Terbentuknya Pusat Tenaga Rakyat Putera Dan Tentara Pembela Tanah Air Peta

2. Tidak mungkin menambah tenaga manusia dibagian Barat Indonesia tentara di Jawa, Madura dan Sumatra yang pasukannya tidak begitu banyak dan prajurit-prajuritnya sudah terlalu tua. 12 Pada bulan April 1942 sebuah usaha Propaganda Jepang Sendenbu dibuatlah suatu gerakan pertama yang melahirkan Gerakan Tiga A, Hitoshi sebagai ketua, dianggkat pula Mr. Syamsudin, yang dibantu oleh tokoh-tokoh PRINDRA, 13 seperti K. Sultan Pamuncak dan Muhammad Saleh. 14 Semboyan dari Gerakan Tiga A adalah, Jepang pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia dan Jepang Cahaya Asia, 15 akan tetapi gerakan Tiga daerah ini tidak berlangsung lama, karena dianggap kurang berhasil dalam menggerakkan rakyat untuk mendukung usaha perang tentara Jepang, sebagai pegantinya Jepang mendirikan PUTERA.

2. Berdirinya Putera Pusat Tenaga Rakyat

Pada tanggal 9 Maret 1943, organisasi yang bernama PUTERA Pusat Tenaga Rakyat didirikan, organisasi ini dipimmpin dengan tokoh yang lebih dikenal dengan masyarakat, tokoh-tokoh itu adalah Ir. Soekarno, Dr. M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan KH. Mas Mansoer. 16 Dengan tujuan untuk memperoleh dukungan dari rakyat untuk memenangkan peperangan yang sesuai dengan ketentuan pasal No. 3 yang berisi tentang peraturan dasar PUTERA, dimana disitu ditegaskan bahwa PUTERA turut 12 Nugroho Notosusanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 64 13 A. K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat, 1980, h. 138 14 M. C. Rickleefs, Sejarah Indonesia Moderen, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995, Cet ke- 5, h. 302 15 Sagimun. MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 33 16 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Moderen, h. 306 mempertahankan Asia Timur Raya, dengan melatih ketahanan jasmanai dan rohani untuk memenangkan peperangan, disertai dengan mempelajari Nippon, dan meluaskan penggunaan bahasa Indonesia serta menghapuskan pengaruh Amerika, Inggris dan Belanda. Cabang-cabang PUTERA segera dibentuk diberbagai kota pulau Jawa antara lain di Bandung dengan ketua Dr. Moerdjani, di Semarang dengan ketua R.P. Soeroso, di Yogyakarta dengan ketua B.P. Surjadiningrat, Di Surakarta dengan ketua Dr. Kartono, dan di Jakarta dengan ketua Ijos Wirjaatmaja. Tanggal 16 Juni 1943, dihadapan parlemen Jepang di Tokyo, Perdana Mentri Jepang Tojo menjelaskan bahwa Indonesia akan diberi kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam pemerintahan negeri, 17 Kemudian PUTERA diganti oleh organisasi resmi pemerintahan Jepang yaitu Jawa Hokokai, menurut Jepang PUTERA lebih menguntungkan kepada usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia daripada kepentingan Jepang. Untuk memperoleh dukungan dari rakyat Indonesia, tentara Jepang mendekati para ulama dan memperhatikan kepentingan golongan Islam yang lebih tegas menentang kekuasaan kaum penjajah kolonial Belanda dari pada pemimpin kaum nasionalis lainnya. Mula-mula Jepang memilih mendekati MIAI atau Majelis Islam A’la Indonesia sebagai gerakan umat Islam yang didirikan pada Bulan September 1937, atas anjuran pemimpin-pemimpin Muhammadiyah KH. Ahmmad Dahlan dan Nahdatul Ulama KH. Mas Mansoer, dengan tujuan untuk kebangkitan 17 S. Salalahi, M. A, Dasar-dasar Indonesia Merdeka, Versi Para Pendiri Negara, h37- 38 Majlis Muktamar Al-Alam Al-Islami Far Al -Hind Al-Syarqiyyah atau kongres Islam Sedunia Cabang Hindia Timur. 