Sifat dan Bentuk Perdagangan

Artikel HISTORISME Edisi Khusus Lustrum J. Fachruddin Daulay Edisi No. 21Tahun XAgustus 2005 pengetahuan astrologi, sejumlah kata-kata Sansekerta, pertanian irigasi termasuk beberapa alat pertanian, pertenunan dan kesenian, permainan catur, beberapa konsep dan praktek keagamaan, sebagian marga Sembiring, upacara kurban dalam hubungan pertanian, organisasi masyarakat dalam klen-klen berkaitan dengan totemisme, adat perkawinan eksogami, dan lain-lain Neumann, 1972: 25-27; Sangti, 1977: 85; Castles, 2001: 5; Siahaan, 1964: 23, 27. Perkataan marga klen sendiri dalam istilah bahasa Batak berasal dari bahasa Sansekerta, “varga”. Mengenai dari mana masuknya orang-orang Tamil hingga sampai di Barus, masih belum dapat diketahui dengan jelas. Dalam Kronik Hulu Asal Keturunan Raja Barus dikisahkan di Lobu Tua, Guru Marsakot salah seorang dari dua putera Raja Alang Pardoksi, pendiri garis keturunan baru di Barus berjumpa dengan orang Tamil dan Hindu yang terdampar kapalnya. Kemudian Guru Marsakot dijadikan raja mereka Drakard, 2003: 28. Menurut keterangan ini diperkirakan orang-orang Tamil tiba di Barus dengan menyusuri pantai barat Sumatera, bukan melalui jalan darat.

4. Sifat dan Bentuk Perdagangan

Hingga abad ke-13 sampai abad ke-15 keterangan mengenai perdagangan di daerah Barus masih langka, meskipun terdapat acuan yang menunjukkan ada juga pedagang-pedagang asing yang mengun-jungi pelabuhan-pelabuhan pesisir barat Sumatera. Dalam dokumen Geniza dikisahkan bahwa pada abad ke-13 ada seorang pedagang Yahudi asal Kairo yang melakukan perjalanan ke Fansur lewat India, dan meninggal di sana. Perkembangan dalam dunia pelayaran abad- abad berikutnya, di samping perdagangan semakin maju, telah membawa pedagang-pedagang asing tiba di Barus. Pada awal abad ke-16 pelawat Portugis, Tome Pires berkunjung ke Barus mengisahkan Barus sebagai pelabuhan yang ramai dan makmur. Di sana berkumpul pedagang-pedagang bangsa Parsi, Arab, Bengali, Keling, dan lain-lain. Keterangan bagaimana kapur barus dan kemenyan diperdagangkan dan diekspor dari Barus barulah lebih lengkap diperoleh setelah kedatangan orang-orang Barat, khususnya bangsa Belanda lewat VOC-nya yang berdagang di sana sejak abad ke-17. Dari laporan Belanda abad ke-17 diketahui bahwa getah pohon kapur barus dan kemenyan dipungut di daerah terjal dataran tinggi Toba oleh berbagai kelompok Batak dan diangkut ke tepi laut, adakalanya dengan melalui beberapa daerah lain Drakard, 2003: 21. Orang-orang Batak di pedalaman menjualnya kepada pedagang-pedagang yang datang ke Barus untuk membelinya, yaitu orang-orang India, Cina, Melayu, dan Jawa Siahaan, 1964: 27. Kapur barus dan kemenyan ditukarkan dengan barang-barang kebutuhan mereka seperti kain, besi, dan garam. Pada waktu yang relatif belum lama, beberapa daerah Batak membawa persembahan simbolis berupa kuda ke Barus, sebagai gantinya mereka menerima berkah Castles, 2001: 5; Drakard 2003: 21. Pada awal abad ke-16 bentuk kegiatan perdagangan dikemukakan Tome Pires, bahwa barang-barang dagangan dikumpulkan kerajaan- kerajaan untuk diperdagangkan kepada orang-orang Gujarat yang datang setiap tahun dan melakukan perdagangan yang ramai. Pires mengungkapkan, orang-orang Keling yang lebih menguasai perdagangan Malaka, mereka juga mengangkut kapur barus dari Pansur, yang letaknya di daerah baratdaya dan pulau Sumatera 1977: 52. Orang Batak yang disebut-sebut sebagai pemungut kapur barus dan kemenyan dahulu kala, menurut Sangti, mereka adalah orang-orang Pakpak, yang mengumpulkan dan mengangkut hasil kapur barus sampai ke Lamuri Aceh untuk diperjualbelikan dengan barang-barang dari luar negeri. Diperkirakan Lobu Tua merupakan pusat puak Pakpak yang menjadi pribumi asli penghasil kapur barus dan kemenyan yang pertama sekali di kawasan tersebut. Lobu Tua hampir sama tuanya dengan bandar Barus maupun Fansur 1977: 103. Drakard menguatkan, raja-raja Barus, raja di Hulu dan raja di Hilir sebelum ditetapkan oleh wakil VOC hanya satu orang raja Barus yang resmi, menjabat secara bergiliran sejak tahun 1693 masing-masing mempunyai daerah- daerah pengaruhnya sendiri di pedalaman. Raja di Hulu mempunyai hubungan khusus dengan orang- orang Batak-Dairi yang memungut kapur barus di pedalaman Barus baratlaut, sedangkan raja di Hilir mempunyai pengaruh terbesar atas orang-orang Batak di Pasaribu dan Silindung yang memungut kemenyan di perbukitan di Barus timurlaut serta di pedalaman Sorkam dan Korlang 2003: 22-23. Sejak dahulu Barus lebih komunikatif dan terbuka dengan Pakpak, terus ke Aceh melalui Lipatkajang dan Singkil. Dalam hubungan komunitasnya pun demikian, setelah dengan puak Pakpak adalah Minangkabau dari Tarusan, dan orang-orang Aceh pesisir barat. Mengenai daerah pedalaman Batak, Siahaan mengemukakan bahwa daerah pesisir Tapanuli dan Sumatera Timur, juga Singkil dan Air Bangis dari jaman ke jaman sudah dikunjungi pedagang-pedagang Nusantara maupun bangsa-bangsa asing, tetapi daerah pedalaman Tapanuli yang merupakan dataran tinggi yang sukar dimasuki, menyebabkannya tetap berada dalam “spelendid isolation” 1964: 114. Memperhatikan berbagai kete-rangan dengan jelas dapat dikemukakan bahwa sifat perdagangan bandar Barus sama halnya seperti kota-kota pelabuhan atau pusat-pusat perdagangan lainnya di Nusantara pada jaman kuno, bahkan di Asia pada umumnya. Artikel HISTORISME Edisi Khusus Lustrum J. Fachruddin Daulay Edisi No. 21Tahun XAgustus 2005 Para penguasa pribumi dalam konteks ini raja-raja Barus sebagai penguasa pemerintah, juga adalah penguasa perdagangan. Mereka berkedudukan sebagai pedagang perantara kapur barus dan kemenyan yang dikumpulkan oleh orang-orang Batak dari pedalaman, kemudian memperdagangkannya kepada para pedagang asing. Meskipun di antara raja di Hulu dan raja di Hilir terpendam perasaan cemburu mengenai rejeki hasil perdagangan, tetapi itu tidak menyebabkan pecahnya peperangan.

5. Kemunduran Bandar Barus