FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN PADA USIA MUDA

BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN PADA USIA MUDA

A. Kebiasaan Pernikahan di Desa Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Kabupaten Bekasi dan Analisisnya Setiap manusia mempunyai keinginan untuk hidup bermasyarakat dan membentuk rumah tangga yang di kukuhkan dalam sebuah pernikahan. Pernikahan pada usia muda yang terjadi pada masyarakat terdapat beberapa faktor. Menurut M. Fauzil Adhim dalam bukunya Indahnya Pernikahan Dini menganjurkan untuk menikah pada usia muda untuk menjaga aqidah mereka, sedangkan di satu sisi mereka butuh pegangan bagaimana mereka bisa menikah dengan prestasi yang bahagia. Sekalipun secara psikologis pernikahan usia muda merupkan langkah terbaik, tetapi ini bukanlah alasan untuk menikah muda. Pernikahan adalah naluri hidup manusia normal. Bahkan anjuran agama Islam dalam hal ini cukup di tegaskan, pernikahan adalah hak dan kehendak seseorang yang tidak dapat di ganggu gugat. Namun pada pelaksanaanya tidak dapat di tentukan secara bebas. Pengaturan dan pembinaan terhadap kegiatan pernikahan menjadi urusan Departemen Agama. Departemen ini untuk selanjutnya untuk Kantor Urusan Agama KUA yang berada di wilayah kecamatan. Kantor Urusan Agama KUA mengurus dan melayani masyarakat yang akan melangsungkan pernikahan. Sedangkan bagi masyarakat yang ada masalah atau krisis dengan kelangsungan pernikahan di urus atau di layani oleh Lembaga Peradilan. Lembaga Peradilan ini mempunyai kewenangan dalam mengatasi permasalahan Talak dan Cerai. Tabel I Data Pernikahan Pada Usia Muda Masyarakat Desa Jati Bening Rt. 005 Rw.002 Usia Pernikahan Frekuensi Prosentase 11-15 7 orang 14 16-18 12 orang 85 18 tahun keatas 1 orang 1 Jumlah 20 orang 100 Melihat data tersebut diatas, teryata masih banyak pasangan yang menikah pada usia muda. Yuridis formal yang mengatur tata cara pernikahan tersebut nampaknya tidak efektif untuk mereka dan pada giliranya melaksakanya dengan jalan pintas yang di sebut kaein di bawah tangan tidak tercatat di KUA . Kondisi pernikahan yang demikian, jelas tidak akan menguntungkan bagi kedua belah pihak, karna tidak mempunyai landasan hukum positif yang berlaku. Pernikahan tersebut hanya sah menurut Agama. Hal ini tentu akan berpengaruh pula kepada Hukum Perdata lainya seperti Hukum Kewarisan. Secara Yuridis Formal mereka tidak akan dapat perlindungan Hukum jika masalah-masalah yang berhubungan dengan problematika rumah tangga atau keluarga. Dengan kata lain mayoritas pasangan muda tersebut mengarungi bahtera rumah tangga tanpa di bekali oleh pemikiran jangka panjang. Dari data yang penulis amati, ternyata masyarakat desa Jati Bening masih memandang pernikahan dalam konsep yang sederhana yakni sebagai salah satu anjuran dalam ajaran agama selebinya tentang arti dan fungsi sebuah rumah tangga mereka terlihat agak kurang persiapan mentalnya ketika menghadapi gelombang rumah tangga. Pengetahuan dan tata cara berumah tangga yang baik belum di pandang sebagai sesuatu yang perlu, karna mereka selalu berpendapat bahwa kehidupan rumah tangga adalah persoalan manusia untuk beradaptasi dengan lawan jenisnya baik dalam segi bathiniah maupun jasmaniyah, sedangkan jika di temukan ketidak cocokan mereka mengadukanya kepada orang tua atau bila perlu mereka melakukan perceraian. Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan pada usia muda baik yang berasal dari keluarga, pendidikan, ekonomi maupun dari lingkungan, analisis penulis semua itu adalah merupakan perilaku dari masyarakat jati bening yang mempunyai pengaruh negatif lebih banyak dari pada pengaruh positifnya. Dengan terjadinya pernikahan dini yang tidak di siapkan dengan matang akan merugika orang yang akan menjalaninya yaitu dapat mengakibatkan kegagalan hidup berumah tangga dan ini tentunya dapat menjadi image yang buruk bagi penduduk desa lainya karena desa tersebut akan mudah tekenal adanya pernikahan dini yang sering di lakukan oleh para anggota masyarakatnya. Oleh karna itu hendaknya masyarakat menyadari berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut dan membuat suatu tindakan yang bersifat mengurangi atau bahkan menghilangkan berbagai penyebab pernikahan pada usia muda. Sehingga pada kehidupan pernikahan selanjutnya tidak ada lagi perceraian atau hancurnya kehidupan rumah tangga yang di sebabkan usia yang muda masyarakat lebih mengerti arti dan fungsi pernikahan dengan sesungguhnya, pernikahan yang terjadi pada masyarakat Jati Bening lebih terarah dan tercipta kehidupan perkawinan yang harmonis. B. Faktor-faktor Penyebab Pernikahan di Usia Muda 1. Dorongan Keluarga Orang Tua Keluarga adalah sebagai suatu kemasyaratan yang terkecil, didalamnya terjadi hubungan yang erat antara manusia dengan manusia, didalam keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Pengaruh orang tua terhadap anak mempunyai arti yang besar dalam pembentukan pribadi anak. 36 Yang dimaksud orang tua disini adalah bapak, ibu atau orang tua yang dianggap berhak langkah si anak karena adanya hubungan darah atau jasa misalnya, anak yang sejak kecil ikut paman bibinya dan membesarkan si anak itu beranjak dewasa ikut pula menentukan langkah pernikahan anak tersebut. Dalam hal ini masih banyak orang tua dari Masyarakat Jati Bening suka memaksakan anaknya untuk menikah. Mereka berpendapat jika umur seseorang sudah 20 tahun keatas akan menyebabkan aib bagi keluarganya yaitu akan timbul istilah perawan tua dan perjaka tua, dan hal ini dapat mempermalukan keluarga. Orang tua yang demikian biasanya didasari dengan pendidikan yang rendah dan keadaan ekonomi keluarga yang rendah atau yang kurang menguntungkan. Orang tua yang dapat mewakili mayoritas masyarakat Jati Bening tersebut masih sangat sederhana. Menikahkan anak, terutama anak perempuan dalam batas usia yang masih relatif muda menurut batas yuridis formal undang-undang perkawinan adalah salah satu bentuk kepedulian, curahan dan kasih sayang. Hal itu dapat menunjukkan rasa tanggung jawab yang penuh sebagai orang tua kepada anak-anaknya. 36 Sudarsono, Etika Tentang Kenakalan Remaja, Jakarta : Rineka Cipta, 1995 , h. 23 Dengan menikahkan anak mereka sudah merasa lega dan sudah berkurangnya tanggung jawab orang tua kepada anaknya setelah menikah seorang wanita menjadi tanggung jawab suaminya atau seorang lelaki mencukupi segala kebutuhan istri dan keluarganya. Jadi dengan menikahkan salah satu anggota keluarga beban keluarga menjadi berkurang, masyarakat tidak peduli dengan faktor usia yang justru dapat menjerumuskan anaknya dalam kehancuran rumah tangga jika tidak dipersiapkan dengan baik.

2. Motifasi anak

Dalam teori psikologi perkembangan, seringkali diungkapkan bahwa fase-fase perkembangan kejiwaan terus bertahap dari usia kecil hingga usia dewasa. Diantara fase yang paling di anggap rawan adalah fase anak-anak. Menjelang dewasa yang disebut fase remaja, pada masa ini ada fase yang disebut fase imitasi, yakni kegiatan kuat untuk meniru sesuatu yang ada dan berkembang dari lingkungannya. Apalagi sesuatu yang terjadi objek imitasinya itu masalah pernikahan. Untuk kebanyakan remaja mengartikan, dengan kenikmatan dan keindahan hubungan seksual hal tersebut dapat terjadi karena pengetahuan mereka yang terbatas. Itulah deskripsi dari kaum remaja putra, sedangkan dari kaum remaja putri, setelah mereka menyelesaikan sekolah dasar atau Drop-out keluar dari sekolah maka pekerjaan mereka hanya dirumah. Salah satu cara mengurangi beban keluarga adalah bekerja sebagai buruh pabrik atau menikah. Oleh karena itu beban psikologis ini yang mendorong seorang wanita untuk menikah dengan prinsip dari pada tidak ada kerjaan atau hanya menambah beban orang tua maka ketika ada yang melamar ia langsung menyatakan setuju walaupun tanpa didasari rasa cinta dan kasih sayang sebab kedua hal tersebut dapat tumbuh ketika sudah melakukan hubungan suami istri atau setelah pernikahan terjadi.

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses yang mengantarkan seseorang menuju kedewasaan baik secara Bathiniyah bertindak, sikap dan berpikir maupun secara lahiriah. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dapat dikatakan semakin dewasa atau bijaksana orang tersebut dalam menjalani kehidupan. Pendidikan Islam adalah yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Agama Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam serta bertanggung jawab sesuai denagn nilai-nilai Islam. 37 Pendidikan berfungsi untuk menyampaikan, meneruskan atau mentransmisi kebudayaan. Diantaranya nilai-nilai nenek moyang pada generasi muda. Tidak seluruh kebudayaan dapat diikuti oleh seluruh anggota 37 Zuhairini, Et. Al, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995 , cet. Ke-2, h. 152 masyarakatnya, ada di antaranya yang boleh diikuti oleh semua yang disebut “ Universal “ seperti bahasa, moral perkawinan. 38 Pada masyarakat pedesaan tingkat pendidikan rata-rata sangat rendah, berdasarkan hasil observasi ditemukan tingkat pendidikan penduduk Rt005 RT. 005 RW. 002 adalah lulusan dari SLTP sekolah lanjut tingkt pertama dan SD sekolah dasar dan hanya segelintir orang saja yang sampai ke pendidikan tingkat menengah bahkan yang mencapai ke tingkat Perguruan Tinggi sangatlah jarang. Pendidikan orang tua dalam berbagai Study, tingkat pendidikan tertinggi yang di peroleh seseorang di gunakan indeks kedudukan sosialnya, menurut penelitian memang terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorangdengan tingkat pendidikan yang telah di tempuhnya walaupun tingkat sosial seseorang tidak dapat diamalkan sepenuhnya berdasarkan pendidikanya. Namun pendidikan tinggi bertalian erat dengan kedudukan sosial yang tinggi, korelasi pendidikan dan golongan sosial antara lain terjadi oleh sebab anak golongan rendah tidak melanjuti pelajarannya sampai pendidikan tinggi. 39 Dengan pendidikan yang tinggi tentunya dapat bermanfaaat banyak bagi generasi muda, yaitu : Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT 38 Nasution, MA. Prof, Dr, Sosiologi Pendidikan. Bandung : Jemmars. 1983 , h. 72 39 Ibid, h. 33 Menanamkan dan menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara Memperluas wawasan kemasa depan, yaitu dapat melihat kemungkinan dan tantangan di masa depan. Mengembangkan kemandirian, kepemimpinan, ilmu pengetahuan dan teknologi, semangat kerja dan kepeloporan. Memiliki sikap dan berperilaku bertanggung jawab dan rasa memiliki Masyarakat Jati Bening status sosialnya sebagai masyarakat marginal yang berprofesi sebagai petani dengan sumber pendapatan terbatas. Jadi tidak di mengharapkan pendidikan yang tinggi cukup dengan menyelesaikan pendidikan dasar saja. Dengan kondisi tingkat pendidikan masyarakat yang rendah separti ini dapat menjadikan suatu cara pola berpikir masyarakat yang kurang dewasa, mudah mengikuti segala sesuatu taklid , dan ketika beraktivitas tidak tanpa didasari pemikiran yang panjang serta dalam kehidupan sehari-hari cenderung pasrah dan menerima dalam keadaan. Karakteristik masyarakat seperti inilah yang menjadikannya faktor penyebab pernikahan di usia muda. Jabatan orang tua, jumlah serta sumber penghasilan orang tua daerah tempat tinggal, tanggapan masing-masing tentang golongan sosialnya dan lambang-lambang lainya yang berkaitan dengan status sosial ada kaitanya dengan tingkat pendidikan anak. Pada masyarakat yang tidak mampu akan sulit di temukan anak yang berpendidikanya tinggi kecuali anak itu sendiri memiliki kemauan yang keras untuk melepaskan diri dari pendirian lingkungan dan berusaha sendiri dengan segenap tenaga untuk melanjutkan pendidikan perguruan tinggi itu pun kalau ia berbakat sanggup kerja sambil belajar atau memperoeh beasiswa. Karena pendidikan memerlukan biaya tidak hanya biaya sekolah akan tetapi juga keperluan sekolah dan kegiatan sekolah lainnya. Jika tingkat pendidikan masyarakat desa Jati Bening,Kecamatan Pondok Gede Bekasi adalah minimnya tingkat pendidikan menegah atau SLTP,maka tidak akan terjadi pernikahan di usia muda, dan dapat mengetahui perkawinan dan rumah tangga yang ideal sehubungan dengan kurang mengetahui masyarakat tentu,usia ideal pernikahan,tidak dapat mewujutkan hubungan yang harmonis. Oleh karena itu menurut analisis tingkat pendidikan merupakan faktor yang sangat berpengaruh akan terjadinya pernikahan di usia muda. Seseorangb yang berpendidikan rendah mudah mengikuti atau menuruti kehendak orang lain tanpa pertimbangan dalam diri sendiri semuanya tergantung pada orang tua atau pasrah pada keadaan.

4. Tradisi Masyarakat yang Masih Di Pertahankan

Masyarakat terdiri atas sekelompok manusia yang menempati daerah tertentu, menunjukkan integritas, berdasarkan pengalaman bersama berupa kebudayaan, mempunyai kesadaran akan kesatuan tempat tinggal dan bila perlu dapat bertindak bersama. Dan didalam sebuah masyarakat mempunyai suatu kebiasaan yang didasarkan suatu tindakan bersama yang kita kenal dengan sebuah tradisi. Tradisi yang merupakan bagian dari kebudayaan sebuah masyarakat yang menjadi pemicu terjadinya pernikahan di usia muda di jati Bening ialah adanya pembatasan langkah wanita. Untuk kebanyakan masyarakat tersebut dunia wanita hanya sebatas rumah memasak, melahirkan dan merawat anak . Jika sampai usia baligh maka segeralah di nikahkan walaupun pernikahan tidak didasari rasa suka, mereka akan lebih merasa tenang jika anak perempuan mereka cepat dinikahkan. Walau pada akhirnya kadang harus berpredikat janda dari pada terlambat menikah dan mendapat julukan perawan tua. 40 Dalam hal melangsungkan pesta pernikahan masyarakat di Jati Bening juga mempunyai kebiasaan yang kurang baik, banyak masyarakat yang menyelenggarakan pesta besar-besaran padahal untuk hal tersebut mereka harus menjual kebun atau sawah untuk di gadaikan, keadaan semacam ini semakin memperburuk keadaan dalam rumah tangga karena banyak para orang tua yang terlilit hutang dan tambah mempersulit keadaan ekonomi keluarga. Dari realitas diatas nampak bahwa pesta pernikahan dalam masyarakat jati Bening bukan sekedar perayaan upacara namun lebih dari itu mengandung 40 Zainal, Tokoh Masyarakat Desa Jati Bening, Wawancara Pribadi, Bekasi, 15 November 2009 muatan yang bermakna sosiologis artinya marak pesta per4nikahan yang berlangsung akan menunjukkan simbol status seseorang. Dan nampaknya perayaan semacam itu sudah mulai menjadi tradisi masyarakat setempat. Bahkan ironisnya terjadi pergeseran nilai, mereka lebih mementingkan nilai pestanya dari pada nilai-nilai luhur arti pernikahan itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa dari data pernikahan di Jati Bening ternyata banyak warga masyarakat yang menikahkan anaknya pada usia muda, disamping itu pula ternyata pasangan pengantin yang menikah tidak pernah menolak, bahkan boleh dibilang memang menginginkannya.

5. Pemahaman Masyarakat Tentang Hukum Pernikahan Yang Masih

Rendah Pemahaman masyarakat yang masih rendah tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku atau hukum-hukum pernikahan yang ada menjadikan segala sesuatu dalam pernikahan mungkin dan mudah terjadi. Tentunya dapat didasarkan atas pengetahuan seseorang akan suatu sumber hukum, yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Pengadilan Agama Islam. Ketika menikah mereka tahu syarat, rukun dan kewajiban dalam hidup berumah tangga tetapi mereka hanya sekedar tahu saja tentang hukum pernikahan tersebut tanpa diiringi pemahaman mereka tentang arti dan fungsi sebuah rumah tangga dalam sebuah pernikahan, dalam implementasinya kehidupan rumah tangga yang mereka jalani mencontoh dari rumah tangga yang dilakukan oleh orang tuanya sehingga banyak terjadi pemaksaan kehendak dengan dasar setiap keluarga tidak sama dalam menerapkan peraturan rumah tangga antar kedua belah pihak masyarakat setempat hanya menikah dan hidup berumah tangga saja tanpa mengetahui segala batasan hak dan kewajiban suami istri dengan baik. Jika ditemukan sebuah permasalahan dalam rumah selalu diselesaikan dengan emosional tidak dengan kepala dingin sehingga perceraian rawan sekali terjadi bahkan suatu perceraian dapat terjadi hanya karena masalah sepele. Adanya permasalahan dalam rumah tangga, mereka tidak meminta bantuan dari badan penasehat perkawinan atau orang yang di anggap mengerti sebagai tokoh masyarakat yang dapat meredam permasalahn mereka, jiwa muda yang ada dalam pasangan pernikahan usia muda menjadikan keluarga selalu emosi dalam menyikapi problematika hidup berumah tangga, bila sudah emosi maka dapat mengalahkan logika sehingga melupakan peraturan hukum perkawinan yang ada.

6. Faktor Ekonomi Penduduk Atau Struktur Mata Pencaharian

Semua daerah muslim masuk dalam kategori negara berkembang meskipun diantaranya relatif kaya sementara bagian yang lain sangat miskin. Negara berkembang selalu saja di hadapkan pada persoalan-persoalan yang sangat sulit dimana terjadi ketidak seimbangan ekonomi yang di cerminkan dalam angka pengangguran yang tinggi, kesenjangan pendapatan dan kekayaan yang sangat luas diantara golongan-golongan yang berbeda-beda dari setiap daerah yang di huni oleh komunitas masyarakat. Konsekuensinya kebutuhan pokok bagi setiap penduduknya tetap belum dapat di penuhi sementara golongan kaya dan menengah hidup dalam kemewahan dan menjadi unsur ketimpangan sosial pada masyarakat. Penyebab ketidak stabilan sosial ekonomi. Ekonomi adalah suatu kegiatan kemasyarakatan dalam mencapai suatu keinginan yang bersifat material dan di pergunakan untuk kehidupan sehari-hari atau masa yang akan datang. Keadaan ekonomi masyarakat Jati Bening memang belum baik, pekerjaan atau mata pencaharian mereka adalah mayoritas bergerak di bidang pertanian sehingga pekerjaan mereka hanyalah bertani atau menjadi tukang ojek atau buruh pabrik. Penghasilan yang minim atau pas-pasan menyebabkan mereka berada pada masyarakat marginal atau kekurang mampuan dalam menyediakan dan memenuhi fasilitas hidup yang memadai untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut mereka, melalui jalan pernikahan akan dapat melepaskan tanggung jawab orang tua secara materil dan memisahkan diri dari keluarga untuk berbakti kepada suami, walaupun pada akhirnya bisa atau yang sering terjadi masalah dalam hidup rumah tangga yang timbul pasca pernikahan adalah karena faktor ekonomi juga. Ekonomi penduduk yang rendah dan struktur mata pencaharian agraris di kenal suatu istilah bahwa “musim panen adalah musim kawin sedang musim paceklik adalah musim cerai “ sehingga banyak warga Jati Bening yang melakukan pernikahan ketika musim panen atau banyak uang tidak peduli atau belum sampai usia yang cukup untuk melakukan pernikahan, dan musim paceklik adalah musim cerai dimana masa paceklik merupakan masa-masa sulit sehingga banyak warga Jati Bening terutama Rw002 yang bercerai dimusim paceklik karena alasan ekonomi. Penulis menemukan bahwa pernikahan pada usia muda ini sering terjadi pada musim panen, dimana keluarga yang panen lalu mempunyai uang atau harta yang banyakjika menginginkan untuk menikah atau mencari istri muda maka ia mudah saja mencarinya seorang wanita yang muda dan cantik dari kalangan marginal untuk di peristri dan jika di musim paceklik tentu saja kaum yang berekonomi lemah kekurangan pangan maka tidak mengherankan jika keluarga tersebut merelakan anaknya untuk menikah walaupun usianya masih belia. Jadi dalam masyarakat pedesaan banyak sekali terjadi perkawinan atau pernikahan yang didasari dari faktor ekonomi masyarakat. Dengan demikian wajarlah kiranya pernikahan di usia muda banyak terjadi dilingkungan masyarakat yang masih bercorak pedesaan, dan masih belum tersentuh banyak akan peradaban dunia modern. Masyarakat yang sudah tersentuh kebudayaan modern itu lebih di relevansikan dengan masyarakat yang pluralistik dan sekular sehingga hal-hal yang bersifat ritual kebudayaan sudah agak ditinggalkan karena terbawa oleh westernisasi. Pada masyarakat ini unsur koletifitas gerak bersama sudah agak jarang ditemukan terutama dalam masalah yang bersifat individual. Pernikahan yang terjadi pada usia muda bukan hanya keinginan dari sang pengantin saja tetapi juga bisa berasal dari ekternal yaitu ekonomi, pendidikan bahkan juga pengaruh lingkungan dan orang tua dan hal ini lebih cenderung terjadi pada masyarakat pedesaan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN