Pembahasan EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN RUJUKAN BERJENJANG KASUS KEGAWATDARUTAN MATERNAL DAN NEONATAL PADA PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG TAHUN 2012

“Hasil pelaksanaan rujukan dari Puskesmas Kencong sudah sesuai dengan sistem regionalisasi rujukan dimana selama bulan Januari sampai Oktober 2012 pasien yang dirujuk ke RSUD Kelas C Balung sebanyak 50 orang sedangkan pasien yang dirujuk ke RSUD PONEK sebanyak 41 orang. Hal ini sudah menunjukkan adanya penurunan jumlah rujukan ke rumah sakit PONEK” YKL, IU Perkembangan jumlah pasien yang dirujuk ke RSD Balung sudah mengalami peningkatan dan selisih sedikit dengan jumlah pasien yang dirujuk ke RSU PONEK dr Soebandi di bandingkan sebelum di terapkannya regionalisasi rujukan Jember selatan. Kondisi ini menunjukkan bahwa penerapan rujukan berjenjang mulai di rasakan manfaatnya bagi pelaksana rujukan di Puskesmas Kencong. Implementasi tindak lanjutnya dengan membentuk forum komunikasi sistem rujukan antara rumah sakit dan Puskemas sehingga dapat memberikan pelayanan secara optimal. Hal ini bisa terwujud apabila sistem rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari golongan ekonomi manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Karakteristik Pelaksana Rujukan a. Umur atau usia informan Usia informan utama merupakan karakteristik informan utama yang membedakan tingkat pengetahuan kedewasaan informan utama. Usia juga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan atau wawasan informan utama. Menurut Hurlock 1998, semakin dewasa usia seseorang maka tingkat kematangan berfikir dan bertindaknya semakin baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur pelaksana rujukan pelaksana ini rata umurnya sudah 35 th sampai 54 th dimana usia ini merupakan usia yang telah matang baik dalam proses berpikir dan pengalaman sehingga dalam melaksanakan rujukan yang membutuhkan pertimbangan yang benar dapat dilakukan oleh pelaksana rujukan nantinya. b. Lama Kerja Menurut Siagian 2008, menyatakan masa kerja lama bekerja merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1984, pengalaman kerja didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh seseorang ketika mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Siagian 2008 menyatakan bahwa masa kerja menunjukkan berapa lama seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan. Kreitner dan Kinicki 2004 menyatakan bahwa masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang pegawai akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai jaminan hidup di hari tua. Lama kerja dapat menggambarkan pengalaman seorang dalam menguasai bidang tugasnya. Pada umumnya petugas dengan pengalaman kerja yang banyak tidak memerlukan bimbingan dibandingkan dengan petugas yang pengalaman kerjanya sedikit menurut Ranupendoyo dan Saud 1990. Semakin lama orang bekerja pada suatu organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga kecakapan kerjanya semakin baik demikian juga pelaksana rujukan di Puskesmas PONED Kencong rata-rata lama kerja diatas 10 tahun. c. Pendidikan Tingkat pendidikan informan utama adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh informan utama dan ditunjukkan dengan bukti ijazah, dimana dengan tingkat pendidikan ini dapat mempengaruhi keputusan dalam pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan digolongkan menjadi tiga kategori: pendidikan tingkat dasar meliputi: tidak sekolah, tamat SDMISMPMTS, pendidikan tingkat menengah meliputi: tamat SMAMASMKMAK dan pendidikan tingkat tinggi meliputi: tamat DiplomaSarjanaMagisterSpesialis. Menurut Azwar 1996, pendidikan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang untuk berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan pelaksana rujukan rata-rata D3 kebidanan, D3 keperawatan dan S1 kedokteran. Adanya jenjang pendidikan yang telah sesuai dengan profesi dan pekerjaan merupakan dasar kemampuan pelaksana rujukan agar dapat dilakukan sesuai dengan sistem regionalisasi yang ada. d. Pengetahuan BidanPerawat Tentang Sistem Regionalisasi Rujukan Jember Selatan. Pengetahuan knowledge atau ilmu adalah bagian yang esensial- aksiden manusia, karena pengetahuan adalah buah dari berpikir . Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik. Pengetahuan adalah kompetensi yang kompleks. Semakin tinggi pengetahuan maka informasi seseorang juga semakin tinggi. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya mata, hidung, telinga, dan sebagainya. Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran telinga, dan indera penglihatan mata. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu 1 Tahu know. Tahu diartikan hanya sebagai recall memanggil memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu; 2 Memahami comprehension. Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut; 3 Aplikasi application. Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain; 4 Analisis analysis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan danatau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui; 5 Sintesis synthesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang telah ada; dan 6 Evaluasi evaluation adalah kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Pemahaman pelaksana rujukan di Puskesmas PONED Kencong ditunjukkan dengan bukti adanya penerapan pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Pemahaman didapatkan dari sosialisasi tentang sistem regionalisasi rujukan di Kabupaten Jember. e. Ketersediaan SDM tim PONED Puskemas Kencong dan di RS Rujukan Keterbatasan ketersediaan Sumber Daya Manusia SDM menghambat pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Dalam hal ini berdasarkan kedelapan informan menyatakan bahwa pada rumah sakit Kelas C Balung belum adanya kesiagaan SDM seperti dokter Dokter Spesialis Kebidanan dan Dokter Spesialis Anak. Hal itu membuat seringkali bidan, perawat, dokter di Puskemas PONED Kencong melakukan rujukan langsung ke rumah sakit PONEK. Ketersediaan SDM sangat diperlukan dalam pelaksanaan rujukan. SDM yang tersedia di Puskemas PONED Kencong meliputi 1 orang dokter, 1 orang bidan dan 1 orang Perawat yang sudah mendapat pelatihan kegawatdaruratan maternal dan neonatal, karena keterbatasan SDM maka pada saat penanganan kasus kegawatdaruratan tim PONED tidak semuanya bisa hadir. Kadang hanya ada bidan dan perawat, atau dokter dan bidan. Seharusnya SDM sangat diperlukan kelengkapan untuk melakukan kegawatdarutan maternal dan neonatal untuk itu tim PONED harusnya memiliki lokasi tempat tinggal yang dekat dengan Puskesmas PONED. f.Metode Rujukan Dengan Jenis Klasifikasi Kasus Yang Akan Di Rujuk Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah pelaksanaan rujukan yang kurang cepat dan tepat. Rujukan bukan suatu kekurangan, melainkan suatu tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kebutuhan masyarakat. Kita ketahui bersama bahwa tingginya kematian ibu dan bayi merupakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh bangsa kita. Pada bab 1 pendahuluan, telah dibahas mengenai masalah 3T tiga terlambat yang melatarbelakangi tingginya kematian ibu dan anak, terutama terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan adanya sistem rujukan, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu karena tindakan rujukan ditunjukan pada kasus yang tergolong berisiko tinggi. Oleh karena itu, kelancaran rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan perinatal, terutama dalam mengatasi keterlambatan. Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk merujuk ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu jika menghadapi penyulit. Jika bidan lemah atau lalai dalam melakukannya, akan berakibat fatal bagi keselamatan ibu dan bayi. Oleh karena itu untuk kasus tertentu dalam penanganan kasus kegawatdaruratan diperlukan rujukan ke RS dengan jenjang tingkat yang lebih tinggi. Pelayanan Obstetri Neonatus Emergenci Dasar PONED dilakukan di Puskemas induk dengan pengawasan dokter. Petugas kesehatan yang ada di Puskemas PONED adalah dokter, bidan, perawat tim PONED Puskemas yang sudah terlatih. Pelayanan Obstetri Neonatus Emergenci Komprehensif PONEK merupakan pelayanan yang dilakukan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang memadai. Puskemas PONED dan RS PONEK diadakan bertujuan sebagai upaya menurunkan AKI dan AKB. Untuk menghindari rujukan dengan jarak tempuh yang lebih dari 2 jam dan untuk memutuskan mata rantai rujukan agar lebih dekat maka di terapkannya sistem regionalisasi tempat rujukan. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar dapat dilayani oleh Puskemas yang mempunyai fasilitas atau kemampuan untuk penanganan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar. Puskemas PONED merupakan Puskemas yang siap 24 jam, sebagai rujukan antara kasus-kasus rujukan dari Polindes dan Puskemas. Puskemas PONED disiapkan untuk melakukan pertolongan pertama gawat darurat obstetri dan neonatal PPGDON. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif dilaksanakan di rumah sakit dengan kemampuan untuk memberikan pelayanan 24 jam. Kesiapan sarana rumah sakit meliputi ruang kebidanan dengan fasilitas gawat darurat untuk memberikan pelayanan terhadap kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal, Misalnya neonatal risiko tinggi, pelayanan transfusi darah, tindakan operasi seksio sesaria. Rumah sakit PONEK menerima rujukan dari Puskemas PONED apabila terdapat kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang tidak bisa ditangani di rumah sakit Kelas C. Pengenalan adanya risiko tinggi ibu hamil dilakukan melalui skrining atau deteksi dini adanya faktor risiko secara proaktif pada semua ibu hamil, sedini mungkin pada awal kehamilan oleh petugas kesehatan atau non kesehatan yang terlatih di masyarakat, misalnya ibu-ibu PKK, Kader Karang Taruna, ibu hamil sendiri, suami atau keluarga. Kegiatan skrining antenatal, melalui kunjungan rumah merupakan langkah awal dari pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan termasuk salah satu upaya antisipasi untuk mencegah terjadinya kematian ibu. Dalam pemberian rujukan terhadap pasien kegawatdaruratan, bidan harus mengerti tentang klasifikasi jenis kasus kegawatdaruratan kebidanan yang perlu dilakukan tindakan rujukan. Sangat sulit untuk menduga kapan penyulit akan terjadi sehingga kesiapan untuk merujuk ibu dan atau bayinya kefasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu jika penyulit terjadi menjadi saran bagi keberhasilan upaya penyelamatan, setiap penolong persalinan harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan yang mampu untuk menatalaksanaan kasus gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir seperti : a. Persalinan dengan tindakan bedah saesar b. Transfusi darah c. Persalinan menggunakan ekstraksi vakum cunam d. Pemberian anti biotik intravena e. Resusitasi BBL Bayi Baru Lahir dan asuhan lanjutan BBL Beberapa keadaan yang menjadi pertimbangan untuk kasus secara elektif, antara lain : 1. Janin dengan presentasi bokong : Dilakukan kasus pada janin presentasi bokong pada kehamilan pertama, kecurigaan janin cukup besar sehingga dapat terjadi kemacetan persalinan Feto Pelpic Disproportion, janin dengan kepala menengadah Defleksi, janin dengan lilitan tali pusat, atau janin dengan presentasi kaki. 2. Kehamilan kembar : Pada kehamilan kembar dilihat presentasi terbawah janin apakah kepala, bokong, atau melintang. Masih mungkin dilakukan persalinan pervaginam jika persentasi kedua janin adalah kepala-kepala. Namun, dipikirkan untuk melakukan caesar pada kasus janin pertamaterbawah selain presentasi kepala. pada USG juga dilihat apakah masing-masing janin memiliki kantong ketuban sendiri-sendiri yang terpisah, atau keduanya hanya memiliki satu kantong ketuban. Pada kasus kehamilan kembar dengan janin hanya memiliki satu kantong ketuban, resiko untuk saling mengaitmenyangkut satu sama lain terjadi lebih tinggi, sehingga perlu dilakukan caesar terencana. Pada kehamilan pasien dengan jumlah janin lebih dari dua misal 3 atau lebih, disarankan untuk melakukan kasus terencana. 3. Plasenta previa : artinya plasenta terletak dibawah dan menutupi mulut rahim. Karena sebelum lahir janin mendapat suplai makanan dan oksigen, maka tidak mungkin plasenta sebagai media penyuplai lahir lepas terlebih dulu dari janin karena dapat mengakibatkan kematian janin. Plasenta terdiri dari banyak pembuluh darah, lokasi plasenta yang menutupi jalan lahir, sangat rawan dengan terjadinya pendarahan. Apabila terjadi kontraksi pada rahim, maka sebagian plasenta yang kaya pembuluh darah ini akan terlepas dan menimbulkan pendarahan hebat yang dapat mengancam nyawa janin dan ibu. 4. Kondisi medis ibu : preeklamsia, kencing manis diabetes militus, herpes, penderita HIVAIDS, penyakit jantung, penyakit paru kronik, atau tumor rahim mioma yang ukurannya besar atau menutupi jalan lahir, kista yang menghalangi turunnya janin, serta berbagai keadaan lain merupakan hal-hal yang menyebabkan kasus lebih diutamakan. 