18 Usaha Jepang ini mendapat simpati dan dukungan dari umat Islam Indonesia, karena organisasi ini MIAI kurang bergelora dalam menopang serta mendukung usaha perang Jepang, maka pada bulan Oktober 1941 secara resmi Jepang membubarkan MIAI, lalu diganti dengan organisasi yang baru bernama Majlis Syura Muslimin Indonesia Masyumi, sebagai ketua dipilih KH. Hasjim Asy’ari, dibantu oleh KH. Mas Mansoer, KH. Farid Ma’ruf dan ulama lainnya. Pemerintahan pendudukan Jepang lebih banyak memberikan kesempatan dan kebebasan bergerak kepada dan diberi kesempatan untuk membentuk laskar- laskar yang diberi latihan kemiliteran oleh tentara Jepang, laskar ini dikenal dengan nama Laskar Hizbullah. 19 Akan tetapi usaha tentara Jepang untuk mendapatkan dukungan dari umat Islam Indonesia tidak berjalan mulus, dikarenakan banyak tindakan orang Jepang yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam seperti mabuk-mabukan dengan meminum Sake sejenis arak atau minuman kkeras khas Jepang dan upacara Saikeirei member hormat setiap pagi kepada Tenmo Heika dengan cara membukukan badan kea rah Tokyo, ibukota Jepang, hal ini diangggap sirik. Akibat ketidak senangan para ulama dengan tindakan yang bertentangan dengan prinsip ajaran Islam, banyak terjadi perlawanan dimana-mana, seperti perlawanan yang terjadi di Desa Sukamanah Singaparna, Jawa Barat yang dipimpin oleh H. Zaenal Mustafa dengan semboyan perang jihad terhadap tentara Jepang dan di Aceh yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. 18 Hasan Shadily, Ensiklopedia Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru, 1990, h. 2094-2095 19 Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 36-37 Dengan kejadian itu Jepang mulai menjadi kejam tanpa mengenal belas kasihan terhadap rakyat Indonesia, tak sedikit jiwa dan harta benda yang menjadi korban tentara Jepang, tindakan tersebut dirasakan ketika harus mengerahkan tenaga-tenaga muda dari pedesaan untuk bekerja secara paksa atau lebih dikenal sebagai Romusha. Pada mulanya Romusha adalah suatu pekerjaan sukarela, lalu berubah ketika Jepang semakin terdesak maka Romusha ditingkatkan lagi yang menimbulkan kesengsaraan kehidupan rakyat Indonesia terutama para petani, beribu-ribu Romusha dikirim keluar pulau Jawa, bahkan keluar Indonesia, seperti Birma, Muangthai, Vietnam dan negeri lainnya. Karena keadaan peperangan semakin gawat, tentara Jepang membuka kesempatan bagi pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit Jepang yang dikenal dengan sebutan Hehio, baik untuk Angkatan Darat Rikugun Heiho, maupun untuk Angkatan Laut Kaigun Heiho. Selain itu membuka pula kesempatan untuk tugas Spy Intelegent, tugas ini diserahkan kepada Seksi Khusus Tentara Keenam Belas yang disebut Tokubetsu Han dan dikenal dengan nama Beppan yang dipimpin oleh Kapten Yanagawa, lalu pemuda-pemuda Indonesia ini kemudian dilatih di Seinen Dojo, yang bertempat di Tanggerang, pelatihan inilah yang menjadi awal dari pelatihan militer pribumi. 20 Latihan militer lainnya, ialah latihan Keibon atau barisan pembantu polisi, seinendan atau barisan pemuda, pada bulan Agustus 1943, dibentuklah sebuah perhimpunan wanita yang dikenal dengan nama Fujinkai, kepada para anggota 20 Sagimun, MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 39 fujinkai ini tentara Jepang juga memberikan pelatihan kemiliteran yang disesuaikan dengan sifat dan tugas kewanitaan. Untuk membantu pertahanan kepulauan dan melengkapi tenaga tentara Jepang, maka dibentuklah tentara pribumi yang bernama PETA, pada tanggal 3 Oktober 1943, dengan ketentuaan pembentukan pasukan sukarela untuk membela Jawa. 21

3. Berdirinya Tentara Peta

Atas persetujuan dari atasan Kapten Maruzaki dari Beppan lalu merumuskan rencana untuk pembentukan Tentara Pembela Tanah Air atau PETA tanggal 7 sebtember 1943, kemudian Beppan diberi tanggung jawab penuh untuk melatih dan membentuk tentara PETA. Setelah perencanaan lalu mulailah tahap pembentukan PETA. Yang prosedurnya diatur sedemikian rupa seolah-seolah dibentuk atas kehendak serta permohonan bangsa Indonesia sendiri, 22 agar tercapai keberhasilan yang maksimal dalam membangun semangat kesadaran cinta tanah air dan bersedia untuk tugas kemiliteran dalam Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik yang siap menghadapi tentara Amerika Serikat dan sekutunya. 23 Pada tanggal 3 Oktober 1943, Letnan Jendral Kumachiki Harada sebagai Panglima Tentara Keenam Belas, mengeluarkan sebuah peraturan yang dikenal 21 PETA Tentara Sukarela Pembela Tanah Air Di Jawa dan Sumatra 1942-1943, peynunting Purbo S. Ssuwondo. et. all, Jakarta, Sinar Harapan: 1996, h. 54-55 22 Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 40-41 23 M C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Moderen, h. 308 dengan nama Osamu Seirei no. 44 tentang Pembentukan Pasukan Sukarela untuk Membela Tanah Jawa. 24 Peraturan itu berisi tentang garis-garis besar sebagai berikut: 1. Pasal 1. Membela tanah airnya, dengan sendirinya, maka bala tentara Dai Nippon membentuk Tentara Pembela Tanah Air yaitu tentara sukerela untuk membela tanah Jawa dengan penduduk asli, berdiri atas cita-cita membela Asia Raya bersama-sama. 2. Pasal 2. Kewajiban untuk membela Tanah Air dan ditempatkan didaerahnya sejumlah pasukan Nippon sebagai pendidik. 3. Pasal 3. Pasukan Sukarela Pembela Tanah Air termasuk dibawah pimpinan Saiko Shikikan dan wajib menerima perintahnya. 4. Pasal 4. Pasukan sukarela Pembela Tanah Air harus sadar akan cita-cita dan kepentingan membela tanah airnya dalam Shu daerah masing-masing terhadap negeri sekutu, dibawah pimpinan Bala Tentara Dai Nippon. 25 Dengan turunnya peraturan tersebut, maka pada bulan Oktober 1943 di Bogor tentara Jepang pun segera mulai melatih calon-calon perwira bangsa Indonesia, tempatnya di sebut Jawa bo EI Giyugun Kanbu Renseitai, yang artinya Latihan Pemimpin Tentara Sukarela Pembela Tanah Air Jawa yang lebih dikenal dengan nama Rensita dibawah pimpinan Kolonel Ucino, pertama-tama latihan para pemimpin tentara PETA ini hanya berlangsung dua bulan saja, diantara mereka yang dilatih adalah Gatot Mangkupraja, Kasman Singodimejo dan Mulyadi Djojomartono. 24 Nugroho Noto Susanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 72 25 Nugroho Noto Susanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 73 Pada tanggal 18 Januari 1944, nama Reseitai diganti menjadi Jawa Bo EI Giyigun Kambu Kyokutai, artinya Korps Pendidikan Pimpinan-pimpinan Tentara Sukarela Tanah Air di Jawa yang lebih dikenal dengan sebutan Kyokutai yang dipimpin oleh Yanagawa, tempat latihan untuk wilayah Jawa dan Madura ada di Bogor Jawa Barat sedangkan untuk pendidikan, pelatihan para Bundanco Bintara dilakukan di Cimahi Jawa Barat dan Magelang Jawa Tengah. Pada prinsipnya PETA terdiri dari orang-orang dalam satu shu atau karesidenan, berbeda dengan Heiho yang dapat dikirim dan ditempatkan ke luar daerah, yang penempatannya sampai Irian, Morotai, dan daerah-daerah lainnya, maka tentara PETA tidak dikirim ke luar Jawa, dengan demikian dapat dikatakan bahwa tentara PETA secara khusus untuk membela dan mempertahankan daerah shu atau karesidenan di mana tentara PETA diadakan dan ditempatkan.

4. Struktur Dan Peralatan Tentara PETA

Tentara PETA merupakan tentara territorial yang direncanakan oleh Angkatan Perang Jepang untuk mempertahankan tanah air terhadap serangan sekutu dalam rangka membantu Angkatan Perang Jepang. PETA diorganisir hanya sampai tingkatan Daidan Batalyon yang beranggotakan kurang lebih dari 850 orang, setiap Daidan harus mempertahankan shu daerah yang menjadi tempat tinggalnya. Anggota dari Daidan atau prajurit kebanyakan diambil dari daerah-daerah yang berasal dari daerah yang bersangkutan dan dianggap cukup memiliki pengetahuan tentang lingkungan daerah asalnya yang sangat diperlukan dalam taktik perang gerilya. Untuk dapat menjalankan tugas ini mereka menyiapkan kubu-kubu benteng dari garis pertahanan: pertama di pantai, kedua di dataran tinggi, dan ketiga di gunung-gunung dimana kelompok tentara Jepang dan Indonesia melakukan sistem perang gerilya. Kubu-kubu tersebut untuk ditempatkan ditempat yang strategis dan disesuaikan dengan pertahanan dari batalyon PETA yang bertahan didaerah yang berbatasan, sehingga merupakan suatu rantai pertahanan sekeliling pulau Jawa. 26 Dalam setiap Daidan dipimpin oleh seorang Daidanco yang dipimpin oleh orang Indonesia. Akan tetapi disetiap Daidan, para komandan Batalyon Jepang melaksanakan fungsi pengadilan terhadap Daidan PETA melalui para Senin Shidokan atau pengawas senior. Lebih lanjut masing-masing komandan Batalyon diBantu oleh seorang Giyugun Gakari Shoko Perwira Urusan PETA, sehingga setiap Batalyon Jepang Daidan mempunyai kewajiban untuk mengawasi Daidan PETA didalam satu atau beberapa shu, yang termasuk didalam wewenang territorialnya, dengan keterangan sebagai berikut: 1. Daitai Jakarta mengawasi Daidan PETA di Jakarta dan Banten shu. 2. Daitai Bandung mengawasi Daidan PETA di Parahiangan shu. 3. Daitai Sukabumi mengawasi PETA di Bogor shu. 4. Daitai Cirebon mengawasi Daidan PETA di Cirebon shu. 5. Daitai Semarang mengawasi Daidan PETA di Semarang dan pantai shu. 6. Daitai Purwokerto mengawasi Daidan PETA di Banyumas dan Pekalomgan shu. 26 ODP, Sihombing, Pemuda Indonesia Menentang Fasisme Jepang, Jakarta: Sinar Djaja. 1962, h. 72 7. Daitai Surabaya mengawasi Daidan PETA di Surabaya, Bojonegoro dan Madura shu. 8. Daitai Malang mengawasi Daidan PETA di Malang dan Kediri shu. 9. Daitai Jember mengawasi Daidan PETA di Besuki shu. 10. Daitai Surakarta mengawasi Daidan PETA di Madiun shu, Surakarta dan Yogyakarta Kochi serta Kedu shu. 27 Untuk pertahanan maka dibentuklah beberapa Daidan. Di Jawa terdapat 66 Daidan dan di Bali 3 Daidan, yang di pusatkan pada tempat–tempat sebagai berikut: 1. BANTEN SHU: Serang, Malimping, Labuan dan Pandeglang 2. JAKARTA SHU: Jakarta dan Purwakarta 3. BOGOR SHU: Jampang Kulon, Pelabuhan Ratu, Cibeber dan Cianjur 4. CIREBON SHU: Cirebon dan Majalengka 5. PARIYANGAN SHU: Tasikmalaya, Pangandaran, Bandung, Cimahi dan Garut 6. PEKALONGAN SHU: Pekalongan dan Tegal 7. BANYUMAS SHU: Cilacap, Sumpyuh, Kroya dan Banyumas 8. SEMARANG SHU: Weleri dan Semarang 9. KEDU SHU: Gombong, Magelang dan Purwerejo 10. PATI SHU: Pati, Jepara dan Rembang 11. SURAKARTA KOHCI: Sunagiri dan Wonogiri 27 Nugroho Noto Susanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia h. 98 12. YOGYAKARTA KOHCI: Wates, Bantul, Yogyakarta dan Wonosari 13. BOJONEGORO SHU: Bojonegoro, Banjar dan Tuban 14. MADIUN SHU: Madiun, Pacitan dan Ponorogo 15. KEDIRI SHU: Tulungagung, Blitar dan Kediri 16. MALANG SHU: Malang Gondanglegi, Lumajang Pasirian, Lumajang, Malang dan Probolinggo 17. SURABAYA SHU: Surabaya, Mojokerto, Sidoarjo dan Gresik 18. BESUKI SHU: Bondowoso, Bangkalan, Batang-batang, Ambuten dan Ketapang 19. BALI SHU: Negara, abanan dan Klurung. 