HASIL PENELITIAN Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Uji ketahanan fraktur dilakukan terhadap tiga kelompok sampel yang telah dipasangkan pasak polyethylene fiber dengan sistem adhesif yang berbeda. Kelompok A sebagai kelompok kontrol tanpa sistem adhesif, kelompok B dengan sistem total etsa dan kelompok C menggunakan total etsa yang ditambah self cure activator. Uji tekan dengan alat Universal Testing Machine, Germany dilakukan hingga sampel fraktur dan diperoleh data hasil pengukuran ketahanan fraktur dalam satuan Newton. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil pengukuran ketiga kelompok telah terdistribusi normal. Berdasarkan uji Shapiro-Wilk diperoleh nilai p0,05 pada ketiga kelompok yang menunjukkan data hasil pengukuran telah terdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas varian terhadap data dan diperoleh nilai p0,05 yang menunjukkan varian data ketiga kelompok tersebut homogen. Oleh karena data yang diperoleh memenuhi persyaratan maka uji ANOVA dapat dilakukan untuk mengetahui perbedaan ketahanan fraktur diantara ketiga kelompok dengan derajat kemaknaan α=0,05. Gambar 18 menunjukkan nilai rerata dan standar deviasi ketahanan fraktur dari ketiga kelompok sampel perlakuan. Gambar 18. Grafik nilai rerata ketahanan fraktur dengan standar deviasi. A. Pasak polyethylene fiber yang tidak menggunakan sistem adhesif, B. Pasak polyethylene fiber menggunakan sistem total etsa, C. Pasak polyethylene fiber menggunakan sistem total etsa ditambah self cure activator 915 1070 1160 161,675 161,933 172,884 500 1000 1500 A B C Mean Std. Deviation Universitas Sumatera Utara Tabel 1 dibawah ini menunjukkan data deskriptif nilai rerata ketahanan fraktur dan standar deviasi ketiga kelompok perlakukan. Tabel 1. Data deskriptif nilai rerata dan standar deviasi ketahanan fraktur pasak polyethylene fiber dengan sistem adhesif yang berbeda Kelompok Ketahanan fraktur dalam Newton N X ± SD P A B C 10 10 10 915 ± 161,675 1070 ± 161,933 1160 ± 172,884 0,009 Keterangan : A. Kelompok pasak polyethylene fiber tanpa menggunakan sistem adhesif B. Kelompok pasak polyethylene fiber yang menggunakan sistem total etsa C. Kelompok pasak polyethylene fiber yang menggunakan sistem total etsa ditambah self cure activator Berdasarkan tabel 1 diatas diperoleh kelompok pasak polyethylene fiber dengan sistem total etsa ditambah self cure activator memiliki nilai rerata ketahanan fraktur tertinggi yaitu 1160 N dengan standar deviasi 172,884. Kelompok pasak polyethylene fiber dengan sistem total etsa memiliki nilai rerata ketahanan fraktur sebesar 1070 N dengan standar deviasi 161,933. Sementara kelompok pasak polyethylene fiber tanpa sistem adhesif memiliki nilai rerata ketahanan fraktur terendah yaitu sebesar 915 N dengan standar deviasi 161,675. Berdasarkan hasil uji ANOVA pada tabel 1 diperoleh p=0,009 yang menunjukkan secara statistik terdapat perbedaan ketahana fraktur yang signifikan antara kelompok perlakuan. Oleh sebab itu dilakukan uji Post-hoc LSD untuk mengetahui perbedaan pola fraktur diantara kelompok seperti pada tabel 2. Tabel 2. Uji Post-hoc LSD data hasil pengamatan ketahanan fraktur Kelompok A B C A - 0,046 0,003 B 0,046 - 0,235 C 0,003 0,235 - Ada perbedaan signifikan pada level 0,05 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel 2 diperoleh perbedaan ketahanan fraktur yang signifikan terjadi antara kelompok A dengan B p0,05. Perbedaan yang signifikan juga terjadi antara kelompok A dengan C p0,05. Sementara perbedaan ketahanan fraktur yang tidak signifikan terjadi antara kelompok B dengan C p0,05. Pola fraktur yang terjadi pada setiap sampel juga diamati dan dikelompokkan menjadi dua yaitu repairable fracture apabila terjadi fraktur inti fraktur pasak-inti dan irrepairable fracture apabila terjadi fraktur akar retak vertikal pada akar . Gambar 19. Pola fraktur sampel yang repairable. A. Fraktur pada inti, B. Fraktur pada pasak-inti Gambar 20. Pola fraktur sampel yang irrepairable. A. Fraktur pada akar, B. Retak vertikal pada akar Tabel 3 dibawah ini menunjukkan data deskriptif data hasil pengamatan pola fraktur pada ketiga kelompok sampel. Kelompok A terdapat 20 sampel fraktur inti, 20 sampel fraktur pasak-inti dan 60 sampel fraktur akar. Kelompok B terdapat 70 sampel fraktur inti, 20 sampel fraktur pasak-inti dan 10 sampel retak vertikal A B A B Fraktur akar Retak vertikal pada akar Universitas Sumatera Utara pada akar. Sementara pada kelompok C terdapat 50 sampel fraktur inti, 40 sampel fraktur pasak-inti dan 10 sampel retak vertikal pada akar. Tabel 3. Pola fraktur pada tiga kelompok sampel perlakuan Kelompok N Repairable Irrepairable Fraktur inti Fraktur pasak-inti Total Fraktur akar Retak vertikal pada akar Total A B C 10 10 10 20 70 50 20 20 40 40 90 90 60 - - - 10 10 60 10 10 Berdasarkan gambar 20 dibawah diperoleh persentase jumlah sampel dengan pola fraktur repairable dan irrepairable pada kelompok B tidak jauh berbeda dengan kelompok C. Pola fraktur repairable merupakan pola fraktur dengan persentase tertinggi pada kedua kelompok tersebut 90. Sementara pada kelompok A pola fraktur irrepairable merupakan pola fraktur dengan persentase tertinggi 60. Gambar 21. Persentase jumlah sampel dengan pola fraktur repairable dan irrepairable Tabel 4 menunjukkan hasil uji Kruskal-Wallis terhadap data pengamatan pola fraktur pada ketiga kelompok sampel perlakuan. 40 90 90 60 10 10 20 40 60 80 100 A B C Repairable irrepairable Universitas Sumatera Utara Tabel 4. Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap data pengamatan pola fraktur Kelompok n Mean Rank P A 10 20,50 Pola fraktur B 10 13,00 0,016 C 10 13,00 Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis pada tabel 4 diatas diperoleh p0,05 yang menunjukkan terdapat perbedaan pola fraktur yang signifikan diantara kelompok sampel sehingga dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan pola fraktur tersebut. Tabel 5. Hasil uji Mann-Whitney terhadap data pengamatan pola fraktur Kelompok A B C A - 0,02 0,02 B 0,02 - 1,00 C 0,02 1,00 - Ada perbedaan signifikan pada level 0,05 Berdasarkan tabel 5 diatas diperoleh perbedaan fraktur yang signifikan terjadi diantara kelompok A dengan B dan kelompok A dengan C p0,05. Sementara perbedaan pola fraktur tidak signifikan diantara kelompok B dengan kelompok C p0,05. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 PEMBAHASAN

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Self Cure Activator Pada Sistem Adhesif Untuk Pemasangan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber Reinforced Terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro)

1 51 109

Pengaruh Sistem Pasak Customised Dari Pita Polyethylene Reinforced Fiber Dengan Dan Tanpa Preparasi Ferrule Pada Terhadap Ketahanan Fraktur Dan Pola Fraktur Secara In Vitro

1 80 80

Pengaruh Sistem Pasak Customised Dari Pita Polyethylene Reinforced Fiber Dengan Dan Tanpa Preparasi Ferrule Pada Terhadap Ketahanan Fraktur Dan Pola Fraktur Secara In Vitro

0 7 80

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 15

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 2

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 6

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 22

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 4

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 10

Pengaruh Sistem Pasak Customised Dari Pita Polyethylene Reinforced Fiber Dengan Dan Tanpa Preparasi Ferrule Pada Terhadap Ketahanan Fraktur Dan Pola Fraktur Secara In Vitro

0 0 13