5.2. PEMBAHASAN 5.2.1 Pola Asuh Orang tua
Berdasarkan hasil penelitian pola asuh orang tua di RSJ Pemprovsu Medan diperoleh pola asuh demokratis 21 responden 65.6. Hasil penelitian ini
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Susi 2012 di SMP Negeri 7 Medan yang menunjukan bahwa dari 144 responden, sebanyak 135 responden
93,5 yang memiliki pola asuh orang tua demokratis. hal ini mendukung hasil penelitian peneliti bahwa pola asuh demokratis banyak digunakan oleh orang tua.
Peran orang tua menurut Schoib 2010 bila orang tua memahami anak dengan baik dan mengenali sikap dan bakatnya yang unik, mengembangkan dan
membina kepribadiannya tanpa memaksanya menjadi orang lain. Dalam berkomunikasi pada anak hendaknya tidak mengancam dan menghakimi tetapi
dengan perkataan yang mengasihi atau memberi dorongan memotivasi supaya anak mencapai keberhasilan dalam pembentukan karakter anak.
Menurut Shocib 2010 orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk berbuat keputusan secara
bebas, berkomunikasi dengan lebih baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai kepuasan, dan sedikit menggunakan
hukuman badan untuk mengembangkan disiplin. Menurut Astuti 2005, pola asuh demokrasi dapat mendorong anak untuk
mandiri, tapi orang tua tetap menetapkan batas dan kontrol serta memiliki dampak positif yaitu anak-anak akan merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan rasa
percaya di dirinya terpupuk, bisa mengatasi stress, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi dengan baik. Orang tua yang menerapkan pola
asuh demokratis akan berusaha mengajak anak agar terbiasa menerima konsekuensi secara logis dalam setiap tindakannya sehingga anak akan
menghindari keburukan karena dia sendiri merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena desakan orang tuanya.
Menurut Santrock 1999 pola asuh demokratis dapat mendorong remaja menjadi bebas namun tetap menempatkan batasan dan pengendalian dalam
tindakan remaja, memberi dan menerima secara lisan dilakukan dengan luas dan orang tua ramah serta pengasuhan diarahkan pada remaja pola otoritatif
mendorong anak untuk mandiri, tetapi orang tua harus tetap menetapkan batas dan kontrol. Orang tua biasanya bersikap hangat, dan penuh belas kasih kepada anak,
bisa menerima alasan dari semua tindakan anak, mendukung tindakan anak yang konstruktif.. Di antaranya anak akan merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan
rasa percaya dirinya terpupuk, bisa mengatasi stres, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi, baik dengan teman-teman dan orang dewasa.
Anak lebih kreatif, komunikasi lebih lancar tidak rendah diri dan berjiwa besar. Dalam mengasuh anak, orangtua hendaknya bersikap arif dan bijaksana,
tidak ekstrim terhadap salah satu pola asuh yang ada, dalam arti mampu memberi pengasuhan sesuai dengan apa yang sedang dilakukan anak dan apa harapan
orangtua. Jadi orangtua dapat menerapkan ketiga pola asuh tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi. Dengan demikian pengasuhan yang diberikan oleh orangtua
lebih mengutamakan kasih sayang, kebersamaan, musyawarah, saling pengertian dan penuh keterbukaan keterbukaan. Jika anak-anak dibesarkan dan diasuh
dengan pola asuh yang demokratis, niscaya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Seluruh potensi yang dimiliki anak dapat dikembangkan secara
optimal. Dengan demikian pada gilirannya nanti anak-anak yang sehat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia dapat terwujud Scohib, 2010. Dampak positif yang
akan muncul adalah terwujudnya suatu tatanan masyarakat yang baik, saling menghargai, saling menghormati, saling menyayangi, saling mengasihi,
masyarakat yang terbuka, berpikiran positif, jujur, dan.mempunyai toleransi yang baik Hurlock 1999.
5.2.2 Penyalahgunaan Napza
Dari hasil distribusi frekuensi dan persentase tingkat keterlibatan responden dalam penyalahgunaan napza di RSJ Pemprovsu medan menunjukkan bahwa
sebagian besar berada pada tingkat penyalahgunaan napza yang ringan dan sedang yaitu sebanyak 24 75 dan 5 15.6 responden. Hal ini sesuai dengan
pendapat Martono 2005 yang menyatakan bahwa alasan pertama para pengguna napza adalah sangat sederhana yaitu ingin mencoba bagaimana rasa dari Napza
tersebut yang dikarenakan faktor teman sebaya maupun lingkungan, dan menurut asumsi peneliti penyalahgunaan Napza yang rendah dan ringan tersebut juga
dikarenakan responden yang telah mendapat pengobatan dari pihak RSJ sehingga efek yang ditimbulkan oleh NAPZA tersebut telah berkurang.
Penyalahgunaan napza dapat menimbulkan suatu kondisi yang dapat dikonseptualisasikan sebagai gangguan jiwa dimana penyalahgunaan obat drug
abusher tidak dapat berfungsi lagi secara wajar di dalam masyarakat, menunjukkan perilaku maladaptif. Kondisi demikian dapat dilihat pada sifatnya
dalam fungsi sosial baik dalam lingkungan sekolah atau masyarakat Martono, 2005.
Masalah penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks, baik latar belakang maupun cara memperoleh serta tujuan penggunaannya. Pada umumnya NAPZA
disalahgunakan oleh mereka yang kurang mengerti efek samping yang ditimbulkan oleh pemakaiannya, hal tersebut disebabkan antara lain oleh tata
budaya, tingkat pendidikan dan karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia, yaitu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, namun kurang tanggap
dan kurang bisa membicarakan hal-hal yang dianggap negatif antara lain mengenai napza Diswanto, 2002. Sehingga NAPZA dengan segala
permasalahannya tetap menjadi sesuatu yang misterius bagi kebanyakan masyarakat kita Martono, 2005.
Menurut WHO, bahwa ketergantungan obat tidak hanya karena satu sebab melainkan terdapat berbagai faktor yang paling berinteraksi. Ini adalah gangguan
kepribadian dengan diketahui adanya risiko jangka panjang yang merugikan. Ini adalah manifestasi upaya mengatasi stres psikis, sosial dan ekonomi, depresi,
kecemasan kronis dan gangguan psikiatri lain. Semua sebagai manifestasi dari perlawanan terhadap nilai dari perlawanan terhadap nilai sosial yang
konvensional, tekanan sosial budaya, dan peran keluarga. Teori tentang proses terjadinya penyalahgunaan napza pada remaja, yaitu
seorang remaja akan menjadi ketergantungan apabila ia terus menerus diberi napza hal ini dikarenakan tubuh akan beradaptasi dengan menambah reseptor dan
sel-sel syaraf yang bekerja keras. Jika pemakain napza dihentikan, sel yaang bekerja keras tadi akan mengalami keausan yang dari luar nampak sebagai gejala
putus zat Martono, 2005.
5.2.3 Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Penyalahgunaan Napza
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh keluarga memiliki hubungan yang sedang r = -0.427 dan p= 0.007 hasil nilai signifikan dapat
diterima dimana nilai p 0.05. Arah korelasi yang negatif menunjukkan arti jika pola asuh yang diberikan kepada anak baik, maka tingkat penyalahgunaan Napza
juga akan menurun. Sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan pola asuh keluarga dengan penyalahgunaan napza pada remaja di RSJ Pemprovsu Medan.
Hal ini juga sesuai dengan penelitianHasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Estin 2009, bahwa dari analisis
statistika diperoleh nilai signifikan p value sebesar 0,000 sehingga lebih kecil dari nilai α = 0,05. Hal ini berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan
terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh orang tua terhadap perilaku penyalahgunaan Napza.Didukung oleh hasil penelitian oleh Deviy 2012
diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang positif pola asuh demokratis orang tua berpengaruh terhadap kemampuan mengemukakan pendapat anak 144
52. Dengan nilai nilaikoefisien korelasi product moment 0,397 dan koefisien determinasi 15,8
Dari hasil penelitian di atas, berbading terbalik dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari Endang 2007, bahwa dari analisis statistika diperoleh
nilai signifikan p value sebesar 0,07 sehingga lebih besar dari nilai α = 0,05. Hal ini menunjukkan Ho gagal ditolak sehingga disimpulkan tidak ada hubungan
pola asuh orangtua terhadap penyalahgunaan Napza. Keluarga merupakan pendidikan dasar dan utama dan pertama bagi
pembentukan dasar dari kepribadian anak, keluarga juga merupakan jembatan
dasar antara remaja dengan lingkungan luar remaja seperti teman sebaya, sekolah dan masyarakat dan sebagai keluarga wajib mencegah penyalahgunaan napza
serta menanggulangi anak yang bermasalah dengan napza sedini mungkin. Menurut Gunarsa 2002 pola asuh adalah seluruh cara perlakuan orang tua
yang ditetapkan pada anak, yang merupakan bagian penting dan mendasar menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Pengasuhan anak
menunjuk pada pendidikan umum yang ditetapkan pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi orang tua sebagai pengasuh dan anak sebagai
yang diasuh yang mencakup perawatan, mendorong keberhasilan dan melindungi maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh
masyarakat, dimana apabila orangtua memberikan pola asuh yang kurang tepat pada anaknya, tentu akan menimbulkan dampak yang buruk terhadap
perkembangan anak salah satunya dengan mencari hal-hal yang dapat menenangkan pribadinya seperti merokok bahkan sampai pada tahap
penyalahgunaan napza. Menurut Wahyuning 2003 Pola asuh adalah seluruh cara perlakuan orang
tua yang ditetapkan pada anak, yang merupakan bagian penting dan mendasar menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Pengasuhan anak
menunjuk pada pendidikan umum yang ditetapkan pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi orang tua sebagai pengasuh dan anak sebagai
yang diasuh yang mencakup perawatan, mendorong keberhasilan dan melindungi maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh
masyarakat.
Monks 2002, juga menyatakan bahwa ada hubungan antara pola asuh keluarga dengan penyalahgunaan napza yaitu ditandai dengan hubungan yang
harmonis didalam keluarga yaitu akan adanya sikap terbuka dan komunikasi yang baik, orangtua akan memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak-
anaknya, memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berinteraksi dengan lingkungan sehingga anak akan mampu mengolah pikiran dan perasaannya secara
lebih efektif serta mampu menghadapi masalah dan pemecahannya secara mandiri.
Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis didalam teori mengatakan berdampak lebih baik pada remaja, artinya remaja menjadi mandiri, anak akan
merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan rasa percaya dirinya terpupuk, bisa mengatasi stress, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi
denganbaik, tetapi dari hasil penelitian orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis pada anak remaja, mengakibatkan remaja tersebut menjadi
ketergantungan terhadap orangtuanya. Tidak bisa mengambil keputusan atau pun tindakan yang tepat untuk dirinya. Anak remaja tersebut karena banyak nasehat
tentang perilaku-perilaku remaja yang menyimpang terhadap seksual akan lebih ingin mengetahui lebih jauh apa yang hal apa yang dijelaskan orang tuanya
tersebut Gunarsa, 2002. Namun demikian, dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
penyalahgunaan napza pada remaja baik itu faktor individu remaja, lingkungan tempat tinggal, teman sebaya, maupun faktor Napza itu sendiri memungkinkan
bagi remaja untuk terlibat dalam penyalahgunaan napza Hawari, 2002.
5.3 Keterbatasan Penelitian