28 Dari uraiyan diatas, maka dapat diketahui bahwa didalam suatu Daidan terdapat 3 macam jabatan yaitu Daidancho sebagai komandan batalyon. Kebanyakan Daidancho ini pada mulanya dimasyarakat sudah bersetatus sebagai ulama atau kyai, guru sekolah, pejabat dalam pemerintahan dan sebagai tokoh masyarakat. Mereka pada umumnya berusia 30-40 tahun yang lebuh mengutamakan pengaruh daripada latar belakang pendidikannya. Kepada Daidancho ini, Jepang tidak memberikan latihan militer yang intensif. Berbeda dengan lathan yang diberikan kepada komandan-komandan kesatuan yang lebih muda, seperti Chodancho, Shedancho dan Para Daidancho ini hanya mempunyai ruang lingkup dalam barak-barak dan tugas utama mereka adalah sebagai pembangkit semangat. 29 28 Nugroho Noto Susanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 99-100 29 Ahmad Subarjo, Kesadaran Nasional Sebuah Otobiakrafi, Jakarta: Gunung Agung 1978, h. 269 Jabatan berikutnya adalah Chudancho atau komandan kompi yang rata- rata umurnya lebuh muda daripada Daidancho dan Chudanchu yaitu Shodancho atau komandan peleton, pada umumnya mereka berusia berumur 18-20 tahun dan baru tamat sekolah, karena mereka belum mempunyai pekerjaan tetap, yang akhirnya menjadi Shodancho. Para calon Shodancho mengikuti latihan kemiliteran yang lebih lama dan intensif, sebab itu merekalah yang sebenarnya merupakan tulang punggung dalam arti kemiliteran, karena mereka bukan saja memperoleh latihan militer yang keras, teatapi juga mendapatkan indokrinasi Spiritual Nihon Seishin atau semangat Nippon. 30 Selain ketiga jabatan tersebut diatas, ada lagi satu jabatan yaitu Budancho atau komandan regu yang pada setiap regunya terdiri dari 10 Giyuhei atau prajurit. Para Budancho pada umumnya berusia sekitar 19-22 tahun dan pendidikan mereka hanya sampai setingkat SD. Perlengkapan tentara PETA terdiri dari pakaiyan seragam dan perlengkapan militer lainnya, Persenjataan yang diberikan oleh Jepang kepada tentara PETA pada umumnya adalah sejanta karaben pendek M95, senapan Styer M95, karabinj-mitralleur senapan mesin ringan, mitralleur senapan mesin, mortar 5 inci dan pistol FN Browing Automatic. Satu diantara empat didalam tiap Daidan merupakan kompi bantuan yang dilengkapi dengan senapan mesin dan mortir, semua senjata itu memiliki kualitas setandar yang diperoleh dari hasil rampasan senjata Belanda oleh pihak Jepang yang diberikan kepada tentara PETA. 30 Ahmad Subarjo, Kesadaran Nasional Sebuah Otobiakrafi, h. 270-271 Jumlah sejanta yang benar-benar di berikan kepada tentara PETA ternyata tidak cukup untuk memperlengkapi 69 batalyon dengan jumlah anggotanya kira- kira sekitar 38.000 sedangkan jumlah senapan hanya sekitar 17.218 dan karaben 1.550 yang seluruhnya berjumlah 18.768 puncuk. Selain itu terdapat juga 197 senapan mesin ringan dan 697 senapan mesin berat, 93 mortir dan 20 meriam, akan tetapi belum jelas Daidan mana yang telah diberikan meriam tersebut. Ada juga sebuah kendaraan yang diberikan kepada tentara PETA adalah 132 mobil jeep Nissan, 330 mobil truck dan 20 tank, tetapi belum jelas Daidan mana yeng pernah diberikan. 31 Mengenai perlengkapan seragam PETA meniru model seragam tentara Jepang. Seragam upacaranya terdiri dari kemeja putih yang dipakai dibawah jas warna hijau ‘’leher baju Schiller’’ sport yang berwarna putih disembulkan ke atas leher baju jas hijau itu. Bagaiyan bawah terdiri dari celana yang mirip denga celana penunggang kuda dengan sepatu sepatu tinggi lars berwarna hitam yang digunakan untuk Daidancho atau sepatu militer Jepang dengan tutup betis kulit hitatam untuk Chudancho dan Shodancho, menggunakan sabuk kult lebar dengan warna alamiyah dipakai dengan kaitan disebelah kiri untuk menggantung kan pedang dan untuk kepala menggunakan topi lapangan yang terbuat dari kain warna hijau. 32 Para Budancho dan Giyuhei tidak mempunyai seragam upacara, mereka hanya mempunyai seragam lapangan berwarna hijau, mereka juga memakai puttes 31 Nugroho Notosusanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 115 32 Harsja W. Bachtiar, Siapa dia? Perwira Tinggi TNI-AD, Jakarta:Djambatan, 1996, Cet ke-1, h. 11-12 dari kain yang terbalut pada betisnya, untuk sebelah kiri sabuk kulitnya bergantung sangkur dan untuk para Budancho memakai kelewang pedang yang diwarisi dari KNIL. Untuk tanda pangkat yang digunakan tentara PETA sama dengan yang digunakan tentara Jepang. Ada lima tanda pangkat yang dipergunakan tentara PETA, kelima tanda pangkat ini diberikan kepada Daidancho, Chudancho, Shodancho, Burdancho dan Giyuhei yang mempunyai latar belakang biru dengan disertai garis berwarna emas untuk para perwira dan garis kuning untuk bawahan, Untuk Daidancho mempunyai dua garis lebar, Chudancho mempunyai tiga garis tipis, Shodancho mempunyai dua garis tipis, Budancho mempunyai satu garis berwarna kuning dan Giyuhei samasekali tidak memiliki garis. 33 Suatu unsur seragam tentara PETA yang tidak sama dengan unsure seragam tentara Jepang maupun tentara Belanda adalah tempat minum, yang tidak terbuat dari alumunium, melainkan dari tempurung kelapa yang dikupas sampai kulitnya yang keras serta licin dan digantung dengan tali ketubuh prajurit. Untuk ransel kanvas sama bentuknya dengan ransel Jepang, tetapi ini buatan Indonesia dan kotak peluru terbuat dari kulit. 34

C. Detik-Detik Proklamasi

Pada akhir tahun 1942 keadaan peperangan mulai berbalik , jika pada awal peperangan Angkatan Perang Jepang bertindak agresif-opensif, selalu menyerang, maka menjelang pertengahan kedua dari tahun 1943 sikap tentara Jepang berbalik 33 Tanda-tanda Pangkat Pada Bala Tentara Nippon-Tentara Pembela Tanah Air dan Heiho, Asia Raya, Jakarta, 25 Desember 1943, No. 306, h. 2 34 Nugroho Notosusanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 116 menjadi defensive atau bertahan, 35 yang telah menimbulkan kekawatiran dipihak Jepang bahwa Amerika Serikat akan menyerbu dan merebut Indonesia. 36 Bulan Febuari 1944, pasukan Amerika Serikat diawal bulan Juni Pasukan melakukan pengeboman B-29 terhadap Jepang, yang mengakibatkan pihak Angkatan Laut Jepang mengalami kekalahan di laut Filifina, kehilangan pangkalan Angkatan Laut di Saogon kepulauwan Mariana dan terjadinya kerisis cabinet di Jepang. Dengan kejadian itu Perdana Mentri Tojo digantikan oleh Jendral Korso Kunaiki sebagai Perdana Mentri, sementara itu, pihak sekutu mulai melakukan serangan terhadap Eropa bagian Utara pada bulan Juni sekutu Jepang dan dibulan September, pasukan Amerika Serikat mendarat di Mototai, dekat Helmahera dibagian Timur Indonesia, sementara itu pesawat-pesawat Amerika mengebom Manila. 37 Timbul pemberontakan oleh PETA di Daidan Blitar yang dipimpin oleh Supriyadi sebagai pemimpin pemberontakan pada tanggal 14 sampai 15 Febuari, akan tetapi pemberontakan ini dapat diamankan setelah datangnya pasukan bantuan dibawah pimpinan Katagari Butaicho dengan melakukan perlawanan ditahun yang sama pemberontakan kedua terjadi di Gumamping Cilacap, tetapi, pemberontakan ini dapat diamankan oleh Shodanco Khusairi sebagai pemimpin perlawanan pada Heiho. 38 35 Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 38 36 Nugroho Notosusanto, Tentara PETA Pda Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia, h. 39 37 Kaigun Angkatan Laut Jepang, Penentu Kerisis Proklamasi, Prof. Dr. Suhartono, Kanisius Yogyakarta 2007, h. 31 38 M C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Moderen, h. 421