BAB 6 PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan tiga puluh gigi premolar mandibula yang dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok tanpa sistem adhesif, kelompok sistem
total etsa dan kelompok sistem total etsa ditambah self cure activator. Gigi premolar
mandibula digunakan karena relatif mudah diperoleh dan memiliki satu saluran akar yang cukup lebar untuk dipasangkan pasak. Beberapa kriteria ditentukan untuk
mengontrol keadaan seluruh sampel yaitu tidak terdapat karies pada akar, panjang akar tidak bervariasi terlalu ekstrim serta konfigurasi anatomi yang berbentuk bulat.
Seluruh sampel yang telah dikumpulkan kemudian direndam dalam larutan salin untuk menghindari kehilangan kelembaban dentin.
25
Data pengukuran ketahanan fraktur pada penelitian ini, secara deskriptif menunjukkan nilai rerata ketahanan fraktur tertinggi terdapat pada kelompok pasak
polyethylene fiber dengan sistem total etsa ditambah self cure activator sebesar 1160 N. Sementara nilai rerata ketahanan fraktur pada kelompok sistem total etsa sebesar
1070 N dan nilai rerata ketahanan fraktur terendah terdapat pada kelompok tanpa sistem adhesif yaitu 915 N. Namun hasil uji LSD menunjukkan secara statistik tidak
terdapat perbedaan signifikan ketahanan fraktur diantara kelompok sistem total etsa dengan kelompok sistem total etsa ditambah
self cure activator p0,05. Perbedaan signifikan terdapat diantara kelompok sistem tota etsa dengan kelompok tanpa sistem
adhesif p0,05 dan kelompok sistem total etsa ditambah self cure activator dengan
kelompok tanpa sistem adhesif p0,05. Hasil penelitian ini menolak hipotesis pertama yang menunjukkan tidak
terdapat pengaruh penambahan self cure activator terhadap ketahanan fraktur pasak
polyethylene fiber. Hasil penelitian ini sama seperti hasil penelitian Faria-e-Silva, Cavalcanti dan Ratkhe yang juga menyatakan bahwa penambahan aktivator tidak
mempengaruhi kekuatan perlekatan dengan dentin saluran akar. Namun fraktur pada gigi yang telah dilakukan perawatan endodonti ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh
adhesif pasak dengan dentin saluran akar tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
Universitas Sumatera Utara
yang dapat berinteraksi dan mempengaruhi kekuatan perlekatan pasak dengan dentin saluran akar.
1
Hal inilah yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian sehingga tidak diperoleh perbedaan ketahanan fraktur yang signifikan meskipun telah digunakan
aktivator sebagai bahan adhesi pasak terhadap dentin saluran akar. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan kekuatan gigi setelah
perawatan endodonti berhubungan langsung dengan jumlah atau ketebalan struktur gigi yang tersisa. Penelitian lainnya menyatakan fraktur gigi ternyata tidak dapat
diprediksi dan pembuangan dentin tidak selalu menjadi penyebab meningkatnya kerentanan terhadap fraktur.
1
Gambar 22 menunjukkan beberapa variabel yang dapat menjadi predisposisi fraktur pada gigi setelah perawatan endodonti dan salah satu
variabel mungkin dapat dengan mudah mendominasi variabel lainnya.
1
Gambar 22. Faktor predisposisi fraktur dalam restorasi pasak-inti
1
Pasak polyethylene fiber dipilih sebagai bahan untuk merestorasi gigi
karena memiliki bentuk seperti pita anyaman yang dapat dibentuk mengikuti morfologi saluran akar. Bentuk pasak yang berupa serat anyaman dapat menyerap
tekanan tanpa menyalurkannya kembali ke dentin sehingga mengurangi risiko fraktur gigi.
7
Adaptasi pasak polyethylene fiber ke dalam saluran akar tidak memerlukan
preparasi saluran akar tambahan sehingga mencegah kehilangan lapisan dentin yang cukup signifikan.
7
Hal ini menyebabkan risiko fraktur pada gigi yang menggunakan
MAHKOTA • Loading angle
• Ferrule
INTI CORE
• Bahan
STRUKTUR DENTIN YANG TERSISA
• Jaringan dentin • Air terikat dan tidak
terikat
PASAK • Bentuk pasak
• Adhesi pasak dengan
dentin • Diameter pasak
• Modulus elastisitas pasak
Universitas Sumatera Utara
pasak polyethylene fiber menjadi lebih rendah dibandingkan menggunakan pasak
buatan pabrik prefabricated.
5,6
Ketebalan dentin saluran akar merupakan faktor yang sangat penting untuk menahan gaya lateral dan menghindari fraktur gigi. Hal ini dikarenakan dentin
mengandung komponen anorganik, organik dan air yang berperan penting dalam menjaga sifat mekanis dentin.
Komponen anorganik berperan dalam menyediakan kekakuan
stiffness dentin. Komponen organik terdiri atas serat kolagen tipe I yang kuat, mampu meningkatkan resistensi terhadap
crack propagation dan berperan dalam menyediakan ketangguhan
thougness dentin untuk menahan fraktur. Air berperan dalam menjaga serat kolagen untuk tetap lembut dan longgar sehingga
mempermudah infiltrasi bahan adhesif. Air yang mengisi tubulus dentin juga berperan dalam menfasilitasi distribusi tekanan pada tubulus dentin. Kehilangan air
menyebabkan infiltrasi bahan adhesif ke dalam tubulus dentin menjadi terhambat dan tidak dapat berikatan secara mikromekanis dengan serat kolagen untuk membentuk
hybrid layers yang sangat penting meningkatkan retensi pasak dalam saluran akar. Disamping itu kehilangan air juga menyebabkan dentin bersifat lebih rapuh sehingga
meningkatkan risiko fraktur gigi.
1
Pasak polyethylene fiber juga memiliki modulus elastisitas yang
menyerupai dentin.
7
Beberapa penelitian menyatakan pasak dengan modulus yang mendekati dentin kurang merusak struktur dentin yang tersisa.
1
Adhesi pasak dengan dentin saluran akar dibantu oleh semen resin
dual cure dengan sistem adhesif. Sistem adhesif berfungsi untuk membantu meningkatkan kekuatan perlekatan diantara pasak
dan semen resin dengan dentin saluran akar.
5,9
Perlekatan yang erat diantara komponen sangat penting untuk membentuk suatu komponen yang homogen yang
dapat berfungsi sebagai unit fungsional. Oleh karena pasak-semen resin-dentin memiliki modulus elastisitas yang sama dan saling merekat erat satu sama lain
sehingga akan terbentuk sistem monoblock yang menyebabkan tekanan terdistribusi
merata sepanjang saluran akar.
14
Pada penelitian ini semen resin dual cure digunakan untuk proses
sementasi pasak polyethylene fiber sekaligus sebagai pembentuk inti core.
Semen
Universitas Sumatera Utara
resin mampu melekat secara mekanis dan kimiawi dengan struktur gigi. Modulus elastisitas semen resin yang mendekati dentin memberikan keuntungan karena
membentuk lapisan semen yang berikatan dengan struktur intraradikular sehingga memiliki potensi memperkuat saluran akar.
1
Insersi semen resin dual cure
menggunakan delivery tip yang berbentuk jarum disarankan untuk meminimalkan
void atau udara yang terperangkap di dalam saluran akar.