5. Masalah pada janin : Misalnya pada janin dengan oligohidramnion cairan ketuban sedikit atau janin dengan gangguan perkembangan. Sedangkan pada kasus emergency antara lain: a. Persalinan macet Keadaan ini dapat terjadi pada fase pertama fase dilatasi atau fase kedua ketika pasien mengejan. Jika persalinan macet pada fase pertama, dokter akan memberi obat yang disebut oksitosin untuk menguatkan kontraksi otot- otot rahim. Dengan demikian mulut rahim dapat membuka. Ada teknik lain, yaitu memecahkan selaput ketuban atau memberikan cairaan infus intravena jika pasien kekurangan cairandehidrasi. Jika cara-cara itu tidak berhasil, maka operasi caesar akan dilakukan. Jika persalinan macet pada fase kedua, dokter harus segera memutuskan apakah persalinan dibantu dengan vakum atau forsep atau perlu segera dilakukan operasi caesar. Hal yang menjadi pertimbangan untuk melanjutkan persalinan pervaginam dengan alat berbantu atau operasi caesar, tergantung pada penurunan kepala janin didasar panggul, keadaan panggul ibu, dan ada tidaknya kegawatan pada janin. Persalinan macet merupakan penyebab tersering operasi caesar. Beberapa alasan yang dijadikan pertimbangan ialah kontraksi tidak lagi efektif, janin terlalu besar semantara jalan lahir ibu sempit, dan posisi kepala janin yang tadak memungkinkan dilakukan penarikan dengan vakum maupun forsep. b. Stres pada janin Ketika janin stres, dia akan kekurangan oksigen. Pada pemeriksaan klinik tanpak bahwa denyut jantung janin menurun. Secara normal, selama terjadi kontraksi denyut jantung janin menurun sedikit, namun akan kembali ke prekuensi asalnya, jika : a Prolaps tali pusat: jika tali pusat keluar melalui mulut rahim, dia bisa terjepit, sehingga suplai darah dan oksigen kejanin berkurang. Keadaan ini berbahaya jika janin dilahirkan secara normal lewat pervaginam sehingga memerlukan tindakan operasi caesar segara. b Perdarahan: Jika pasien mengalami perdarahan yang banyak akibat plasenta terlepas dari rahim, atau karena alasan lain, maka harus dilakukan histerektomi. c Stres janin berat : Jika denyut jantung janin menurun sampai 120x per menit atau lebih dari 160x per menit, maka harus segera dilakukan operasi caesar. Normalnya denyut jantung janin adalah 120 sd 160x per menit. 4.3.3Waktu Jarak Tempuh Dalam Pelaksanaan Rujukan Menuju Ke Rumah Sakit Sebagai Fasilitas Rujukan Tujuan sistem rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan, dengan demikian dapat menurunkan AKI dan AKB. Tujuan dari ditentukan tempat rujukan supaya pasien lebih cepat mendapatkan penanganannya. Oleh karena itu, dalam menentukan tempat rujukan perlu diperhatikan jarak tempuh dan waktu penanganan di RS tempat pasien dirujuk. Oleh karena itu, dalam penanganan pasien ada waktu yang diperlukan mulai pasien datang di RS sampai pasien tertangani. Waktu dan jarak tempuh untuk rujukan ke RSUD Balung lebih dekat 30 menit, hanya saja birokrasinya lebih lama dibanding RSUD PONEK. Untuk jarak tempuh ke RSUD PONEK lebih jauh dan lebih dari 1 jam tapi birokrasinya mudah. 4.3.4 Proses Pengambilan Keputusan Dalam Pelaksanaan Rujukan Kasus Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Program Jampersal Rujukan dalam pelayanan kebidanan merupakan kegiatan pengiriman orang sakit dari unit kesehatan yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap berupa rujukan kasus patologis pada kehamilan, persalinan dan nifas masuk didalamnya, pengiriman kasus masalah reproduksi lainnya seperti kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis. Termasuk juga didalamnya pengiriman bahan laboratorium. Jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit semula, jika perlu disertai dengan keterangan yang lengkap surat balasan. Rujukan informasi medis membahas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim. Kemudian Bidan menjalin kerja sama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan perinatal. Hal ini sangat berguna untuk memperoleh angka-angka secara regional dan nasional pemantauan perkembangan maupun penelitian. Tindakan pengambilan keputusan merujuk dimbil bersama keluarga dan penolong melibatkan banyak faktor dan saling berpengaruh secara dinamis sehingga membentuk suatu pola keputusan tertentu. Selain itu, tindakan tersebut juga melibatkan beberapa tahapan atau fase dan masing-masing fase