3.8 Kerangka Operasional
Gambar 3.1Kerangka Operasional
Penentuan sasaran dan informan penelitian
Informan Utama: bidan, dokter, perawat di puskesmas
PONED Kencong
Wawancara mendalam dengan menggunakan interview guide, dokumentasi hasil rekaman atau tulisan dari wawancara mendalam dan triangulasi dengan sumber data
melalui wawancara Informan  tambahan:  bidan,
dokter SpOG di Rumah Sakit Balung  dan Rumah Sakit
PONEK
Penyusunan instrumen penelitian, panduan wawancara interview guide Informan
Kunci: penentu
kebijakan sistem
rujukan berjenjang
di Dinas
Kesehatan Jember.
Hasil Evaluasi Sesuai dengan regionalisasi rujukan
52
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada  bab  ini  akan  dibahas  mengenai  hasil  penelitan  dan  pembahasan dari hasil penelitian setelah dilakukan pengumpulan data dari bulan Oktober
2012  di Puskemas Kencong.  Dari  kegiatan  penelitian  didapat  hasil  sebagai berikut :
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Gambaran Puskemas Kencong
Puskemas Kencong terletak  di  Jalan  Kartini  No.  149  di  wilayah  Desa Wonorejo Kecamatan Kencong. Puskemas Kencong berada di dataran rendah
yang  berbatasan  dengan  Kecamatan  Umbulsari  sebelah  utara,  Kecamatan Gumukmas  sebelah  timur  dan  selatan  dan  Kecamatan  Jombang  sebelah
barat. Puskemas Kencong berdiri  di  atas  tanah  seluas  3229  m²  dengan  luas
bangunan  696  m². Puskemas Kencong memiliki  wilayah  kerja  seluas  41,88 km²  serta  memiliki  2  desa  yaitu  Desa Kencong Desa Kencong dan  Desa
Kutoarjo  dan  Desa  Wonorejo.  dan  Jumlah  penduduk Puskemas Kencong sekitar 41.737 orang.
4.1.2. Visi, Misi dan Motto Puskemas Kencong
1. Visi Puskemas Kencong Puskemas Kencong memiliki visi sebagai berikut :
Menjadi  unit  pelayanan kesehatan  berkualitas  dan  profesional yang berbasis pada kepuasan pelanggan.
2. Misi Puskemas Kencong Puskemas Kencong memiliki misi sebagai berikut :
a.
Memberikan  pelayanan  kesehatan  yang  berkualitas  dan terjangkau oleh masyarakat.
b.
Memberikan  pelayanan  kesehatan  secara  profesional  dan bertanggung jawab.
c.
Meningkatkan sumber daya dan sumber daya manusia yang berkesinambungan.
d.
Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. 3. Motto Puskemas Kencong
Berikut ini adalah Motto dari Puskemas Kencong : Kami Sigap, Pasien mantap. Kami Siaga, Pasien Terjaga.
4.1.3 Pelayanan Medis secara Umum di Puskemas Kencong
Puskemas Kencong menerapkan  sistem  pelayanan manajemen mutu ISO 9001 : 2008 dengan kebijakan mutu sebagai berikut :
a.
Berperan aktif dan konsisten dalam menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008.
b.
Meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan
secara berkesinambungan.
c.
Memberikan layanan kesehatan secara efektif dan efisien.
d.
Mengutamakan kepuasan pelanggan dan profesionalisme kerja.
e.
Berperan  aktif  dan  konsisten  dalam  memenuhi  persyaratan perundang-undangan yang berlaku.
Puskemas Kencong memiliki  2  jenis  jasa  pelayanan  medis  yang meliputi :
1. Jasa  pelayanan  medis perorangan antara  lain  loket,  BP  umum, kamar  obat,  UGD,  KIA    KB    imunisasi,  BP  gigi,  laboratorium,
rawat inap, kamar bersalin dan pojok gizi 2. Jasa  pelayanan  medis  kesehatan  masyarakat antara  lain  usaha
kesehatan  sekolah,  usaha  kesehatan  jiwa,  usaha  kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan
4.1.4 Jumlah Tenaga Medis dan Nonmedis di Puskemas Kencong
Berikut  ini  jumlah  tenaga  medis  dan  nonmedis  yang  berada  di Puskemas Kencong baik  tenaga  PNS,  PTT,  Honorer  dan  Pegawai
Kontrak :
1. Pegawai Negeri Sipil PNS a. Dokter Umum
: 2 orang b. Dokter Gigi
: 1 orang c. Perawat
: 6 orang d. Bidan
: 6 orang e. Gizi
: 1 orang f.
Analis : 1 orang
g. Sanitarian : 1 orang
h. Sopir : 1 orang
i. Tenaga Umum
: 14 orang 2. Pegawai Tidak Tetap PTT
a. Perawat : - orang
b. Bidan : 2 orang
3. Pegawai Honorer a. Perawat
: 11 orang b. Bidan
: 17 orang c. Tenaga Umum
: 10 orang d. Petugas Kebersihan
: 5 orang e. Ass. Apoteker
: 1 orang 4. Pegawai Kontrak
a. SatPol PP : 1 orang
4.1.5 Prosedur Pelayanan Medis di Kamar Bersalin Puskemas Kencong
Prosedur ini digunakan sebagai acuan dalam pelayanan rawat inap di  kamar  bersalin  mulai  dari  pasien  datang,  perawatan  sampai  dengan
pasien  pulang  dari  kamar  bersalin Puskemas Kencong termasuk pelayanan perawatan bayi normal dan layanan rujukan.
a.
Penerimaan Pasien Menerima  pendaftaran  pasien  dari  UGD  atau  dari  unit  pelayanan
KIA kemudian mempersilahkan pasien ke kamar bersalin.
b.
Pemeriksaan Bidan melakukan anamnese kepada pasien, melakukan pemeriksaan
fisik,  melakukan  pencatatan  hasil  pemeriksaan  dan  melakukan pemeriksaan laboratorium.
c.
Menegakkan diagnosa dan menentukan rencana tindakan Bidan menentukan apa pasien sudah inpartu apa belum, menentukan
diagnose serta rencana tindakan dan konsultasi dokter atau merujuk pasien ke rumah sakit bila ditemukan penyulit
d.
Observasi
e.
Tindakan dan terapi
f.
Perawatan
g.
Rujukan eksternal
h.
Pemulangan pasien
i.
Pembayaran
j.
Pencatatan dan pelaporan
k.
Rekaman mutu
l.
Dokumen terkait
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Identifikasi Pelaksana Rujukan
Menurut  Sugiyono  2008:67 menyebutkan  bahwa  karakteristik informan utama  merupakan  salah  satu  penentu  perilaku  seseorang. Faktor  karakteristik
meliputi usia informan, lama bekerja, pendidikan, pengetahuan informan tentang sistem  rujukan  yang  berhubungan  dengan  proses  pelaksanaan  sistem  rujukan
berjenjang kasus  kegawatdaruratan  kebidanan  dan neonatal pada  program
Jampersal di Puskemas Kencong tahun 2012. Informan dalam penelitian ini antara lain:
a. Karakteristik Informan Kunci
Informan kunci  dalam  penelitian  ini  adalah  kepala Seksi Kesehatan Rujukan  Dinas  Kesehatan  Kabupaten  Jember  dengan  pendidikan  terakhir  adalah
S2. Lama bekerja infroman kunci yaitu 22 tahun. Informan kunci dalam penelitian
ini  menjadi  penanggung  jawab  seluruh  kegiatan  yang  berhubungan  dengan pemberian layanan kesehatan rujukan yang berada di wilayah kabupaten Jember.
b. Karakteristik Informan Utama: Informan utama  dalam  ini  adalah  6  orang  bidan, 1  perawat, 1  dokter  umum
dalam  hal  ini  sebagai  pengambil keputusan  dalam  merujuk  ibu  dan  bayi  serta penentu  tempat  rujukan.
Berdasarkan  wawancara  mendalam, diperoleh
karakteristik informan utama sebagai berikut:
1
SS SS berusia 56 tahun dengan pendidikan terakhir adalah D3 kebidanan dan PNS
masa kerja 36 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai kepala poli KIAKesehatan Ibu Dan Anak
2
YA YA berusia 40 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 20
tahun, peran  dan  tanggung  jawab  di Puskemas Kencong sebagai  bidan koordinator
3
LLk LLK  berusia  45  tahun  dengan  pendidikan  D3  kebidanan  dan PNS masa  kerja
25 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai kepala poli MTBSManajemen Terpadu Balita Sakit
4
JM JM berusia  38  tahun  dengan  pendidikan  program  bidan bidan  B dan PNS
masa kerja 16 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai koordinator imunisasi.
5
YKL YKL berusia 41 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa  kerja
21  tahun. Peran  dan  tanggung  jawab  sebagai  bidan  kepala  kamar  bersalin  di Puskemas Kencong dan sebagai bagian dari tim PONED.
6
NN NN berusia 34 tahun dengan pendidikan D3 keperawatan dan PNS masa kerja
14 tahun. Peran  dan  tanggung  jawab  sebagai  kepala  ruangan  rawat  inap di Puskemas Kencong dan termasuk bagian dari tim PONED.
7
YN YN  berusia 39 tahun  beliau  dengan  pendidikan  dokter  umum  dan PNS masa
kerja 14 tahun. Peran dan tanggung jawab sebagai dokter ke dua di Puskemas Kencong dan beliau juga termasuk bagian dari tim PONED.
8
YY YY berusia 30 tahun  beliau  dengan  pendidikan  D3  kebidanan  dan PNS masa
kerja 8 tahun. Peran dan tanggung sebagai pemegang wilayah Desa Wonorejo yang merupakan wilayah kerja Puskemas Kencong.
c. Karakteristik Informan Tambahan :
Informan tambahan yang di gunakan dalam penelitian ini, yakni antara lain individu  yang  memiliki  hubungan  dengan  bidan  pelaksana  rujukan  dan  sebagai
pelaksana  di  tempat  rujukan  yang  diberikan  pelimpahan  pasien  dengan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal:
1
SA SA  berusia  41  tahun  dengan  pendidikan  terakhir  D4  kebidanan.  Sebagai
kepala ruang kamar bersalin Rumah sakit PONEK dr Soebandi dengan masa kerja 25 tahun.
2
IN IN  berusia  45 tahun  dengan  pendidikan  terakhir  D3  kebidanan.  Sebagai
kepala  ruangan  kamar  bersalin  Rumah  sakit Kelas  C Balung  dengan  masa kerja tahun 19 tahun
Identifikasi karakteristik  pelaksana  rujukan yang  meliputi  umur,  masa kerja,  pendidikan,  pengetahuan  dan  ketersediaan  SDM  tim  PONED Puskemas
Kencong,  ketersediaan  SDM  di  Rumah  Sakit  tempat  rujukan  seperti  yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Umur atau usia informan
Hasil  penelitian  menyebutkan  bahwa delapan informasi  utama,informan tambahan  dan  informan  kunci termasuk  dalam  usia  34 – 56  tahun.  Keseluruhan
usia informan utama  menggambarkan  bahwa  usia  bidan,  perawat  dokter yang telah senior dan matang. Dengan usia yang dimiliki tersebut menunjukkan  bahwa
informan utama  memiliki  kematangan  berfikir  dan  bertindak  yang  semakin  baik yang  digunakan  dikarenakan  bertambahnya  pengalaman dan  wawasan  yang
dimiliki  tentang  sistem  rujukan  berjenjang.  Oleh  karena  itu,  berdasarkan  hasil penelitian  tersebut  dapat  dikatakan  bahwa  umur  seseorang  memiliki  pengaruh
atau hubungan yang kuat terhadap tingkat pengetahuan atau wawasan, dan tingkat kematangan berfikir dalam bersikap maupun bertindak.
b. Lama Kerja
Berdasarkan hasil penelitian, lama kerja informan rata-rata di atas 10 tahun. Hal  itu  menunjukkan  bahwa  pengabdian  dan  pengalaman informan terhadap
pelaksanaan  sistem  rujukan  berjenjang  sudah  memiliki  tingkat  pemahaman yang tinggi.  Oleh  karena  itu,  lama  kerja informan memberikan  pengalaman informan
tentang penanganan pasien yang akan dirujuk ke rumah sakit Kelas C balung dan RS PONEK dr Soebandi untuk mendapatkan pelayanan yang maksimal.
c. Pendidikan
Berdasarkan  hasil  penelitian  dapat  diketahui  bahwa  sebagian  besar  latar belakang  pendidikan  yang  dimiliki  oleh informan utama  adalah  pendidikan  D3
kebidanan.  Informan utama  yang  berlatarbelakang  pendidikan  D3  kebidanan sebanyak 6 orang  dan  berpendidikan  sebagai  dokter  berjumlah  satu  orang dan
pendidikan  D3  keperawatan  satu  orang.  Hal  itu  menunjukkan  bahwa  pendidikan informan dapat mempengaruhi  pengetahuan  dan pemahaman seorang pasien
tentang  sistem  rujukan  berjenjang  kasus  kegawatdaruratan  kebidanan  dan neonatal pada program Jampersal di Puskemas Kencong tahun 2012
d. Pengetahuan Pelaksana  Rujukan Tentang  Sistem  Regionalisasi  Rujukan
Jember Selatan. Hal  ini  dapat  dibuktikan  melalui  kutipan  wawancara  mendalam  dengan
beberapa informan utama berikut ini: “Biasanya  pasien  datang  yang  dirujuk  dari  wilayah  atau  datang  sendiri
ditangani dulu kemudian dimasukkan ke ruangan neonatal. Kemudian setelah itu mendapatkan  penanganan intensif.  Untuk  penanganan  rujukan  di  Puskemas
bagian  Jember  Selatan  terlebih  dahulu  di  rujuk  di  RSUD  Balung  baru  kemudian dirujuk ke rumah sakit PONEK yaitu RS. Soebandi”.NN,IU.
“Sistem rujukan itu ke RSU Balung baru ke RS PONEK” LLK ,IU. “Proses  rujukan  itu  ke  RSUD  Balung  baru  kemudian  ke  rumah  sakit
PONEK” JM,IU. “Jember terbagi menjadi tiga wilayah kalau Jember Selatan dirujuk ke RSUD
Balung, Jember wilayah Timur ke Rumah Sakit Kalisat dan Jember bagianTengah ke RS Patrang. Kalau untuk Jember Selatan untuk kasus kebidananan di rujuk ke
RSUD Balung sedangkan kasus neonatal ke RS PONEK” YKL,IU. Berdasarkan  hasil  wawancara  dengan  informan  menjelaskan  bahwa  sistem
rujukan berjenjang Jember bagian selatan terlebih dahulu di rujuk ke RSD Balung kemudian  di  rujuk  ke  RSUD  PONEK. Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa
pengetahuan  informan  tentang sistem  rujukan  berdasarkan  sistem  regionalisasi yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan telah memahami dan mampu menjelaskan
sistem  rujukan  dengan  sistem  regionalisasi  yang  ada.  Berdasarkan  kedelapan informan  utama  semua  memahami  sistem rujukan  yang  berdasarkan  sistem
regionalisasi Jember Selatan dari RSD Balung sampai ke rumah sakit PONEK.
e. Ketersediaan SDM tim PONED Puskemas Kencong dan di RS Rujukan
SDM yang tersedia di Puskemas PONED Kencong meliputi 1 orang dokter, 1 orang  bidan  dan  1  orang  Perawat  yang  sudah  mendapat  pelatihan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal, karena  keterbatasan  SDM  maka pada saat penanganan kasus kegawatdaruratan tim PONED tidak semuanya bisa hadir.
Kadang hanya ada bidan dan perawat, atau dokter dan bidan. Hal itu dimaksudkan
dapat  memaksimalkan  pelayanan  dalam  sistem  rujukan  yang  diberikan  untuk pasien dalam kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Hal ini didukung dengan
hasil wawancara dengan beberapa informan: “Dalam  proses  rujukan,  tim PONED  siaga  dalam  melayani  pasien  kok”
JM,IU. “ya..siaga  di  RSUD  balung  ada  dokter,  bidan  dan  perawat  yang  bersedia
melayani pasien yang telah dirujuk” IN, IT.
“Menurut saya, tim PONED siaga kok mau memberikan pelayanan untuk pasien yang dirujuk”NN,IU.
“Ya..siaga tim PONEDnya jadi tidak kwatir pasti terlayani” LLK,IU. “Ya...ada  pasien  kagawatdaruratan  tim  PONED  siap.Tetapi  masalah
kelangkapan  kadang-kadang  hanya  bidan  dan  perawat  atau  dokter  ama perawat”YKL,IU.
“ya..ada kok bidan, perawat dan dokterrnya” YY,IU.
Hasil jawaban informan menyebutkan bahwa di Puskemas PONED Kencong untuk  dokter,  perawat  dan  bidan belum  lengkap untuk  melayani  pasien.  Hal  ini
didukung dari wawancara berikut: “Untuk  dokter  spesialis  kandungan  dan  dokter  spesialis anak  masih  belum
menetap  dan  masih  pinjaman serta  ada  MUO  dari  Unair  Surabaya  sehingga kurang  ada  ketersediaan  dokter  spesialis  kandungan  dan  dokter  spesialis
anak”IN,IT.
“Ada..dokter spesialis tetapi belum menetap dan senantiasa ada” Dr YN,IU. “ya..tapi  kadang-kadang  di  RSUD  Balung  tidak  ada  dokter  spesialis
kandungannya”JM,IU.
“Kalau  di  Balung  ada  tetapi  belum  siaga  24  jam,  jadi  di  rujuk  ke  RS PONEK”LLK, IU
“Kalau di RSUD Balung dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak belum  siap  24  jam  tetapi  kalau  di  rumah  sakit  PONEK  sudah  siap  sehingga
penangganan lebih mudah dilakukan di RS PONEK” YKL,IU.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dijelaskan di Puskesmas PONED Kencong  sudah  ada  dokter,  bidan  dan  perawat  yang  sudah  dilatih  tetapi  tim
PONED  ini  tidak  selalu lengkap jika  ada  kasus  kegawatdaruratan.  Kadang  kala, apabila ada kasus kegawatdaruratan maternal hanya ada bidan, perawat atau bidan
dan  dokter  saja.  Sedangkan di RSD  Balung sudah  siap dokter  jaga,  bidan  dan perawat yang siaga  untuk  meyalani  pasien  kegawatdaruratan maternal.  Namun
untuk kasus maternal dan neonatal, tenaga dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak tidak siaga, karena dokter spesialis hanya ada pada waktu  tertentu
ada dan belum menetap. Keterbatasan ketersediaan Sumber Daya Manusia SDM menghambat  pelaksanaan  sistem  rujukan  berjenjang.  Dalam  hal  ini  berdasarkan
kedelapan informan menyatakan bahwa pada rumah sakit Kelas C Balung belum adanya kesiagaan  SDM  seperti  dokter  Dokter  Spesialis  Kebidanan  dan  Dokter
Spesialis  Anak.  Hal  itu  membuat  seringkali  bidan,  perawat,  dokter  di  Puskemas PONED Kencong melakukan rujukan langsung ke rumah sakit PONEK.
4.2.2 Metode Rujukan Dengan Jenis Klasifikasi Kasus Yang Akan Di Rujuk Berdasarkan  hasil  wawancara  dengan informan utama,  sebagian  besar
informan mengerti tentang klasifikasi kasus kegawat daruratan yang perlu dirujuk ke RS Kelas C Balung maupun RS PONEK.
“ya,  yang  perlu  dilakukan  rujukan berdasarkan  skor  Poedji  Rochjati kegawatdaruratan yang segera ditangani” YKL,IU .
“ya, skor Poedji Rochjati tinggi, dirujuk”LLK,IU. “sesuai dengan kasus pasien” NN,IU.
“yang dirujuk apabila skor Poedji Rochjati’ YY,IU. Hasil  wawancara  dengan informan menunjukkan  kasus  kegawat  daruratan
yang perlu dirujuk apabila skor Poedji Rochjati tinggi.
Selain  itu,  pembedaan  kasus  kegawatdaruratan  juga  penting  diketahui  oleh bidan  dalam  pemberian  rujukan  baik  kasus emergency ataupun  kasus elektif.
Berdasarkan  hasil  wawancara  dengan informan menunjukkan  bahwa informan mengetahui tentang klasisfikasi kasus kegawatdaruratan yang diperlukan tindakan
merujuk. Rujukan  dalam  kondisi  optimal  dan  tepat  waktu  ke  fasilitas rujukanfasilitas  yang  memiliki  sarana  lebih  lengkap,  diharapkan  mampu
menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dijelaskan :
:”Ya..saya  mengerti  kasus emergency dan elektif.  Kalau emergency kan langsung ditangani sedangkan elektif direncanakan Dr YN,IU.
“ya  mengerti  kasusnya  untuk  dirujuk. Emergency segera  ditangani  kalau elektif direncanakan” LLK,IU.
“”ya  mengerti,  yang  dimaksud  kasus  kegawatdaruratan emergency untuk segera  ditangani  karena  mengancam  keselamatan  pasien  dan elektif
direncanakan dan tidak mengancam keselamatan jiwa “ YKL,IU.
“ya  pasti  mengerti  lah  kasus emergency yaitu  gawatdarurat  dan elektif yaitu tidak berbahaya” YA,IU.
“ya,,tahu kasus kasus emergency dan elektif” JM,IU. “ya saya tahu perbedaan kedua kasus tersebut, kalo emergency harus cepat
ditangani kalau elektif sudah terencana” NN,IU. Hasil  wawancara  tersebut  menunjukkan  dalam  pemberian  rujukan  kepada
pasien,  bidan  harus  mampu  membedakan  jenis  kasus  kegawatdaruratan  yang bersifat emergency atau elektif.  Hal  itu  sangat  penting  dilakukan  dalam  rangka
pemberian  rujukan  kepada  pasien.  Pada  kasus  terencana  elektif,  kasus  telah direncanakan  jauh  hari  sebelum  jadwal  melahirkan  dengan  mempertimbangkan
keselamatan ibu maupun janin. Berdasarkan perbedaan kasus yang segera dirujuk, maka bidan juga mampu
menentukan  rumah  sakit  yang  menjadi  rujukan.  Ada  perbedaan  dalam menentukan  Rumah  Sakit  tempat  rujukan  antara  kasus  kebidanan  dan neonatal.
Berdasarkan  hasil  wawancara  menunjukkan  bahwa  perbedaan  tempat  rujukan
biasnya  tergantung  kasus  yang  terjadi  pada  pasien.  Hal  itu  didukung  oleh  hasil wawancara sebagai berikut.
“kalau kasus kebidanan dirujuk ke RSUD Balung tetapi kalau kasus neonatal dirujuk ke RS PONEK” YKL, IU.
“kalau  dirujuk  ke  RSUD  Balung  untuk  kasus  kebidanan  saja  tetapi  kalau neonatal saya rujuk ke RS PONEK karena lebih lengkap” NN, IU.
“kalau pasien memilih RS Kelas C di balung karena dekat tetapi kalau kasus berat ke RS PONEK karena peralatan lebih lengkap”YY, IU.
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tempat rujukan sesuai dengan kasus yang ditangani. Jika ibu bersalinBBL dirujuk ketempat yang
tidak  sesuai  maka  mereka  akan  kehilangan kesempatan yang  sangat  berharga untuk  menangani  komplikasi  yang  dapat  mengancam  keselamatan  jiwa  mereka
pada  saat  ibu  melakukan  kunjungan antenatal, pelaksana  rujukan akan  selalu berupaya  dan  meminta  bekerja  sama dengan baik  dari  suamikeluarga  ibu  untuk
mendapatkan  layanan  terbaik  dan  bermanfaat  bagi  kesehatan  ibu  dan  bayinya, termasuk kemungkinan perlunya upaya rujukan.
4.2.3 Waktu Jarak Tempuh Dalam Pelaksanaan Rujukan Menuju Ke Rumah Sakit Sebagai Fasilitas Rujukan.
. Berdasarkan  hasil  wawancara  menunjukkan  bahwa  waktu  yang  diperlukan
mulai pasien  dirujuk  sampai  ke  fasilitas  kesehatan  tempat  rujukan  dan  pasien tertangani dengan baik adalah sebagai berikut;
“kalau  RSUD  Balung  memerlukan  20  menit  dari  Puskemas Kencong dan pasien  dari  UGD  ke  kamar  bersalin  15  menit  sedangkan  RS  Patrang
perjalanannya 1 jam  dan  dari  UGD  ke  kamar  bersalin  5  menit  karena letaknya berdekatan” LLK, IU.
“kalau  di  Balung  45  menit  perjananan  sampai  pasien  berada  di  kamar bersalin tetapi  kalau  RS  PONEK dr  Soebandi  1  jam  perjalanannya  dan  di
UGD kurang dari 5 menit kemudian di kamar bersalin” YN, IU.
Hasil  tersebut  menggambarkan  bahwa  waktu  yang  diperlukan  penanganan pasien di RS kelas C Balung berbeda dengan RS PONEK. Hasil wawancara ada
perbedaan waktu dan alur penanganan pasien di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK menunjukkan bahwa:
“Kalau di rujuk ke RSUD Balung waktunya cepat dan jaraknya lebih dekat, tetapi  masih  terbatas  fasilitas,  kalau  RS PONEK  agak  jauh  tetapi  langsung
penanganan pasien dapat di atasi” YA, IU
“Kalau  RSUD  Balung  hanya  butuh waktu  transportasi  20  menit  tetapi kalau RS Soebandi jaraknya jauh tetapi fasilitas lengkap”YKL, IU.
“kalau  dirujuk  ke  Balung  deket  tetapi  kadang  kadang  tidak  segera ditangani, sedangkan kalau RS PONEK jauh tetapi segera ditangani” NN,
IU.
“kalau ke RSUD Balung cuman 20 menit tetapi kalau RS PONEK bisa 1,5 jam perjalanan”YY, IU.
Hasil  wawancara  tersebut  menunjukkan  bahwa  waktu  yang  diperlukan untuk  merujuk  ke  rumah  sakit kelas C  Balung  lebih  cepat  dibandingkan  dengan
rumah  sakit  PONEK.  Akan  tetapi  karena  adanya  perbedaan  fasilitas  meskipun lebih  jauh  merujuk  ke  RS  PONEK  dilakukan  untuk  mendapatkan  penanganan
langsung  kepada  pasien.  Beberapa  hal  yang  harus  diperhatikan  dalam  merujuk kasus  gawat  darurat  meliputi  stabilisasi  penderita,  tatacara  merujuk dalam
transportasi,  penderita  harus  didampingi  oleh  tenaga  kesehatan  yang  terlatih  dan surat  rujukan.  Keterlambatan  rujukan  ibu  bersalin  dengan  komplikasi  dan  proses
rujukan  yang  tidak  sesuai  dengan  tatalaksana  rujukan  dapat  mengakibatkan kondisi ibu bersalin dan bayinya dalam keadaan yang lebih kritis sewaktu tiba di
rumah sakit rujukan, sehingga penyelamatan ibu dan bayi semakin sulit dilakukan, Selain  hal  tersebut  keterlambatan  proses  rujukan  seringkali  menyebabkan
kematian  ibu  dan  bayinya  oleh  karena  itu  penanganan  harus  mempertimbangkan waktu yang tepat dan cepat.
4.2.4 Proses  Pengambilan  Keputusan  Dalam  Pelaksanaan  Rujukan  Kasus Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Program Jampersal
Dalam  penentuan  RS  rujukan  ada  beberapa  faktor  yang  berkaitan dalam proses pengambilan keputusan rujukan. Prinsip dalam menentukan tempat rujukan
adalah  fasilitas  pelayanan  yang  mempunyai  kewenangan  dan  terdekat  termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan
penderita. Pelaksana  rujukan dalam  menentukan keputusan RS tempat  rujukan kadang  mengalami perbedaan  dengan apa yang  diinginkan  oleh  pasien  dengan
kondisi yang dialaminya. Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara: “ya, kadang-kadang  bidan  merujuk  di  RS  PONEK  Jember,  pasien  minta
dirujuk ke Lumajang”NN, IU. “berbeda,  pasien  minta  ke  Balung  sedangkan  kondisi  mengkhawatirkan
bidan merujuk ke RS PONEK” YKL, IU. “ya..kadang-kadang  keinginan  pasien  berbeda  dengan  RS  yang  dirujuk.
Mungkin mengingat waktu dan biaya”YA, IU. “ada  bedanya  kadang-kadang  pasien  ingin  dirujuk  di  Balung,  tapi  bidan
cenderung ke RS PONEK mengingat kasus pasien”YY, IU. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa dalam proses pengambilan
keputusan  sering  kali  terjadi  perbedaan  dalam  menentukan  rumah  sakit  rujukan. Hal itu mengingat dalam pengambilan keputusan rujukan, kondisi pasien menjadi
pertimbangan utama sehingga perlu dilakukan pemberian rujukan yang benar. Selain itu, bidan dalam mendapatkan informasi tempat rujukan layak atau
tidak layak dijadikan tempat rujukan telah berdasarkan informasi dari pihak lain. Hal ini didukung dengan hasil wawancara sebagai berikut.
“Dapat informasi dari teman-teman bidan yang lain’ NN, IU. “Tempat  rujukan  diinformasikan  teman-teman,  jadi  kalau  RSUD  Balung
kurang fasilitas makanya dirujuk di RS PONEK” YA, IU. “Pengalaman merujuk, cerita pasien tentang RS rujukan” JM, IU.
“Informasi  dari  teman-teman bidan,  kalau  di  Balung  belum  lengkap  jadi langsung dirujuk ke RS PONEK” YKL, IU.
“informasi  dari pasien,  teman-teman dan  RS sendiri  tentang  pelayanan yang diberikan sehingga saya jadikan rujukan”SS, IU.
Hasil wawancara tersebut menunjukkan dalam menentukan tempat rujukan bidan  berdasarkan  informasi  sesama  bidan  lain,  pengalaman rujukan  atau  dari
cerita pasien yang sudah pernah dirawat di rumah sakit rujukan. Oleh karena itu, dalam  penentuan  keputusan  diperlukan  tempat  yang  benar-benar  mampu
menangani  pasien.  Ada  yang  merujuk  ke  RS kelas C  Balung  dan  ada  yang langung ke RS PONEK dengan pertimbangan kelengkapan fasilitas dan kesiagaan
SDM. Selain  itu,  dalam  proses  penentukan  rumah  sakit  rujukan  didasari
pertimbangan  informasi  tentang  pelayanan  yang  tidak  memuaskan  pada  pasien dengan  Jampersal di  Rumah  Sakit  Balung  dan  Rumah  Sakit  PONEK.  Hasil
wawancara  tentang  kepuasan  pasien  didukung  dengan hasil  wawancara  sebagai berikut
“ya  saya  pernah  mendengar  bahwa  ada  pasien  yang  tidak  puas  dengan pelayanan  RS  PONEK.  Bahkan  ada  kasus  waktu  ibu  dan  anak  dalam
keadaan tidak stabil malah ada yang sampai dirawat selama 2 hari” YKL, IU.
“banyak  yang mengeluh di Balung rumit dan kurang cepat ditangani, lain dengan di RS PONEK cepat ditanganai”SS, IU.
“Kalau  di  Balung  cukup  puas  tetapi  kalau  di  RS  PONEK  sangat  puas” JM, IU.
“dengar kalau di Balung banyak pasien komplain” JM, IU. Hasil  wawancara  tersebut  menunjukkan  bahwa  di  rumah  sakit Kelas  C
Balung  seringkali  bidan  mendapatkan  informasi  ketidakpuasan  pasien  terhadap pelayanan  yang  di  berikan  dibandingkan  di  RS  PONEK.  Hal  itu  dikarenakan
ketersediaan  SDM  terbatas,  fasilitas  kurang  lengkap  sehingga  sering  dirujuk  ke RS PONEK dr Soebandi.
Dalam  menentukan  proses  rujukan,  bidan  mengevaluasi  pilihan  terkait dengan  tempat  rujukan  sesuai  dengan manfaaat  yang  diharapkan.  Sesuai  dengan
hasil wawancara berikut; “ya..tempat rujukan di evaluasi supaya sesuai dengan yang diharapkan”J
M, IU “ya, dilakukan evaluasi untuk referensi rujukan berikutnya”SS, IU.
“Benar,  harus  ada  evaluasi  supaya manfaat  yang  diberikan  sesuai  dengan pasien”YA, IU.
“ya..dievaluasi” YY, IU. ‘Saya
selalu mengevaluasi  terkait  dengan  tempat  rujukan  untuk
keselamatan pasien supaya tidak terjadi kematian” YKL, IU. Berdasarkan  hasil  wawancara  menunjukkan  bahwa  hasil  evaluasi  terhadap
tempat  rujukan  perlu  dilakukan  agar supaya  memperoleh  tempat  rujukan  yang tepat dan bermanfaat bagi pasien.
Pertimbangan  dalam  pengambilan  keputusan  rujukan  juga  dilihat  dari pelaksana rujukan  bidan,  dokter,  perawat yang  merasa  puas  dengan  pelayanan
yang  diberikan di Rumah  Sakit  Balung  dan Rumah  Sakit  PONEK.  Hal  ini didasarkan pendapat informan mengenai kepuasan terhadap Rumah Sakit Balung
dan Rumah Sakit PONEK “puas, di Balung cukup puas di RS PONEK sangat puas” Dr YN, IU.
“ya puas tetapi kalau di Balung kadang-kadang ada komplain”JM, IU. ‘Di  RSUD  Balung  sedikit  kurang  memuaskan  tetapi  di  RS  PONEk  lebih
puas” YKL, IU . “di Balung kurang puas tetapi di RS PONEK puas karena fasilitas lengkap
dan dr spesialias ada”YA, IU. “Puas meskipun lebih puas di RS PONEK” SS, IU.
“ya puas tetapi lebih memuaskan pelayanan di RS PONEK” YY, IU.
Hasil  wawancara  tersebut  menunjukkan  pelayanan  untuk  kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal lebih memuaskan di RS PONEK karena
adanya  kesiapan  dr.  spesialis  dan  fasilitas  selain  itu,  birokrasi  tidak  serumit  di RSUD  Balung.  Akan  tetapi  kepuasan  yang  dicapai  di  Rumah  Sakit  PONEK
memang sesuai dengan fasilitas yang ada dalam melayani pasien. Berdasarkan  hasil  wawancara  tersebut  dapat  dijelaskan  pada  rumah  sakit
Kelas C Balung dokter spesialis belum siaga 24 jam. Oleh karena itu, apabila ada kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal lebih  sering di  rujuk  ke  rumah
sakit  PONEK.  Hal  itu  dimaksudkan  pasien agar diberikan  pelayanan dan penangan yang lebih cepat.  Dalam  proses  rujukan,  harus  ada  yang  memberi
keputusan  dalam  menentukan  tempat  rujukan.  Hasil  penelitian  menyebutkan bahwa  pemberian  keputusan  rujukan  dapat  dilakukan  oleh  bidan  senior,  dokter
dan  perawat  senior. Hal  ini  didukung  oleh  hasil  wawancara  dengan  beberapa informan:
“yang memutuskan bidan senior” JM,IU.
“Bidan  piket  jaga  senior,  bidan  mengarahkan  kepada  kepala  keluarga dimana tempat rujukan yang akan dituju”LLK.IU.
“Bidan jaga, atau bidan senior yang sudah PNS” YKL.IU..
“Bidan jaga, perawat dan dokter jaga yang menangani pasien” YY.IU.
“Bidan baik bidan jaga dan perawat yang ada”YN,IU.
“Bidan jaga tetapi kemudian diinformasikan kepada kepala keluarga mau di rujuk di rumah sakit mana” YY,IU.
4.2.5 Proses  pelaksanaan  dalam  rujukan berjenjang  yang  dimulai  dari  tingkat Puskesmas PONED hingga Rumah Sakit PONEK
Proses dalam pelaksanaan sistem rujukan berjenjang harus dilakukan dengan SOP  dan  langkah  yang  benar.  Hasil  wawancara  menjelaskan  proses  pelaksanaan
dalam rujukan berjenjang sebagai berikut. “ya..merujuk pada SOP seperti Baksoku, sebelum dirujuk dilayani dulu sesuai
dengan kasus pasien dengan standar yang benar” JM, IU. “pada pelaksanaan sistem rujukan,kami sesuai dengan standar SOP dan sesuai
dengan ceklist” YKL, IU “ya..sesuai dengan SOP kok”YY, IU.
“ya ..harus melayani dulu pasien yang datang sebelum dirujuk”LLK, IU “Kami sudah merujuk sesuai dengan SOP” SS, IU.
Hasil  wawancara  tersebut  menunjukkan  bahwa informan dalam  melakukan sistem rujukan berjenjang telah sesuai dengan SOP yang diperlukan. Oleh karena
itu, bidan diperlukan pemahaman tentang SOP dalam merujuk pasien antara lain dengan  stabilisasi  pasien  dulu misalnya  bilamana  ada  pendarahan  tidak  boleh
langsung  dikirim  tetapi  harus  dihentikan  dulu  pendarahannya. Contohnya  jika pasien shock dilakukan  perbaikan  keadaan  umumnya  supaya  ada  upaya  untuk
penyelamatan pasien sehingga adanya pengurangan risiko dari kematian. 4.2.6
Evaluasi Pelaksanaan
rujukan Rujukan
Berjenjang Berdasarkan
Regionalisasi Tempat Rujukan Wilayah Jember Selatan Akibat  dari  penumpukan  jumlah  pasien  di  satu  rumah  sakit  PONEK  sejak
adanya program Jampersal di harapkan bagi pelaksana rujukan untuk menerapkan rujukan berjenjang sesuai dengan regionalisasi rujukan namun pada kenyataannya
belum  dilaksanakan dengan baik,  pemilihan  tempat  rujukan  yang  tidak  rasional, seringnya terjadi keterlambatan dalam merujuk sehingga menyebabkan penderita
meninggal  sebelum  mendapat  penanganan dan tindakan  pra  rujukan sering diabaikan. Oleh  karena  itu,  sistem  regionalisasi  diterapkan  untuk  mengatasi
permasalahan-permasalahan tersebut.
Oleh  karena  itu,  dasar dibuatnya  kesepakatankebijakan  sistem  regionalisasi rujukan menurut informan kunci LL, IK  menyatakan bahwa :
“Dasar  kesepakatan  sistem  regionalisasi  dibuat  di  Kabupaten  Jember  ingin menindaklanjuti..adanya  keluhan  dari  RS  dr  Soebandi  Jember  karena
terjadinya  penumpukan  jumlah  pasien  bersalin  di  era  Jampersal  akibat  dari banyaknya  rujukan  dari Puskemas non  PONED  dan Puskemas PONED  di
banding dari RS kelas C.....”
Hasil  wawancara  informan  kunci  juga  dipertegas  dengan  jawaban informan utama:
“ya..sistem  regionalisasi  yang  ada  bisa  berjalan  dengan  baik  dan  penting dilakukan  supaya  pasien  tidak menumpuk  di RS  dr  Soebandi  Jember ”
JM,IU. “bagus,  adanya  sistem  regionalisasi bisa  mengurangi  penumpukan  pasien  di
RS dr Soebandi Jember” YKL, IU. “sistem regionalisasi sangat perlu supaya memperlancar sistem rujukan”YY,
IU. Berdasarkan  hasil
wawancara  tersebut  menunjukkan  bahwa  sistem regionalisasi  sistem  rujukan  dilakukan  untuk  dapat  mengatasi  beberapa
permasalahan  dan  penumpukan  pasien  di  rumah  sakit PONEK  dr  Soebandi sebagai  tempat rujukan. Dengan  diterapkannya  sistem  regionalisasi  rujukan
Jember  bagian  selatan  menunjukkan  bahwa  pelaksana  rujukan  puskesmas Kencong sudah melaksanakan sesuai  yaitu rujukan ke RSUD kelas C kemudian
baru ke RSUD dr.Sebandi walaupun kadang kala pelaksana rujukan di puskesmas Kencong  masih  melaksanakan  rujukan  langsung  ke  RSU  PONEK.  Hal  ini
menunjukkan  ketidak  sesuaian  dengan  sistem  regionalisasi  rujukan  Jember selatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama bahwa permasalahan yang  banyak  terjadi  dalam  proses  sistem  rujukan adalah  kurangnya  tenaga  SDM
di rumah  sakit  rujukan.  Hal  itu  dikarenakan  jumlah  dan  jenis  SDM  kesehatan tertentu, supply berlebihan  akan  tetapi  daya  serap  terbatas.  Seperti  yang  telah
disampaikan  diatas  bahwa  rumah  sakit  bukan  hanya  membutuhkan  kuantitas
tenaga  kesehatan  akan  tetapi  diperlukan  juga  kualitas  yang  baik  dari  tenaga kesehatan  tersebut  agar  roda  pelayanan  dapat  berjalan  dengan  baik.  Sementara
permasalahan  saat  ini,  walaupun  banyak  jumlah  tenaga  kesehatan  yang  ada, kualitas atau kompetensi menjadi dipertanyakan sehingga rumah sakit mengalami
kesulitan  dalam  proses  orientasi  dan  memerlukan  pengajaran  yang  lebih  intensif agar memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien.
Selain  itu kekurangan supply khususnya  dokterdokter  spesialisdrg sehingga  harus  merangkap  pekerjaan  dibeberapa  pelayanan  kesehatanRS.
Sulitnya  mencari  tenaga  kesehatan  apalagi  berdasarkan  peraturan  saat  ini  yang membatasi dokter hanya berpraktek di 3 rumah sakit.
Hasil wawancara dengan informan kunci menjelaskan: “Selama  ini  sudah  ada  perencanaan  SDM  terutama  penempatan  dokter-
dokter spesialis itu di rumah sakit dimana saja dokter spesialis praktek. Dan sekarang  ini  akan  dibuat  aturan  bahwa  setiap  rumah  sakit  sesuai  dengan
undang-undang  2009  harus  ada dokter Spesialis.  Hal  ini  bertujuan  untuk pemetaan bagi  rumah  sakit  sehingga  dr  spesialis  tidak  menumpuk  di  salah
satu rumah sakit saja”LL, IK. Hal itu juga dipertegas oleh wawancara dengan informan utama:
“kalau SDMnya bagus maka akan timbul rasa puas bagi pelaksana rujukan maupun dari pasien yang di rujuk ”J M, IU
“penting ditingkatkan sumber daya manusia di rumah sakit PONEK karena sebagai pusat rujukan dan ketersediaan tenaga ahli”SS, IU.
Hal itu menunjukkan bahwa meskipun perencanaan SDM sudah ada dalam rangka  mengotimalkan  pemerataan  SDM  akan  dilakukan  pembagian  dokter
spesialis  untuk  setiap  rumah  sakit  supaya  dapat  melayani  dengan  cepat  dan pelaksanaan  sistem  regionalisasi  optimal.  Selain  itu,  kapasitas  SDM  diupayakan
terus untuk ditingkatkan lewat pendidikan formal atau pelatihan. Pelaksanaan  sistem  regionalisasi  rujukan  perlu  dilakukan  evaluasi-evaluasi
untuk dapat dijalankan dengan benar. Menurut informna kunci menjelaskan:
“Evaluasi  sudah  kita  lakukan  bersama-bersama  dengan  rumah  sakit pemerintah  dan  swasta  dan  kita  telah  melakukannya  pada  tingkat  propinsi
serta  dinas  kesehatan  terkait  untuk  kebijakan  menurukan  angka  kematian ibu dan anak”LL, IK.
Berdasarkan  hasil  wawancara  menunjukkan  bawa  selama  ini  evaluasi pelaksanaan  sistem  regionalisasi  sudah  dilakukan mulai  dari tingkat  kabupaten
dan  tingkat  provinsi.  Evaluasi  tersebut  dilakukan  untuk  menentukan  kebijakan penurunan angka kematian ibu dan anak.
Setelah  dilakukan  evaluasi  ada  tindak  lanjut  yang  harus dilakukan  oleh dinas terkait sehubungan dengan pelaksanaan sistem regionalisasi sistem rujukan
berjenjang di Jember Selatan. Menurut informan menyatakan: “Tindak lanjut sudah dilakukan setelah pertemuan-pertemuan itu, dan sudah
ada kesepakatan akan dibuat forum komunikasi sistem rujukan bukan hanya nanti  dibuat  jejaring  rujukan  bukan  hanya  regionalisasi  tetapi  juga  jejaring
antara Puskemas dan  rumah  sakit  yang  dibagi  misalkan  rumah  sakit Puskemas wilayah selatan dirujuk dengan rumah sakit Balung sehingga ada
rujukan  timbal  balik  bukan  hanya  hanya Puskemas yang  merujuk  tetapi rumah sakit memberikan informasi dan pembinaan dari rumah sakit sebagai
jejaring sehingga tindakan-tindakan pra  rujukan dilakukan dan ada transfer pengetahuan dari Puskemas selain itu perencanaan-perencanaan tahun 2013
dibuat  untuk  merencanakan  terutama  untuk  farum  komunikasi  sistem rujukan” LL IK.
Berdasarkan  hasil  wawancara  menunjukkan  bahwa  selama  ini  sudah  ada tindak  lanjut  antara Puskemas,  rumah  sakit  dan  dinas  kesehatan  terkait  dengan
sistem  regionalisasi. Adapun  hasil  pelaksanaan  regionalisasi  rujukan  Jember selatan  berdasarkan  laporan  PONED  tahun  2012  menunjukkan  peningkatan
jumlah  pasien  yang  di  rujuk  ke  RSUD  kelas  C. Hal  ini  didukung  dengan  hasil wawancara dengan informan utama.
“Hasil pelaksanaan rujukan dari Puskesmas Kencong sudah sesuai dengan sistem regionalisasi rujukan dimana selama bulan Januari sampai Oktober
2012  pasien  yang  dirujuk  ke  RSUD  Kelas  C  Balung  sebanyak    50  orang sedangkan pasien yang dirujuk ke RSUD PONEK sebanyak 41 orang. Hal
ini sudah menunjukkan adanya penurunan jumlah rujukan ke rumah sakit PONEK” YKL, IU
Perkembangan jumlah  pasien yang  dirujuk  ke  RSD Balung  sudah mengalami peningkatan dan selisih sedikit dengan jumlah pasien yang dirujuk ke
RSU  PONEK  dr  Soebandi di  bandingkan sebelum  di  terapkannya  regionalisasi rujukan  Jember  selatan. Kondisi  ini  menunjukkan bahwa  penerapan  rujukan
berjenjang mulai  di  rasakan  manfaatnya  bagi  pelaksana  rujukan  di  Puskesmas Kencong.
Implementasi  tindak  lanjutnya dengan  membentuk  forum  komunikasi sistem  rujukan  antara rumah  sakit  dan Puskemas sehingga  dapat  memberikan
pelayanan secara  optimal.  Hal  ini  bisa  terwujud  apabila  sistem  rujukan  adalah sistem  yang  dikelola  secara  strategis,  proaktif,  pragmatif  dan  koordinatif  untuk
menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi
baru  lahir,  dimanapun  mereka  bearada  dan  berasal  dari  golongan  ekonomi manapun  agar  dapat  dicapai  peningkatan  derajat  kesehatan  dan neonatal di
wilayah mereka berada.
4.3 Pembahasan