ أو

:

ا

ﺎﻬ

دﺎ ا

طﺮ

ﻮهو

حﺎﻜ ا

أ

ىﺬ ا

ﻰ ا

نﻮ

ا

حﺎﻜ

.

ا

ﺎﻬ و

ﺔ ﺮﺤ او

غﻮ

نﺎ ﺮ ﺎ هو

.

ﺪ او

ﻰ ﻮ ا

ةزﺎ ﺎ

ا

و

ﺎ ه

نﺎ

ﺪ او

ىﺬ ا

ﻰ ا

نﺎ

.

26

Artinya :Bahwa adapun syarat-syarat laki-laki dan perempuan yang menikah adalah :

1. Berakal sehat ( orang gila dan anak kecil yang belum baligh tidak boleh melakukan akad)

2. Baligh

3. Merdeka

Apabila anak anak dan hamba sahaya ingin melakukan pernikahan maka harus ada izin dari wali atau tuannya.

Maka dapat diartikan pendapat Abdurrahman Al-Jaziri tidak menentukan berapa usia balig namun ada syarat yang boleh melakukan pernikahan adalah usia aqil balig yakni yang sudah mempuanyai akal artinya sudah dewasa,

Dengan demikian konsekuensi soal batas usia bagi calon suami isteri menurut hukum Islam jika diimplikasikan dengan syarat dan dasar perkawinan untuk mencapai usia balig harus meliputi kemampuan fisik dan mental, sehingga secara garis besar dan psikologis bahwa kematangan usia dan kesiapan mental berkisar pada usia 25 tahun sebagaimana Quraiys Shihab,27 berpendapat dan pendapat tersebut sama dengan para ahli psikology yakni usia

26

Abdurrahman Jaziri, Fiqh Mazhabihil Arba’ah, (Maktabah Tijarah Al-Kubra) Jilid 4 Hal, 16. Mesir, 1969

27


(41)

dewasa adalah sekitar 20 tahun atau lebih dan manfaatnya adalah agar calon suami-isteri dapat memahami lebih signifikansi perkawinan secara tepat. .Hal ini menunjukkan adanya inheren dengan syarat-syarat perkawinan yang di tuliskan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

Dengan demikian pengaturan tentang usia ini sebenarnya sesuai dengan prinsip perkawinan yang menyatakan bahwa calon suami dan isteri harus telah masak jiwa dan raganya. Namun sebaliknya apabila perkawinan dilakukan di bawah usia yang telah ditetapkan undang-undang atau diistilahkan dengan perkawinan dini mestilah dihindari karena membawa efek yang kurang baik,terlebih dibawah umur yakni 19 tahun oleh undang undang perkawinan dan 20 tahun atau lebih menurut ahli psikology28, terutama bagi pribadi yang melaksanakannya dan akan cenderung berakhir dengan perceraian walaupun menurut hukum Islam tidak ada pembatasan usia menikah,namun kematangan fisik dan psikis juga kesiapan lahir dan batin adalah syarat yang dianjurkan untuk menikah.

C. Pernikahan Pada Usia Muda : Beberapa Contoh

Pernikahan adalah ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga )

28

Hurlock Elizabeth B ,Developmental Psychology: A life-Span Aparoach, Fifth Edition. Psikology Perkembsngsn , suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi V Istiwidiyanti dan Soejarwo (terj) 1980 Jakarta- Erlangga. hal 21. Cet I


(42)

yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.29 Pada pembahasan ini kita bicarakan umum ideal menikah, disamping perlu juga dipertimbangkan waktu pernikahan.

Ma’sum Djauhari menegaskan bahwa “ apabila seseorang yang hendak menikah seyogyanya mengetahui empat hal :30

a. Pernikahan sangat perlu di persiapkan dengan sebaik-baiknya.

b. Pernikahan harus memperhitungkan waktu yang tepat sesuai dengan umur seseorang.

c. Kita seyogyanya tahu prosedur dan tata cara melangsungkan

pernikahan.

d. Kita tahu siapa yang bakal menjadi calon pasangan kita.

Dengan berpatokan pada empat hal tersebut barulah seseorang diperbolehkan melangsungkan pernikahan. Disamping hal tersebut juga ada yang perlu dipersiapkan usianya yang sudah mencukupi atau belum. Mengenai pernikahan usia muda, di dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang pernikahan dikatakan bahwa : pernikahan hanya di izinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.31

29

Nasarudin Latif,Ilmu Perkawinan, op. Cit. h. 13

30

Djauhari Ma’sum, Bimbingan Perkawinan Dan Berumah Tangga, ( Jakarta : cv. Aji sakti, 1994 ). h. 38.

31


(43)

Kalau sudah mencapai umur yang di tetapkan oleh undang-undang diatas maka pihak KUA dapat menikahkan mempelai dengan syarat harus mendapat izin dari orang tua masing-masing mempelai atau calon pengantin.

Melihat pernyataan tersebut, yaitu 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk wanita sebelum kedua mempelai mencapai batasan usia yang telah ditentukan disebut dengan pernikahan di usia muda. Kondisi seperti ini tidak cocok dengan perkembangan zaman dan perubahan zaman, karena setiap manusia dia harus mengembangkan intelektual dan pengalaman pada berbagai aspek.

Pernikahan usia muda kebanyakan akan mengalami rasa penyesalan, kesengsaraan dan kekacauan dalam membina rumah tangga karena belum siap secara lahir yakni menikah pada usia yang terlalu muda. Satu kendala yang membuat pernikahan usia muda semakin bermasalah adalah merebaknya kebiasaan pernikahan di bawah tangan. Pernikahan dibawah tangan adalah pernikahan yang tidak mengikuti prosedur peraturan pemerintah, atau ada istilah pernikahan yang tidak di catat pada Kantor Urusan Agama ( KUA ) setempat. Karena pernikahan, adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam. Sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang pernikahan.32

Pernikahan di usia muda mayoritas akan mengalami penyesalan yang diakibatkan terlalu muda usianya, orang tua sendiri sering mendorong

32


(44)

pernikahan anaknya dalam usia yang sangat muda. Orang tua seperti ini sebenarnya salah perhitungan dengan menganggap bahwa pernikahan dalam usia muda mempunyai suatu faktor kematangan.

pernikahan dalam usia muda belasan tahun adalah keputusan-keputusan yang sangat kompulsip, kemungkinannya akan sangat buruk buat mereka yang melangsungkan pernikahan di usia muda. Biasanya kedua anak laki-laki dan perempuan yang tidak dewasa secara emosi dan sering dimanjakan. Mereka ingin segera memperoleh apa yang dikehendakinya, tidak peduli dengan akibat apakah itu bencana.

Pengadilan Agama menentukan batasan umur bagi calon pengantin agar tidak terjadinya pernikahan di usia muda yang memang mereka masih labil emosinya dan dianggap masih belum mampu secara fisik dan mentalnya, sehingga akan mengalami ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam rumah tangga. Apalagi pada usia yang belum matang secara lahir dan batin seperti yang dijelaskan dalam undang-undang dan ketentuan-ketentuan yang telah di ungkapkan.

Dalam bukunya yang berjudul Mencegah Perkawinan yang Tidak Bahagia, F Shappiro mengungkapkan beberapa kendala yang dialami akibat menikah di usia yang masih muda.

a. Ketidak bahagiaan yang tidak dapat dielakkan.


(45)

Hal seperti ini sepertinya sudah sering terjadi pada pasangan yang menikah di usia muda dikarenakan belum siapa mereka untuk membina rumah tangga maka dari itu keputusan untuk melangsungkan pernikahan ini akan menjaga segi emosional dan segi praktis dari kebahagiaan perkawinan. Batas usia yang telah ditentukan oleh Pengadilan Agama tidak lain untuk mencegah terjadinya pernikahan di usia muda.

Terlalu banyak pernikahan yang implusif ( hanya menurut kata hati ),Yng mengakibatkan banyak perceraian yang implusif juga.banyaknya perceraian yang di lakukan secara sembarangan mengakibatkan sangat meresahkan masyarakat moderen.33 Jika kita semua dan para orang tua yang tidak memaksakan anak-anak mereka untuk menikah di usia muda maka untuk mencegah terjadinya perceraian harus di persiapkan secara matang bagaimana agar tidak terjadi perceraian, dan tentunya akan mendapat kebahagiaan dalam melakukan pernikahan di usia muda.

Perkawinan mampu menghadapi kesulitan-kesulitan mereka secara realitis dan mau mengadakan perbaikan atau konsensi yang di perlukan. Hal ini menjadikan mereka bersedia menerima tanggung jawab sendiri dari perselisihan perkawinan mereka. Suatu perkawinan yang tidak bahagia jarang disebabkan oleh suatu pihak saja,yang bertanggung jawab dalam kebahagiaan perkawinan atau pernikahan tidak hanya satu orang saja tetapi kedua-keduanya yaitu suami istri, merupakan orang yang saling mempengaruhi, dan keduanya

33


(46)

pasangan mempunyai jalan dan komitmen yang menjadi bimbingan dan pelurus bagi kesadaran, jika perkawinan itu tidak di selamatkan.

Dan hendaknya dengan keduanya jika menemukan permasalahan dalam hidup berumah tangga saling mengingatkan kesalahan tersebut dasar sadar akan kesalahan yang di lakukannya sehingga tercipta keluarga yang saling pengertian dan harmonis berdasarkan tuntunan dalam agama Islam.

Didalam masyarakat Jati Bening Bekasi menjadikan pernikahan sebagai suatu adat istiadat dalam kebudayaan setempat, tidak terkecuali usia muda. Mayoritas warga masyarakat Jati Bening khususnya di RT005 RT. 005 RW. 002 melakukan pernikahan pada usia muda yang relatif muda dan hal ini menjadikan kebiasaan penduduk setempat. Didasari oleh berbagai macam faktor yaitu,

Pertama,Ekonomi. Dimana dalam sebuah keluarga yang berekonomi

lemah memposisikan anak sebagai beban dalam keluarganya oleh karena itu anak yang berusia diatas lima belas tahun segera di nikahkan, dengan begitu beban orang tua menjadi lebih ringan.

Kedua, Pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah mendominasi setiap

warga kelurahan jati bening yang rata-rata hanya menyelesaika pendidikan tingkat dasar saja. Jadi tingkat kedewasaan secara emosional dan pemahaman mereka akan sesuatu dapat dikatan rendah dan sangat terbatas.


(47)

Dan yang Ketiga adalah motifasi yang berasal dari orang tua atau dari anak itu sendiri. Dorongan dari orang tua banyak terjadi untuk mendorong anaknya untuk segera menukah jika mengetahui anaknya sudah mempunyai pasangan,karna menurut mereka jika di biarkan lama berpasangan timbul kehawatiran akan terjadi perbuatan negatif yang melanggar Agama. Dan bagi anak itu yang melakukan pernikahan dengan keinginan sendiri hanya untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya saja dengan cara yang sah.


(48)

BAB III

KONDISI OBJEKTIF KELURAHAN JATI BENING KECAMATAN PONDOKGEDE RT. 005 RW. 002

A. Kondisi Demografis Desa Jati Bening

Untuk dapat meneliti suatu perilaku dalam masyarakat maka perlu di ketahui juga keadaan Demografis wilayah tersebut. Masyarakat Jati Bening merupakan salah satu wilayah kecamatan Pondok Gede, yang berada di sebelah Barat dari pusat pemerintah daerah tingkat II Kabupaten Bekasi.

Batasan Wilayah Jati Bening adalah Sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Jati Keramat b. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Jati Asih c. Sebelah Barat perbatasan antara Bekasi dengan Jakarta d. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cikunir

Jati Bening mempunyai wilayah teritorial yang luasnya kurang lebih sekitar 351 Hektar dengan jumlah penduduk 6086 jiwa. Disini penulis membatasi pembahasan di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002, yang rinciannya adalah sebagai berikut :


(49)

Laki- laki : 301 orang Permpuan : 299 orang b. Jumlah penduduk menurut agama

Islam : 544 orang Kristen : 56 orang

c. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian34

Pegawai Negri Sipil ( PNS ) : 15 orang Kemiliteran ( TNI / POLRI ) : 2 orang Karyawan :150 orang Pedagang : 43 orang Tani : 27 orang Pertukangan : 18 orang Buruh Tani : 23 orang Pensiunan : 12 orang Bidang Jasa : 87 orang

Desa Jati Bening ini walaupun berada di sebelah Timur dari pusat kota kabupaten tidak terlalu sulit untuk menjangkaunya, dari pusat Kota Bekasi sudah tersedia alat transportasi yang cukup banyak. Akan tetapi rata-rata transportasi hanya sampai sebelah timur Desa Jati Bening yaitu Desa Cikunir, ada juga beberapa mobil angkutan kota saja yang masih lewat kedaerah Jati Bening itupun tergantung kepada jumlah penumpang yang ada pada kendaraan

34


(50)

tersebut. Untuk melanjutkan kesetiap Desa diteruskan dengan transportasi lain seperti ojek motor.

Topograpi Desa Jati Bening berupa daratan 12 meter diatas permukaan laut ( 12 dpl ) dengan kondisi awal tanah merupakan rawa-rawa jadi dapat dikatakan tanah rawa, namun karena sudah berubah menjadi permukiman penduduk kondisinya relatif kering dengan beberapa bagian yang masih digenangi air atau masih pada sifat aslinya berupa rawa.

B. Keadaan Sosiologis Desa Jati Bening 1. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Pendidikan sering kali di hadapkan pada dua orientasi yang saling bertolak belakang, satu sisi lebih menenkankan pada aspek humaniora dan di sisi lain lebih menekankan pada penguasaan Hi- Tech – ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan mengandung signifikansi bagi kehidupan manusia dan masyarakat.

Pertama, pendidikan menyediakan wahana yang telah teruji untuk mengimplementasikan nilai-nilai dan hasrat masyarakat yang telah berubah. Kedua, Pendidikan dapat dipakai untuk menanggulangi masalah sosial. Ketiga, Pendidikan telah memperlihatkan kemampuan yang meningkat untuk menerima dan mengimplementasikan nilai-nilai baru. Keempat, pendidikan merupakan cara terbaik untuk membimbimg perkembangan manusia.


(51)

Pendidikan memiliki bentuk yang dapat di bagi pada tiga bagian yaitu pendidikan yang bersifat informal yang lebih di identikan dengan pendidikan dalam keluarga, pendidikan yang brsifat formal yang lebih di kenal dengan pendidikan sekolah dan pendidikan non formal atau di sebut juga pendidikan luar sekolah.

Perkembangan ilmu pendidikan dewasa ini, sarana pendidikan dalam melaksanakan aktifitas pendidikan mempunyai peran yang sangat dominan, sebab tanpa adanya sarana proses pendidikan tidak akan dapat terlaksana dengan baik apalagi mempunyai kualitas yang tinggi sangatlah sulit. Untuk mencapai tujuan tersebut, desa Jati Bening termasuk Desa yang mementingkan pendidikan terutama pendidikan agama,walaupun upaya menyekolahkan anak termasuk menjadi permasalahan bagi kebanyakan masyarakat desa ini.

Permasalahan tersebut dapat di maklumi karna masyarakat Jati Bening rata-rata mata pencaharianya buruh tani bila dilihat dari sarana pendidikan yang ada memang mengadai karena sudah ada sekolah madrasah Tsanawiyah atau setingkat dengan SLTP. Sehubungan masyarakat yang tingkatan ekonominya masih rendah maka banyak orang tua yang anak-anaknya tidak melanjukan pendidikan dan para orang tua berfikir lebih baik menikahkan anank-anak mereka supaya beban para orang tua lebih ringan.


(52)

Adaupun rincian data sarana dan perasarana pendidikan di Jati Bening adalah sebagai berikut:35

a. Taman kanak-kanak : 1 buah b. Sekolah dasar : 3 buah c. Sekolah lanjutan tingkat pertama : 1 buah d. Sekolah lanjutan tingkat atas : 1 buah e. Pesantren : 1 buah f. Madrasah : 1 buah

Dengan minimnya sarana pendidikan di desa Jati Bening maka rendah pula tingkat pendidikan yang di peroleh masyarakat apalagi tingkat perekonomian, masyarakat yang tidak menunjang dan memadai untuk menyekolahkan anak-anak mereka dengan kondisi yang memperihatinkan.

Anak-anak yang tidak me;lanjutkan pendidikanya terpaksa harus bekerja dipabrik-pabrik dan menjadi buruh tani atau di bidang jasa dan di bidang lainya, hanya untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Bagi remaja wanita atau anak yang masih muda sudah menikah karna salah satu faktor yang bisa dilakukan yang dapat meringankan beban kebutuhan hidup yang semakin sulit.

2. Sarana Ibadah

Sarana ibadah pada zaman Rasulullah merupakan sentral kebudayaan Islam, pusat organisasi masyarakat, pusat pendidikan, pusat permukiman, ( Community Centre ), serta sebagai sarana ibadah dan i’tikaf.sarana ibadah yang

35


(53)

berupa masjid dan musollah merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan Islam, yang merupakan lembaga kedua, setelah pendidikan keluarga pada waktu yang bersamaan atau dapat pula dikatakan sebagai pendidikan non formal.

Sarana ibadah yang tersedia di Desa Jati Bening cukup banyak di bandingkan dengan Desa lainya, hal ini menjadikan masyarakatnya sebagai komunitas religius dan lebih kental suasana yang berbuansa Islami.

Tempat peribadatan yang ada di desa Jati Bening dapat di kategorikan pada dua tempat peribadatan yaitu :

Masjid sebanyak enam buah bangunan Musholla ada enam belas bangunan

Dengan mengemplementasikan masjid sebagai lembaga pendidikan Islam dapat mendidik seseorang untuk tetap beribadat kepada Allah dengan menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanam solideritas sosial serta menyadarkan hak dan kewajiban manusia sebagai insan pribadi dan insan sosial. Selain itu masjid juga dapat memberikan rasa ketentraman, kemakmuran dan kekuatan potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran, keberanian, kesadaran dan optimisme.


(54)

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN PADA USIA MUDA A. Kebiasaan Pernikahan di Desa Jati Bening Kecamatan Pondok Gede

Kabupaten Bekasi dan Analisisnya

Setiap manusia mempunyai keinginan untuk hidup bermasyarakat dan membentuk rumah tangga yang di kukuhkan dalam sebuah pernikahan. Pernikahan pada usia muda yang terjadi pada masyarakat terdapat beberapa faktor. Menurut M. Fauzil Adhim dalam bukunya Indahnya Pernikahan Dini menganjurkan untuk menikah pada usia muda untuk menjaga aqidah mereka, sedangkan di satu sisi mereka butuh pegangan bagaimana mereka bisa menikah dengan prestasi yang bahagia. Sekalipun secara psikologis pernikahan usia muda merupkan langkah terbaik, tetapi ini bukanlah alasan untuk menikah muda.

Pernikahan adalah naluri hidup manusia normal. Bahkan anjuran agama Islam dalam hal ini cukup di tegaskan, pernikahan adalah hak dan kehendak seseorang yang tidak dapat di ganggu gugat. Namun pada pelaksanaanya tidak dapat di tentukan secara bebas.


(55)

Pengaturan dan pembinaan terhadap kegiatan pernikahan menjadi urusan Departemen Agama. Departemen ini untuk selanjutnya untuk Kantor Urusan Agama ( KUA ) yang berada di wilayah kecamatan. Kantor Urusan Agama ( KUA ) mengurus dan melayani masyarakat yang akan melangsungkan pernikahan. Sedangkan bagi masyarakat yang ada masalah atau krisis dengan kelangsungan pernikahan di urus atau di layani oleh Lembaga Peradilan. Lembaga Peradilan ini mempunyai kewenangan dalam mengatasi permasalahan Talak dan Cerai.

Tabel I

Data Pernikahan Pada Usia Muda Masyarakat Desa Jati Bening Rt. 005/ Rw.002

Usia Pernikahan Frekuensi Prosentase (%)

11-15 7 orang 14 %

16-18 12 orang 85 %

18 tahun keatas 1 orang 1 %


(56)

Melihat data tersebut diatas, teryata masih banyak pasangan yang menikah pada usia muda. Yuridis formal yang mengatur tata cara pernikahan tersebut nampaknya tidak efektif untuk mereka dan pada giliranya melaksakanya dengan jalan pintas yang di sebut kaein di bawah tangan ( tidak tercatat di KUA ).

Kondisi pernikahan yang demikian, jelas tidak akan menguntungkan bagi kedua belah pihak, karna tidak mempunyai landasan hukum positif yang berlaku. Pernikahan tersebut hanya sah menurut Agama. Hal ini tentu akan berpengaruh pula kepada Hukum Perdata lainya seperti Hukum Kewarisan. Secara Yuridis Formal mereka tidak akan dapat perlindungan Hukum jika masalah-masalah yang berhubungan dengan problematika rumah tangga atau keluarga. Dengan kata lain mayoritas pasangan muda tersebut mengarungi bahtera rumah tangga tanpa di bekali oleh pemikiran jangka panjang.

Dari data yang penulis amati, ternyata masyarakat desa Jati Bening masih memandang pernikahan dalam konsep yang sederhana yakni sebagai salah satu anjuran dalam ajaran agama selebinya tentang arti dan fungsi sebuah rumah tangga mereka terlihat agak kurang persiapan mentalnya ketika menghadapi gelombang rumah tangga. Pengetahuan dan tata cara berumah tangga yang baik belum di pandang sebagai sesuatu yang perlu, karna mereka selalu berpendapat bahwa kehidupan rumah tangga adalah persoalan manusia untuk beradaptasi dengan lawan jenisnya baik dalam segi bathiniah maupun jasmaniyah,


(57)

sedangkan jika di temukan ketidak cocokan mereka mengadukanya kepada orang tua atau bila perlu mereka melakukan perceraian.

Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan pada usia muda baik yang berasal dari keluarga, pendidikan, ekonomi maupun dari lingkungan, analisis penulis semua itu adalah merupakan perilaku dari masyarakat jati bening yang mempunyai pengaruh negatif lebih banyak dari pada pengaruh positifnya. Dengan terjadinya pernikahan dini yang tidak di siapkan dengan matang akan merugika orang yang akan menjalaninya yaitu dapat mengakibatkan kegagalan hidup berumah tangga dan ini tentunya dapat menjadi image yang buruk bagi penduduk desa lainya karena desa tersebut akan mudah tekenal adanya pernikahan dini yang sering di lakukan oleh para anggota masyarakatnya. Oleh karna itu hendaknya masyarakat menyadari berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut dan membuat suatu tindakan yang bersifat mengurangi atau bahkan menghilangkan berbagai penyebab pernikahan pada usia muda. Sehingga pada kehidupan pernikahan selanjutnya tidak ada lagi perceraian atau hancurnya kehidupan rumah tangga yang di sebabkan usia yang muda masyarakat lebih mengerti arti dan fungsi pernikahan dengan sesungguhnya, pernikahan yang terjadi pada masyarakat Jati Bening lebih terarah dan tercipta kehidupan perkawinan yang harmonis.

B. Faktor-faktor Penyebab Pernikahan di Usia Muda 1. Dorongan Keluarga ( Orang Tua )


(58)

Keluarga adalah sebagai suatu kemasyaratan yang terkecil, didalamnya terjadi hubungan yang erat antara manusia dengan manusia, didalam keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Pengaruh orang tua terhadap anak mempunyai arti yang besar dalam pembentukan pribadi anak.36

Yang dimaksud orang tua disini adalah bapak, ibu atau orang tua yang dianggap berhak langkah si anak karena adanya hubungan darah atau jasa misalnya, anak yang sejak kecil ikut paman bibinya dan membesarkan si anak itu beranjak dewasa ikut pula menentukan langkah pernikahan anak tersebut.

Dalam hal ini masih banyak orang tua dari Masyarakat Jati Bening suka memaksakan anaknya untuk menikah. Mereka berpendapat jika umur seseorang sudah 20 tahun keatas akan menyebabkan aib bagi keluarganya yaitu akan timbul istilah perawan tua dan perjaka tua, dan hal ini dapat mempermalukan keluarga. Orang tua yang demikian biasanya didasari dengan pendidikan yang rendah dan keadaan ekonomi keluarga yang rendah atau yang kurang menguntungkan. Orang tua yang dapat mewakili mayoritas masyarakat Jati Bening tersebut masih sangat sederhana. Menikahkan anak, terutama anak perempuan dalam batas usia yang masih relatif muda ( menurut batas yuridis formal undang-undang perkawinan ) adalah salah satu bentuk kepedulian, curahan dan kasih sayang. Hal itu dapat menunjukkan rasa tanggung jawab yang penuh sebagai orang tua kepada anak-anaknya.

36


(59)

Dengan menikahkan anak mereka sudah merasa lega dan sudah berkurangnya tanggung jawab orang tua kepada anaknya setelah menikah seorang wanita menjadi tanggung jawab suaminya atau seorang lelaki mencukupi segala kebutuhan istri dan keluarganya. Jadi dengan menikahkan salah satu anggota keluarga beban keluarga menjadi berkurang, masyarakat tidak peduli dengan faktor usia yang justru dapat menjerumuskan anaknya dalam kehancuran rumah tangga jika tidak dipersiapkan dengan baik.

2. Motifasi anak

Dalam teori psikologi perkembangan, seringkali diungkapkan bahwa fase-fase perkembangan kejiwaan terus bertahap dari usia kecil hingga usia dewasa. Diantara fase yang paling di anggap rawan adalah fase anak-anak.

Menjelang dewasa yang disebut fase remaja, pada masa ini ada fase yang disebut fase imitasi, yakni kegiatan kuat untuk meniru sesuatu yang ada dan berkembang dari lingkungannya. Apalagi sesuatu yang terjadi objek imitasinya itu masalah pernikahan. Untuk kebanyakan remaja mengartikan, dengan kenikmatan dan keindahan hubungan seksual hal tersebut dapat terjadi karena pengetahuan mereka yang terbatas.

Itulah deskripsi dari kaum remaja putra, sedangkan dari kaum remaja putri, setelah mereka menyelesaikan sekolah dasar atau Drop-out ( keluar dari sekolah ) maka pekerjaan mereka hanya dirumah. Salah satu cara mengurangi beban keluarga adalah bekerja sebagai buruh pabrik atau menikah. Oleh karena


(60)

itu beban psikologis ini yang mendorong seorang wanita untuk menikah dengan prinsip dari pada tidak ada kerjaan atau hanya menambah beban orang tua maka ketika ada yang melamar ia langsung menyatakan setuju walaupun tanpa didasari rasa cinta dan kasih sayang sebab kedua hal tersebut dapat tumbuh ketika sudah melakukan hubungan suami istri atau setelah pernikahan terjadi.

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses yang mengantarkan seseorang menuju kedewasaan baik secara Bathiniyah ( bertindak, sikap dan berpikir ) maupun secara lahiriah. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dapat dikatakan semakin dewasa atau bijaksana orang tersebut dalam menjalani kehidupan.

Pendidikan Islam adalah yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Agama Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam serta bertanggung jawab sesuai denagn nilai-nilai Islam.37

Pendidikan berfungsi untuk menyampaikan, meneruskan atau mentransmisi kebudayaan. Diantaranya nilai-nilai nenek moyang pada generasi muda. Tidak seluruh kebudayaan dapat diikuti oleh seluruh anggota

37

Zuhairini, Et. Al, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1995 ), cet. Ke-2, h. 152


(61)

masyarakatnya, ada di antaranya yang boleh diikuti oleh semua yang disebut Universal “ seperti bahasa, moral perkawinan.38

Pada masyarakat pedesaan tingkat pendidikan rata-rata sangat rendah, berdasarkan hasil observasi ditemukan tingkat pendidikan penduduk Rt005 RT. 005 RW. 002 adalah lulusan dari SLTP ( sekolah lanjut tingkt pertama ) dan SD ( sekolah dasar )dan hanya segelintir orang saja yang sampai ke pendidikan tingkat menengah bahkan yang mencapai ke tingkat Perguruan Tinggi sangatlah jarang.

Pendidikan orang tua dalam berbagai Study, tingkat pendidikan tertinggi yang di peroleh seseorang di gunakan indeks kedudukan sosialnya, menurut penelitian memang terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorangdengan tingkat pendidikan yang telah di tempuhnya walaupun tingkat sosial seseorang tidak dapat diamalkan sepenuhnya berdasarkan pendidikanya. Namun pendidikan tinggi bertalian erat dengan kedudukan sosial yang tinggi, korelasi pendidikan dan golongan sosial antara lain terjadi oleh sebab anak golongan rendah tidak melanjuti pelajarannya sampai pendidikan tinggi.39

Dengan pendidikan yang tinggi tentunya dapat bermanfaaat banyak bagi generasi muda, yaitu :

Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT

38

Nasution, MA. Prof, Dr, Sosiologi Pendidikan.( Bandung : Jemmars. 1983 ), h. 72

39


(62)

Menanamkan dan menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara

Memperluas wawasan kemasa depan, yaitu dapat melihat kemungkinan dan tantangan di masa depan.

Mengembangkan kemandirian, kepemimpinan, ilmu pengetahuan dan teknologi, semangat kerja dan kepeloporan.

Memiliki sikap dan berperilaku bertanggung jawab dan rasa memiliki

Masyarakat Jati Bening status sosialnya sebagai masyarakat marginal yang berprofesi sebagai petani dengan sumber pendapatan terbatas. Jadi tidak di mengharapkan pendidikan yang tinggi cukup dengan menyelesaikan pendidikan dasar saja.

Dengan kondisi tingkat pendidikan masyarakat yang rendah separti ini dapat menjadikan suatu cara pola berpikir masyarakat yang kurang dewasa, mudah mengikuti segala sesuatu ( taklid ), dan ketika beraktivitas tidak tanpa didasari pemikiran yang panjang serta dalam kehidupan sehari-hari cenderung pasrah dan menerima dalam keadaan. Karakteristik masyarakat seperti inilah yang menjadikannya faktor penyebab pernikahan di usia muda.

Jabatan orang tua, jumlah serta sumber penghasilan orang tua daerah tempat tinggal, tanggapan masing-masing tentang golongan sosialnya dan lambang-lambang lainya yang berkaitan dengan status sosial ada kaitanya


(63)

dengan tingkat pendidikan anak. Pada masyarakat yang tidak mampu akan sulit di temukan anak yang berpendidikanya tinggi kecuali anak itu sendiri memiliki kemauan yang keras untuk melepaskan diri dari pendirian lingkungan dan berusaha sendiri dengan segenap tenaga untuk melanjutkan pendidikan perguruan tinggi itu pun kalau ia berbakat sanggup kerja sambil belajar atau memperoeh beasiswa. Karena pendidikan memerlukan biaya tidak hanya biaya sekolah akan tetapi juga keperluan sekolah dan kegiatan sekolah lainnya.

Jika tingkat pendidikan masyarakat desa Jati Bening,Kecamatan Pondok Gede Bekasi adalah minimnya tingkat pendidikan menegah atau SLTP,maka tidak akan terjadi pernikahan di usia muda, dan dapat mengetahui perkawinan dan rumah tangga yang ideal sehubungan dengan kurang mengetahui masyarakat tentu,usia ideal pernikahan,tidak dapat mewujutkan hubungan yang harmonis.

Oleh karena itu menurut analisis tingkat pendidikan merupakan faktor yang sangat berpengaruh akan terjadinya pernikahan di usia muda. Seseorangb yang berpendidikan rendah mudah mengikuti atau menuruti kehendak orang lain tanpa pertimbangan dalam diri sendiri semuanya tergantung pada orang tua atau pasrah pada keadaan.

4. Tradisi Masyarakat yang Masih Di Pertahankan

Masyarakat terdiri atas sekelompok manusia yang menempati daerah tertentu, menunjukkan integritas, berdasarkan pengalaman bersama berupa


(64)

kebudayaan, mempunyai kesadaran akan kesatuan tempat tinggal dan bila perlu dapat bertindak bersama. Dan didalam sebuah masyarakat mempunyai suatu kebiasaan yang didasarkan suatu tindakan bersama yang kita kenal dengan sebuah tradisi.

Tradisi yang merupakan bagian dari kebudayaan sebuah masyarakat yang menjadi pemicu terjadinya pernikahan di usia muda di jati Bening ialah adanya pembatasan langkah wanita. Untuk kebanyakan masyarakat tersebut dunia wanita hanya sebatas rumah ( memasak, melahirkan dan merawat anak ).

Jika sampai usia baligh maka segeralah di nikahkan walaupun pernikahan tidak didasari rasa suka, mereka akan lebih merasa tenang jika anak perempuan mereka cepat dinikahkan. Walau pada akhirnya kadang harus berpredikat janda dari pada terlambat menikah dan mendapat julukan perawan tua.40

Dalam hal melangsungkan pesta pernikahan masyarakat di Jati Bening juga mempunyai kebiasaan yang kurang baik, banyak masyarakat yang menyelenggarakan pesta besar-besaran padahal untuk hal tersebut mereka harus menjual kebun atau sawah untuk di gadaikan, keadaan semacam ini semakin memperburuk keadaan dalam rumah tangga karena banyak para orang tua yang terlilit hutang dan tambah mempersulit keadaan ekonomi keluarga.

Dari realitas diatas nampak bahwa pesta pernikahan dalam masyarakat jati Bening bukan sekedar perayaan upacara namun lebih dari itu mengandung

40

Zainal, Tokoh Masyarakat Desa Jati Bening, Wawancara Pribadi, Bekasi, 15 November 2009


(65)

muatan yang bermakna sosiologis artinya marak pesta per4nikahan yang berlangsung akan menunjukkan simbol status seseorang. Dan nampaknya perayaan semacam itu sudah mulai menjadi tradisi masyarakat setempat. Bahkan ironisnya terjadi pergeseran nilai, mereka lebih mementingkan nilai pestanya dari pada nilai-nilai luhur arti pernikahan itu sendiri.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa dari data pernikahan di Jati Bening ternyata banyak warga masyarakat yang menikahkan anaknya pada usia muda, disamping itu pula ternyata pasangan pengantin yang menikah tidak pernah menolak, bahkan boleh dibilang memang menginginkannya.

5. Pemahaman Masyarakat Tentang Hukum Pernikahan Yang Masih Rendah

Pemahaman masyarakat yang masih rendah tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku atau hukum-hukum pernikahan yang ada menjadikan segala sesuatu dalam pernikahan mungkin dan mudah terjadi. Tentunya dapat didasarkan atas pengetahuan seseorang akan suatu sumber hukum, yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Pengadilan Agama Islam.

Ketika menikah mereka tahu syarat, rukun dan kewajiban dalam hidup berumah tangga tetapi mereka hanya sekedar tahu saja tentang hukum pernikahan tersebut tanpa diiringi pemahaman mereka tentang arti dan fungsi sebuah rumah tangga dalam sebuah pernikahan, dalam implementasinya kehidupan rumah tangga yang mereka jalani mencontoh dari rumah tangga


(66)

yang dilakukan oleh orang tuanya sehingga banyak terjadi pemaksaan kehendak dengan dasar setiap keluarga tidak sama dalam menerapkan peraturan rumah tangga antar kedua belah pihak masyarakat setempat hanya menikah dan hidup berumah tangga saja tanpa mengetahui segala batasan hak dan kewajiban suami istri dengan baik. Jika ditemukan sebuah permasalahan dalam rumah selalu diselesaikan dengan emosional tidak dengan kepala dingin sehingga perceraian rawan sekali terjadi bahkan suatu perceraian dapat terjadi hanya karena masalah sepele.

Adanya permasalahan dalam rumah tangga, mereka tidak meminta bantuan dari badan penasehat perkawinan atau orang yang di anggap mengerti sebagai tokoh masyarakat yang dapat meredam permasalahn mereka, jiwa muda yang ada dalam pasangan pernikahan usia muda menjadikan keluarga selalu emosi dalam menyikapi problematika hidup berumah tangga, bila sudah emosi maka dapat mengalahkan logika sehingga melupakan peraturan hukum perkawinan yang ada.

6. Faktor Ekonomi Penduduk Atau Struktur Mata Pencaharian

Semua daerah muslim masuk dalam kategori negara berkembang meskipun diantaranya relatif kaya sementara bagian yang lain sangat miskin. Negara berkembang selalu saja di hadapkan pada persoalan-persoalan yang sangat sulit dimana terjadi ketidak seimbangan ekonomi yang di cerminkan dalam angka pengangguran yang tinggi, kesenjangan pendapatan dan kekayaan


(67)

yang sangat luas diantara golongan-golongan yang berbeda-beda dari setiap daerah yang di huni oleh komunitas masyarakat. Konsekuensinya kebutuhan pokok bagi setiap penduduknya tetap belum dapat di penuhi sementara golongan kaya dan menengah hidup dalam kemewahan dan menjadi unsur ketimpangan sosial pada masyarakat.

Penyebab ketidak stabilan sosial ekonomi. Ekonomi adalah suatu kegiatan kemasyarakatan dalam mencapai suatu keinginan yang bersifat material dan di pergunakan untuk kehidupan sehari-hari atau masa yang akan datang. Keadaan ekonomi masyarakat Jati Bening memang belum baik, pekerjaan atau mata pencaharian mereka adalah mayoritas bergerak di bidang pertanian sehingga pekerjaan mereka hanyalah bertani atau menjadi tukang ojek atau buruh pabrik. Penghasilan yang minim atau pas-pasan menyebabkan mereka berada pada masyarakat marginal atau kekurang mampuan dalam menyediakan dan memenuhi fasilitas hidup yang memadai untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Menurut mereka, melalui jalan pernikahan akan dapat melepaskan tanggung jawab orang tua secara materil dan memisahkan diri dari keluarga untuk berbakti kepada suami, walaupun pada akhirnya bisa atau yang sering terjadi masalah dalam hidup rumah tangga yang timbul pasca pernikahan adalah karena faktor ekonomi juga. Ekonomi penduduk yang rendah dan struktur mata pencaharian agraris di kenal suatu istilah bahwa “musim panen


(68)

adalah musim kawin sedang musim paceklik adalah musim cerai “ sehingga banyak warga Jati Bening yang melakukan pernikahan ketika musim panen atau banyak uang tidak peduli atau belum sampai usia yang cukup untuk melakukan pernikahan, dan musim paceklik adalah musim cerai dimana masa paceklik merupakan masa-masa sulit sehingga banyak warga Jati Bening terutama Rw002 yang bercerai dimusim paceklik karena alasan ekonomi.

Penulis menemukan bahwa pernikahan pada usia muda ini sering terjadi pada musim panen, dimana keluarga yang panen lalu mempunyai uang atau harta yang banyakjika menginginkan untuk menikah atau mencari istri muda maka ia mudah saja mencarinya seorang wanita yang muda dan cantik dari kalangan marginal untuk di peristri dan jika di musim paceklik tentu saja kaum yang berekonomi lemah kekurangan pangan maka tidak mengherankan jika keluarga tersebut merelakan anaknya untuk menikah walaupun usianya masih belia. Jadi dalam masyarakat pedesaan banyak sekali terjadi perkawinan atau pernikahan yang didasari dari faktor ekonomi masyarakat.

Dengan demikian wajarlah kiranya pernikahan di usia muda banyak terjadi dilingkungan masyarakat yang masih bercorak pedesaan, dan masih belum tersentuh banyak akan peradaban dunia modern. Masyarakat yang sudah tersentuh kebudayaan modern itu lebih di relevansikan dengan masyarakat yang pluralistik dan sekular sehingga hal-hal yang bersifat ritual kebudayaan sudah agak ditinggalkan karena terbawa oleh westernisasi. Pada masyarakat ini unsur


(1)

83

B. Saran

Mengingat betapa pentingnya masalah pernikahan bagi masyarakat dengan adanya undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan untuk mencegah terjadinya pernikahan di usia muda maka penulis akan mengajukan saran-saran kepada semua pihak yang terkait antara lain :

a. Meningkatkan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat dan para remaja tentang efek dan dampak negatif dari pernikahan di usia muda. b. Meningkatkan peran aktif dan fungsi KUA atau Kelurahan serta Karang

Truna sebagai salah satu wadah untuk kegiatan-kegiatan yang dapat membangkitkan semangat untuk menggali ilmu lebih tinggi, juga bimbingan keagamaan yang lebih konstruktif dan inovatif.

c. Kepada para pegawai Kantor Urusan Agama agar memperhatikan kesiapan kedua mempelai ketika akan melangsungkan pernikahan. Baik dari segi usia, alasan pernikahan, tingkat kedewasaan, rasa tanggung jawab dan wali nikah dari kedua mempelai.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adhim, M. Fauzi, Indahnya Pernikahan Dini, Jakarta : Gema Insani Press. 2002. Alam, Andi Syamsu, Usia Ideal Untuk Kawin, (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum

Islam dan Masyarakat bekerjasama dengan Kencana Mas Publishing Hause 2006

Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, 1997.

Al-Jaziri, Abdurrahman, Al-Fiqh Mazhabihil Al-Arba’ah, (Al-Maktabah Al-Tijarah Al-Kubra) Jilid 4 Hal, 16. Mesir, 1969.


(3)

85

Departemen Agama RI,Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 Jakarta: Departemen Agama RI, 2002.

Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A life-Span Aparoach, Fifth Edition. Psikology Perkembsngsn , suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi V Istiwidiyanti dan Soejarwo (terj) 1980 Jakarta- Erlangga. Elizabeth B., Hurlock. Developmental Psychology: A life-Span Aparoach, Fifth Edition. Psikology Perkembsngsn , suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi V Istiwidiyanti dan Soejarwo (terj) 1980 Jakarta- Erlangga. Latif, Nasarudin, Ilmu Perkawinan, Jakarta: Insan Cita, 2000.

Ma’sum, Djauhari, Bimbingan Perkawinan Dan Berumah Tangga, Jakarta : cv. Aji sakti, 1994.

Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Karya, 2000 Mubin dan Ani Cahyadi, Psikology Perkembangan, PT. Ciputat Group 2006

Nasution, Sosiologi Pendidikan. Bandung : Jemmars. 1983.

Qudmah, Ibn, Al-Mugni (Al-Hijro At- Tauba’ah wa Nasr wa Taujia’ wa I’lan, Kairo, 1986.

Poerwanto, M. Ngalim. Psikologi Pendidikan, Jakarta: FEUI, 2005 Ridho, Muhammad Rasyid, Tafsir Al- Manar, Mesir Al- Manar, 1325 H)

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah , Riyadh : Daar Al-Fath li Al- Alam Al- Arab, 1996. Shappiro, F., Mencegah Perkawinan Yang Tidak Bahagia, Jakarta: Bulan Bintang,

2002.

Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah, Jakarta, Lentera 2007.

Sohn’ani, Imam Subulus salam : Syarah Bulughul Al-Maram, Daru al-Fikr, Beirut Lebanon, 1991 M/1411 H.

Sudarsono, Etika Tentang Kenakalan Remaja, Jakarta : Rineka Cipta, 1995 Zuhairini, Et. Al, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995


(4)

WAWANCARA PRIBADI

Abdul Hafid, wawancara Pribadi, di Rumahnya RT 02, RW 05, Kelurahan Jati Bening, tanggal 16 Maret 2010

Akhmad Khatib, (Tokoh Masyarakat), Wawancara Pribadi di Rumahnya RT 002/005 Kelurahan Jati Bening Pondok Gede Bekasi, Tanggal 20 Maret 2010

Basri Wawancara Pribadi, di Rumahnya RT 02, RW 05, Kelurahan Jati Bening, tanggal 17 Maret 2010


(5)

87

Husein, (Tokoh Masyarakat), Wawancara Pribadi di Rumahnya RT 002/005 Kelurahan Jati Bening Pondok Gede Bekasi, Tanggal 26 Maret 2010. Zainal, Tokoh Masyarakat Desa Jati Bening, Wawancara Pribadi di Rumahnya RT

002/005 Kelurahan Jati Bening Pondok Gede Bekasi, Tanggal 15 Maret 2010

Zamaksari Abdul Madjid, (Tokoh Masyarakat), Wawancara Pribadi di Rumahnya RT 002/005 Kelurahan Jati Bening Pondok Gede Bekasi, Tanggal 23 Maret 2010


(6)

No. Tanggal Pengajuan Nikah

Nama Tempat, Tanggal

Lahir

Alamat

1. 02 Januari 2009 Ratih Bekasi, 10-02-1994 Jati Bening RT. 005 / RW. 002 2. 10 Januari 2009 Sari Wulandari Bekasi, 07-06-1994 Jati Bening Rt. 005 /

Rw. 002 3 09 Februari 2008 Melisa Bekasi, 11-05-1992 Jati Bening Rt. 005/

Rw. 002 4. 04 April 2009 Anggi Bekasi, 20-12-1993 Jati Bening Rt.005/

Rw. 002 5 09 Mei 2009 Sari Bekasi, 05-04-1993 Jati Bening Rt. 005/

Rw. 002 6 17 Mei 2008 Rohanih Bekasi, 11-07-1991 Jati Bening Rt. 005/

Rw. 002 7 21 Juli 2009 Lina Nurjanah Bekasi, 19-07-1991 Jati Bening Rt. 005/

Rw. 002 8 25 Agustus 2009 Citra Faiqah Bekasi, 28-07-1991 Jati Bening Rt.

005/Rw. 002 9 28 November 2009 Buraidatul

Islamiyah

Bekasi, 21-08-1992 Jati Bening Rt. 005/ Rw. 002