dipengaruhi oleh beberapa faktor. Setiap fase saling terkait dan begitu pula terhadap faktor yang terdapat dalam masing-masing fase, saling mempengaruhi sehingga akan mendukung atau menghambat pengambilan keputusan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola pengambilan keputusan keluarga dan penolong dalam merujuk ibu bersalin ke rumah sakit adalah faktor predisposisi, faktor penguat, faktor pemungkin dan lingkungan. Faktor predisposisi merupakan usia, pendidikan, pengetahuan, kepercayaan, nilainorma, sikap, persepsi, dan riwayat kehamilan sebelumnya. Faktor penguat adalah perilaku orang lain yang berpengaruh seperti keluarga, teman sebaya, tokoh masyarakat, dan provider kesehatan. Faktor pemungkin meliputi kondisi geografis, jarak ke rumah sakit, biaya, fasilitas dan transportasi, kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan, ketersediaan alat, obat, bahan habis pakai, dan transfusi darah. Faktor lingkungan merupakan adat istiadat atau budaya yang mendukung atau menghambat terjadinya proses pengambilan keputusan merujuk ibu bersalin. Identifikasi dari faktor predisposisi, penguat dan pemungkin akan mendorong disusunnya program promosi kesehatan yang relevan dan aplikatif dalam mengatasi kasus kegawat daruratan. Informasi mengenai tempat rujukan yang didasari oleh faktor lain terhadap pengambilan keputusan merujuk untuk memberikan penanganan yang tepat dan cepat kepada pasien. 4.3.5 Proses pelaksanaan dalam rujukan berjenjang yang dimulai dari tingkat Puskesmas PONED hingga Rumah Sakit PONEK Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengacu pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif, sesuai dengan kemampuan dan kewenangan bidan serta fasilitas pelayanan. Setiap kasus dengan kegawatdaruratan maternal dan neonatal yang datang ke Puskemas PONED Penanggulangan Obstetri Neonatal Esensial Dasar, harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien pemberian obat-obatan, pemasangan infus dan pemberian oksigen, kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat Puskemas PONED atau dirujuk ke rumah sakit PONEK Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif, untuk mendapatkan pelayanan yang lebih sesuai dengan kegawatdaruratannya dalam upaya penyelamatan jiwa ibu dan anak. Pemahaman SOP dalam sistem rujukan mengikuti alur sistem rujukan sebagai berikut. 1. Menentukan kegawatdaruratan penderita a Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kaderdukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan. b Pada tingkat bidan desa, Puskemas pembantu dan Puskemas. Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk. 2. Menentukan tempat rujukan Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita. 3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil penilaian termasuk partograf yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika ibu tidak siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan. 4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju a Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk. b Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan. c Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila penderita tidak mungkin dikirim. 5. Persiapan penderita BAKSOKU a B Bidan : Pastikan bahwa ibu dan bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang kompeten untuk menatalaksana gawat darurat obstetri dan BBL untuk dibawa kefasilitas rujukan b A Alat : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas dan BBL tabung suntik, selang, alat resusitasi, dan lain-lain bersama ibu ketempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkan dalam perjalanan menuju ke fasilitas rujukan. c K Keluarga : Beri tahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan bayi dan mengapa ibu dan bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alas an dan tujuan merujuk ibu kefasilitas rujukan tersebut. Suami anggota keluarga yang lain harus menemani ibu dan BBL hingga kefasilitas rujukan. d S Surat : Berikan surat ketempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi mengenai ibu dan BBL, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil penyakit, asuhan obat-obatan yang diterima ibu dan BBL. Sertakan juga partograf yang dipakai untuk membuat keputusan klinik e O Obat : Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu kefasilitas rujukan. Obat-obatan tersebut mungkin diperlukan selama diperjalanan. f K Kendaraan : Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi cukup nyaman. Selain itu, pastikan kondisi kendaraan cukup baik untuk mencapai tujuan pada waktu yang tepat. g U Uang : Ingatkan keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan yang diperlukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibu dan bayi baru lahir tinggal difasilitas rujukan. 