Kerangka Operasional Hasil Penelitian .1 Identifikasi Pelaksana Rujukan

3.8 Kerangka Operasional

Gambar 3.1Kerangka Operasional Penentuan sasaran dan informan penelitian Informan Utama: bidan, dokter, perawat di puskesmas PONED Kencong Wawancara mendalam dengan menggunakan interview guide, dokumentasi hasil rekaman atau tulisan dari wawancara mendalam dan triangulasi dengan sumber data melalui wawancara Informan tambahan: bidan, dokter SpOG di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK Penyusunan instrumen penelitian, panduan wawancara interview guide Informan Kunci: penentu kebijakan sistem rujukan berjenjang di Dinas Kesehatan Jember. Hasil Evaluasi Sesuai dengan regionalisasi rujukan 52 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitan dan pembahasan dari hasil penelitian setelah dilakukan pengumpulan data dari bulan Oktober 2012 di Puskemas Kencong. Dari kegiatan penelitian didapat hasil sebagai berikut : 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Gambaran Puskemas Kencong Puskemas Kencong terletak di Jalan Kartini No. 149 di wilayah Desa Wonorejo Kecamatan Kencong. Puskemas Kencong berada di dataran rendah yang berbatasan dengan Kecamatan Umbulsari sebelah utara, Kecamatan Gumukmas sebelah timur dan selatan dan Kecamatan Jombang sebelah barat. Puskemas Kencong berdiri di atas tanah seluas 3229 m² dengan luas bangunan 696 m². Puskemas Kencong memiliki wilayah kerja seluas 41,88 km² serta memiliki 2 desa yaitu Desa Kencong Desa Kencong dan Desa Kutoarjo dan Desa Wonorejo. dan Jumlah penduduk Puskemas Kencong sekitar 41.737 orang.

4.1.2. Visi, Misi dan Motto Puskemas Kencong

1. Visi Puskemas Kencong Puskemas Kencong memiliki visi sebagai berikut : Menjadi unit pelayanan kesehatan berkualitas dan profesional yang berbasis pada kepuasan pelanggan. 2. Misi Puskemas Kencong Puskemas Kencong memiliki misi sebagai berikut : a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. b. Memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan bertanggung jawab. c. Meningkatkan sumber daya dan sumber daya manusia yang berkesinambungan. d. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. 3. Motto Puskemas Kencong Berikut ini adalah Motto dari Puskemas Kencong : Kami Sigap, Pasien mantap. Kami Siaga, Pasien Terjaga.

4.1.3 Pelayanan Medis secara Umum di Puskemas Kencong

Puskemas Kencong menerapkan sistem pelayanan manajemen mutu ISO 9001 : 2008 dengan kebijakan mutu sebagai berikut : a. Berperan aktif dan konsisten dalam menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008. b. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara berkesinambungan. c. Memberikan layanan kesehatan secara efektif dan efisien. d. Mengutamakan kepuasan pelanggan dan profesionalisme kerja. e. Berperan aktif dan konsisten dalam memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku. Puskemas Kencong memiliki 2 jenis jasa pelayanan medis yang meliputi : 1. Jasa pelayanan medis perorangan antara lain loket, BP umum, kamar obat, UGD, KIA KB imunisasi, BP gigi, laboratorium, rawat inap, kamar bersalin dan pojok gizi 2. Jasa pelayanan medis kesehatan masyarakat antara lain usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan jiwa, usaha kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan

4.1.4 Jumlah Tenaga Medis dan Nonmedis di Puskemas Kencong

Berikut ini jumlah tenaga medis dan nonmedis yang berada di Puskemas Kencong baik tenaga PNS, PTT, Honorer dan Pegawai Kontrak : 1. Pegawai Negeri Sipil PNS a. Dokter Umum : 2 orang b. Dokter Gigi : 1 orang c. Perawat : 6 orang d. Bidan : 6 orang e. Gizi : 1 orang f. Analis : 1 orang g. Sanitarian : 1 orang h. Sopir : 1 orang i. Tenaga Umum : 14 orang 2. Pegawai Tidak Tetap PTT a. Perawat : - orang b. Bidan : 2 orang 3. Pegawai Honorer a. Perawat : 11 orang b. Bidan : 17 orang c. Tenaga Umum : 10 orang d. Petugas Kebersihan : 5 orang e. Ass. Apoteker : 1 orang 4. Pegawai Kontrak a. SatPol PP : 1 orang

4.1.5 Prosedur Pelayanan Medis di Kamar Bersalin Puskemas Kencong

Prosedur ini digunakan sebagai acuan dalam pelayanan rawat inap di kamar bersalin mulai dari pasien datang, perawatan sampai dengan pasien pulang dari kamar bersalin Puskemas Kencong termasuk pelayanan perawatan bayi normal dan layanan rujukan. a. Penerimaan Pasien Menerima pendaftaran pasien dari UGD atau dari unit pelayanan KIA kemudian mempersilahkan pasien ke kamar bersalin. b. Pemeriksaan Bidan melakukan anamnese kepada pasien, melakukan pemeriksaan fisik, melakukan pencatatan hasil pemeriksaan dan melakukan pemeriksaan laboratorium. c. Menegakkan diagnosa dan menentukan rencana tindakan Bidan menentukan apa pasien sudah inpartu apa belum, menentukan diagnose serta rencana tindakan dan konsultasi dokter atau merujuk pasien ke rumah sakit bila ditemukan penyulit d. Observasi e. Tindakan dan terapi f. Perawatan g. Rujukan eksternal h. Pemulangan pasien i. Pembayaran j. Pencatatan dan pelaporan k. Rekaman mutu l. Dokumen terkait 4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Identifikasi Pelaksana Rujukan Menurut Sugiyono 2008:67 menyebutkan bahwa karakteristik informan utama merupakan salah satu penentu perilaku seseorang. Faktor karakteristik meliputi usia informan, lama bekerja, pendidikan, pengetahuan informan tentang sistem rujukan yang berhubungan dengan proses pelaksanaan sistem rujukan berjenjang kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal pada program Jampersal di Puskemas Kencong tahun 2012. Informan dalam penelitian ini antara lain: a. Karakteristik Informan Kunci Informan kunci dalam penelitian ini adalah kepala Seksi Kesehatan Rujukan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dengan pendidikan terakhir adalah S2. Lama bekerja infroman kunci yaitu 22 tahun. Informan kunci dalam penelitian ini menjadi penanggung jawab seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pemberian layanan kesehatan rujukan yang berada di wilayah kabupaten Jember. b. Karakteristik Informan Utama: Informan utama dalam ini adalah 6 orang bidan, 1 perawat, 1 dokter umum dalam hal ini sebagai pengambil keputusan dalam merujuk ibu dan bayi serta penentu tempat rujukan. Berdasarkan wawancara mendalam, diperoleh karakteristik informan utama sebagai berikut: 1 SS SS berusia 56 tahun dengan pendidikan terakhir adalah D3 kebidanan dan PNS masa kerja 36 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai kepala poli KIAKesehatan Ibu Dan Anak 2 YA YA berusia 40 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 20 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai bidan koordinator 3 LLk LLK berusia 45 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 25 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai kepala poli MTBSManajemen Terpadu Balita Sakit 4 JM JM berusia 38 tahun dengan pendidikan program bidan bidan B dan PNS masa kerja 16 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai koordinator imunisasi. 5 YKL YKL berusia 41 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 21 tahun. Peran dan tanggung jawab sebagai bidan kepala kamar bersalin di Puskemas Kencong dan sebagai bagian dari tim PONED. 6 NN NN berusia 34 tahun dengan pendidikan D3 keperawatan dan PNS masa kerja 14 tahun. Peran dan tanggung jawab sebagai kepala ruangan rawat inap di Puskemas Kencong dan termasuk bagian dari tim PONED. 7 YN YN berusia 39 tahun beliau dengan pendidikan dokter umum dan PNS masa kerja 14 tahun. Peran dan tanggung jawab sebagai dokter ke dua di Puskemas Kencong dan beliau juga termasuk bagian dari tim PONED. 8 YY YY berusia 30 tahun beliau dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 8 tahun. Peran dan tanggung sebagai pemegang wilayah Desa Wonorejo yang merupakan wilayah kerja Puskemas Kencong. c. Karakteristik Informan Tambahan : Informan tambahan yang di gunakan dalam penelitian ini, yakni antara lain individu yang memiliki hubungan dengan bidan pelaksana rujukan dan sebagai pelaksana di tempat rujukan yang diberikan pelimpahan pasien dengan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal: 1 SA SA berusia 41 tahun dengan pendidikan terakhir D4 kebidanan. Sebagai kepala ruang kamar bersalin Rumah sakit PONEK dr Soebandi dengan masa kerja 25 tahun. 2 IN IN berusia 45 tahun dengan pendidikan terakhir D3 kebidanan. Sebagai kepala ruangan kamar bersalin Rumah sakit Kelas C Balung dengan masa kerja tahun 19 tahun Identifikasi karakteristik pelaksana rujukan yang meliputi umur, masa kerja, pendidikan, pengetahuan dan ketersediaan SDM tim PONED Puskemas Kencong, ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukan seperti yang dijelaskan sebagai berikut: a. Umur atau usia informan Hasil penelitian menyebutkan bahwa delapan informasi utama,informan tambahan dan informan kunci termasuk dalam usia 34 – 56 tahun. Keseluruhan usia informan utama menggambarkan bahwa usia bidan, perawat dokter yang telah senior dan matang. Dengan usia yang dimiliki tersebut menunjukkan bahwa informan utama memiliki kematangan berfikir dan bertindak yang semakin baik yang digunakan dikarenakan bertambahnya pengalaman dan wawasan yang dimiliki tentang sistem rujukan berjenjang. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa umur seseorang memiliki pengaruh atau hubungan yang kuat terhadap tingkat pengetahuan atau wawasan, dan tingkat kematangan berfikir dalam bersikap maupun bertindak. b. Lama Kerja Berdasarkan hasil penelitian, lama kerja informan rata-rata di atas 10 tahun. Hal itu menunjukkan bahwa pengabdian dan pengalaman informan terhadap pelaksanaan sistem rujukan berjenjang sudah memiliki tingkat pemahaman yang tinggi. Oleh karena itu, lama kerja informan memberikan pengalaman informan tentang penanganan pasien yang akan dirujuk ke rumah sakit Kelas C balung dan RS PONEK dr Soebandi untuk mendapatkan pelayanan yang maksimal. c. Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh informan utama adalah pendidikan D3 kebidanan. Informan utama yang berlatarbelakang pendidikan D3 kebidanan sebanyak 6 orang dan berpendidikan sebagai dokter berjumlah satu orang dan pendidikan D3 keperawatan satu orang. Hal itu menunjukkan bahwa pendidikan informan dapat mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman seorang pasien tentang sistem rujukan berjenjang kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal pada program Jampersal di Puskemas Kencong tahun 2012 d. Pengetahuan Pelaksana Rujukan Tentang Sistem Regionalisasi Rujukan Jember Selatan. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan wawancara mendalam dengan beberapa informan utama berikut ini: “Biasanya pasien datang yang dirujuk dari wilayah atau datang sendiri ditangani dulu kemudian dimasukkan ke ruangan neonatal. Kemudian setelah itu mendapatkan penanganan intensif. Untuk penanganan rujukan di Puskemas bagian Jember Selatan terlebih dahulu di rujuk di RSUD Balung baru kemudian dirujuk ke rumah sakit PONEK yaitu RS. Soebandi”.NN,IU. “Sistem rujukan itu ke RSU Balung baru ke RS PONEK” LLK ,IU. “Proses rujukan itu ke RSUD Balung baru kemudian ke rumah sakit PONEK” JM,IU. “Jember terbagi menjadi tiga wilayah kalau Jember Selatan dirujuk ke RSUD Balung, Jember wilayah Timur ke Rumah Sakit Kalisat dan Jember bagianTengah ke RS Patrang. Kalau untuk Jember Selatan untuk kasus kebidananan di rujuk ke RSUD Balung sedangkan kasus neonatal ke RS PONEK” YKL,IU. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan menjelaskan bahwa sistem rujukan berjenjang Jember bagian selatan terlebih dahulu di rujuk ke RSD Balung kemudian di rujuk ke RSUD PONEK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan tentang sistem rujukan berdasarkan sistem regionalisasi yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan telah memahami dan mampu menjelaskan sistem rujukan dengan sistem regionalisasi yang ada. Berdasarkan kedelapan informan utama semua memahami sistem rujukan yang berdasarkan sistem regionalisasi Jember Selatan dari RSD Balung sampai ke rumah sakit PONEK. e. Ketersediaan SDM tim PONED Puskemas Kencong dan di RS Rujukan SDM yang tersedia di Puskemas PONED Kencong meliputi 1 orang dokter, 1 orang bidan dan 1 orang Perawat yang sudah mendapat pelatihan kegawatdaruratan maternal dan neonatal, karena keterbatasan SDM maka pada saat penanganan kasus kegawatdaruratan tim PONED tidak semuanya bisa hadir. Kadang hanya ada bidan dan perawat, atau dokter dan bidan. Hal itu dimaksudkan dapat memaksimalkan pelayanan dalam sistem rujukan yang diberikan untuk pasien dalam kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Hal ini didukung dengan hasil wawancara dengan beberapa informan: “Dalam proses rujukan, tim PONED siaga dalam melayani pasien kok” JM,IU. “ya..siaga di RSUD balung ada dokter, bidan dan perawat yang bersedia melayani pasien yang telah dirujuk” IN, IT. “Menurut saya, tim PONED siaga kok mau memberikan pelayanan untuk pasien yang dirujuk”NN,IU. “Ya..siaga tim PONEDnya jadi tidak kwatir pasti terlayani” LLK,IU. “Ya...ada pasien kagawatdaruratan tim PONED siap.Tetapi masalah kelangkapan kadang-kadang hanya bidan dan perawat atau dokter ama perawat”YKL,IU. “ya..ada kok bidan, perawat dan dokterrnya” YY,IU. Hasil jawaban informan menyebutkan bahwa di Puskemas PONED Kencong untuk dokter, perawat dan bidan belum lengkap untuk melayani pasien. Hal ini didukung dari wawancara berikut: “Untuk dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak masih belum menetap dan masih pinjaman serta ada MUO dari Unair Surabaya sehingga kurang ada ketersediaan dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak”IN,IT. “Ada..dokter spesialis tetapi belum menetap dan senantiasa ada” Dr YN,IU. “ya..tapi kadang-kadang di RSUD Balung tidak ada dokter spesialis kandungannya”JM,IU. “Kalau di Balung ada tetapi belum siaga 24 jam, jadi di rujuk ke RS PONEK”LLK, IU “Kalau di RSUD Balung dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak belum siap 24 jam tetapi kalau di rumah sakit PONEK sudah siap sehingga penangganan lebih mudah dilakukan di RS PONEK” YKL,IU. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dijelaskan di Puskesmas PONED Kencong sudah ada dokter, bidan dan perawat yang sudah dilatih tetapi tim PONED ini tidak selalu lengkap jika ada kasus kegawatdaruratan. Kadang kala, apabila ada kasus kegawatdaruratan maternal hanya ada bidan, perawat atau bidan dan dokter saja. Sedangkan di RSD Balung sudah siap dokter jaga, bidan dan perawat yang siaga untuk meyalani pasien kegawatdaruratan maternal. Namun untuk kasus maternal dan neonatal, tenaga dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak tidak siaga, karena dokter spesialis hanya ada pada waktu tertentu ada dan belum menetap. Keterbatasan ketersediaan Sumber Daya Manusia SDM menghambat pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Dalam hal ini berdasarkan kedelapan informan menyatakan bahwa pada rumah sakit Kelas C Balung belum adanya kesiagaan SDM seperti dokter Dokter Spesialis Kebidanan dan Dokter Spesialis Anak. Hal itu membuat seringkali bidan, perawat, dokter di Puskemas PONED Kencong melakukan rujukan langsung ke rumah sakit PONEK. 4.2.2 Metode Rujukan Dengan Jenis Klasifikasi Kasus Yang Akan Di Rujuk Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama, sebagian besar informan mengerti tentang klasifikasi kasus kegawat daruratan yang perlu dirujuk ke RS Kelas C Balung maupun RS PONEK. “ya, yang perlu dilakukan rujukan berdasarkan skor Poedji Rochjati kegawatdaruratan yang segera ditangani” YKL,IU . “ya, skor Poedji Rochjati tinggi, dirujuk”LLK,IU. “sesuai dengan kasus pasien” NN,IU. “yang dirujuk apabila skor Poedji Rochjati’ YY,IU. Hasil wawancara dengan informan menunjukkan kasus kegawat daruratan yang perlu dirujuk apabila skor Poedji Rochjati tinggi. Selain itu, pembedaan kasus kegawatdaruratan juga penting diketahui oleh bidan dalam pemberian rujukan baik kasus emergency ataupun kasus elektif. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa informan mengetahui tentang klasisfikasi kasus kegawatdaruratan yang diperlukan tindakan merujuk. Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukanfasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dijelaskan : :”Ya..saya mengerti kasus emergency dan elektif. Kalau emergency kan langsung ditangani sedangkan elektif direncanakan Dr YN,IU. “ya mengerti kasusnya untuk dirujuk. Emergency segera ditangani kalau elektif direncanakan” LLK,IU. “”ya mengerti, yang dimaksud kasus kegawatdaruratan emergency untuk segera ditangani karena mengancam keselamatan pasien dan elektif direncanakan dan tidak mengancam keselamatan jiwa “ YKL,IU. “ya pasti mengerti lah kasus emergency yaitu gawatdarurat dan elektif yaitu tidak berbahaya” YA,IU. “ya,,tahu kasus kasus emergency dan elektif” JM,IU. “ya saya tahu perbedaan kedua kasus tersebut, kalo emergency harus cepat ditangani kalau elektif sudah terencana” NN,IU. Hasil wawancara tersebut menunjukkan dalam pemberian rujukan kepada pasien, bidan harus mampu membedakan jenis kasus kegawatdaruratan yang bersifat emergency atau elektif. Hal itu sangat penting dilakukan dalam rangka pemberian rujukan kepada pasien. Pada kasus terencana elektif, kasus telah direncanakan jauh hari sebelum jadwal melahirkan dengan mempertimbangkan keselamatan ibu maupun janin. Berdasarkan perbedaan kasus yang segera dirujuk, maka bidan juga mampu menentukan rumah sakit yang menjadi rujukan. Ada perbedaan dalam menentukan Rumah Sakit tempat rujukan antara kasus kebidanan dan neonatal. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa perbedaan tempat rujukan biasnya tergantung kasus yang terjadi pada pasien. Hal itu didukung oleh hasil wawancara sebagai berikut. “kalau kasus kebidanan dirujuk ke RSUD Balung tetapi kalau kasus neonatal dirujuk ke RS PONEK” YKL, IU. “kalau dirujuk ke RSUD Balung untuk kasus kebidanan saja tetapi kalau neonatal saya rujuk ke RS PONEK karena lebih lengkap” NN, IU. “kalau pasien memilih RS Kelas C di balung karena dekat tetapi kalau kasus berat ke RS PONEK karena peralatan lebih lengkap”YY, IU. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tempat rujukan sesuai dengan kasus yang ditangani. Jika ibu bersalinBBL dirujuk ketempat yang tidak sesuai maka mereka akan kehilangan kesempatan yang sangat berharga untuk menangani komplikasi yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka pada saat ibu melakukan kunjungan antenatal, pelaksana rujukan akan selalu berupaya dan meminta bekerja sama dengan baik dari suamikeluarga ibu untuk mendapatkan layanan terbaik dan bermanfaat bagi kesehatan ibu dan bayinya, termasuk kemungkinan perlunya upaya rujukan. 4.2.3 Waktu Jarak Tempuh Dalam Pelaksanaan Rujukan Menuju Ke Rumah Sakit Sebagai Fasilitas Rujukan. . Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan mulai pasien dirujuk sampai ke fasilitas kesehatan tempat rujukan dan pasien tertangani dengan baik adalah sebagai berikut; “kalau RSUD Balung memerlukan 20 menit dari Puskemas Kencong dan pasien dari UGD ke kamar bersalin 15 menit sedangkan RS Patrang perjalanannya 1 jam dan dari UGD ke kamar bersalin 5 menit karena letaknya berdekatan” LLK, IU. “kalau di Balung 45 menit perjananan sampai pasien berada di kamar bersalin tetapi kalau RS PONEK dr Soebandi 1 jam perjalanannya dan di UGD kurang dari 5 menit kemudian di kamar bersalin” YN, IU. Hasil tersebut menggambarkan bahwa waktu yang diperlukan penanganan pasien di RS kelas C Balung berbeda dengan RS PONEK. Hasil wawancara ada perbedaan waktu dan alur penanganan pasien di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK menunjukkan bahwa: “Kalau di rujuk ke RSUD Balung waktunya cepat dan jaraknya lebih dekat, tetapi masih terbatas fasilitas, kalau RS PONEK agak jauh tetapi langsung penanganan pasien dapat di atasi” YA, IU “Kalau RSUD Balung hanya butuh waktu transportasi 20 menit tetapi kalau RS Soebandi jaraknya jauh tetapi fasilitas lengkap”YKL, IU. “kalau dirujuk ke Balung deket tetapi kadang kadang tidak segera ditangani, sedangkan kalau RS PONEK jauh tetapi segera ditangani” NN, IU. “kalau ke RSUD Balung cuman 20 menit tetapi kalau RS PONEK bisa 1,5 jam perjalanan”YY, IU. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk merujuk ke rumah sakit kelas C Balung lebih cepat dibandingkan dengan rumah sakit PONEK. Akan tetapi karena adanya perbedaan fasilitas meskipun lebih jauh merujuk ke RS PONEK dilakukan untuk mendapatkan penanganan langsung kepada pasien. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merujuk kasus gawat darurat meliputi stabilisasi penderita, tatacara merujuk dalam transportasi, penderita harus didampingi oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan surat rujukan. Keterlambatan rujukan ibu bersalin dengan komplikasi dan proses rujukan yang tidak sesuai dengan tatalaksana rujukan dapat mengakibatkan kondisi ibu bersalin dan bayinya dalam keadaan yang lebih kritis sewaktu tiba di rumah sakit rujukan, sehingga penyelamatan ibu dan bayi semakin sulit dilakukan, Selain hal tersebut keterlambatan proses rujukan seringkali menyebabkan kematian ibu dan bayinya oleh karena itu penanganan harus mempertimbangkan waktu yang tepat dan cepat. 4.2.4 Proses Pengambilan Keputusan Dalam Pelaksanaan Rujukan Kasus Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Program Jampersal Dalam penentuan RS rujukan ada beberapa faktor yang berkaitan dalam proses pengambilan keputusan rujukan. Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita. Pelaksana rujukan dalam menentukan keputusan RS tempat rujukan kadang mengalami perbedaan dengan apa yang diinginkan oleh pasien dengan kondisi yang dialaminya. Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara: “ya, kadang-kadang bidan merujuk di RS PONEK Jember, pasien minta dirujuk ke Lumajang”NN, IU. “berbeda, pasien minta ke Balung sedangkan kondisi mengkhawatirkan bidan merujuk ke RS PONEK” YKL, IU. “ya..kadang-kadang keinginan pasien berbeda dengan RS yang dirujuk. Mungkin mengingat waktu dan biaya”YA, IU. “ada bedanya kadang-kadang pasien ingin dirujuk di Balung, tapi bidan cenderung ke RS PONEK mengingat kasus pasien”YY, IU. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa dalam proses pengambilan keputusan sering kali terjadi perbedaan dalam menentukan rumah sakit rujukan. Hal itu mengingat dalam pengambilan keputusan rujukan, kondisi pasien menjadi pertimbangan utama sehingga perlu dilakukan pemberian rujukan yang benar. Selain itu, bidan dalam mendapatkan informasi tempat rujukan layak atau tidak layak dijadikan tempat rujukan telah berdasarkan informasi dari pihak lain. Hal ini didukung dengan hasil wawancara sebagai berikut. “Dapat informasi dari teman-teman bidan yang lain’ NN, IU. “Tempat rujukan diinformasikan teman-teman, jadi kalau RSUD Balung kurang fasilitas makanya dirujuk di RS PONEK” YA, IU. “Pengalaman merujuk, cerita pasien tentang RS rujukan” JM, IU. “Informasi dari teman-teman bidan, kalau di Balung belum lengkap jadi langsung dirujuk ke RS PONEK” YKL, IU. “informasi dari pasien, teman-teman dan RS sendiri tentang pelayanan yang diberikan sehingga saya jadikan rujukan”SS, IU. Hasil wawancara tersebut menunjukkan dalam menentukan tempat rujukan bidan berdasarkan informasi sesama bidan lain, pengalaman rujukan atau dari cerita pasien yang sudah pernah dirawat di rumah sakit rujukan. Oleh karena itu, dalam penentuan keputusan diperlukan tempat yang benar-benar mampu menangani pasien. Ada yang merujuk ke RS kelas C Balung dan ada yang langung ke RS PONEK dengan pertimbangan kelengkapan fasilitas dan kesiagaan SDM. Selain itu, dalam proses penentukan rumah sakit rujukan didasari pertimbangan informasi tentang pelayanan yang tidak memuaskan pada pasien dengan Jampersal di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK. Hasil wawancara tentang kepuasan pasien didukung dengan hasil wawancara sebagai berikut “ya saya pernah mendengar bahwa ada pasien yang tidak puas dengan pelayanan RS PONEK. Bahkan ada kasus waktu ibu dan anak dalam keadaan tidak stabil malah ada yang sampai dirawat selama 2 hari” YKL, IU. “banyak yang mengeluh di Balung rumit dan kurang cepat ditangani, lain dengan di RS PONEK cepat ditanganai”SS, IU. “Kalau di Balung cukup puas tetapi kalau di RS PONEK sangat puas” JM, IU. “dengar kalau di Balung banyak pasien komplain” JM, IU. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa di rumah sakit Kelas C Balung seringkali bidan mendapatkan informasi ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang di berikan dibandingkan di RS PONEK. Hal itu dikarenakan ketersediaan SDM terbatas, fasilitas kurang lengkap sehingga sering dirujuk ke RS PONEK dr Soebandi. Dalam menentukan proses rujukan, bidan mengevaluasi pilihan terkait dengan tempat rujukan sesuai dengan manfaaat yang diharapkan. Sesuai dengan hasil wawancara berikut; “ya..tempat rujukan di evaluasi supaya sesuai dengan yang diharapkan”J M, IU “ya, dilakukan evaluasi untuk referensi rujukan berikutnya”SS, IU. “Benar, harus ada evaluasi supaya manfaat yang diberikan sesuai dengan pasien”YA, IU. “ya..dievaluasi” YY, IU. ‘Saya selalu mengevaluasi terkait dengan tempat rujukan untuk keselamatan pasien supaya tidak terjadi kematian” YKL, IU. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa hasil evaluasi terhadap tempat rujukan perlu dilakukan agar supaya memperoleh tempat rujukan yang tepat dan bermanfaat bagi pasien. Pertimbangan dalam pengambilan keputusan rujukan juga dilihat dari pelaksana rujukan bidan, dokter, perawat yang merasa puas dengan pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK. Hal ini didasarkan pendapat informan mengenai kepuasan terhadap Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK “puas, di Balung cukup puas di RS PONEK sangat puas” Dr YN, IU. “ya puas tetapi kalau di Balung kadang-kadang ada komplain”JM, IU. ‘Di RSUD Balung sedikit kurang memuaskan tetapi di RS PONEk lebih puas” YKL, IU . “di Balung kurang puas tetapi di RS PONEK puas karena fasilitas lengkap dan dr spesialias ada”YA, IU. “Puas meskipun lebih puas di RS PONEK” SS, IU. “ya puas tetapi lebih memuaskan pelayanan di RS PONEK” YY, IU. Hasil wawancara tersebut menunjukkan pelayanan untuk kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal lebih memuaskan di RS PONEK karena adanya kesiapan dr. spesialis dan fasilitas selain itu, birokrasi tidak serumit di RSUD Balung. Akan tetapi kepuasan yang dicapai di Rumah Sakit PONEK memang sesuai dengan fasilitas yang ada dalam melayani pasien. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dijelaskan pada rumah sakit Kelas C Balung dokter spesialis belum siaga 24 jam. Oleh karena itu, apabila ada kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal lebih sering di rujuk ke rumah sakit PONEK. Hal itu dimaksudkan pasien agar diberikan pelayanan dan penangan yang lebih cepat. Dalam proses rujukan, harus ada yang memberi keputusan dalam menentukan tempat rujukan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa pemberian keputusan rujukan dapat dilakukan oleh bidan senior, dokter dan perawat senior. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan beberapa informan: “yang memutuskan bidan senior” JM,IU. “Bidan piket jaga senior, bidan mengarahkan kepada kepala keluarga dimana tempat rujukan yang akan dituju”LLK.IU. “Bidan jaga, atau bidan senior yang sudah PNS” YKL.IU.. “Bidan jaga, perawat dan dokter jaga yang menangani pasien” YY.IU. “Bidan baik bidan jaga dan perawat yang ada”YN,IU. “Bidan jaga tetapi kemudian diinformasikan kepada kepala keluarga mau di rujuk di rumah sakit mana” YY,IU. 4.2.5 Proses pelaksanaan dalam rujukan berjenjang yang dimulai dari tingkat Puskesmas PONED hingga Rumah Sakit PONEK Proses dalam pelaksanaan sistem rujukan berjenjang harus dilakukan dengan SOP dan langkah yang benar. Hasil wawancara menjelaskan proses pelaksanaan dalam rujukan berjenjang sebagai berikut. “ya..merujuk pada SOP seperti Baksoku, sebelum dirujuk dilayani dulu sesuai dengan kasus pasien dengan standar yang benar” JM, IU. “pada pelaksanaan sistem rujukan,kami sesuai dengan standar SOP dan sesuai dengan ceklist” YKL, IU “ya..sesuai dengan SOP kok”YY, IU. “ya ..harus melayani dulu pasien yang datang sebelum dirujuk”LLK, IU “Kami sudah merujuk sesuai dengan SOP” SS, IU. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa informan dalam melakukan sistem rujukan berjenjang telah sesuai dengan SOP yang diperlukan. Oleh karena itu, bidan diperlukan pemahaman tentang SOP dalam merujuk pasien antara lain dengan stabilisasi pasien dulu misalnya bilamana ada pendarahan tidak boleh langsung dikirim tetapi harus dihentikan dulu pendarahannya. Contohnya jika pasien shock dilakukan perbaikan keadaan umumnya supaya ada upaya untuk penyelamatan pasien sehingga adanya pengurangan risiko dari kematian. 4.2.6 Evaluasi Pelaksanaan rujukan Rujukan Berjenjang Berdasarkan Regionalisasi Tempat Rujukan Wilayah Jember Selatan Akibat dari penumpukan jumlah pasien di satu rumah sakit PONEK sejak adanya program Jampersal di harapkan bagi pelaksana rujukan untuk menerapkan rujukan berjenjang sesuai dengan regionalisasi rujukan namun pada kenyataannya belum dilaksanakan dengan baik, pemilihan tempat rujukan yang tidak rasional, seringnya terjadi keterlambatan dalam merujuk sehingga menyebabkan penderita meninggal sebelum mendapat penanganan dan tindakan pra rujukan sering diabaikan. Oleh karena itu, sistem regionalisasi diterapkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Oleh karena itu, dasar dibuatnya kesepakatankebijakan sistem regionalisasi rujukan menurut informan kunci LL, IK menyatakan bahwa : “Dasar kesepakatan sistem regionalisasi dibuat di Kabupaten Jember ingin menindaklanjuti..adanya keluhan dari RS dr Soebandi Jember karena terjadinya penumpukan jumlah pasien bersalin di era Jampersal akibat dari banyaknya rujukan dari Puskemas non PONED dan Puskemas PONED di banding dari RS kelas C.....” Hasil wawancara informan kunci juga dipertegas dengan jawaban informan utama: “ya..sistem regionalisasi yang ada bisa berjalan dengan baik dan penting dilakukan supaya pasien tidak menumpuk di RS dr Soebandi Jember ” JM,IU. “bagus, adanya sistem regionalisasi bisa mengurangi penumpukan pasien di RS dr Soebandi Jember” YKL, IU. “sistem regionalisasi sangat perlu supaya memperlancar sistem rujukan”YY, IU. Berdasarkan hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa sistem regionalisasi sistem rujukan dilakukan untuk dapat mengatasi beberapa permasalahan dan penumpukan pasien di rumah sakit PONEK dr Soebandi sebagai tempat rujukan. Dengan diterapkannya sistem regionalisasi rujukan Jember bagian selatan menunjukkan bahwa pelaksana rujukan puskesmas Kencong sudah melaksanakan sesuai yaitu rujukan ke RSUD kelas C kemudian baru ke RSUD dr.Sebandi walaupun kadang kala pelaksana rujukan di puskesmas Kencong masih melaksanakan rujukan langsung ke RSU PONEK. Hal ini menunjukkan ketidak sesuaian dengan sistem regionalisasi rujukan Jember selatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama bahwa permasalahan yang banyak terjadi dalam proses sistem rujukan adalah kurangnya tenaga SDM di rumah sakit rujukan. Hal itu dikarenakan jumlah dan jenis SDM kesehatan tertentu, supply berlebihan akan tetapi daya serap terbatas. Seperti yang telah disampaikan diatas bahwa rumah sakit bukan hanya membutuhkan kuantitas tenaga kesehatan akan tetapi diperlukan juga kualitas yang baik dari tenaga kesehatan tersebut agar roda pelayanan dapat berjalan dengan baik. Sementara permasalahan saat ini, walaupun banyak jumlah tenaga kesehatan yang ada, kualitas atau kompetensi menjadi dipertanyakan sehingga rumah sakit mengalami kesulitan dalam proses orientasi dan memerlukan pengajaran yang lebih intensif agar memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien. Selain itu kekurangan supply khususnya dokterdokter spesialisdrg sehingga harus merangkap pekerjaan dibeberapa pelayanan kesehatanRS. Sulitnya mencari tenaga kesehatan apalagi berdasarkan peraturan saat ini yang membatasi dokter hanya berpraktek di 3 rumah sakit. Hasil wawancara dengan informan kunci menjelaskan: “Selama ini sudah ada perencanaan SDM terutama penempatan dokter- dokter spesialis itu di rumah sakit dimana saja dokter spesialis praktek. Dan sekarang ini akan dibuat aturan bahwa setiap rumah sakit sesuai dengan undang-undang 2009 harus ada dokter Spesialis. Hal ini bertujuan untuk pemetaan bagi rumah sakit sehingga dr spesialis tidak menumpuk di salah satu rumah sakit saja”LL, IK. Hal itu juga dipertegas oleh wawancara dengan informan utama: “kalau SDMnya bagus maka akan timbul rasa puas bagi pelaksana rujukan maupun dari pasien yang di rujuk ”J M, IU “penting ditingkatkan sumber daya manusia di rumah sakit PONEK karena sebagai pusat rujukan dan ketersediaan tenaga ahli”SS, IU. Hal itu menunjukkan bahwa meskipun perencanaan SDM sudah ada dalam rangka mengotimalkan pemerataan SDM akan dilakukan pembagian dokter spesialis untuk setiap rumah sakit supaya dapat melayani dengan cepat dan pelaksanaan sistem regionalisasi optimal. Selain itu, kapasitas SDM diupayakan terus untuk ditingkatkan lewat pendidikan formal atau pelatihan. Pelaksanaan sistem regionalisasi rujukan perlu dilakukan evaluasi-evaluasi untuk dapat dijalankan dengan benar. Menurut informna kunci menjelaskan: “Evaluasi sudah kita lakukan bersama-bersama dengan rumah sakit pemerintah dan swasta dan kita telah melakukannya pada tingkat propinsi serta dinas kesehatan terkait untuk kebijakan menurukan angka kematian ibu dan anak”LL, IK. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bawa selama ini evaluasi pelaksanaan sistem regionalisasi sudah dilakukan mulai dari tingkat kabupaten dan tingkat provinsi. Evaluasi tersebut dilakukan untuk menentukan kebijakan penurunan angka kematian ibu dan anak. Setelah dilakukan evaluasi ada tindak lanjut yang harus dilakukan oleh dinas terkait sehubungan dengan pelaksanaan sistem regionalisasi sistem rujukan berjenjang di Jember Selatan. Menurut informan menyatakan: “Tindak lanjut sudah dilakukan setelah pertemuan-pertemuan itu, dan sudah ada kesepakatan akan dibuat forum komunikasi sistem rujukan bukan hanya nanti dibuat jejaring rujukan bukan hanya regionalisasi tetapi juga jejaring antara Puskemas dan rumah sakit yang dibagi misalkan rumah sakit Puskemas wilayah selatan dirujuk dengan rumah sakit Balung sehingga ada rujukan timbal balik bukan hanya hanya Puskemas yang merujuk tetapi rumah sakit memberikan informasi dan pembinaan dari rumah sakit sebagai jejaring sehingga tindakan-tindakan pra rujukan dilakukan dan ada transfer pengetahuan dari Puskemas selain itu perencanaan-perencanaan tahun 2013 dibuat untuk merencanakan terutama untuk farum komunikasi sistem rujukan” LL IK. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa selama ini sudah ada tindak lanjut antara Puskemas, rumah sakit dan dinas kesehatan terkait dengan sistem regionalisasi. Adapun hasil pelaksanaan regionalisasi rujukan Jember selatan berdasarkan laporan PONED tahun 2012 menunjukkan peningkatan jumlah pasien yang di rujuk ke RSUD kelas C. Hal ini didukung dengan hasil wawancara dengan informan utama. “Hasil pelaksanaan rujukan dari Puskesmas Kencong sudah sesuai dengan sistem regionalisasi rujukan dimana selama bulan Januari sampai Oktober 2012 pasien yang dirujuk ke RSUD Kelas C Balung sebanyak 50 orang sedangkan pasien yang dirujuk ke RSUD PONEK sebanyak 41 orang. Hal ini sudah menunjukkan adanya penurunan jumlah rujukan ke rumah sakit PONEK” YKL, IU Perkembangan jumlah pasien yang dirujuk ke RSD Balung sudah mengalami peningkatan dan selisih sedikit dengan jumlah pasien yang dirujuk ke RSU PONEK dr Soebandi di bandingkan sebelum di terapkannya regionalisasi rujukan Jember selatan. Kondisi ini menunjukkan bahwa penerapan rujukan berjenjang mulai di rasakan manfaatnya bagi pelaksana rujukan di Puskesmas Kencong. Implementasi tindak lanjutnya dengan membentuk forum komunikasi sistem rujukan antara rumah sakit dan Puskemas sehingga dapat memberikan pelayanan secara optimal. Hal ini bisa terwujud apabila sistem rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari golongan ekonomi manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada.

4.3 Pembahasan