3
Namun karena keterbatasan alat dalam penelitian ini maka digunakan
lentulo spiral yang digerakkan mesin untuk memasukkan semen resin
dual cure ke dalam saluran akar. Hal ini mungkin menyebabkan terbentuk
void atau celah diantara permukaan semen resin dengan dentin saluran akar sehingga mengurangi retensi pasak
polyethylene fiber. Proses penyinaran semen resin juga dinyatakan mempengaruhi kekuatan
perlekatan pasak. Semen resin dual cure digunakan dalam restorasi pasak karena
memiliki komponen self-cure yang bereaksi secara kimia untuk menginisiasi proses
polimerisasi, meskipun intensitas sinar berkurang atau bahkan tidak ada terutama pada apikal saluran akar.
12
Namun Soares dkk dalam penelitiannya menyatakan bahwa reaksi kimia tersebut ternyata
tidak mampu mengkompensasi secara penuh proses polimerisasi dari semen resin
dual cure.
36
De Moraez dkk juga menyatakan self-cure mechanism pada semen resin dual cure tidak hanya terjadi secara lambat
tetapi juga kurang efektif dibandingkan aktifasi semen resin menggunakan sinar.
37
Pada penelitian ini semen resin disinar selama 20 detik untuk seluruh sampel, namun karena intensitas sinar tidak mampu mencapai bagian apikal saluran akar
menyebabkan polimerisasi semen resin berlangsung lambat sehingga mempengaruhi kekuatan perlekatan diantara pasak
dengan dentin saluran akar.
14,37
Sistem total etsa jenis simplified adhesive dipilih untuk digunakan dalam
proses sementasi pasak polyethylene fiber karena tahapan prosedur aplikasi yang
lebih mudah dan relatif cepat . De Moraes dkk menyatakan sementasi pasak fiber
dengan sistem total etsa menghasilkan kekuatan perlekatan yang sangat potensial dibandingkan menggunakan sistem
self etch.
37
Prosedur etsa asam melarutkan smear
layers yang terbentuk setelah preparasi saluran akar dan menyebabkan demineralisasi tubulus dentin sehingga serat kolagen dentin terekspose. Infiltrasi bahan
bonding ke
Universitas Sumatera Utara
dalam tubulus dentin menjadi lebih mudah untuk kemudian membentuk resin tags
dan zona resin-dentin interdiffusion atau hybrid layers.
8,11
Kualitas perlekatan yang baik diperoleh apabila terbentuk
continuous hybrid layer dan resin tags yang padat dalam saluran akar.
19
Semakin banyak tubulus dentin yang terdemineralisasi dan semakin padat
resin tags yang terbentuk menyebabkan kekuatan perlekatan yang maksimal akan diperoleh.
20
Namun kepadatan tubulus dentin ternyata semakin berkurang pada bagian pertengahan hingga apikal saluran akar. Variasi anatomi
menyebabkan prosedur aplikasi etsa asam menjadi tidak homogen di dalam saluran akar. Hal ini mempengaruhi infiltrasi bahan
bonding ke dalam tubulus dentin untuk membentuk
resin tags dan hybrid layer yang optimal.
20,37
Oleh karena hybrid layers
yang terbentuk tidak optimal menyebabkan retensi pasak polyethylene fiber juga
menjadi berkurang di dalam saluran akar.
Pada penelitian ini terdapat kelompok yang tidak menggunakan sistem adhesif. Permukaan dentin tidak diaplikasikan etsa asam sehingga masih
terkontaminasi oleh smear layers hasil preparasi saluran akar. Resin tags dan hybrid
layers di dalam tubulus dentin juga tidak terbentuk karena tidak ada aplikasi bahan bonding. Hal inilah yang mungkin menyebabkan retensi pasak pada kelompok tanpa
sistem adhesif menjadi sangat rendah karena ikatan mikromekanis dengan serat kolagen tidak terbentuk. Pasak-semen resin-dentin tidak saling merekat erat satu sama
lain akibatnya tekanan tidak dapat terdistribusi merata di dalam saluran akar. Distribusi tekanan yang tidak merata memicu timbulnya retakan pada dentin
crack initiation. Oleh karena tekanan terjadi secara berulang dan terus-menerus,
menyebabkan crack initiation tersebut membentuk garis-garis retakan crack
propagation hingga kemudian menyebabkan terpisahnya fragmen atau terjadi fraktur pada gigi. Hal ini yang menyebabkan risiko fraktur pada kelompok tanpa sistem
adhesif menjadi lebih tinggi dibandingkan kelompok yang menggunakan sistem adhesif. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian oleh Faria-e-Silva dkk yang
juga menemukan bahwa kelompok yang tidak menggunakan sistem adhesif memiliki retensi yang sangat rendah dibandingkan kelompok yang menggunakan sistem
adhesif.