6. Pengiriman Penderita 7. Tindak lanjut penderita : a Untuk penderita yang telah dikembalikan rawat jalan pasca penanganan b Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor harus ada tenaga kesehatan yang melakukan kunjungan rumah Proses rujukan dimulai setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat Puskemas PONED atau dilakukan rujukan ke Rumah Sakit PONEK untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya. Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal. 4.3.6 Evaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Berdasarkan Regionalisasi Tempat Rujukan Wilayah Jember Selatan Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, di mana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor pendukung pemerintah, teknologi, transportasi terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat. Sebuah penelitian yang meneliti tentang sistem rujukan menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan proses rujukan yaitu tidak ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait, keterbatasan sarana, tidak ada dukungan peraturan yang di tetapkan oleh pemerintah daerah. Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam Sistem kesehatan Nasional SKN adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna efektif dan berdaya guna efesien, perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Dalam pengertiannya, sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara rasional. Evaluasi merupakan cara yang sistematis untuk memperbaiki kegiatan- kegiatan yang sedang berjalan serta untuk meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan menyeleksi secara seksama alternatif-alternatif tindakan yang akan datang Evaluasi rujukan harus dijalankan secara konstruktif dan bukan untuk membenarkan tindakan-tindakan yang telah lewat atau sekedar mencari kekurangan semata. Evaluasi sebagai sistem dalam upaya menyelesaikan masalah kesehatan. Model regionalisasi sistem rujukan di Jember Selatan dilakukan untuk memberikan pelayanan Jampersal secara cepat dan tepat. Kebijakan ini menetapkan alur rujukan pelayanan kesehatan di rumah sakit dengan membagi wilayah pelayanan menjadi 3 wilayah regionalisasi dimana setiap wilayah regionalisasi ditetapkan satu rumah sakit sebagai pusat rujukan. Latar belakang dibentuknya sistem ini karena tidak efektifnya pelayanan rujukan selama ini. RS PONEK yang menjadi rumah sakit rujukan akhir justru menjadi terminal pertama kasus-kasus JAMPERSAL dari seluruh kabupaten Jember sehingga sering kali terjadi penumpukan pasien pada satu RS PONEK. Kondisi ini menjadi tidak efisien terutama dalam pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Padahal bila sistem ini berjalan efektif, beberapa kasus tersebut sebenarnya bisa ditangani pada unit pelayanan kesehatan dibawahnya. Sejalan dengan program pelayanan kesehatan gratis pemerintah, rumah sakit yang ditetapkan sebagai pusat rujukan regionalisasi telah menjalankan perannya namun belum optimal sehingga pasien masih mendapatkan pelayanan dengan waktu yang lama, jarak tempuh yang jauh. Tujuan dibentuknya Regionalisasi sistem rujukan adalah mengembangkan jenjang sistem rujukan rumah sakit di Provinsi dan KabupatenKota, meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan rujukan rumah sakit, meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan sampai ke daerah terpencil dan daerah miskin dan mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan rumah sakit. Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang yang dimulai dari Puskemas, kemudian RS kelas C, selanjutnya RS kelas B dan akhirnya ke RS kelas A. Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat rujukan. RS kelas C dapat melakukan rujukan ke RS kelas B antar atau lintas kabupatenkota yang dilakukan atas pertimbangan atau kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien atau keluarga pasien. Selama ini pelaksanaan regionalisasi sistem rujukan di daerah Jember Selatan belum terlaksanan secara optimal. Hal ini dapat diperhatikan dari beberapa aspek antara lain: Sistem regionalisasi di Kabupaten Jember dibentuk dengan berdasarkan beberapa aspek perundangan antara lain : a. UU RI NO.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 30 2 : Tingkatan Pelayanan Kesehatan b. UU RI NO.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, psl 24 : Klasifikasi RS c. Kepmenkes NO. 374MENKESSKV2009 tentang SKN d. Kepmenkes NO.922MENKESSKX2008 tentang Pembagian Urusan Pemerintah e. Peraturanmenkes NO. 340MENKESPER2010 tentang Klasifikasi RS Selama ini dalam sistem rujukan berjenjang masih banyak ketidakpatuhan dan masalah yang terjadi dalam sistem rujukan. Hal ini dapat menyebabkan beberapa permasalahan antara lain deteksi dini faktor resiko belum dilaksanakan dengan baik, pemilihan tempat rujukan yang tidak rasional, seringnya terjadi keterlambatan dalam merujuk sehingga menyebabkan penderita meninggal sebelum mendapat penanganan dan tindakan pra rujukan sering diabaikan. Oleh karena itu Dalam pelaksanaan sistem regionalisasi dapat berjalan dengan baik apabila ada perencanaan ketenagaan SDM dan sarana di tempat rujukan. Sumber daya manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting terutama rumah sakit sebagai pelayanan masyarakat. Sumber daya manusia merupakan pilar utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misinya. Karenanya harus dipastikan sumber daya ini dikelola dengan sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal. Maka diperlukanlah sebuah pengelolaan secara sistematis dan terencana agar tujuan yang diinginkan dimasa sekarang dan masa depan bisa tercapai yang sering disebut sebagai manajemen sumber daya manusia. Tujuan manajemen sumberdaya manusia adalah mengelola atau mengembangkan kompetensi personil agar mampu merealisasikan misi organisasi dalam rangka mewujudkan visi. Rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan rujukan utama bagi masyarakat yang ingin memperoleh pelayanan kesehatan baik untuk pengobatan maupun untuk pemulihan kesehatannya. Sebagai pusat rujukan kesehatan utama, rumah sakit dituntut mampu memberikan pelayanan yang komprehensif bagi setiap pasiennya. Pelayanan kesehatan yang komprehensif adalah berbagai bentuk pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim multi disiplin sesuai kebutuhan pasien. SDM di rumah sakit menjadi hal penting yang mendukung berkembangnya rumah sakit dan menjadi tolak ukur penting dalam penilaian pengembangan mutu pelayanan di Rumah Sakit. Rumah sakit merupakan organisasi pelayanan jasa yang mempunyai spesialistik dalam hal SDM, sarana prasarana dan peralatan yang dipakai. Sering rumah sakit dikatakan sebagai organisasi yang padat modal, padat sumber daya manusia, padat tehnologi dan ilmu pengetahuan serta padat regulasi. Padat modal karena rumah sakit memerlukan investasi yang tinggi untuk memenuhi persyaratan yang ada. Padatnya sumber daya manusia didalam rumah sakit pasti terdapat berbagai profesi dan jumlah karyawan yang banyak. Padat tehnologi dan ilmu pengetahuan karena di dalam rumah sakit terdapat peralatan-peralatan canggih dan mahal serta kebutuhan berbagai disiplin ilmu yang berkembang dengan cepat. Padat regulasi karena banyak regulasiperaturan-peraturan yang mengikat berkenaan dengan syarat-syarat pelaksanaan pelayanan di rumah sakit. Hasil evaluasi pelaksanaan rujukan berjenjang menunjukkan bahwa sistem regionalisasi menghasilkan adanya kesesuaian dan ketidaksesuaian pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi. Hal ini bisa diimplementasikan dengan optimal apabila sistem rujukan tersebut apabila sistem dapat dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari golongan ekonomi manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada. Sistem rujukan yang suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masayarakat, baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih kompeten, terjangkau dan dilakukan secara rasional. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan jumlah pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit Kelas C Balung dibandingkan sebelum diterapkannya sistem regionalisasi rujukan di Jember Bagian Selatan. . 91 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan