Soekarno dan perjuangan dalam mewujudkan kemerdekaan RI (1942-1945)

(1)

SKRIPSI

Robby Chairil

103022027521

FAKULTAS ADAB HUMANIORA

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

Perjuangan Soekarno Dalam Mewujudkan Kemerdekaan RI (1942-1945)

Perjuangan Soekarno dimulaii pada saat beliau mendirika Partai Nasional Indoonesia (PNI) tahun 1927, dan dijadikannya sebagai kendaraan poliitiknya. Atas aktivitasnya di PNI yang selalu menujuu kearah kemerdekaan Indonesia, ditambah lagi dengan pemikiran dan sikapnya yang anti Kolonialliisme dan

Imperialisme, dan selalu menentang selalu menentang Kapitalisme-Imperialisme. Dengan perjuangan Soekarno bersama teman-temannya pada waktu itu dan bantuan Tentara Jepang, penjajahan Belanda dapat diusir dari Indonesia. Atas bantuan Jepang mengusir Belanda dari Indonesia, maka timbulah penjajah baru di Indonesia yaitu Jepang pada tahun 1942. Kedatangan tentara Jepang ke Indonesia bermula ingin mencari minyak dan karet, dan disambut dengan gembira oleh rakyat Indonesia yang dianggap akan membantu rakyat Indonesia mewuudkan kemakmuran bagi bangsa-bangsa Asia. Bahkan, pada waktu kekuuasaan Jepang di Indonesia, Soekarno dengan tterpaksa turut serta bekerja sama dengan Jepang dan ikut ambil bagian dalam organisassi buatan Jepang yaitu, Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyyat (PUTERA), Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Terjalinnya kerjasama dengan Jepang, membawa dampak yang sangat besar baginya yaitu, Soekarno dijulukii sebagai Kolaborator dan penjahat perang, Soekarno memanfaatkan kerjasama itu dengan menciptakan suatu pergerakan menuju Indonesia merdeka. Dengan pemikiran, sikap dan ucapan Sokarno yang selalu menentang Kolonialisme, Kapitaisme, Imperialisme, dan bantuan teman seperjuangan Soekarno pada waktu itu, akhirnya dapat mendeklarasikan teks Proklamasi di rumah Soekarno, di Jalan Pengangsaan Timur No. 56, pada harri Jumat tanggal 17 Agustus 1945.


(4)

Bismillahhirahmanirahim

Segala puji bagi Allah, dan semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW keluarga dan sahabat-sahabat beliau, Maha Suci Allah atas anugerah, kemurahan, karunianya, rahmat dan nikmat yang telah diberikan pada kita kapanpun dan dimanapun kita berada, semoga kita termasuk golongan orang-orang taat dan beriman kepada Allah SWT, dan selalu diberikan taufiq dan hidayah.

Ya Allah ampunilah dosa-dosa orang tua kami, guru-guru kami, anak-anak kami, keluarga kami, teman-teman kami, saudara-saudar kami, tetangga kami, sahabat karrib kami, semua orang Islam, bangsa Indonesia dan para pemimpinnya serta ilmu yang kita miliki ini bermanfaat bagi diri sendirii, oranglain, negara dan agama.

Allhamdullilah saya ucapkan kehadiran Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

SOEKARNO DAN PERJUANGAN DALAM MEWUJUDKAN

KEMERDEKAAN RI (1942-1945), skripsi ini disusun guna memenuhi sebagian persaratan dalam mencapai gelar sarjana S-1 “UIN” Jakarta, Jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora. Tiada kata yang patut penulis lafazkan selain puji serta syukur kehadirat Allah S. W. T.


(5)

rasa terimakasi kepada yang terhormat :

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. H. Komarudin Hidayat.

2. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. Abdul Chair, M.A.

3. Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Drs. H.M. Ma’ruf Misbah, M.A.

4. Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Drs. Usep Abdul Matin, S.Ag., M.A., M.A.

5. Prof. Dr. Budi Sulistiono, M. Hum, selaku dosen pembimbing akademik, dan skripsi, yang telah memberikan motivasi awal bagi terciptanya karya ini.

6. Dr. Parlindungan Siregar, M.A, selaku dosen penguji skripsi dalam sidang munaqosah dan dosen pembimbing revisi skripsi setelah sidang munaqosah.

7. Pemimpin dan seluruh staf pegawai Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Umum yang telah memberikan pelayanan dan kemudahan bagi penulis dalam memperoleh data-data yang penulis butuhkan..

8. Kedua orang tua, Ayahanda H. yahya dan Ibunda Liliis Fatimah yang telah banyak berkorban untuk memberikan motivasi, doa, cinta dan


(6)

9. Ka Yanti dan Adikku Ajeng Raiysah tercinta yang selalu memberikan semangat untuk penulis.

10.H. Mail yang telah meminjamkan buku Bung Karno Penyambung Lidah Raakyat Indoonesia dan Dibawah Benndera Revolusi kepada penulis.

11.Seluruh kawan-kawan SPI angkatan 2003 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, yang selama ini telah bersama-sama menorehkan kenangan terindah yang tak akan terlupakan oleh penulis. Semoga segala kebaikan-kebaikan yang telah mereka berikan dapat bermanfaat dan mendapat balasan limpahan pahala dari Allah SWT. Amien.

12.Kepada Riza F Djauhari atas petuwalangan alamnya, Iwonk gemala mekanik komputer penulis, Jasmin atas komennya yang membakar semangat penulis, semoga segala kebaikan-kebaikan yang telah mereka berikan mendapat balasan limpahan pahala dari Allah SWT. Akhir kata, penulis berharap kritik dan saran terhadap karya tulis ini yang tentunya jauh dari sempurna. Semoga apa yang penulis lakukan dapat bermanfaat bagi orang banyak. Terima kasih.

Jakarta, 19 Mei, 2010 Penulis


(7)

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metode Penelitian... 5

E. Sistematika Penelitian ... 8

BAB II RIWAYAT HIDUP SOEKARNO A. Soekarno Dimasa Kanak-Kanak ... 11

B. Soekarno Dibawah Asuhan TJokroaminoto... 14

C. Soekarno Di Bandung ... 16

BAB III PERJALANAN (KARIRI) POLITIK SOEKARNO A. Organisasi Tri Koro Darmo... 23

B. Partai Nasional Indonesia... 26

1. Proses Berdirinya PNI... 29

2. Soekarno Di Penjara Sukamiskin Bandung ... 33


(8)

3. Keadaan Soekarno Di Flores Endeh ... 34

C. PERMUFAKATAN PERHIMPUNAN POLITIK KEBANGSAAN INDONESIA (PPPKI)... 34

1. Lahirnya Federasi Organisasi PPPKI... 34

2. Tujuan PPPKI ... 35

3. Kongres PPPKI ... 35

4. Buah Pikiran Soekarno Tentang PPPKI... 37

BAB IV SOEKARNO DAN PERJUANGAN DALAM MEWUJUDKAN KEMERDEKAAN RI 1942-1945 A. Latar Belakang Datangnya Jepang Ke Indonesia... 39

1. Kondisi Indonesia Setelah Ditinggalkan Pemerintahan Belanda ... 42

2. Kondisi Indonesia Di Awal Kekuasaan Tentara Jepang... 42

B. Terbentuknya Pusat Tenaga Rakyat (Putera) Dan Tentara Pembela Tanah Air (Peta)... 45

1. Latar Belakang Berdirinya Putera Dan Peta ... 45

2. Berdirinya Putera (Pusat Tenaga Rakyat)... 46

3. Berdirinya Tentara Peta ... 50

4. Struktur Dan Peralatan Tentara Peta... 52

C. Detik-Detik Proklamasi... 58

1. Pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) ... 60


(9)

2. Pembentukan PPKI (Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia) ... 64

3. Perundingan Di Saigon ... 66

4. Peristiwa Rengasdengklok... 66

5. Penyusunan Dan Pembacaan Teks Proklamasi ... 67

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA... 75


(10)

A. Latar Belakang Masalah

Kemerdekaan Indonesia tidak sertamerta didapat dengan mudah, akan tetapi dengan perjuangan dan tetes darah para pahlawan itulah kemerdekaan Indonesia dapat dicapai, hal itu yang menjadikan kemerdekaan Indonesia sebagai sejarah pemberontakkan terhadap kolonialisme. Klimaks dari perjuangan tersebut adalah proklamasi 17 Agustus 1945,1 hal itu tidak lepas dari pola-pola atau strategi perjuangan yang mendahuluinya, dikarenakan adanya langkah-langkah yang telah diperjuangkan sebelumnya, dalam hal ini maka keterlibatan para tokoh tidak bisa dilepaskan dari peristiwa besar ini.

Antara tahun 1927 dan runtuhnya negara jajahan Belanda oleh Jepang pada tahun 1942, kebangkitan nasional Indonesia mulai bergaya kurang semarak dalam masalah politik, gerakan anti-penjajahan melanjutkan langkah-langkah yang tidak menghasilkan apa-apa, rezim Belanda mulai memasuki tahapan yang paling menindas dan paling konservatif dalam sejarahnya pada abad XX. Rakyat didaerah pedesaan tidak lagi memainkan peranan politik yang aktif,2 karena pengalaman mereka pada masa-masa sebelumnya dan pada masa awal abad ke-XX mereka disibukkan dengan usaha untuk mengatasi masa-masa sulit yang ditimbulkan oleh depresi, akan tetapi ada beberapa aspek dimasa itu yang menyiapkan panggung peristiwa-peristiwa yang akan terjadi setelah tahun 1942.

1

S. Silalahi, Dasar-Dasar Indonesia Merdeka, PT Gramedia Pustaka, Jakarta, 2001, h. xi

2

MC. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, SERAMBI, Jakarta, 2005, h. 374.


(11)

Pertama, semua harapan bagi terjalinnya kerja sama dengan Belanda benar-benar sudah hancur, sehingga satu-satunya taktik yang dimungkinkan untuk masa mendatang hanyalah perlawanan terhadap Belanda. Kedua, perpecahan-perpecahan yang mendalam dikalangan elite Indonesia yang sangat kecil jumlahnya, umunya tidak mengalahkan kesepahaman bahwa tujuan utama upaya politik adalah pembentukan Negara Indonesia yang otonom atau merdeka, dengan demikian, nasionalisme menempati posisi ideologis yang paling berpengaruh. Ketiga, adanya upaya untuk memaksimalkan kepentingan persatuan diantara kelompok-kelompok budaya, agama, dan ideologi di Indonesia.3

Dalam pandangan-pandangan politik paling awal sudah nampak salah, seorang tokoh yang memiliki upaya untuk mewujudkan kesatuan dan kesatuan ke arah suatu sintesa dari ketiga aliran yang mempengaruhinya yaitu nasionalisme, Islamisme dan Masxisme. Dalam kedua dasawarsa berikutnya tidak tampak adanya perubahan-perubahan yang mendasar dalam pandangan tokoh yang satu ini, orientasi kepada nasionalisme, Marxisme dan Islam tetap konstan,4 dan tokoh yang dimaksud disini adalah “Soekarno”.

Dalam periode antara tahun 1926-1930, gagasan nasionalis yang diemban Soekarno menjadi lebih akrab dikalangan para tokoh, didalam Partai Nasional Indonesia, seperti juga didalam Federasi Pergerakan Indonesia PPPKI, sasaran yang khusus adalah untuk mencakup segenap orang Indonesia dan melepaskan mereka dari orang-orang luar. Sebagai landasan bersama Soekarno menawarkan “nasionalisme ke-Timuran” yang “seluas udara”.

3

MC. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, h. 374. 4

Bernhard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, LP3S, Jakart, 1987, h. 240.


(12)

Upaya-upayanya yang tak kenal lelah untuk mengadakan kesepakatan diantara semua aliran itu membuahkan hasil, beliau berhasil menciptakan rasa persatuan yang belum pernah ada selama itu disuatu kepulauan, tidak dapat disangkal lagi bahwa berkat dialah dalam tempo tiga tahun gagasan Indonesia sudah menjadi satu hal yang tidak dipersoalkan lagi dalam pergerakan kemerdekaan.5

Diawal perjuangan dan pencetusan Proklamasi nampak adanya dua pola perjuangan yang menonjol, disatu pihak lebih mempercayakan diri kepada olah diplomasi, yaitu berusaha menarik simpati dan pengakuan dunia internasional dengan menunjukkan adanya kematangan bernegara yang hendak dicapai dengan jalan apapun, dilain pihak, angkatan muda lebih mempercayakan diri kepada kekuatan sendiri, berusaha secepat mungkin membina daya kemampuan sendiri dalam perjuangannya, untuk sewaktu-waktu siap sedia menanggulangi ancaman terhadap Proklamasi bilamana ancaman itu nantinya menjadi bahaya yang nyata.

Maka diutamakanlah untuk segera merebut kekuasaan sipil dan militer dari tangan tentara pendudukan Jepang yang telah menyerah terhadap Sekutu,6 dalam suatu proses perjalanan panjang untuk memerdekakan suatu bangsa tidak akan lepas dari tokoh-tokoh yang berpengaruh pada zaman itu sendiri. Dalam setiap dekade dan setiap peristiwa sejarah selalu muncul tokoh-tokoh yang sangat mempengaruhi lahirnya sebuah kesuksesan, ini terkait dengan peristiwa sejarah Indonesia dalam menempuh kemerdekaan Indonesia, maka hal itu juga tidak akan lepas dari ketokohan seseorang yang secara langsung terlibat dalam suatu peristiwa.

5

Bernhard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, h. 241. 6


(13)

Karena penelitian ini mengambil batasan waktu kisaran 1942-1945, maka objek penelitian ini penulis memfokuskan pada “Soekarno” sebagai objek penelitian, adapun mengenai objek yang diambil sebagai kajian dalam penulisan ini, bukan berarti penulis menafikan tokoh-tokoh lain yang mempunyai pengaruh besar pada masa itu. Pilihan objek ini diambil sebagai bagian dari kajian, semata-mata hanya untuk mendapatkan spesifikasi dalam melakukan penelitian, khususnya mengenai perjuangan Soekarno, oleh karenanya, penulis memutuskan untuk memilih peristiwa sejarah ini sebagai objek kajian dengan judul, “Soekarno dan Perjuangan dalam Mewujudkan Kemerdekaan RI (1942-1945)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dengan menentukan judul “Soekarno dan Perjuangan Dalam Mewujudkan Kemerdekaan RI (1942-1945)”, penulis menentukan empat pembatasan masalah sesuai dengan kajian sejarah, yaitu batasan ruang, waktu, pelaku, dan objek penelitian. Dalam penulisan skripsi ini penulis menentukan pembatasan masalah sebagai berikut:

a. Riwayat Hidup Soekarno b. Perjalanan Politik Soekarno

c. Perjuangan Soekarno Dalam Mewujudkan Kemerdekaan RI

2. Perumusan Masalah masalah diatas itulah kemudian penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Bagaimana riwayat hidup Soekarno?


(14)

c. Bagaimana perjuangan Soekarno dalam mewujudkan kemerdekaan Republik Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Ada beberapa hal yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Mengetahui profil Soekarno sebagai salah satu tokoh besar RI

2. Mengetahui peranan dan perjuangan Soekarno dalam mewujudkan kemerdekaan RI.

Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah khazanah intelektual penulis mengenai peranan Soekarno dalam cita-cita kemerdekaannya sehingga mampu memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemerdekaan rakyat Indonesia dalam mencapai kedaulatan.

2. Hasil penelitian ini, selain memberikan sumbangan bagi khazanah intelektual secara umum, juga di harapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan sejarah nasional.

D. Metode Penelitian

Pertamakali dalam penulisan skripsi ini yaitu mengumpulkan infoormasi melalui buku-buku perpustakaan, artikel, internet dan llain-lain, selanjutnya memverivikasikan data-data yang sesuai dengan pembahasan skripsi ini, agar studi ini mencapai tujuan penulisan sejarah.

Metode yang digunakan yaitu metode sejarah yang berkaitan dengan seorang tokoh yang berkecimpung dalam bidang politik khususnya perjuangan kemerdekaan RI (1942-1945), dlam skripsi ini pula pendekatan sejarah politik


(15)

terkait dengan judul skripsi ini, untuk ini penulis ingin mengetahui nampak jelas seorang tokoh besar yaitu Soekarno dan peranan beliau dalam mewujudkan kemerdekaan RI (1942-1945).

Metode penelitian sejarah ini melalui empat tahapan, sebagai berikut:

1. Heuristik: proses pencarian dan pengumpulan sumber, yaitu sumber tulisan dan sumber lisan. Sumber-sumber sejarah terdiri atas sumber primer dan sumber sekunder, sumber primer dalam penelitian sejarah ini adalah sumber yang di sampaikan oleh saksi mata, dalam hal ini penulis memakai sumber dari buku yang ditulis oleh orang yang mengalami peristiwa tersebut dan media massa yang memuat informasi ketika peristiwa itu terjadi (yang dijadikan sebagai sumber primer).

Adapun sumber sekunder adalah tulisan-tulisan interpretator (sejarahwan) yang melakukan rekonstruksi atau analisis terhadap peristiwa gerakan tersebut baik dalam bentuk buku, laporan-laporan hasil penelitian, makalah-makalah, dan sebagainya.

3. Kritik sumber: dilakukan setelah sumber sejarah terkumpul, tahapan ini dilakukan untuk memperoleh keabsahan sumber, dalam hal ini yang diuji adalah keabsahan tentang keaslian sumber (otensitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern. Melalui kritik intern akan diuji keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas), apakah isinya sebuah pernyataan; fakta-fakta; dan apakah kejadian atau peristiwanya dapat dipercaya. Untuk itu, perlu diidentifikasi penulisnya, beserta sifat dan wataknya, daya ingatannya, jaraknya dari peristiwa dalam waktu, dan sebagainya. Pada


(16)

tahap ini dilakukan penilaian terhadap sumber-sumber yang di kumpulkan, baik lisan maupun tulisan.

b. Kritik Interen: penulis tidak melakukan wawancara terhadap para saksi sejarah yang berhubungan dengan judul skripsi ini, dikarenakan telah wafatnya saksi sejarah, adapun dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu pada buku Pedoman Akademik Universitas Islam Negri Syarif Hiidayahtullah Jakarta 2007-2008 dan buku Metode Penelitian Sejarah yang dikarang oleh Dudung Abdurahman, M. Hum.

3. Interpretasi atau penafsiran sejarah atau disebut juga analisis sejarah, analisis sejarah ini bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah.

4. Historiografi: merupakan fase terakhir dalam metode sejarah yang meliputi cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.

E. Sistematika Penulisan

Untuk menjaga terfokusnya penelitian ini, diperlukan satu sistematika agar tidak terjadi kerancuan dalam penguraian. Karenanya peneliti membaginya menjadi lima bab. Bab pertama, didahului dengan akar persoalan yang melatarbelakangi peneliti mengangkat tema ini. Permasalahan yang ingin dijawab dan dijelaskan tertuang dalam pembatasan dan perumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan kegunaan penelitian yang mencakup orientasi dan arah penelitian ini. Berikutnya sebagai pedoman dan arahan yang akan menjadi


(17)

parameter dan sekaligus acuan dalam penelitian ini diperlukan satu tinjauan metodologis dan pendekatan yang digunakan.

Pada bab kedua, diuraikan secara khusus mengenai riwayat hidup Soekarno. Bagaimana perjalanan hidup dia sejak kecil hingga menempuh pendidikan tinggi pada saat itu. Dalam bab ini tidak hanya dibahas mengenai keberadaan Soekarno ditempat kelahirannya Surabaya, tetapi juga bagaimana beliau melalui perjalalanan hidupnya di Bandung. Analisa ini diharapkan akan membantu memberikan gambaran secara tepat mengenai profil Soekarno sebagai salah satu orang yang ditokohkan di negeri ini.

Dalam bab ketiga, diuraikan mengenai perjalanan karir politik Soekarno. Dalam bab ini akan dibahas bagaimana Soekarno mendirikan organisasi Tri Kromo Darmo sampai akhirnya beliau mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Indonesia (Partindo).

Untuk bab keempat, mencoba menguraikan mengenai perjuangan Soekarno dalam mewujudkan perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam bab ini juga mencoba mendeskripsikan secara kronologis kedatangan tentara Jepang ke Indonesia, terbentuknya PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), PETA (Pembela Tanah Air), sampai pada terciptanya kemerdekaan Republik Indonesia yang diserukan lewat pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno.

Sebagai penutup dalam penulisan ini, yang merupakan jawaban eksplisit atas apa yang dipersoalkan dalam pembatasan dan perumusan masalah, dan sekaligus menyampaikan beberapa harapan peneliti dengan tulisan (laporan dalam wujud skripsi ini), tertuang dalam bab V; yaitu kesimpulan, saran, dan lampiran.


(18)

A. Soekarno Dimasa Kanak-Kanak

Soekarno adalah anak dari Ida Ayu Nyoman Rai, seorang putri dari Bali yang berkasta Brahmana dari keturunan ibunya, kakek moyangnya adalah seorang pejuang yang gagah dan gugur dalam Perang Puputan, perang yang terjadi didaerah Puputan di Pantai Utara Bali tempat Kerajaan Singaraja melawan penjajah pada tahun 1596 (Portugis), yang mengakibatkan timbul rasa benci yang mendalam dari keluarga ibu Soekarno terhadap penjajah Belanda.1

Ayah Soekarno bernama Raden Sukemi Sastrodiharjo, putra dari Raden Harjodikromo yang berasal dari Tulung Agung Kediri Jawa Timur, kakek Soekarno merupakan orang yang sangat disegani dan dihormati oleh masyarakat setempat karena kebaikan hatinya yang selalu menolong sesama manusia.

Sukemi dilahirkan pada tahun 1869, Sukemi menerima pendidikan Belanda di sekolah pendidikan guru (Kweek School) pertama di Probolinggo Jawa Timur, setelah menyelesaikan pendidikannya Sukemi bertemu dengan Ida Ayu Nyoman Rai, Sukemi mengalami kesulitan untuk melamar Ida Ayu Nyoman Rai, dikarenakan Sukemi beragama Islam, sehingga wajar bila pihak perempuan tidak menyetujui hubungan keduanya.

Untuk menikah secara Islam, Ida Ayu Nyoman Rai harus terlebih dahulu menganut agama Islam, dengan jalan melarikan diri akhirnya mereka menikah

1

Cindy Adams. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, terj Abdul Barsalim, (Jakarta: PT. Gunung Agung 1966), cet ke- 1, h. 26


(19)

secara Islam,2 setelah menikah sukemi dan istrinya tetap tinggal di Singaraja Bali untuk sementara waktu sampai melahirkan seorang putri kakak Soekarno yang bernama Sukarmini.

Ketika Sukarmini berusia dua tahun, lalu Sukemi mengajukan permohonan kepada Departemen Pengajaran untuk dipindahkan ke Jawa, karena Sukemi merasa tidak disukai oleh orang Bali disebabkan adanya perbedaan agama dan tradisi yang dianut orang Bali, akhirnya permohonan Sukemi untuk pindah dari Bali ke Jawa dikabulkan, kemudian Sukemi dikirim ke Surabaya, disanalah Soekarno dilahirkan.3

Soekarno dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya, beliau mempunyai nama lengkap Kusno Sosro Soekarno. Ketika masih kanak-kanak kedua nama pertama dibuang, sesuai dengan kebiasaan orang Jawa beliau hanya diberi nama Soekarno. Pada mulanya Soekarno diberi nama Kusno, tetapi karena sering sakit-sakitan yang menurut orang tuanya karena pengaruh nama, maka ayahnya mengubah namanya menjadi Soekarno seperti Karna salah seorang pahlawan dalam cerita Mahabarata.4

Pada masa kecilnya Soekarno lebih berani dari teman-temanya sehingga beliau dikenal sebagai seorang jagoan muda, dalam setiap permainan beliau selalu ingin jadi pemimpin yang mengatur kegiatan bersama, selalu menjadi pusat perhatian teman-temannya dan Soekarno digambarkan sebagai seorang anak yang tidak mau mengaku kalah baik dalam permainan maupun dalam adu argumentasi,

2

Adams. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 27-29 3

Jhon D. Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, Terj tim PSH, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1996), Cet ke-3, h. 28

4


(20)

ini sudah sifat yang nantinya menonjol setelah beliau menjadi pemimpin bangsanya dikemudian hari.

Soekarno hidup didalam lingkungan keluarga yang miskin, sehingga membuat beliau lebih tertarik kepada rakyat jelata dan ini diakuinya dalam bukunya Jhon D. Legge, Sebuah Biografi Politik, dalam buku ini digambarkan bahwa beliau membesar-besarkan kemiskinan dengan mengatakan bahwa sebagai seorang anak miskin dari orang tua yang miskin.

Menurutnya ayahnya hanyalah seorang guru kecil yang gajinya 25 golden sebulan yang berarti 10 dolar AS, hal ini diucapkan pada sebuah pidato pada saat beliau mengunjungi Amerika Serikat pada tahun 1956, disini memang ada sedikit romantisme kemiskinan Soekarno adalah simbol kemiskinan rakyat Jawa pada umumnya.

Jika dibuat perbandingan, beliau tidaklah miskin, sebagai mantri guru yang berarti kepala sekolah di Mojokerto, Sukemi tidak terlalu kekurangan oleh karena itu, Soekarno bukanlah anak orang miskin dalam arti sebenarnya dan sejak lahir beliau sudah banyak keadaan yang membedakan orang lain.5

Soekarno mendapat pendidikan pertama kalinya di Sekolah Bumi Putra Desa Tulung Agung, disaat tinggal bersama kakeknya, disanalah beliau pertama kalinya belajar membaca, menulis dan berbicara dalam bahasa Jawa dengan murid-murid pribumi lainnya.

Setelah kelas tiga sampai kelas lima guru-gurunya menggunakan bahasa Melayu yang kemudian bahasa ini menjadi dasar dari bahasa nasional. Soekarno lebih senang mengenang cerita wayang yang diketahuinya dan beliau termasuk


(21)

murid yang suka bertanya kepada gurunya tentang apa yang tidak dimengertinya, karena itu pengetahuannya bertambah melebihi kawan-kawannya.

Ayah Soekarno seorang guru yang keras, ia sangat membantu dalam pendidikan Soekarno, meskipun Soekarno telah berjam-jam belajar, beliau tetap disuruh untuk belajar membaca dan menulis, hal ini dilakukan ayahnya setelah Soekarno pindah sekolah dari Tulung Agung ke Mojokerto, karena kecerdasan yang dimiliki Soekarno, akhirnya beliau dipindahkan ayahnya ke ELS (Europees Lagere School).6

Soekarno turun ke kelas lima, disebabkan bahasa Belandanya dibawah ukuran kelas enam. Sukemi memasukan Soekarno ke ELS Mojokerto agar kelak setelah lulus dari sana beliau bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya, karena lulusan sekolah Bumi Putra tidak bisa melanjutkan ke sekolah menengah Belanda,7 setelah Soekarno dua tahun di ELS Mojokerto, beliau melanjutkan ke sekolah menengah Belanda Horgere Burger School (H. B. S) di Surabaya.

B. Soekarno Dibawah Asuhan Tjokroaminoto

Kemudian ayahnya menitipkan dirumah seorang kawannya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto, seorang pemimpin tokoh nasional dan pemimpin terkemuka pada waktu itu, saat itu usia Soekarno 14 tahun.8 Sejak belajar di HBS inilah, Soekarno untuk pertama kalinya mengenal teori Marxisme dari gurunya C. Hartogh seorang sosial demokrat, Soekarno juga banyak mendapat asuhan dan didikan, serta pelajaran dari HOS. Tjokroaminoto.

6

Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 32-40 7

Tasmadi et al, Tokoh-Tokoh Pemikiran Paham Kebangsaan, Ir.Sukarno dan KH. Ahmad Dahlan. (Jakarta: Dekdikbud RI 1999), Cet ke-I, h. 5

9

Dr. Syafiq A. Mughnie, M. A. PHD. Hassan Bandung, Pemikiran Islam Radikal. PT. Bima, 1994, h. 110-111


(22)

Sebagai seorang pemimpin Sarekat Islam, Tjokroaminoto banyak dikunjungi oleh tamu-tamu dari partai lain dan antar pemimpin cabang Sarekat Islam, terkadang mereka menginap untuk beberapa hari, hal ini merupakan kesempatan baik bagi Soekarno untuk dapat mendengarkan percakapan mereka tentang politik dalam negeri, bahkan sering sekali Soekarno diajak pergi untuk menemani Tjokroaminoto ke pertemuan-pertemuan, pidato, dan rapat.

Tidak salah jika Soekarno mengatakan bahwa Tjokroaminoto yang sangat mempengaruhi hidupnya dan merupakan orang pertama yang tersebar diantara beberapa gurunya yang telah membentuk kepribadiannya,9 Semasa diasuh oleh Tjokroaminoto, Soekarno mengenal Utari salah satu putri dari Tjokroaminito yang menjadi istri Soekarno, bersama teman seasramanya, seperti: E.F.E Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, Agus Salim, Muso, Alimin, Darsono, dan Soekarno pernah mendapat pendidikan politik dari Tjokroaminoto.

Pada umur 16 tahun Soekarno mendirikan perkumpulan politik yang pertama yaitu, Tri Koro Darmo Yang berarti ‘’Tiga Tujuan Suci’’ yang melambangkan kemerdekaan politik, ekonomi dan sosial yang berdasarkan suatu organisasi sosial yang berlandaskan kebangsaan,10 setelah Soekarno berhasil menyelesaikan studinya di HBS pada tahun 1921 dan mendapat pengalaman serta asuhan yang kuat dalam bidang politik dan organisasi dari lingkungan keluarga Cokroaminoto, kemudian Soekarno melanjutkan studinya ke sekolah teknik

(Tehnisehe Hooge School), sekarang ITB Bandung.

9

Tasmadi et al, Tokoh-Tokoh Pemikiran Paham Kebangsaan, h. 12 10


(23)

C. Soekarno Di Bandung

Setelah Soekarno berhasil menyelesaikan studinya di HBS (Hoogere Burger School) di Surabaya pada tahun 1921, Soekarno melanjutkan studinya ke sekolah teknik (Tehnisehe Hooge School), di Bandung, sekarang ITB.11 Minggu terakhir bulan Juni tahun 1921 Soekarno memasuki Kota Bandung dan tinggal dirumah H. Sanusi, itu hasil dari usaha Tjokroaminoto, disinilah Soekarno mengenal Inggit Garnasi.12

Soekarno diterima di sekolah teknik (Tehnisehe Hooge School), atau ITB di Bandung dalam tahun akademis kedua (1921-1922), menggunaka nama “Raden Soekarno”, dan memperoleh ijazahnya sebagai insinyur (dengan bagan gambaran rencana untuk suatu instalasi pelabuhan,13 dan jalan (saluran air), ditambah dengan teorinya tentang perencanaan suatu kota.14

Dalam kuartal ketiga tahun 1926, untuk menyelesaikan studinya Soekarno memakan waktu satu tahun lebih lama dari pada yang sudah ditetapkan dengan resmi yaitu empat tahun, dikarenakan setelah diterima sebagai mahasiswa beliau terpaksa meninggalkan Bandung, sebab dalam kuartal ke empat 1921 Tjokroaminoto yang sementara itu menjadi mertuanya telah ditangkap,15 karena para pembesar Hindia Belanda berkeyakinan pemogokan di Garut dipupuk oleh Sarekat Islam dan menangkap Tjokroaminoto.16

Dengan kejadian itu, Soekarno kembali ke Surabaya bersama istrinya (Utari) untuk membantu kekurangan keluarga Tjokroaminoto dan urusan rumah

11

Tasmadi et al, Tokoh-Tokoh Pemikiran Paham Kebangsaan Ir. Soekarno dan KH. Amad Dahlan,h. 13

12

Cndy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 69-71 13

Bernhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan kemerdekaan, LP3S Jakarta 1987, h. 52 14

Cndy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 92 15

Bernhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, h. 52 16


(24)

tangganya, untuk itu beliau bekerja sebagai klerek (juru tulis) di Stasiun Kereta Api, dengan kedudukannya sebagai ‘’Raden Soekarno’’, di tempatkan di kantor kelas satu,

Tugas utama Soekarno ialah membuat daftar gaji untuk para pekerja, dengan bekerja seharian penuh Soekarno tidak ada waktu untuk mengulangi pelajarannya, akan tetapi ada baiknya, karena tempat yang luar biasa ramainya ini menjadi tempat keluar masuk Kereta Api yang datang dari kota-kota lain seperti Madiun, Yogja, Malang, Bandung, sehingga Soekarno dapat berhubungan dengan orang-orang sekitar sana yang keluar masuk Stasiun Kereta Api, disamping itu Soekarno tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menaburkan bibit

Nasionalisme.

Dengan bekerja sebagai klerek Soekarno mendapatkan gaji pada waktu itu sebesar 165 rupiah sebulan, 125 diserahkan kepada keluarga Tjokroaminoto dan tak sesering mungkin Soekarno mengajak Utari dan Anwar menonton film atau dibelikannya barang-barang kecil seperti kartu pos bergambar dengan sisa uang 40 rupiah itu.

Disamping itu Soekarno menjalankan tugas sebagai orang tua mereka dengan menggantikan Tjokroaminoto untuk sementara waktu, yaitu dengan memberikan pakaiannya yang Soekarno pakai, menjaga disiplin mereka, menyunatkan Anwar, mencari obat, mencari kiyai, menyelenggarakan selametan, dan mengajarkan mereka menggambar.

Akhirnya Tjokroaminoto dibebaskan bulan April 1922 setelah tujuh bulan ditahan,17 setelah itu, Soekarno kembali lagi ke Bandung bersama Utari pada

17


(25)

permulaan tahun 1922, dimana Soekarno dapat memusatkan perhatiannya kepada studinya tanpa ada gangguan.

Selama Soekarno belajar di Bandung, jumlah mahasiswa baru yang diterima di Universitas itu, dikelompokan menurut kebangsaan mereka, adalah sebagai berikut:

Tabel Penerimaan Mahasiswa baru di Sekolah Teknik Tinggi18 Tahun Eropa Indonesia Cina, dan sebagainya

1920/1921 22 2 4

1921/1922 29 6 2

1922/1923 30 8 4

1923/1924 10 5 3

1924/1925 20 8 2

1925/1926 10 3 1

Total 121 32 16

sebelum kembali ke Bandung, Soekarno menyerahkan Utari kepada Tjokroaminoto atau bercerai dengan Utari dan kembali ke Bandung ditahun 1922, ditahun 1923 pada waktu itu umur Soekarno 21 tahun sebagai mahasiswa tingkat dua menikah dengan Inggit Garnasi19

Marhaenisme berawal dari sebuah idiologi dan ilham politik, yang menurutnya suatu dasar pergerakan, dalam kenyataannya berwujud sosialisme dan Indonesia. Dalam perkataan Marhenisme adalah suatu lembaga dari penemuan kembali kepribadian nasionalisme yang berpegang teguh pada nama ini dan

18

Bernhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan,h. 52-53 19


(26)

mengisinya dengan pengertian-pengetian polotik hingga menjadi pembimbing ilham politik, ini terjadi tahun 1922-1923.20

Lahirnya marhaenisme suatu ketika, Soekarno berjalan-jalan menggunakan sepedanya didaerah persawahan Bandung Selatan, ditempat itu beliau bertemu dengan seorang petani muda yang hidup dalam kemiskinan, ia memiliki sawah dan alat-alat pertanian sendiri, petani ini bernama Marhaen. Nama Marhaen digunakan terhadap kelompok bangsa Indonesia yang memiliki alat-alat produksi sendiri tetapi tetap dililit kemiskinan akibat penjajahan bangsa asing.21

Di tahun 1922 di adakan rapat Radicale Concentraite di lapangan terbuka kota Bandung, ini sebuah rapat besar yang diorganisir oleh seluruh organisasi kebangsaan yang dihadiri wakil-wakil dari setiap partai dengan tujuan, yaitu memprotes berbagai persoalan sekaligus.22

Rapat ini diawasi oleh P. I. D. (Politieke Inlichtingen Dienst), atau Polisi Rahasia Belanda, sama dengan intel yang bertugas mengawasi dan memperingati pembicaraan yang dianggap menyerempet hal-hal yang tidak diperkenankan.23

Selama menjadi Mahasiswa di Bandung, Soekarno terlalu banyak mencurahkan waktu untuk pemikiran politik, tidak dapat diharapkan untuk menjadi seorang mahasiswa yang gemilang, karena Soekarno tidak begitu kuat dalam ilmu pasti, beliau lebih suka menggambar arsitektur karena menurutnya itu menarik.

20

Cindy Adams, Sukarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 82 21

Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT. Delta Pamungkas, Jakarta 2004, jilid 15, h. 312 22

Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 86 23

Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa, Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66. H. Maulwi Saelan. Visi Media, h.12


(27)

Soekarno pernah berbuat curang dalam pelajaran Klienste Vierkanten,

derngan cara teman-temannya menempatkan kertasnya sedemikian rupa disudut bangku, sehingga Soekarno dengan mudah menyalin jawabannya, akan tetapi dalam ujian itu Soekarno hanya mendapatkan nilai tiga.24

Setelah lulus kuliah, Soekarno disediakan jabatan asisten dosen lalu beliau menolaknya, ditawarkan pekerjaan pemerintahan kota beliau menolaknya, Prof. Ir. Wolf Schoemaker menawarkan bekerja untuk pemerintah, beliau menolaknya dengan alasan konsep Tuan didasarkan pada semangat pedagang rempah-rempah Belanda.

Sekali lagi Prof. Ir. Wolf Schoemaker meminta kepada Soekarno untuk dibuatkan satu rumah Bupati, oleh karena Soekarno menghargai dan menghormati

Prof. Ir. Wolf Schoemaker, lalu Soekarno menerima permintaan itu dengan dibuatkannya rencana Kabupaten, akan tetapi, pekerjaan ini adalah pekerjaan yang pertama dan terakhir Soekarno bekerja kepada pemerintahan.

Kemudian Departemen Pekerjaan Umum menawarkan kedudukan tetap kepada Soekarno, tetapi beliau pun menolaknya dengan alasan bahwa saya memperjuangkan non koperasi, sebenarnya waktu itu Soekarno sangat membutuhkan pekerjaan dan uang, karena semenjak lulus kuliah bantuan dari keluarganya sudah tidak ada lagi.

Akhirnya Soekarno bekerja di Sekolah Yayasan Ksatrian yang diselenggarakan oleh pemimpin kebangsaan yaitu: Dr. Setiabudi, Soekarno bekerja sebagai guru pengajar dibidang sejarah dengan jumlah 30 orang siswa, salah satunya Anwar Tjokroaminoto.

24


(28)

Pada waktu mengajar Soekarno mendapatkan kesulitan dikarenakan Soekarno tidak berhasil mendekati metode yang resmi, dengan gayanya dan caranya sendiri Soekarno mengajar, dalam hal mengajar Soekarno tidak menyesuaikan teori, Soekarno lebih berpegangan pada pengertian sejarah dari pada mengajarkan nama-nama, tahun dan tempat, yang hanya terpusat pada fakta-fakta.

Sukarno hanya berfalsafah saja kepada anak didiknya dalam menjelaskan suatu peristiwa sejarah, Soekarno menjelaskan secara Sandiwara, tidak memberikan pengetahuan secara dingin dan kronologis, pada akhirnya Soekarno pun dikritik dalam cara pengajarannya oleh pemilik sekolah bangsa Belanda.

Menurut pendapatnya, “Soekarno bukan pengajar terbaik yang pernah dilihatnya dan tidak mempunyai masa depan yang baik dalam pekerjaan”, dengan kejadian itu berakhirlah karir Soekarno sebagai guru.25

Pada tanggal 26 Juli 1926 Soekarno membuka biro teknik, beliau bekerja sama dengan seorang teman kelasnya (Ir. Anwari.). Ditahun yang sama, Soekarno pun mulai berkhotbah tentang Nasionalisme terpimpin yang memberikan teori tentang kesadaran nasional dan mendidiknya dengan teori persamaan hak dan menghabisi sistem Feodalisme. Feodalisme menurut Soekarno adalah kepunyaan masa lalu yang sudah dikubur dan Feodalisme bukan kepunyaan Indonesia dimasa yang akan datang, karena begitu terikat dalam persoalan politik yang kurang memikirkan biro tekniknya, maka mengalami kemerosotan dan mati.26

Dalam bidang politik Soekarno seorang nasionalis, dalam kepercayaan Soekarno seorang yang beragama, tetapi Soekarno mempunyai kepercayaan yang

25

Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia,h. 93-96 26


(29)

bersegi tiga. Dalam bidang ideologi, ia seorang sosialis,demokrat dan orang kiri yang menghendaki perubahan kekuasaan kapitalis, imperialis yang ada pada waktu itu.

Soekarno berlatarbelakang Jawa mistik dari neneknya, dari bapaknya datang Theosofisme dan Islamisme, dari ibunya Hinduisme dan Buddhisme, sarnia (seorang pengasuh Soekarno dimasa kanak-kanak) memberikan Humanisme, dari Cokroaminoto datang sosialisme, dan dari kawan-kawannya datang nasionalisme.

Soekarno menambah renungan-renungan dari Karl Marxisme dan Thomas Jeffersonisme, belajar ekonomi dari Sun Yat Sen, belajar kebaikan dari Gandhi. Soekarno tumbuh dari Sarekat Islam, di Bandung tahun 1926, Soekarno bergabung ke dalam Studenten Club yang disponsori oleh Universitas, setelah keluar dari Studenten Club mendirikan Perkumpulan Studi, sebagai bahan bacaannya ialah “Handelingen der Tweede Kamer van de Staten Generaal” (kegiatan Tweede Kamer dari Staten General Negri Belanda) yang diperoleh dari perpustakaan.

Sampai pada waktunya ditahun 1927 yaitu tahun kematangan dan kesiapan Soekarno untuk terjun ke dunia politik, maka beliau mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia) sebagai kendaraan politiknya.27

27


(30)

A. Latar Belakang Datangnya Tentara Jepang Ke Indonesia

Angkatan Perang Jepang melakukan serangan mendadak terhadap pusat Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour di Kepulauan Hawai, Samudra Pasifik pada tanggal 8 Desember 1941,1 yang mengakibatkan kelumpuhan terhadap Angkatan Perang Amerika Serikat di Pearl Harbour, serangan mendadak Angkatan Perang Jepang dipimpin oleh Laksamana Isoroku Yamamoto (1884-1943) telah membuka sejarah peperangan baru di kawasan Asia Timur dan Samudra Pasifik.2

Dalam waktu singkat seluruh kawasan Asia Timur, Asia Tengara dan Samudra Pasifik tenggelam didalam lautan peperangan yang diberi nama oleh orang jepang Dai Toa no Senso yang berarti Perang Asia Timur Raya. Keterlibatan pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia dalam perang itu Pada tanggal 8 Desember 1941 sekitar pukul 07,00 pagi waktu Jawa, Gurbenur Jenderal Hindia Belanda A. W. L. Tjarda Van Starkenborg Stachouwer memaklumkan perang terhadap Jepang, Hindia Belanda pada waktu itu termasuk didalam Front ABCD yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Cina dan Belanda (Amerika Serikat, British, China, Duct).3

Indonesia dimata Jepang mempunyai arti tersendiri bagi gerakan ekspansinya, tujuan Jepang memilih Indonesia dikarenakan Jepang memerlukan

1

Nugroho Notosusanto, Tentara PETA pada Zaman Pemerintahan Jepang di Indonesia,

(Jakarta: Gramedia, 1979), h. 20 2

Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang, (Jakarta: Inti Idayu Press, 1985), h. 21 (Jakarta: Inti Idayu Press, 1985), h. 21

3

Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang, h. 16


(31)

minyak dan karet yang masih belum cukup di negara Cina dan Manchuria, untuk memperbesar kemampuan industrinya, Jepang memerlukan berbagai bahan mentah yang terdapat di Indonesia, maka dari itu Indonesia dijadikan sasaran utama oleh Jepang, dikarenakan Jepang ingin membangun sesuatu kekuatan yang solit.

Ada beberapa alasan mengapa Jepang melakukan ekspansi ke beberapa negara di Asia termasuk Indonesia. Jepang merupakan negara di kawasan Asia yang mampu mengadakan pembaharuan yang disebut Restorasi Meiji.4 Restorasi Meiji membuat Jepang sebagai negara industri yang berteknologi tinggi yang dapat mengubah Jepang menjadi negara moderen yang mempunyai kekuatan fisik yang sejajar dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat dan kemajuan Jepang dalam situasi politik internasional.

Semua ini didukung oleh niat yang keras dari Jepang untuk menguasai dunia dibawah kekaisaran Jepang atas sebuah gagasan untuk membentuk imperium atau kekuasaan penuh bangsa Jepang dan membentuk kemakmuran Asia dibawah Jepang, karena kemajuan sebuah industri yang pesat di Jepang mendukungnya untuk melakukan ekspansi, akan tetapi Jepang tidak mempunya bahan mentah seperti minyak bumi, besi, baja untuk menunjang industrinya sedangkan karet diperlukan untuk kebutuhan industrinya, semua itu untuk keperluan militer. Bahan-bahan itu hanya ada di Manchuria, Brima, Indocina dan Indonesia.

Sebelumnya pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia sudah menyadari ancaman dari Jepang untuk menduduki Indonesia, pada tanggal 28 Juli 1941

4

Edwin O. Reischouver, Manusia Jepang, terjemahan dari Bahari Siregar, (Jakarta: Sina: Harapan, 1985), h. 96 dan Sayiduran Suryohajiprojo. Belajar dari Jepang, Manusia dan Masyarakat Jepang Dalam Perjuangan Hidup, (Jakarta: UI Perss, 1987), h. 55-56


(32)

sebagai reaksi terhadap gerakan ekspansi Jepang ke beberapa negara Asia, pemerintahan Hindia Belanda telah memutuskan untuk melakukan pengawasan terhadap semua ekspor ke Jepang dan pemerintahan Belanda juga mengancam akan melakukan blokade ekonomi jika Jepang tidak menghentikan kegiatannya yang membahayakan pemerintahan Hindia Belanda, namun ancaman tersebut tidak mengurungkan niat Jepang untuk menduduki Indonesia.5

Pada 10 Januari 1942, Tarakan (Kalimantan Timur) dikuasai Jepang, Tarakan daerah pertama dari wilayah Indonesia yang dikuasai oleh Jepang, kemudian menyusul Minahasa, Balikpapan dan Ambon, bulan Febuari 1942, Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang dan Bali dikuasai.

Tanggal 25 Febuari 1942, Panglima Tertinggi ABCD Front Jendral Waval

meninggalkan pulau Jawa, tanggal 1 Maret 1942, pasukan Jepang mendarat di pulau Jawa. Banten, Indramayu, Kragen dan Kalijati berhasil di kuasai. Tanggal 5 Maret 1942, Batavia jatuh,

Pusat pertahanan Hindia Belanda di Bandung jatuh tanggal 8 Maret, pada tanggal 9 Maret 1942, jati diri bangsa Belanda yang sesungguhnya jatuh ditangan Jepang dan Jendral Ter Poorten panglima tertinggi di Jawa menyerah ke pada Jendral Imamuratanpa ada peperangan.6

Belanda menyerah kepada Jepang diumumkan melalui radio NIROM

(Nederlands Indisch Radio Omroep) pada hari Senin pukul 07.45, tanggal 8 Maret 1942 dengan disertai penandatanganan piagam penyerahan tanpa sarat yang

5

Nugroho Notosusanto, Tentara PETA pada Zaman Pemerintahan Jepang di Indonesia,

(Jakarta: Gramedia, 1979), h. 19-20 6


(33)

diwakili oleh Jendral H. Ter Poorten dan Jendral Hitosi Imamura di Kalijati, sejak itu Indonesia resmi berada dibawah kekuasaan Kerajaan Jepang.7

2. Kondisi Indonesia Setelah Ditinggalkan Pemerintahan Belanda

Orang Belanda lari meninggalkan bumi Indonesia hanya dirinya sendiri dan keluarganya yang dipikirkan, Indonesia yang telah memberikan segala kenikmatan dan kemuliyaan selama tiga ratus lima puluh tahun ditinggalkan begitu saja, tanpa ada usaha sedikitpun untuk membelanya.

Rakyat Indonesia ditinggalkan dalam keadaan nestapa dan sengsara, begitu juga dengan Soekarno yang berstatus tahanan yang dipindahkan dari Bengkulu menuju Padang ditinggalkan begitu saja ditengah jalan oleh polisi yang mengawalnya.

Betawi yang dijadikan sebagai Ibu Kota Hindia Belanda (Jakarta) waktu itu, hanyalah sebuah kota dusun yang berpenduduk lima ratus ribu jiwa, tidak satupun bangunan bertingkat terdapat di Jakartata, tanpa mempersoalkan siapa pemiliknya, seperti itulah Indonesia ditinggalkan Pemerintahan Belanda.

3. Kondisi Indonesia Di Awal Kekuasaan Tentara Jepang

Dihari pertama kedatangan tentara Jepang di Indonesia disambut dengan gembira, yang dianggap akan membantu rakyat Indonesia untuk mewujudkan kemakmuran bagi bangsa-bangsa di Asia, dikarenakan rakyat Indonesia sudah sangat mengharapkan kemerdekaan ditanah airnya sendiri, jadi tentara Jepang

7


(34)

telah dianggap sebagai tentara pembebas rakyat Indonesia dari penjajahan kolonial Belanda.8

Pada tanggal 7 Maret 1942, pemerintahan Militer Jepang di Jakarta menerbitkan undang-undang Bala Tentara Dai Nippon No. 1, tentang pemerintahan militer di Pulau Jawa yang berisikan sebuah tujuan untuk rakyat Indonesia sebagai berikut:

1. Dai Nippon memperbaiki nasib rakyat Indonesia yang sebangsa dan seketurunan dengan Bangsa Dai Nippon.

2. Dai Nippon akan memelihara dan ketentraman sebaik-baiknya untuk dapat hidup makmur bersama rakyat Indonesia dengan jalan mempertahankan Asia Raya bersama-sama.

3. Untuk itu, Dai Nippon akan memberlakukan pemerintahan militer untuk sementara waktu di daerah-daerah yang telah dikuasai, demi keselamatan rakyat.

Dalam undang-undang itu dijelaskan bahwa kekuasaan Gubernur Jendral diambil alih oleh tentara Jepang (pasal 2) dan semua badan-badan pemerintahan yang ada tetap dipertahankan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan militer.9

Sejak 9 Maret 1942, akhirnya Indonesia dibagi menjadi tiga daerah pemerintahan militer. Sumatra dibawah tentara ke-25 Angkatan Darat (Rikugun) yang berpusat di Bukit Tinggi, Jawa dan Madura dibawah tentara ke-16 Angkatan Darat (Rikugun) yang berpusat di Jakarta dan Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Kepulauan Sunda Kecil yang terdiri dari Pulau Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa

8

Sagimun. MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 26 9


(35)

Tenggara Timur dibawah Armada Selatan Kedua (Kaigun) yang berpusat di Makasar.10

Beberapa istilah Pemerintahan Belanda diganti seperti: 1. Residenti (Keresidenan) menjadi Syuu.

2. Regentschap (Kabupaten) menjadi Ken.

3. District (Kewedanaan) menjadi Gun.

4. Onderdistrict (Kecamatan) menjadi Son. 5. Gemmente (Kota Praja) menjadi Si.

6. Desa menjadi Ku.

7. Kampung menjadi Asa.

Sesuai dengan situasi perang, masing-masing daerah keresidenan (Syuu) harus mampu Self-Supporting (perlindungan daerah masing-masing), maka dianjurkan disetiap masing-masing wilayah menanam bahan-bahan makanan, bahan-bahan pakaian seperti kapas, randu, rami, dan nanas, dan pada bulan Juli 1942, Infiltrasi cultural (pemisahan kebudayaan) mulai dilancarkan.

Bulan September 1942 Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) mulai dibuka dibeberapa tempat seperti di Magelang, Cirebon, Jember, dan Bogor, bahasa Jepang di ajarkan di Sekolah Dasar (SD) baik di kota-kota maupun di desa-desa terpencil.

Penggunaan bahasa Belanda dan Inggris dilarang, untuk mengambil hati bangsa Indonesia, lalu bahasa Indonesia disempurnakan dengan membentuk sebuah panitia bahasa yang disebut Indonesia Go Seibi Iinkai. Pada November 1942, sebuah panitia pemeriksa adat dan tatanegara dibentuk, pertemuan dengan

10

Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, (Jakarta Balai Pustaka, 1990). Cet. Ke- 6, jilid VI, h. 5


(36)

tokoh-okoh Islam diselenggarakan, untuk mengambil hati Solo-Koo dibeberapa desa (ku) yang termasuk bagian Onderdistrict (son) Tengaran, Tengaran Gun,

SemarangKen, SemarangSyuu, dimasukan menjadi bagian Surakarta -Kooti. Dengan Undang-uandang No. 30 (1 September 1942), istilah Java diganti dengan nama Jawa, yang disebut dengan Jawa sudah termasuk Madura, dan dalam rangka menyambut hari pembangunan Asia Raya, tanggal 8 Desember 1942, dengan Osamu Seirei No. 16 (UUD No. 16) nama Kota Batavia (Batavia -Syuu) diganti menjadi Jakarta Syuu.11

B. Terbentuknya Pusat Tenaga Rakyat (Putera) Dan Tentara Pembela Tanah Air (Peta)

1. Latar Belakang Berdirinya Putera Dan Peta

Yang melatar belakangi berdirinya PUTERA dan PETA adalah sebagai berikut:

1. Situasi perang yang gawat, karena Angkatan Perang Amerika Serikat beserta sekutunya telah mulai perang ofensif membalas dan menghentikan tindakan perang ofensif Jepang di Pasifik Barat Daya, yang telah menimbulkan kekawatiran dipihak Jepang bahwa Amerika Serikat akan menyerbu dan merebut Indonesia.

11

S. Salalahi. M. A, Dasar-dasar Indonesia Merdeka, Versi Para Pendiri Negara, h. 31-36


(37)

2. Tidak mungkin menambah tenaga manusia dibagian Barat Indonesia (tentara di Jawa, Madura dan Sumatra) yang pasukannya tidak begitu banyak dan prajurit-prajuritnya sudah terlalu tua.12

Pada bulan April 1942 sebuah usaha Propaganda Jepang (Sendenbu) dibuatlah suatu gerakan pertama yang melahirkan Gerakan Tiga A, Hitoshi

sebagai ketua, dianggkat pula Mr. Syamsudin, yang dibantu oleh tokoh-tokoh PRINDRA,13 seperti K. Sultan Pamuncak dan Muhammad Saleh.14

Semboyan dari Gerakan Tiga A adalah, Jepang pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia dan Jepang Cahaya Asia,15 akan tetapi gerakan Tiga daerah ini tidak berlangsung lama, karena dianggap kurang berhasil dalam menggerakkan rakyat untuk mendukung usaha perang tentara Jepang, sebagai pegantinya Jepang mendirikan PUTERA.

2. Berdirinya Putera (Pusat Tenaga Rakyat)

Pada tanggal 9 Maret 1943, organisasi yang bernama PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) didirikan, organisasi ini dipimmpin dengan tokoh yang lebih dikenal dengan masyarakat, tokoh-tokoh itu adalah Ir. Soekarno, Dr. M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan KH. Mas Mansoer.16

Dengan tujuan untuk memperoleh dukungan dari rakyat untuk memenangkan peperangan yang sesuai dengan ketentuan pasal No. 3 yang berisi tentang peraturan dasar PUTERA, dimana disitu ditegaskan bahwa PUTERA turut

12

Nugroho Notosusanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 64

13

A. K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat, 1980), h. 138

14

M. C. Rickleefs, Sejarah Indonesia Moderen, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995), Cet ke- 5, h. 302

15

Sagimun. MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 33 16


(38)

mempertahankan Asia Timur Raya, dengan melatih ketahanan jasmanai dan rohani untuk memenangkan peperangan, disertai dengan mempelajari Nippon, dan meluaskan penggunaan bahasa Indonesia serta menghapuskan pengaruh Amerika, Inggris dan Belanda.

Cabang-cabang PUTERA segera dibentuk diberbagai kota pulau Jawa antara lain di Bandung dengan ketua Dr. Moerdjani, di Semarang dengan ketua R.P. Soeroso, di Yogyakarta dengan ketua B.P. Surjadiningrat, Di Surakarta dengan ketua Dr. Kartono, dan di Jakarta dengan ketua Ijos Wirjaatmaja.

Tanggal 16 Juni 1943, dihadapan parlemen Jepang di Tokyo, Perdana Mentri Jepang Tojo menjelaskan bahwa Indonesia akan diberi kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam pemerintahan negeri, 17 Kemudian PUTERA diganti oleh organisasi resmi pemerintahan Jepang yaitu Jawa Hokokai, menurut Jepang PUTERA lebih menguntungkan kepada usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia daripada kepentingan Jepang.

Untuk memperoleh dukungan dari rakyat Indonesia, tentara Jepang mendekati para ulama dan memperhatikan kepentingan golongan Islam yang lebih tegas menentang kekuasaan kaum penjajah (kolonial Belanda) dari pada pemimpin kaum nasionalis lainnya.

Mula-mula Jepang memilih mendekati MIAI atau Majelis Islam A’la Indonesia sebagai gerakan umat Islam yang didirikan pada Bulan September 1937, atas anjuran pemimpin-pemimpin Muhammadiyah (KH. Ahmmad Dahlan) dan Nahdatul Ulama (KH. Mas Mansoer), dengan tujuan untuk kebangkitan

17

S. Salalahi, M. A, Dasar-dasar Indonesia Merdeka, Versi Para Pendiri Negara, h37-38


(39)

Majlis (Muktamar Al-Alam Al-Islami Far Al -Hind Al-Syarqiyyah atau kongres Islam Sedunia Cabang Hindia Timur).18

Usaha Jepang ini mendapat simpati dan dukungan dari umat Islam Indonesia, karena organisasi ini (MIAI) kurang bergelora dalam menopang serta mendukung usaha perang Jepang, maka pada bulan Oktober 1941 secara resmi Jepang membubarkan MIAI, lalu diganti dengan organisasi yang baru bernama Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi), sebagai ketua dipilih KH. Hasjim Asy’ari, dibantu oleh KH. Mas Mansoer, KH. Farid Ma’ruf dan ulama lainnya.

Pemerintahan pendudukan Jepang lebih banyak memberikan kesempatan dan kebebasan bergerak kepada dan diberi kesempatan untuk membentuk laskar-laskar yang diberi latihan kemiliteran oleh tentara Jepang, laskar-laskar ini dikenal dengan nama Laskar Hizbullah.19

Akan tetapi usaha tentara Jepang untuk mendapatkan dukungan dari umat Islam Indonesia tidak berjalan mulus, dikarenakan banyak tindakan orang Jepang yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam seperti mabuk-mabukan dengan meminum Sake (sejenis arak atau minuman kkeras khas Jepang) dan upacara Saikeirei (member hormat setiap pagi kepada Tenmo Heika dengan cara membukukan badan kea rah Tokyo, ibukota Jepang), hal ini diangggap sirik.

Akibat ketidak senangan para ulama dengan tindakan yang bertentangan dengan prinsip ajaran Islam, banyak terjadi perlawanan dimana-mana, seperti perlawanan yang terjadi di Desa Sukamanah Singaparna, Jawa Barat yang dipimpin oleh H. Zaenal Mustafa dengan semboyan perang jihad terhadap tentara Jepang dan di Aceh yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil.

18

Hasan Shadily, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1990), h. 2094-2095 19


(40)

Dengan kejadian itu Jepang mulai menjadi kejam tanpa mengenal belas kasihan terhadap rakyat Indonesia, tak sedikit jiwa dan harta benda yang menjadi korban tentara Jepang, tindakan tersebut dirasakan ketika harus mengerahkan tenaga-tenaga muda dari pedesaan untuk bekerja secara paksa atau lebih dikenal sebagai Romusha.

Pada mulanya Romusha adalah suatu pekerjaan sukarela, lalu berubah ketika Jepang semakin terdesak maka Romusha ditingkatkan lagi yang menimbulkan kesengsaraan kehidupan rakyat Indonesia terutama para petani, beribu-ribu Romusha dikirim keluar pulau Jawa, bahkan keluar Indonesia, seperti Birma, Muangthai, Vietnam dan negeri lainnya.

Karena keadaan peperangan semakin gawat, tentara Jepang membuka kesempatan bagi pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit Jepang yang dikenal dengan sebutan Hehio, baik untuk Angkatan Darat (Rikugun Heiho), maupun untuk Angkatan Laut (Kaigun Heiho).

Selain itu membuka pula kesempatan untuk tugas Spy Intelegent, tugas ini diserahkan kepada Seksi Khusus Tentara Keenam Belas yang disebut Tokubetsu Han dan dikenal dengan nama Beppan yang dipimpin oleh Kapten Yanagawa, lalu pemuda-pemuda Indonesia ini kemudian dilatih di Seinen Dojo, yang bertempat di Tanggerang, pelatihan inilah yang menjadi awal dari pelatihan militer pribumi.20

Latihan militer lainnya, ialah latihan Keibon atau barisan pembantu polisi,

seinendan atau barisan pemuda, pada bulan Agustus 1943, dibentuklah sebuah perhimpunan wanita yang dikenal dengan nama Fujinkai, kepada para anggota

20


(41)

fujinkai ini tentara Jepang juga memberikan pelatihan kemiliteran yang disesuaikan dengan sifat dan tugas kewanitaan.

Untuk membantu pertahanan kepulauan dan melengkapi tenaga tentara Jepang, maka dibentuklah tentara pribumi yang bernama PETA, pada tanggal 3 Oktober 1943, dengan ketentuaan pembentukan pasukan sukarela untuk membela Jawa.21

3. Berdirinya Tentara Peta

Atas persetujuan dari atasan Kapten Maruzaki dari Beppan lalu merumuskan rencana untuk pembentukan Tentara Pembela Tanah Air atau PETA tanggal 7 sebtember 1943, kemudian Beppan diberi tanggung jawab penuh untuk melatih dan membentuk tentara PETA.

Setelah perencanaan lalu mulailah tahap pembentukan PETA. Yang prosedurnya diatur sedemikian rupa seolah-seolah dibentuk atas kehendak serta permohonan bangsa Indonesia sendiri,22 agar tercapai keberhasilan yang maksimal dalam membangun semangat kesadaran cinta tanah air dan bersedia untuk tugas kemiliteran dalam Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik yang siap menghadapi tentara Amerika Serikat dan sekutunya.23

Pada tanggal 3 Oktober 1943, Letnan Jendral Kumachiki Harada sebagai Panglima Tentara Keenam Belas, mengeluarkan sebuah peraturan yang dikenal

21

PETA Tentara Sukarela Pembela Tanah Air Di Jawa dan Sumatra 1942-1943, peynunting Purbo S. Ssuwondo. et. all, (Jakarta, Sinar Harapan: 1996), h. 54-55

22

Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 40-41 23


(42)

dengan nama Osamu Seirei no. 44 tentang Pembentukan Pasukan Sukarela untuk Membela Tanah Jawa.24

Peraturan itu berisi tentang garis-garis besar sebagai berikut:

1. Pasal 1. Membela tanah airnya, dengan sendirinya, maka bala tentara Dai Nippon membentuk Tentara Pembela Tanah Air yaitu tentara sukerela untuk membela tanah Jawa dengan penduduk asli, berdiri atas cita-cita membela Asia Raya bersama-sama.

2. Pasal 2. Kewajiban untuk membela Tanah Air dan ditempatkan didaerahnya sejumlah pasukan Nippon sebagai pendidik.

3. Pasal 3. Pasukan Sukarela Pembela Tanah Air termasuk dibawah pimpinan

Saiko Shikikan dan wajib menerima perintahnya.

4. Pasal 4. Pasukan sukarela Pembela Tanah Air harus sadar akan cita-cita dan kepentingan membela tanah airnya dalam Shu (daerah) masing-masing terhadap negeri sekutu, dibawah pimpinan Bala Tentara Dai Nippon.25

Dengan turunnya peraturan tersebut, maka pada bulan Oktober 1943 di Bogor tentara Jepang pun segera mulai melatih calon-calon perwira bangsa Indonesia, tempatnya di sebut Jawa bo EI Giyugun Kanbu Renseitai, yang artinya Latihan Pemimpin Tentara Sukarela Pembela Tanah Air Jawa yang lebih dikenal dengan nama Rensita dibawah pimpinan Kolonel Ucino, pertama-tama latihan para pemimpin tentara PETA ini hanya berlangsung dua bulan saja, diantara mereka yang dilatih adalah Gatot Mangkupraja, Kasman Singodimejo dan Mulyadi Djojomartono.

24

Nugroho Noto Susanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 72

25

Nugroho Noto Susanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 73


(43)

Pada tanggal 18 Januari 1944, nama Reseitai diganti menjadi Jawa Bo EI Giyigun Kambu Kyokutai, artinya Korps Pendidikan Pimpinan-pimpinan Tentara Sukarela Tanah Air di Jawa yang lebih dikenal dengan sebutan Kyokutai yang dipimpin oleh Yanagawa, tempat latihan untuk wilayah Jawa dan Madura ada di Bogor (Jawa Barat) sedangkan untuk pendidikan, pelatihan para Bundanco

(Bintara) dilakukan di Cimahi (Jawa Barat) dan Magelang (Jawa Tengah).

Pada prinsipnya PETA terdiri dari orang-orang dalam satu shu atau karesidenan, berbeda dengan Heiho yang dapat dikirim dan ditempatkan ke luar daerah, yang penempatannya sampai Irian, Morotai, dan daerah-daerah lainnya, maka tentara PETA tidak dikirim ke luar Jawa, dengan demikian dapat dikatakan bahwa tentara PETA secara khusus untuk membela dan mempertahankan daerah

shu atau karesidenan di mana tentara PETA diadakan dan ditempatkan.

4. Struktur Dan Peralatan Tentara PETA

Tentara PETA merupakan tentara territorial yang direncanakan oleh Angkatan Perang Jepang untuk mempertahankan tanah air terhadap serangan sekutu dalam rangka membantu Angkatan Perang Jepang.

PETA diorganisir hanya sampai tingkatan Daidan (Batalyon) yang beranggotakan kurang lebih dari 850 orang, setiap Daidan harus mempertahankan

shu (daerah) yang menjadi tempat tinggalnya. Anggota dari Daidan atau prajurit kebanyakan diambil dari daerah-daerah yang berasal dari daerah yang bersangkutan dan dianggap cukup memiliki pengetahuan tentang lingkungan daerah asalnya yang sangat diperlukan dalam taktik perang gerilya.


(44)

Untuk dapat menjalankan tugas ini mereka menyiapkan kubu-kubu benteng dari garis pertahanan: pertama di pantai, kedua di dataran tinggi, dan ketiga di gunung-gunung dimana kelompok tentara Jepang dan Indonesia melakukan sistem perang gerilya. Kubu-kubu tersebut untuk ditempatkan ditempat yang strategis dan disesuaikan dengan pertahanan dari batalyon PETA yang bertahan didaerah yang berbatasan, sehingga merupakan suatu rantai pertahanan sekeliling pulau Jawa.26

Dalam setiap Daidan dipimpin oleh seorang Daidanco yang dipimpin oleh orang Indonesia. Akan tetapi disetiap Daidan, para komandan Batalyon Jepang melaksanakan fungsi pengadilan terhadap Daidan PETA melalui para Senin Shidokan atau pengawas senior. Lebih lanjut masing-masing komandan Batalyon diBantu oleh seorang Giyugun Gakari Shoko (Perwira Urusan PETA), sehingga setiap Batalyon Jepang (Daidan) mempunyai kewajiban untuk mengawasi Daidan PETA didalam satu atau beberapa shu, yang termasuk didalam wewenang territorialnya, dengan keterangan sebagai berikut:

1. Daitai Jakarta mengawasi Daidan PETA di Jakarta dan Banten shu. 2. Daitai Bandung mengawasi Daidan PETA di Parahiangan shu. 3. Daitai Sukabumi mengawasi PETA di Bogor shu.

4. Daitai Cirebon mengawasi Daidan PETA di Cirebon shu.

5. DaitaiSemarang mengawasi Daidan PETA di Semarang dan pantai shu.

6. Daitai Purwokerto mengawasi Daidan PETA di Banyumas dan Pekalomgan shu.

26

ODP, Sihombing, Pemuda Indonesia Menentang Fasisme Jepang, (Jakarta: Sinar Djaja. 1962), h. 72


(45)

7. Daitai Surabaya mengawasi Daidan PETA di Surabaya, Bojonegoro dan Madura shu.

8. Daitai Malang mengawasi Daidan PETA di Malang dan Kediri shu.

9. DaitaiJember mengawasi Daidan PETA di Besuki shu.

10.Daitai Surakarta mengawasi Daidan PETA di Madiun shu, Surakarta dan Yogyakarta Kochi serta Kedu shu.27

Untuk pertahanan maka dibentuklah beberapa Daidan. Di Jawa terdapat 66 Daidan dan di Bali 3 Daidan, yang di pusatkan pada tempat–tempat sebagai berikut:

1. BANTEN SHU: Serang, Malimping, Labuan dan Pandeglang 2. JAKARTA SHU: Jakarta dan Purwakarta

3. BOGOR SHU: Jampang Kulon, Pelabuhan Ratu, Cibeber dan Cianjur

4. CIREBON SHU: Cirebon dan Majalengka

5. PARIYANGAN SHU: Tasikmalaya, Pangandaran, Bandung, Cimahi dan Garut

6. PEKALONGAN SHU: Pekalongan dan Tegal

7. BANYUMAS SHU: Cilacap, Sumpyuh, Kroya dan Banyumas 8. SEMARANG SHU: Weleri dan Semarang

9. KEDU SHU: Gombong, Magelang dan Purwerejo 10. PATI SHU: Pati, Jepara dan Rembang

11. SURAKARTA KOHCI: Sunagiri dan Wonogiri

27

Nugroho Noto Susanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia h. 98


(46)

12. YOGYAKARTA KOHCI: Wates, Bantul, Yogyakarta dan Wonosari

13. BOJONEGORO SHU: Bojonegoro, Banjar dan Tuban 14. MADIUN SHU: Madiun, Pacitan dan Ponorogo 15. KEDIRI SHU: Tulungagung, Blitar dan Kediri

16. MALANG SHU: Malang (Gondanglegi), Lumajang/ Pasirian, Lumajang, Malang dan Probolinggo

17. SURABAYA SHU: Surabaya, Mojokerto, Sidoarjo dan Gresik 18. BESUKI SHU: Bondowoso, Bangkalan, Batang-batang, Ambuten

dan Ketapang

19. BALI SHU: Negara, abanan dan Klurung.28

Dari uraiyan diatas, maka dapat diketahui bahwa didalam suatu Daidan

terdapat 3 macam jabatan yaitu Daidancho sebagai komandan batalyon.

Kebanyakan Daidancho ini pada mulanya dimasyarakat sudah bersetatus sebagai ulama atau kyai, guru sekolah, pejabat dalam pemerintahan dan sebagai tokoh masyarakat. Mereka pada umumnya berusia 30-40 tahun yang lebuh mengutamakan pengaruh daripada latar belakang pendidikannya.

Kepada Daidancho ini, Jepang tidak memberikan latihan militer yang intensif. Berbeda dengan lathan yang diberikan kepada komandan-komandan kesatuan yang lebih muda, seperti Chodancho, Shedancho dan Para Daidancho ini hanya mempunyai ruang lingkup dalam barak-barak dan tugas utama mereka adalah sebagai pembangkit semangat.29

28

Nugroho Noto Susanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 99-100

29

Ahmad Subarjo, Kesadaran Nasional Sebuah Otobiakrafi, (Jakarta: Gunung Agung 1978), h. 269


(47)

Jabatan berikutnya adalah Chudancho atau komandan kompi yang rata-rata umurnya lebuh muda daripada Daidancho dan Chudanchu yaitu Shodancho

atau komandan peleton, pada umumnya mereka berusia berumur 18-20 tahun dan baru tamat sekolah, karena mereka belum mempunyai pekerjaan tetap, yang akhirnya menjadi Shodancho.

Para calon Shodancho mengikuti latihan kemiliteran yang lebih lama dan intensif, sebab itu merekalah yang sebenarnya merupakan tulang punggung dalam arti kemiliteran, karena mereka bukan saja memperoleh latihan militer yang keras, teatapi juga mendapatkan indokrinasi Spiritual Nihon Seishin atau semangat

Nippon.30

Selain ketiga jabatan tersebut diatas, ada lagi satu jabatan yaitu Budancho

atau komandan regu yang pada setiap regunya terdiri dari 10 Giyuhei atau prajurit. Para Budancho pada umumnya berusia sekitar 19-22 tahun dan pendidikan mereka hanya sampai setingkat SD.

Perlengkapan tentara PETA terdiri dari pakaiyan seragam dan perlengkapan militer lainnya, Persenjataan yang diberikan oleh Jepang kepada tentara PETA pada umumnya adalah sejanta karaben pendek M95, senapan Styer

M95, karabinj-mitralleur (senapan mesin ringan), mitralleur (senapan mesin), mortar 5 inci dan pistol FN Browing Automatic.

Satu diantara empat didalam tiap Daidan merupakan kompi bantuan yang dilengkapi dengan senapan mesin dan mortir, semua senjata itu memiliki kualitas setandar yang diperoleh dari hasil rampasan senjata Belanda oleh pihak Jepang yang diberikan kepada tentara PETA.