16
Universitas Sumatera Utara
Secara statistik kelompok yang menggunakan sistem total etsa dan sistem total etsa ditambah
self cure activator tidak memiliki perbedaan ketahanan fraktur yang signifikan. Sistem total etsa merupakan teknik yang sensitif karena
membutuhkan kondisi dentin yang lembab untuk menghasilkan adhesi yang baik. Namun kontrol kelembaban sangat sulit dilakukan terutama pada bagian apikal
saluran akar yang sulit dicapai.
37
Disamping itu minimnya keterampilan operator juga mempengaruhi kemampuan untuk mengontrol kelembaban dan mempengaruhi
kemampuan prosedur aplikasi bahan adhesif pada apikal saluran akar. Prosedur aplikasi etsa asam selain melarutkan
smear layers juga menyebabkan demineralisasi tubulus dentin sehingga serat kolagen terekspos dan
kolaps. Serat kolagen yang kolaps harus dikembalikan re-expansion dan dijaga
untuk tetap longgar. Air merupakan salah satu bahan yang penting untuk menjaga dan mencegah kolapsnya serat kolagen tersebut. Sejumlah komponen air yang mengisi
tubulus dentin juga berperan dalam proses infitrasi bahan primer dan bonding dari
sistem adhesif. Hal ini dikarenakan bahan primer yang bersifat hidrofilik akan mudah
infiltasi ke dalam tubulus dentin yang mengandung air. Bahan primer akan menjaga
wettability dentin dan membantu pertukaran komponen air dari dalam tubulus dentin dengan monomer resin. Sementara itu bahan
bonding yang bersifat hidrofobik akan membantu infiltrasi semen resin ke dalam tubulus dentin untuk kemudian membentuk
resin tags dan berikatan mikromekanis dengan serat kolagen membentuk hybrid layers.
11
Ikatan mikromekanis tersebut membantu meningkatkan retensi pasak dengan dentin saluran akar. Namun permukaan substrat yang terlalu basah juga
mempengaruhi perlekatan dengan dentin.
11,38
Kondisi permukaan dentin yang over-
wet karena tidak adekuatnya pengeringan dapat menyebabkan pemisahan komponen hidrofobik dan hidrofilik dari sistem adhesif. Hal ini menyebabkan terbentuk
blisters dan
globule-like voids pada permukaan antara dentin dengan semen resin. Kondisi dentin yang terlalu lembab juga menyebabkan rendahnya
degree of conversion monomer resin bahan
bonding sehingga mengurangi sifat mekanis dari lapisan adhesif.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi dentin yang over-dry juga harus dihindari selama prosedur
aplikasi sistem adhesif.
38
Serat kolagen yang kering bersifat rapuh dan kaku sehingga meningkatkan risiko fraktur pada gigi.
1
Serat kolagen dentin terdiri dari microfibrills
yang dipisahkan oleh ruangan yang berisi air. Dehidrasi pada serat kolagen dentin dapat menyebabkan hilangnya ruang
interfibrillar dan penyusutan diameter fibrils.
1
Dehidrasi menyebabkan serat kolagen menjadi kolaps sehingga mencegah infiltrasi bahan
bonding kedalam tubulus dentin untuk membentuk resin tags. Kolapsnya serat kolagen juga mencegah infiltrasi bahan
bonding untuk berikatan dengan serat kolagen membentuk
hybrid layers.
11
Proses pengeringan setelah pencucian etsa asam mungkin tidak berhasil sepenuhnya dilakukan oleh peneliti. Kontrol kelembaban yang tidak optimal
menyebabkan permukaan dentin saluran akar menjadi over-wet ataupun over-dry
sehingga mempengaruhi infiltrasi bahan adhesif. Prosedur pencucian akan menyisakan sejumlah air yang terkandung di dalam tubulus dentin dan residu cairan
tersebut tidak berhasil sepenuhnya dikeringkan dengan paper points.
16
Droplet cairan akan tetap ada dalam lapisan adhesif dan bertindak sebagai
stress raiser yang juga ikut berperan dalam
crack propagation selama proses pengujian sehingga mengurangi retensi pasak dalam saluran akar.
16
Kekurangan pada penelitian ini yaitu jumlah aplikasi bahan bonding ke
dalam saluran akar tidak dikendalikan pada semua sampel. Ratkhe dkk dalam penelitiannya menyatakan bahwa variasi selama prosedur
bonding merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan perlekatan.
15
Variasi jumlah aplikasi bahan bonding mungkin menyebabkan infiltasi bahan tidak homogen dengan tubulus dentin
sehingga resin tags dan ikatan mikromekanis yang terbentuk tidak merata. Malyk dkk
dalam penelitiannya menyatakan variasi diameter tubulus dentin yang semakin kecil pada bagian apikal dibandingkan bagian servikal juga mempengaruhi penetrasi bahan
bonding terhadap dentin. Pada penelitiannya, sejumlah tubulus dentin yang tidak terinfiltasi bahan adhesif lebih banyak dijumpai pada bagian apikal dibandingkan
bagian servikal sehingga mempengaruhi resin tags yang terbentuk dalam saluran
akar. Malyk dkk menyatakan karena aplikasi etsa asam melarutkan smear layers
Universitas Sumatera Utara
sehingga menghasilkan akses yang baik untuk infiltrasi bahan adhesif secara penuh
ke dalam tubulus dentin. Sementara aktivator meningkatkan kontinuitas dan menyempurnakan
resin tags yang terbentuk.
19
Bahan bonding dari sistem total etsa memiliki kandungan pelarut organik
yang cukup tinggi di dalamnya. Evaporasi bahan pelarut mungkin terjadi sehingga menyebabkan lapisan adhesif yang terbentuk sedikit lebih tipis. Sementara itu
self cure activator yang digunakan dalam penelitian ini juga mengandung pelarut organik
berupa acetone yang cukup tinggi. Penggabungan kedua bahan meningkatkan
kandungan pelarut dan proses evaporasi berjalan cepat menyebabkan lapisan adhesif yang terbentuk semakin bertambah menipis.
17
Proses penyinaran yang kemudian dilakukan pada bahan adhesif menimbulkan tekanan osmotik yang tinggi sehingga
lapisan adhesif bertindak menjadi membran semipermeabel.
13,15,16
Tekanan osmotik yang tinggi pada lapisan adhesif yang tipis dan bertindak sebagai membrane semipermeabel mengakibatkan proses difusi cairan
dentin yang sangat cepat. Difusi cairan dimulai dari tubulus dentin membentuk saluran yang bercabang-cabang seperti
water tree melewati lapisan adhesif hingga terperangkap diatas permukaan semen resin
dual cure. Difusi cairan yang terperangkap akan ikut terpolimerisasi bersama semen resin
dual cure membentuk struktur
honeycomb-like resin. Droplet cairan tersebut kemudian membentuk water blisters yang akan bertindak sebagai stress raiser. Disamping itu blisters juga ikut
berkontribusi dalam crack growth dan crack propagation pada dentin saluran
akar.
13,15,16
Akibatnya risiko fraktur akar gigi masih tetap ada meskipun telah digunakan
self cure activator. Penggabungan kedua bahan adhesif dinyatakan masih tetap menghasilkan
residu pelarut di dalam saluran akar, meskipun telah dilakukan pengeringan.
17
Residu pelarut menghambat pembentukan
free-radical polymerization yang dihasilkan baik melalui inisiasi sinar maupun menggunakan
aromatic sodium sulfinate salt dari self cure activator.
Radikal bebas yang dihasilkan oleh self cure activator tersebut sangat
berperan penting dalam proses inisiasi polimerisasi semen resin dual cure.
13,15-17
Universitas Sumatera Utara
Namun karena proses polimerisasi yang kurang optimal menyebabkan retensi pasak polyethylene fiber di dalam saluran akar menjadi berkurang.
Prosedur aplikasi bahan adhesif akan menyebabkan bahan mengalir ke
bagian apikal dan mengurangi ketebalan lapisan adhesif pada bagian korona.
16
Pada bagian apikal terbentuk genangan
pooling residu pelarut dengan lapisan adhesif yang menjadi lebih tebal. Genangan menurunkan
degree of conversion dari lapisan adhesif karena
contact angle yang terbentuk lebih besar dari 90 ⁰ sehingga wetting
permukaan dentin kurang baik dan kekuatan perlekatan juga rendah. Idealnya, contact angle yang terbentuk 0
⁰ akan menghasilkan wetting lebih baik sehingga diperoleh adhesi yang optimal.
28
Faria-e-Silva dkk dalam penelitiannya juga menyatakan kontak yang rapat antara semen resin dengan dentin saluran akar akan
mengurangi friksi sehingga meningkatkan retensi pasak fiber.
16
Beberapa faktor lain juga mempengaruhi ketahanan fraktur pasak polyethylene fiber di dalam saluran akar. Proses obturasi pada penelitian ini
menggunakan sealer berbasis resin dan guttaperca dengan teknik kondensasi lateral.
Sealer berbasis resin dipilih untuk menghindari sealer berbasis eugenol yang dapat menghambat polimerisasi semen resin. Namun kelemahan pada penelitian ini adalah
tidak dilakukan rontgen foto untuk mengetahui kepadatan hasil obturasi pada saluran akar. Pembuangan
sealer dan guttaperca dari saluran akar mungkin tidak berhasil dilakukan secara optimal oleh peneliti. Sisa
sealer menutupi tubulus dentin dan menyebabkan bahan
bonding tidak dapat infiltrasi secara penuh sehingga resin tags dan
hybrid layers tidak terbentuk sempurna didalam saluran akar. Disamping itu semen resin
dual cure yang digunakan juga memiliki teknik yang paling sensitif dibandingkan dengan jenis semen lainnya. Kontaminasi sisa
sealer pada permukaan dentin akan mempengaruhi proses polimerisasi semen resin
dual cure.
39
Hal inilah yang mungkin menyebabkan retensi pasak
polyethylene fiber didalam saluran akar menjadi rendah meskipun digunakan
self cure activator. Penelitian ini merupakan penelitian in-vitro yang menggunakan gigi
nonvital. Lamanya jangka waktu pencabutan dan usia gigi tidak dapat dikendalikan oleh peneliti. Sampel pada penelitian ini telah banyak kehilangan kandungan air
Universitas Sumatera Utara
sehingga mempengaruhi kekuatan fisik struktur gigi yang tersisa. Namun perendaman sampel di dalam larutan saline dilakukan sebagai upaya mengurangi hilangnya air
yang berlebih dari dalam dentin.
25
Komponen air di dalam tubulus dentin memiliki kemampuan untuk mendistribusikan tekanan pada gigi. Kehilangan cairan dari
tubulus dentin menyebabkan kekakuan stiffness dentin menjadi semakin meningkat
dan serat kolagen menjadi kering.
1
Serat kolagen yang kering menyebabkan infiltrasi bahan
bonding menjadi sulit ke dalam tubulus dentin sehingga mempengaruhi kekuatan perlekatan dan retensi pasak dengan dentin. Usia juga mempengaruhi
struktur dentin karena meningkatnya usia akan meningkatkan proses mineralisasi. Semakin banyak komponen mineral yang menggantikan air maka jaringan keras akan
semakin kaku.
1
Faktor tersebut yang mungkin mempengaruhi ketahanan fraktur pada sampel sehingga tidak diperoleh perbedaan signifikan meskipun telah digunakan
self cure activator. Hasil yang berbeda mungkin akan diperoleh jika dilakukan penelitian
in-vivo dimana dentin masih terhidrasi meskipun sudah nonvital. Hidrasi pada dentin menyebabkan serat kolagen masih lembut dan lentur sehingga infiltrasi bahan adhesif
akan menjadi lebih mudah dan meningkatkan kekuatan perlekatan pasak sehingga retensi pasak menjadi optimal. Disamping itu
crack initiation-toughness dan crack growth-toughness pada dentin yang masih basah lebih tinggi dibandingkan dentin
yang kering.
1
Penelitian ini juga menggunakan larutan sodium hypochlorite sebagai
bahan irigasi. Larutan sodium hypochlorite dinyatakan sebagai gold standard irrigant
yang banyak direkomendasikan untuk larutan irigasi saluran akar.
30
Namun sodium
hypochlorite ternyata dapat meninggalkan lapisan kaya akan oksigen pada permukaan dentin saluran akar. Lapisan oksigen pada permukaan dentin dapat menyebabkan
proses polimerisasi semen resin menjadi terganggu sehingga mempengaruhi retensi pasak
polyethylene fiber.
11,34
Salah satu faktor penting untuk keberhasilan restorasi pasak adalah ferrule. Kehadiran ferrule menunjukkan masih terdapat sisa struktur mahkota gigi
yang dapat mengurangi risiko fraktur gigi. Ferrule memberikan retensi dan resistensi
pada gigi yang direstorasi serta memperpanjang durasi pasak di dalam saluran akar.
Universitas Sumatera Utara
Sebuah penelitian menyatakan gigi yang menggunakan ferrule setinggi 2 mm
memiliki risiko fraktur lebih rendah dibandingkan tanpa ferrule.
40
Disamping itu pola fraktur pada gigi yang menggunakan
ferrule umumnya memiliki pola fraktur repairable.
39
Pola fraktur yang terjadi pada ketiga kelompok diamati secara visual. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan secara statistik terdapat perbedaan pola fraktur
signifikan pada ketiga kelompok p=0,016. Perbedaan pola fraktur signifikan terjadi antara kelompok tanpa sistem adhesif dengan kelompok yang menggunakan sistem
adhesif. Sementara perbedaan pola fraktur yang tidak signifikan terjadi antara kelompok yang menggunakan sistem total etsa dengan kelompok yang menggunakan
sistem total etsa ditambah aktivator p=1,00. Kedua kelompok tersebut memiliki pola fraktur yang sama yaitu 90 pola fraktur
repairable dan hanya 10 pola fraktur irrepairable. Namun perbedaannya terletak pada lokasi fraktur yang terjadi dimana
kelompok sistem total etsa lokasi frakturnya 70 fraktur inti dan 20 fraktur pasak- inti. Sementara kelompok sistem total etsa ditambah
self cure activator memiliki 50 fraktur inti dan 40 fraktur pasak-inti.
Perbedaan pola fraktur yang tidak signifikan pada kelompok sistem total etsa dengan kelompok sistem total etsa ditambah
self cure activator mungkin dipengaruhi oleh
load type, karakter load jig dan penanaman sampel. Penelitian ini menggunakan
static load dari alat universal testing machine untuk menguji ketahanan fraktur sampel. Namun
static load hanya menghasilkan tekanan single unidirectional yang hanya menggambarkan tekanan oklusal saat oklusi intrinsik tanpa menghasilkan
tekanan oblique, torsional dan lateral shearing. Sementara itu dynamic load seperti
fatigue dan themomechanical cycling test workstation akan menghasilkan tekanan yang
multidirectional seperti tekanan selama pengunyahan dalam rongga mulut.
11,41
Load jig yang digunakan dalam penelitian ini juga memiliki penampang yang cukup besar dengan bentuk sedikit membulat. Pada beberapa penelitian
sebelumnya penampang yang membulat digunakan untuk menghasilkan tekanan yang lebih homogen. Namun penampang yang bulat dan besar ternyata menyebabkan area
konsetrasi tekanan menjadi lebih luas sehingga mempengaruhi pola fraktur.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan jig yang kecil dapat menghasilkan area konsentrasi tekanan yang terpusat sehingga distribusi tekanan lebih homogen.
11
Sampel pada penelitian ini juga ditanam dalam balok akrilik yang bersifat kaku. Sifat akrilik yang kaku akan lebih
mencengkram atau menghasilkan retensi pada akar gigi. Sementara penggunaan bahan
elastomer atau silicon autopolimerisasi sebelum sampel ditanam dalam akrilik, akan memberikan efek
cushioning dan shock absorption yang baik pada akar sebagai simulasi ligamen periodontal.
11,41
Kekurangan lainnya dalam penelitian ini adalah ukuran mesio-distal dan bukko-lingual mahkota gigi tidak dikendalikan pada seluruh sampel. Variasi ukuran
mahkota mempengaruhi luas area konsentrasi tekanan. Tekanan stress dipengaruhi
oleh gaya F dan luas area tekanan A. Tekanan dinyatakan berbanding terbalik
dengan luas area tekanan. Pada penelitian ini gaya yang diberikan sama pada seluruh sampel tetapi luas area tekanan atau luas permukaan masing-masing sampel berbeda.
Semakin luas permukaan gigi A maka semakin kecil tekanan stress yang
dihasilkan karena gaya F lebih tersebar pada permukaan yang luas. Sementara semakin kecil luas permukaan gigi A maka tekanan
stress yang dihasilkan akan semakin besar karena gaya F terkonsentrasi pada permukaan yang kecil.
28
Sampel yang memiliki pola fraktur
irrepairable pada kelompok sistem total etsa dengan sistem total etsa ditambah
self cure activator memiliki dimensi mahkota yang lebih kecil dibandingkan dengan sampel lainnya sehingga konsentrasi tekanan lebih tinggi
pada sampel tersebut. Beberapa penelitian lainnya seperti Faria-e-Silva dkk 2008 yang
melakukan evaluasi kinetics of conversion dari sistem adhesif dual-cured.
Berdasarkan hasil penelitiannya diperoleh bahwa penambahan self cure activator
ternyata juga menurunkan degree of conversion dari sistem adhesif.
42
Choi SK dkk 2009 dalam penelitiannya juga menyatakan aplikasi aktivator pada sistem adhesif
akan menghasilkan kekuatan perlekatan yang lebih rendah terhadap dentin.
43
Kim YK dkk 2013 dalam peneltiannya juga menyatakan sistem adhesif yang ditambahkan
aktivator tidak menunjukkan heat generation. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem
adhesif dual-cured tidak mengalami proses self-cure karena rendahnya pembentukan
Universitas Sumatera Utara
radikal bebas.
33
Oleh karena perbedaan pendapat dari beberapa peneliti sebelumnya menyebabkan belakangan ini mulai dikembangkan
self adhesive resin cement. Prosedur aplikasi bahan yang tidak memerlukan
treatment apapun pada permukaan dentin sangat membantu para klinisi karena lebih efektif digunakan dan
mempersingkat waktu kerja apabila digunakan di klinik.
Universitas Sumatera Utara
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN