Prinsip Pembuktian Untitled Document

27 sah sebagai alat bukti dan oleh karena itu tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian untuk menguatkan kebenaran dalil atau bantahan yang dikemukakan.

2. Prinsip Pembuktian

Yang dimaksud prinsip pembuktian adalah landasan penerapan pembuktian. Semua hak, termasuk hakim harus berpegang pada patokan yang digariskan prinsip dimaksud adalah : 1. Pembuktian Mencari dan Mewujudkan Kebenaran formil. Dalam proses peradilan perdata, kebenaran yang dicari dan diwujudkan hakim adalah cukup kebenaran formil dari diri dan sanubari hakim, tidak dituntut keyakinan. Dalam proses peradilan perdata peran seorang hakim bersifat pasif hanya terbatas menerima dan memeriksa sepanjang mengenai hal-hal yang diajukan penggugat dan terggugat untuk mencari dan menemukan kebenaran formil itu diwujudkan sesuai dengan dasar alasan dan fakta-fakta yang diajukan oleh para pihak selama proses persidangan berlangsung, sedangkan yang ditemukan di luar persidangan atau out of court, tidak dapat dijadikan hakim sebagai dasar penilaian. Selain itu bukti yang diajukan di persidangan harus mampu membuktikan fakta konkret yang langsung berkaitan dengan materi pokok perkara yang disengketakan, sedangkan bukti yang hanya mengandung fakta abstrak, tidak bernilai sebagai alat bukti untuk membuktikan kebenaran suatu keadaan atau peristiwa hukum. 28 Dalam hal ini hakim dituntut aktif dalam hal menyaring dan menyingkirkan bukti-bukti yang diajukan para pihak yang dianggap tidak relevan terhadap perkara sesuai dengan kewenangannya menentukan pendapat dan kesimpulan yang akan diambilnya. Oleh karena itu kalau hakim mengetahui fakta atau bukti yang diajukan tidak benar, maka hakim dapat menolaknya sebagai dasar penilaian pembuktian. 2 Pengakuan Mengakhiri Pemeriksaan Perkara Pada prinsipnya, pemeriksaan perkara sudah berakhir apabila salah satu pihak memberikan pengakuan yang bersifat menyeluruh terhadap materi pokok perkara. Apabila tergugat mengakui secara murni dan bulat atas materi pokok yang didalilkan penggugat, dianggap perkara yang disengketakan telah selesai, karena dengan pengakuan itu telah dipastikan dan diselesaikan hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Begitu juga sebaliknya, kalau penggugat membenarkan dan mengakui dalil bantahan yang diajukan tergugat, berarti sudah dapat dipastikan dan dibuktikan gugatan yang diajukan penggugat sama sekali tidak benar. Meskipun hakim mengetahui dan yakin pengakuan itu bohong atau berlawanan dengan kebenaran maka hakim harus menerima pengakuan itu sebagai fakta dan kebenaran. 3 Pembuktian Perkara Tidak Bersifat Logis 29 Baik dalam Perkara pidana atau perkara perdata, pembuktian suatu perkara tidak bersifat logis. Hukum pembuktian dalam perkara tidak selogis pembuktian ilmu pasti oleh karena itu hakim tidak boleh menuntut pembuktian yang logis dan pasti dari para pihak yang berperkara sebagaimana halnya pembuktian berdasarkan ilmu pasti. apalagi menuntut pembuktian kebenaran yang absolut karena dianggap penerapan yang keliru. Karena proses pembuktian menurut hukum dalam suatu perkara, selalu terkandung ketidakpastian atau adanya keraguan.Bukti-bukti yang harus disampaikan bukan berisi fakta yang logis, absolut dan pasti tetapi cukup fakta yang mengandung kebenaran yang diterima akal sehat common sense artinya, kebenaran fakta yang dikemukakan selaras dengan kebenaran menurut kesadaran masyarakat. 4 Fakta-Fakta yang tidak perlu dibuktikan Tidak semua fakta mesti dibuktikan. Fokus pembuktian ditujukan pada kejadian atas peristiwa hubungan hukum yang menjadi pokok persengketaan sesuaidengan yang didalilkan atau fundamentum petendi gugatan pada satu segi dan apa yang disangkal pihak lawan pada sisi lain. hal-hal yang tidak perlu dibuktikan dalam pemeriksaan perkara perdata : a. Hukum positif tidak perlu dibuktikan b. Fakta yang diketahui umum tidak dibuktikan c. Fakta yang tidak dibantah, tidak perlu dibuktikan d. Fakta yang ditemukan selama proses persidangan tidak perlu dibuktikan. 30 5 Bukti Lawan Tegenbewijs Salah satu prinsip umum pembuktian, memberi hak kepada pihak lawan mengajukan bukti lawan. dalam teori dan praktik, bukti lawan selalu dikaitkan dengan pihak tergugat. Oleh karena itu bukti lawan selalu diartikan bahwa Bukti yang diajukan tergugat untuk kepentingan pembelaanya terhadap dalil dan fakta yang diajukan penggugat berarti merupakan bukti penyangkalan atau bukti balasan terhadap pembuktian yang diajukan penggugat. Jadi pengajuan bukti lawan merupakan upaya yang dilakukan salah satu pihak untuk membantah dan melumpuhkan pembuktian pihak lawan dan upaya itu, merupakan hak yang diberikan undang-undang kepada pihak tergugat, sebagaimana yang disebut dalam pasal 1918 KUH Perdata, dengan syarat asal hal itu diajukan dalam persidangan pengadilan. 6 Persetujuan Pembuktian Para pihak dapat membuat kesepakatan tentang alat bukti maupun kekuatan pembuktian yang dapat diajukan dalam penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian. Dalam teori penulisan dikenal istilah“ bewiis overeenkoms ”yakni perjanjian untuk mengatur pembuktian, para pihak dapat menyepakati fotokopi, email, atau data elektronik electronik data sebagai alat bukti. Bahkan dibenarkan menyepakati perubahan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada keterangan saksi atau lebih bersifat sempurna dan mengikat. 31 3 Jenis-Jenis Alat Bukti Sehubungan dengan hukum pembuktian, maka untuk keperluansuatu pembuktian, diperlukan alat bukti. Mengenai alat bukti yang diakui dalam acara perdata pasal 164 HIR dan Menurut ketentuan Pasal 1866 KUH Perdata menyatakan bahwa alat bukti meliputi : 1. Bukti tulisan 2. Bukti dengan saksi 3. Persangkaan 4. Pengakuan 5. Sumpah Ditinjau dari sifatnya alat bukti yang disebut dalam pasal 1866 KUH Perdata dan pasal 164 HIR dapat diklasifikasikan atas 2 macam alat bukti langsung dan alat bukti tidak langsung :

1. Alat bukti langsung direct evindence