Artikel
HISTORISME Edisi Khusus Lustrum J. Fachruddin Daulay
Edisi No. 21Tahun XAgustus 2005 Para penguasa pribumi dalam konteks ini raja-raja
Barus sebagai penguasa pemerintah, juga adalah penguasa perdagangan. Mereka berkedudukan sebagai
pedagang perantara kapur barus dan kemenyan yang dikumpulkan oleh orang-orang Batak dari pedalaman,
kemudian memperdagangkannya kepada para pedagang asing. Meskipun di antara raja di Hulu dan
raja di Hilir terpendam perasaan cemburu mengenai rejeki hasil perdagangan, tetapi itu tidak menyebabkan
pecahnya peperangan.
5. Kemunduran Bandar Barus
Pada abad ke-16 perdagangan Barus mulai terganggu akibat ekspansi Aceh ke pesisir timur dan
barat Sumatera. Selama periode ini perdagangan luar negeri Barus lebih tertuju dengan pedagang-pedagang
Islam dari India dan Timur Tengah. Orang-orang Inggris dan Belanda sekalipun tak berkutik terhadap
hegemoni Aceh. Ketika mereka ingin mengunjungi pelabuhan-pelabuhan pesisir barat pada awal abad ke-
17, mereka harus mendapat izin Aceh.
Pada umumnya raja-raja pesisir barat tidak senang atas kekuasaan Aceh di kawasan ini. Terutama
ditempatkannya wakil-wakil Aceh untuk mengamat- amati gerak-gerik mereka dan pihak militer Aceh
adakalanya melakukan tindakan kekerasan dengan alasan penertiban keamanan. Pada tahun 1668 mereka
bergabung dengan meminta bantuan VOC untuk mengusir Aceh guna memperoleh daerah-daerah
pesisir barat kembali ke tangan Minangkabau. Namun VOC memanfaatkan situasi ini untuk menanamkan
monopolinya atas ekspor lada daerah ini yang menguntungkan. Sejak itu VOC pun terlibat secara
politis dengan kerajaan-kerajaan pesisir barat Sumatera, sehingga di Barus ditempatkan pegawai-
pegawai VOC.
Menghadapi persaingan dagang Inggris dan penyelundup Aceh di pantai baratlaut ini selama abad
ke-18, VOC semakin memperkeras monopolinya di Barus. Akibat sistem monopoli VOC, maka Barus
mengalami kemunduran sebagai pusat perdagangan, sebaliknya pusat-pusat perdagangan yang lebih kecil
memperoleh kemajuan. Dengan demikian sistem monopoli VOC telah meng-hancurkan perdagangan
Barus, sehingga para pedagang meninggalkannya, dan mengalihkan kegiatan perdagangan ke tempat-tempat
lain.
Faktor lain penyebab Barus semakin tidak penting adalah Singkil dijadikan pusat pemerintahan
administratif regional dan kemajuan pelayanan modern, ditambah lenyapnya kekuasaan dan
wewenang raja-rajanya. Setelah Barus dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan pemerintahan Hindia
Belanda, maka berdasarkan sistem pemerintahan kolonial yang dijalankan, maka dengan kedudukan
Barus sebagai sebuah onderafdeeling, raja di Hulu dan raja di Hilir daerahnya hanya setingkat kuria, dan
mereka pun menjabat kepala kuria kepala distrik, sebagai pegawai negeri Belanda yang memperoleh
gaji.
6. Penutup