Artikel
HISTORISME Edisi Khusus Lustrum J. Fachruddin Daulay
Edisi No. 21Tahun XAgustus 2005
2. 2 Perdagangan Kapur Barus
Barus telah disebut-sebut Ptolomeus karena kedudukannya amat penting sebagai bandar
internasional yang memperdagangkan dan mengekspor sejenis getah atau damar pohon yang
wangi, yang dinamakan kamfer atau kapur barus dryabanalops camphore, di samping damar
kemenyan styrax benzoin dryander. Kedua jenis komoditi ini nilainya sangat tinggi pada jaman purba
dan hanya diperoleh di pelabuhan Barus. Ada keterangan yang menyebutkan kapur barus dari
Indonesia pernah digunakan untuk pengawet mumi raja-raja Mesir purba. Dalam catatan Cina yang
berdagang kapur barus dan kemenyan dari Sumatera pada abad ke-7 diketahui kapur barus dan Barus
adalah yang paling murni sifatnya Drakard, 2003: 17. Oleh karena mutunya yang tinggi itu, maka
harganya jauh lebih mahal dari hasil kamfer negeri- negeri lain. Siahaan yang mengutip Marco Polo
menyebut harganya bahkan dibayar dengan emas sebanding beratnya 1964: 27. Marco Polo dalam
perjalanan dari Cina ke Persia singgah di Aceh, karena kapalnya mengalami kerusakan dan terpaksa tinggal
selama beberapa hari untuk memperbaikinya. Polo sedang mengantar seorang putri Mongol untuk Khan
Persia yang permaisurinya meninggal.
Dari laporan Belanda pada abad ke-17 diketahui bahwa pohon kapur barus dan perdu
kemenyan tumbuh di daerah perbukitan yang terjal, ialah terletak antara tanah pantai yang datar dan
dataran tinggi Toba. Dewasa ini pohon kapur tak tumbuh lagi, tidak diketahui apa yang
menyebabkannya. Kecuali pohon keme-nyan masih tumbuh bertahan di beberapa tempat di Tapanuli Utara
seperti di Parlilitan, Dolok Sanggul, Pangaribuan, Pahae, dan lain-lain. Walaupun tak pernah
dibudidayakan, pohon kemenyan tumbuh secara alami, tetapi sumber penghasilannya tergolong
primadona bagi income kabupaten ini.
Sedikit penjelasan mengenai pohon kapur barus dikemukakan Sangti bahwa jenis pohon ini juga
dijumpai di Kalimantan, Korea, dan Manchuria. Tetapi jenis pohon yang tumbuh di tempat-tempat lain
itu berbeda dengan yang ada di Barus. Jenis pohon di Korea dan Manchuria itu dalam bahasa Latin dikenal
sebagai cinnamomum camphore dari golongan lauraceae, sedangkan kayu kapur dari Barus termasuk
golongan pohon meranti jenis diperocarpaciae 1977: 76-77.
Perdagangan laut antara India, Cina, dan Indonesia mulai berlangsung dalam abad pertama
sesudah Masehi. Ketika itu rempah-rempah, kayu wangi, kapur barus dan kemenyan dari Indonesia telah
sampai di India dan kekaisaran Romawi Burger, 1962: 15. Kapur barus dan kemenyan hampir
dipastikan berasal dari Barus, sebab tak dijumpai daerah lain di Indonesia yang manghasilkan kedua
jenis damar pohon tersebut. Keterangan Vlekke dan Burger di atas baru
sebatas hubungan perdagangan antara India dan Indonesia serta jenis barang-barang yang
diperdagangkan dari Indonesia pada abad-abad pertama Masehi. Namun hingga abad ke-7, saat
perdagangan Cina sudah berlangsung dengan Sumatera, di mana orang-orang India dan Timur
Tengah juga mencari kapur barus dan kemenyan dari Sumatera, belum memberi kesan bahwa mereka telah
berkunjung sampai di Barus.
Pada awal hubungan dengan India, kapur barus dan kemenyan merupakan hasil perdagangan
terpenting Indonesia sudah sampai di India dan Eropa, tapi ternyata di India kedudukannya tak cukup
penting, dan tampaknya memang sebagai barang perdagangan semata. Kitab-kitab India kuno termasuk
yang memuat tentang pengobatan tak menyebut pemakaian kapur barus dan kemenyan sebagai bahan
ramuan. Mengenai hasil-hasil perdagangan dari Indonesia, sebuah naskah kuno India hanya menyebut
kayu gaharu dan kayu cendana yang berasal dari negeri asing. Kemudian kitab Raghuvamsa kira-kira
tahun 400 Masehi memeriksa cengkeh lavanga yang banyak dicari pedagang India berasal dari
dwipantara, yang maksudnya adalah kepulauan Indonesia.
Orang-orang India yang ber-kedudukan sebagai pedagang perantara mengambil barang-barang
hasil per-dagangan Asia Tenggara dan diangkut ke India. Selanjutnya pedagang-pedagang India dan Arab
membawanya ke Timur Tengah dan Asia Barat untuk diteruskan ke Laut Tengah menuju Eropa.
Perdagangan internasional India ditujukan ke Asia Barat termasuk Timur Tengah sudah berlangsung
semenjak lama, dan mulai abad pertama Masehi Asia Tenggara menjadi bagian dari perdagangan
internasional India, di mana Indonesia termasuk di dalamnya. Dari beberapa keterangan terdapat kesan
bahwa orang-orang Asia Tenggara sudah ada yang tiba di India. Apakah orang-orang Indonesia sudah
ikut serta di dalamnya, masih belum jelas, tetapi kemungkinannya besar sekali terutama mengingat
nenek moyang Indonesia adalah pelaut-pelaut yang ulung.
Barus tak terpisahkan dengan ekspor perdagangannya, kapur barus dan kemenyan. Daerah-
daerah lain juga menjadi terkenal dengan hasil perdagangannya yang utama yang menandai ciri khas
daerah bersangkutan. Seperti kepulauan Maluku misalnya dengan rempah-rempahnya, kepulauan Nusa
Tenggara dengan kayu cendananya, atau predikat yang disandang Majapahit dan Mataram sebagai
pengekspor beras. Jadi sejak abad ke-2 Masehi, setidak-tidaknya Barus sudah merupakan sebuah kota
pantai, tempat mengumpulkan kapur barus dan
Artikel
HISTORISME Edisi Khusus Lustrum J. Fachruddin Daulay
Edisi No. 21Tahun XAgustus 2005 kemenyan, sekaligus sebagai pelabuhan yang
membarternya. Dengan demikian Barus telah tumbuh dan berkembang menjadi pusat dan bandar
perdagangan terkemuka di bagian barat Indonesia. Hingga saat itu belum tercatat adanya kota-kota
pelabuhan lain di Indonesia berkedudukan sebagai pusat perdagangan. Artinya, Barus merupakan bandar
perdagangan pertama dan yang tertua di Nusantara.
Jika bukan karena Ptolomeus, lama sekali baru diperoleh keterangan mengenai Barus. Setelah
keterangan Ptolomeus, keterangan mengenai Barus barulah ditemukan pada abad ke-7, berasal dari
sumber Cina, itu pun tidak menyebutkan secara langsung nama Barus, kecuali perdagangan kapur
barus dan kemenyan dari Sumatera, dalam kaitan ini tentulah yang dimaksudkan Barus. Sumber-sumber
Arab menyusul pada abad ke-9. Ibn Chord Hadhbeh menyebut Balus maksudnya Barus, tahun 846.
Kemudian tahun 851, seorang Arab lainnya bernama Suleman menyebut Fansur dekat Barus beberapa
sumber menuliskan Barus mempersamakannya dengan Fansur, terkadang dieja dengan Pansur, atau
Panchur. Ibn Bathutah ada pula mencatat Cakola = Angkola, tahun 1345.
Dari catatan-catatan Cina maupun Arab yang disebutkan, tetap menyisakan pertanyaan, apakah
sampai abad ke-9 orang-orang Cina, Arab, dan India, benar-benar telah mengunjungi Barus, masih belum
jelas. Kecuali sekitar abad ke-10 ada bukti yang memberikan kesan bahwa para pedagang dari Timur
Tengah secara langsung telah mendatangi pantai barat Sumatera untuk mencari kapur barus dan kemenyan.
Orang-orang Eropa berikutnya kecuali Tome Pires seperti Nicola Di Conti 1449, Advardus
Barbosa 1516, De Barros 1563, dan Beaulieu 1622, pada umumnya meriwayatkan tanah Batak.
3. Orang-Orang Tamil di Barus