30


(48)

Jumlah sejanta yang benar-benar di berikan kepada tentara PETA ternyata tidak cukup untuk memperlengkapi 69 batalyon dengan jumlah anggotanya kira-kira sekitar 38.000 sedangkan jumlah senapan hanya sekitar 17.218 dan karaben 1.550 yang seluruhnya berjumlah 18.768 puncuk.

Selain itu terdapat juga 197 senapan mesin ringan dan 697 senapan mesin berat, 93 mortir dan 20 meriam, akan tetapi belum jelas Daidan mana yang telah diberikan meriam tersebut. Ada juga sebuah kendaraan yang diberikan kepada tentara PETA adalah 132 mobil jeep (Nissan), 330 mobil truck dan 20 tank, tetapi belum jelas Daidan mana yeng pernah diberikan.31

Mengenai perlengkapan seragam PETA meniru model seragam tentara Jepang. Seragam upacaranya terdiri dari kemeja putih yang dipakai dibawah jas warna hijau ‘’leher baju Schiller’’ (sport) yang berwarna putih disembulkan ke atas leher baju jas hijau itu.

Bagaiyan bawah terdiri dari celana yang mirip denga celana penunggang kuda dengan sepatu sepatu tinggi (lars) berwarna hitam yang digunakan (untuk

Daidancho) atau sepatu militer Jepang dengan tutup betis kulit hitatam (untuk

Chudancho dan Shodancho), menggunakan sabuk kult lebar dengan warna alamiyah dipakai dengan kaitan disebelah kiri untuk menggantung kan pedang dan untuk kepala menggunakan topi lapangan yang terbuat dari kain warna hijau.32

Para Budancho dan Giyuhei tidak mempunyai seragam upacara, mereka hanya mempunyai seragam lapangan berwarna hijau, mereka juga memakai puttes

31

Nugroho Notosusanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 115

32

Harsja W. Bachtiar, Siapa dia? Perwira Tinggi TNI-AD, (Jakarta:Djambatan, 1996), Cet ke-1, h. 11-12


(49)

dari kain yang terbalut pada betisnya, untuk sebelah kiri sabuk kulitnya bergantung sangkur dan untuk para Budancho memakai kelewang (pedang) yang diwarisi dari KNIL.

Untuk tanda pangkat yang digunakan tentara PETA sama dengan yang digunakan tentara Jepang. Ada lima tanda pangkat yang dipergunakan tentara PETA, kelima tanda pangkat ini diberikan kepada Daidancho, Chudancho, Shodancho, Burdancho dan Giyuhei yang mempunyai latar belakang biru dengan disertai garis berwarna emas untuk para perwira dan garis kuning untuk bawahan, Untuk Daidancho mempunyai dua garis lebar, Chudancho mempunyai tiga garis tipis, Shodancho mempunyai dua garis tipis, Budancho mempunyai satu garis berwarna kuning dan Giyuhei samasekali tidak memiliki garis.33

Suatu unsur seragam tentara PETA yang tidak sama dengan unsure seragam tentara Jepang maupun tentara Belanda adalah tempat minum, yang tidak terbuat dari alumunium, melainkan dari tempurung kelapa yang dikupas sampai kulitnya yang keras serta licin dan digantung dengan tali ketubuh prajurit. Untuk ransel kanvas sama bentuknya dengan ransel Jepang, tetapi ini buatan Indonesia dan kotak peluru terbuat dari kulit.34

C. Detik-Detik Proklamasi

Pada akhir tahun 1942 keadaan peperangan mulai berbalik , jika pada awal peperangan Angkatan Perang Jepang bertindak agresif-opensif, selalu menyerang, maka menjelang pertengahan kedua dari tahun 1943 sikap tentara Jepang berbalik

33

Tanda-tanda Pangkat Pada Bala Tentara Nippon-Tentara Pembela Tanah Air dan Heiho, Asia Raya, (Jakarta), 25 Desember 1943, No. 306, h. 2

34

Nugroho Notosusanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 116


(50)

menjadi defensive atau bertahan,35 yang telah menimbulkan kekawatiran dipihak Jepang bahwa Amerika Serikat akan menyerbu dan merebut Indonesia.36

Bulan Febuari 1944, pasukan Amerika Serikat diawal bulan Juni Pasukan melakukan pengeboman B-29 terhadap Jepang, yang mengakibatkan pihak Angkatan Laut Jepang mengalami kekalahan di laut Filifina, kehilangan pangkalan Angkatan Laut di Saogon (kepulauwan Mariana) dan terjadinya kerisis cabinet di Jepang.

Dengan kejadian itu Perdana Mentri Tojo digantikan oleh Jendral Korso Kunaiki sebagai Perdana Mentri, sementara itu, pihak sekutu mulai melakukan serangan terhadap Eropa bagian Utara pada bulan Juni (sekutu Jepang) dan dibulan September, pasukan Amerika Serikat mendarat di Mototai, dekat Helmahera dibagian Timur Indonesia, sementara itu pesawat-pesawat Amerika mengebom Manila.37

Timbul pemberontakan oleh PETA di Daidan Blitar yang dipimpin oleh Supriyadi sebagai pemimpin pemberontakan pada tanggal 14 sampai 15 Febuari, akan tetapi pemberontakan ini dapat diamankan setelah datangnya pasukan bantuan dibawah pimpinan Katagari Butaicho dengan melakukan perlawanan ditahun yang sama pemberontakan kedua terjadi di Gumamping Cilacap, tetapi, pemberontakan ini dapat diamankan oleh Shodanco Khusairi sebagai pemimpin perlawanan pada Heiho.38

35

Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 38 36

Nugroho Notosusanto, Tentara PETA Pda Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia, h. 39

37

Kaigun Angkatan Laut Jepang, Penentu Kerisis Proklamasi, Prof. Dr. Suhartono, Kanisius Yogyakarta 2007, h. 31

38


(51)

Seluruh kekuatan angkatan laut Jepang termasuk kapal dan angkatan udara Jepang terlibat dalam peperangan tersebut, telah diakui oleh Admiral King, tidak kurang dari 34 Destroyer tenggelam dan lebih dari 200 kapal perang sekutu rusak berat dalam peperangan tersebut dengan kekuatan kurang lebih 450.000 tentara angkatan laut dan udara selama tiga bulan mengalami perang,

akhirnya Okiniwa jatuh pada 22 Juni 1945 yang bertepatan ditandatangani Piagam Jakarta yang mencapai kesepakatan antara golongan kebangsaan dan golongan agama tentang pembukuan UUD Negara Indonesia yang akan didirikan, akhirnya pasukan Belanda mendarat di Balik Papan pada 1 Mei 1945, dengan dukungan Devisi Australia dan angkatan laut Amerika Serikat,.39

1. Pembentukan Badan Penyelidik Uasaha-Uasaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)

Pada tanggal 29 April 1945 Badan Penyelidik Usaha-Uasaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyosakai) dibentuk yang bertepatan dengan hari ulang tahun Tenno Heika (Tentyosetu). Badan ini diremiskan pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Saiko Ssisikan, sekaligus dimulainya langkah pertama dalam pekerjaan BPUUPKI untuk menyelidiki serta merencanakan dasar usaha itu dengan sedalam-dalamnya dan seteliti-telitinya.

Badan penyelidik melaksanakan tugasnya dalam dua masa persidangan. Sidang pertama dilaksanakan dari tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dan masa persidangan kedua dilaksanakan dari tanggal 11 Juli 1945 dengan dibentuknya 3 panitia masing-masing: panitia kecil perancang UUD, panitia kecil perancang

39


(52)

pembendaharaan negara, dan panitia kecil perancang ekonomi dan keuangan negara.

Anggota Badan Penyelidik pada peresmiannya tanggal 20 Mei 1945 berjumlah 62 orang, pada tanggal 10 Juli 1945, Rajiman menambahkan anggota baru sebanyak 6 orang. Abdul Fatah Hasan, Asikin Notonegoro, Suro Hamidjoyo, M. Noor, Abdul Kifar dan Tuan Besar (Dahler), jadi jumlah badan penyelidik menjadi 68 orang.

Akan tetapi masiada penambahan anggota 7 orang dari pihak Jepang yang diangkat sebagai anggotaadalah, Tokonami Tokuzi, Miyano Syoozoo, Itagaki Masumitu, Matuura Mitukiyo, Tanaka Minaru, Masuda Toyohiko dan Ide Telitiroo.

Anggota Badan Penyelidik tidak terbatas pada tokoh-tokoh yang bertempat tinggal di Jakarta tapi di ambil dari seluruh pelosok pulau Jawa, Badan Penyelidik inilah yang telah meletakan dasar-dasar Indonesia merdeka yaitu Pancasila dan UUD 1945 yang nantinya menjadi sumber hukum didalam negara Kesatuan Republik Indonesia.

Anggota Badan Penyelidik terdiri dari tokoh-tokoh pergerakan dengan latarbelakang pengalaman kerja yang beragam, dari 62 orang di antaranya adalah anggota Tyutuo Sangi-In, 5 orang residen atau wakil residen, 3 orang bupati, 4 orang golongan Tionghoa dan orang-orang yang duduk dalam Badan Penyelidik adalah. Agus Salim, Abikusumo Tjokrosuyoso, Sukiman, Mansur, Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Halim, Abduk Kahar Muzakir, Achmad Sanusi dan Wachid Hasjim.


(53)

Lima orang diantara golongan agama adalah, Abikusumo Tjokrosuyoso, Mas Mansur, Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Halim dan Wachid Hasjim adalah anggota Tyutuo Sangi-In. Anggota-anggota badan penyelidik pada umumnya berusia 40 tahun ke atas, nama-nama anggota Badan Penyelidik diantaranya yaitu,40 Dr. Radjiman, Wedyodiningrat, R.P. Soeroso, Prof. Mr. Soepomo, Mr. M. Yamin, Ki Bagus Hadikusumo, KH. Masjkur, Abdul Kahar Moezakir, Abdoel Wahid Hasjim, H. Agus Salim, Ki Hadjar Dewantoro, M. Soetardjo Kertohadi kusumo, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. A.A. Marimas, Dr. Muhammad Hatta, Otto Iskandar Dinata, Mr. KRTM. Wongsonegoro, Ir. Soekarno, Parada Harahap, R. Soekardjo Wiryapranoto, Oei Tiang Tjoei.41

Sidang pertama BPUPKI dilaksanakan tanggal 29 Mei 1945 yang bertempat di Gedung Pejomban (d.h. Gedung Tyuuoo Sang-In Jakarta) Gedung Deawan Penasehat Pusat sama dengan Dewan Rakyat (Volksraad), yang membicarakan tentang Dasar Negara Indonesia, diketuai oleh Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat dengan wakilnya Suroso, sidang dilanjutkan tanggal 31 Mei, dan 1 Juni 1945 ditempat yang sama, ketua dan wakil masi orang sama, yang membicarakan tentang Dasar Negara Indonesia (lanjutan), tentang Daerah Negara dan Kebangsaan Indonesia.

Sidang kedua BPUPKI dibuka lagi tanggal 10 Juli 1945, membicarakan tentang bentuk negara, rapat dimulai dari pukul 10.00-11.16, rapat dibuka lagi pukul 12.16-1.30 dan rapat ditunda sampai pukul 16.35, rapat dibuka lagi pukul 16.35-18.00 membahas tentang wilayah negara, rapat lanjutan dibuka lagi pukul 10.50 dipagi hari sampai pukul 12.05, membicarakan tentang wilayah negara.

40

S. Silalahi, M.A, Dasar-dasar Indonasia Merdeka, h. 48-63 41


(54)

Rapat dilanjutkan pukul 12.30-13.10 membahas tentang persiapan penyusunan UUD dan pembentukan panitia perancang UUD, rapat dibuka lagi pukul 14.30-16.40, rapat dibuka lagi tanggal 11 dan 13 Juli 1945 yang membicarakan tentang rancangan UUD, tanggal 14 Juli 1945 rapat dibuka lagi pukul 15.00-16.16 yang membicarakan tentang pernyataan kemerdekaan.

Tanggal 15 Juli 1945, pukul 10.20-13.05, yang membahas tentang rancangan UUD (lanjutan) rapat dimulai lagi pukul 3.10-18.00, dimulai lagi pukul 21.10, dan rapat ditunda jam 23.25, rapat dibuka lagi tanggal 16 Juli 1945, pukul 10.30, yang melanjutkan pembahasan rancangan UUD, ditempat yang sama, ketua dan wakil masi orang sama, yang membicarakan tentang bentuk negara.

Sidang yang kedua tanggal 10 Juli 1945, ketua memperkenalkan anggota Badan Penyelidik yang baru adalah, Abdul Fatah Hasan, Asikin Natanegara, Surio Hamidjojo, M. Noor, dan Abdul Kaffar, sesudah sidang Tyuo Sangiin Soekarno mengadakan rapat dengan 38 orang anggota dari Dokuritu Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) di kantor Besar Jawa Hookookai

(kebangkitan rakyat Jawa). Pada waktu itu 38 orang ini membentuk lagi satu Panitia Kecil yang terdiri dari, Hatta, M. Yamin, Marimas, Sukarno, Kiai .Abd. Kahar Moezakir, Wachid Hasjim, Abikusno Tjokrosujoso, dan H. Agus Salim.

Sidang yang kedua tanggal 11 Juli 1945, pukul 14.30, pimpinan sidang membentuk panitia perancang UUD adalah, Mr. A.A. Marimas, Otto Iskandar Dinata, B.P.H.H. Poeroebejo, H. Agus Salim, M. Soetardjo Kartohadikusumo, Prof. Mr. Supomo, Ny. Maria Ulfa Susanto, Wahid Hasjim, Parada Harahap, Mr J. Latuharhary, Mr. Susanto, Mr. R.M. Sartono, Mr. K.R.M.T Wongsonegoro, Dr. Radjiman Widyoningrat, Mr. R. Singgih, Tan Eng Hoa, Abdul Fatah Husein Prof.


(55)

Dr. P.A.H. Djajadiningrat, Dr. Soekiman dan Ir. Soekarno. Dalam panitia ini di tunjuk seorang Jepang sebagai anggota istimewa yaitu Nyano.

Disidang dan diwaktu yang sama ketua menunjuk Abikusno Tjokrosujoso menjadi ketua penyelidik dan mempelajari dalam hal pembelaan tanah air, yang dibantu oleh para anggota. Abduel Kadir, Asikin, Bintoro, Hendromartono, Muzakir, Sanusi, Munandar, Samsudin, Sukardjo wirjopranoto, Surjo, Abduel Kafar, Maskur, Abduel Halim, Kolopaking, Sudirman, Aris, M. Noor, Pratalykrama, Lim Koen Hiam, Buntara, dan Ny. Sunarjo, dalam Panitia Pembela tanah Air di tunjuk dua orang Jepang sebagai anggota istimewa, yaitu Tanaka Kaka dan Matuura.

Untuk soal keuangan dan ekonomi yang menjadi ketua Dr. M. Hatta yang dibantu dengan para anggota adalah, Soerachman, Margono, Sutardjo, Syamsi, Roosseno, Surjo Hamidjojo, Ki. Dewantara, Kusumo Atmodjo, Dasad, Oei Tiong Hauw, Asikin, Dahler (Tuan Besar), Yamin, Baswedan, Hadikusumo, Sastromuljono, Abduel Fatah Hasan, Mansur, Oei Tiang Tjoei, Wiranatakusuma, dan Suwandi, dalam panitia ini ditunjuk seorang Jepang sebagai anggota istimewa, yaitu Tanaka Kaka.42

Dalam sidang panitia perancang UUD pada 12 Juli 1945, dibentuk suatu Panitia Kecil Perancang UUD untuk merumuskan konsep UUD yang diketuai oleh Prof. Soepomo dengan anggotanya adalah, Mr. Soebrardjo, Mr. A. A. Marimas, Singgih, H. Agoes Salim, dan Soekiman.

Di bentuk pula panitia kecil perancang Declaration of Rights, pada hari itu juga (12 Juli 1945), yang bertugas untuk merancang pernyataan kemerdekaan,

42

Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 29 Mei 1945-19 Agustus 1945, Seketariat Negara Republik Indonesia Jakarta 1922, h. 7-290


(56)

dengan anggotanya yaitu: Soebardjo, Soekiman, dan Parada Harahap.43 Pada 6 Agustus 1945, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia resmi di bubarkan.

2. Pembentukan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)

PPKI dibentuk oleh Gunseikan pada tanggal 7 Agustus 1945. PPKI melaksanakan sidang pertama tanggal 18 Agustus 1945, jam 11.30, di Gedung Pejomban (d.h. Gedung Tyuuoo Sang-In Jakarta) dengan acara suatau pengesahan Pembukuaan UUD yang di pimpin oleh Ir. Soekarno dan sebagai wakilnya Drs. M. Hatta, yang dibantu oleh para anggota. Soepomo, Radjiman, Soeroso, Soetarjo, Wahid Hasjim, Ki. Bagus Hadikusumo, Abdul Kadir, Oto Iskandar, Surjhamidjojo, Purubojo, Yap Tjwan Bing, Latuharhary, Dr. Amir, Abd. Abbas, M. Hassan, Hamadhani, Ratulangi, Andipangeran, ditambah lagi dengan 7 anggota. Gusti Ketut Pudja, Wiranatakusuma, Ki Hajar Dewantara, Mr. Kasman, Sajuti, Kusuma Sumantri, dan Subardjo.

Rapat dimulai pukul 09.30, akan tetapi sampai dengan pukul 11.00 lebih rapat belum juga dimulai, pada akhirnya rapat dimulai dari pukul 11.30-12.34 yang membicarakan tentang susunan pemerintahan, rapat dibuka lagi pukul 12.46-13.50. Rapat kembali dibuka pukul 03.00-01.50 dan sidang dilanjutkan lagi pukul 15.15-16.12 yang membahas tentang pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden serta membentukan Komite Nasional Indonesia Pusat.

Sidang kedua dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 19 Agustus 1945 pukul 10.00-11.25 membahas tentang Prioritas Program dan Pembicaraan susunan

43


(57)

daerah. Sidang ini dilaksanakan di tempat yang sama yang dipimpin dan diwakili oleh orang yang sama. Rapat dilanjutkan lagi pukul 11.43-12.44 yang membahas tentang Kementrian / Departemen.Rapat dibuka lagi pada pukul 14.23-14.55.

Sewaktu PPKI mengesahkan UUD 1945 di Jakarta pada tanggal 18 Agustus 1945, yang disahkan secara langsung oleh Badan tersebut adalah pembukaan serta Batang Tubuh UUD 1945 tersebut.

Penjelasan UUD1945 tercantum dalam Berita Negara Republik Indonesia tahun II No. 7 tahun 1946, setelah Maklumat Politik yang dikeluarkan Pemerintah Republik Indonesia pada tamggal 1 November 1945 melihat isinya, kalimat– kalimat penjelasan UUD itu ternyata berasal dari suntingan berbagai laporan Prof. Mr. Dr. Soepomo sebagai ketua perancang UUD dalam sidang BPUPKI dan PPKI dalam tahun 1945, dengan pencantuman dalam berita negara tersebut, maka penjelasan UUD 1945 mempunyai kekuatan hukum.44

Setelah melalui perdebatan-perdebatan dalam sidang BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 dan sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, maka diterimalah pembukaan UUD 1945 yang telah direncanakan oleh Panitia 9 yang sebelumnya telah diterima pulah oleh BPUPKI dalam rapatnya yang diadakan pada tanggal 10 Juli 1945, dengan ditetapkannya secara resmi Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, bersamaan dengan ditetapkannya UUD Republik Indonesia.45

44

Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), h. 299-374

45

Abdullah Rozali, Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Baangsa, (Jakarta: Citra Niaga Rajawali Pers 1993), Cetakan ke 2, h. 12-13


(58)

3. Perundingan Di Saigon

Pada tanggal 8 Agustus, pukul 05.00 pagi, Soekarno dan M. Hatta pergi ke Kota Saigon dengan menggunakan pesawat dan tiba pukul 19.00 malam, dengan tujuan untuk memenuhi panggilan Panglima Jendral Terauchi (Panglima tertinggi pasukan Jepang di Asia Tenggara) sekaligus mendengarkan pengumuman dari Dai Nippon melalui Jendral Terauchi tentaang pemberian sepenuhnya proses kemerdekaan Indonesia kepada Soekarno dan M. Hatta, proses penyerahan ini dilakukan di Dalat, Vietnam, di pinggiran kota Saigon.

4. Peristiwa Rengasdengklok.

Setelah menemui Jendral Terauchi di Dalat, terjadilah peristiwa Rengasdengklok, di Kerawang Jawa Barat, yaitu suatu peristiwa penculikan Soekarno dan M. Hatta yang dilakukan oleh para pemuda pada pukul 03.00 pagi, tanggal 16 Agustus 1945, pukul 09.00 pagi Soekarno dan M. Hatta dibawa ke asrama pasukan Peta di Rengasdengklok, selama disana Soekarno dan M. Hatta menempatkan sebuah rumah bekas petani Tionghoa sela tiga atau empat hari.

Namun usaha para pemuda ini dapat digagalkan oleh Ahmad Soebarjo yang mempunya hubungan baik denga para pemuda, yang juga bekerja sebagai penghubungan angkatan laut Jepang dan sekaligus kawan Soekarno, lalu Ahmad Soebarjo segera pergi menjumput Soekarno dan M. Hatta untuk dibawa ke rumah Laksamana Meida agar mendapatkan perlindungan militer yang sekaligus sebagai tempat penyusunan teks Proklamasi.46

46


(59)

5. Penyusunan Dan Pembacaan Teks Proklamasi

Langkah awal yang dilakukan Soekarno, Hatta dan kawan-kawan seperjuangannya mengadakan sidang Badan Persiapan yang sempat tertunda akibat penculikan Soekarno dan Hatta, lalu M. Hatta menugaskan Ahmad Subardjo untuk mencarikan tempat bersidang di Hotel Des Indes, akan tetapi apabila sudah lewat pukul 22.00, sesuai ketentuan, rapat tidak bisa diadakan di hotel Des Indes.

Dimalam hari itu juga, anggota Badan Penyelidik yang menginap di hotel

Des Indes diminta hadir pukul 24.00 di rumah Admiral Mayda yang bersedia memberi tempat bersidang di rumahnya. Anggota Badan Persiapan yang berjumlah 27 orang mewakili seluruh Indonesia seperti, Sumatra diwakili oleh Mr. Teuku Muhammad Hasan, Mr. Abbas dan Dr. Amir, daerah Kaigun

(Indonesia Timur) diwakili oleh Andi Pangeran, Hamdhani, dan I Gusti Ketut Puja. Yang hadir pada waktu malam itu berjumlah kurang lebih lima puluh orang.

Dimalam itu, Soekarno, Nishimura, wakil Gunseikan, M. Hatta, Mr. Subardjo, Sukarni, dan Sayuti Melik, merumuskan teks proklamasi, hadir pula Mijoshi, seorang pembantu Jendral Nishimura yang terpercaya.

Setelah teks proklamasi telah selesai, lalu dibawalah ke ruang depan yang dihadiri anggota Badan Persiapan, pemuda-pemuda pemimpin pergerakan, dan anggota Tyuuo Sangi-In. Sidang malam itu berakhir pukul 03.00 pagi, naskah yang dirumuskan pada malam itulah akhirnya dibacakan oleh Soekarno pada pukul 10.00 pagi, yang kebetulan jatuh pada hari Jumat Ramadhan, 17 Agustus 1945.47

47


(60)

Konsep Prolamasi yang ditulis oleh Soekarno pada secarik kertas, ilah sebagai berikut:

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., di selenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17-8-05

Wakil-wakil bangsa Indonesia Pada kalimat pertama teks Proklamasi merupakan saran Mr. Ahmad Subardjo yang diambil dari rumusan Dokuritsu Junbi Cosakai, sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran Drs. M. Hatta, pada pukul 04.30 waktu Jawa jaman Jepang (pukul 04.00 WIB) Soekarno membuka pertemuan menjelang subuh untuk membacakan teks Proklamasi yang masi berbentuk konsep, sekaligus menyarankan penandatangan naskah teks Proklamasi secara bersama-sama (yang hadir pada waktu itu).

Saran itu dibantah oleh pihak pemuda yang tidak setuju kalo tokoh-tokoh golongan tua yang disebutkannya sebagai budak budak-budak Jepang ikut menandatangani naskah Proklamasi,48 lalu Sukarmi mengusulanya agar yang menandatangani naskah Proklamasi cukup dua orang saja, yaitu Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia

Atas permintaan Soekarno kepada Sajuti Melik untuk mengetik ulang naskah itu yang berdasarkan naskah tulisan tangan Soekarno, disertai dengan perubahan yang telah disetujui. Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah,

48


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)