14
kesusilaan baik atau ketertiban umum.” berdasarkan kedua pasal tersebut, suatu kontrak tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat batal, apabila kontrak
tersebut : 1. Tidak mempunyai kausa atau kausanya palsu.
2. Kausanya bertentangan dengan Undang-Undang. 3. Kausanya bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Sehubungan dengan keempat syarat dalam pasal 1320 KUH Perdata tersebut diatas terdapat penjelasan lebih lanjut terkait dengan konsekuensi tidak dipenuhinya
masing-masing syarat yang dimaksud : 1. “noneksistensi” apabila tidak ada kesepakatan maka tidak timbul kontrak
2. Syarat kesepakatan dan kecakapan unsur subjektif Karena berkenaan dengan diri orang atau subjek yang membuat kontrak,maka
apabila kontrak itu lahir karena cacad kehendak atau cacad ketidakcakapan maka akan berakibat kontrak tersebut dapat dibatalkan.
3 Syarat objek tertentu dan kausa yang diperbolehkan Unsur Objektif
Apabila kontrak itu lahir karena tidak terpenuhi syarat objek tertentu atau tidak mempunyai causa atau causanya tidak diperbolehkan maka akan berakibat
kontrak batal demi hukum.
3. Asas-Asas dalam Perjanjian
Asas hukum merupakan sumber bagi sistem hukum yang memberi inspirasi mengenai nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakat. dengan demikian asas sebagai
landasan norma menjadi alat uji bagi norma hukum yang ada, dalam arti norma hukum tersebut pada akhirnya harus dapat dikembalikan pada asas hukum yang
menjiwainya. Niewenhuis mengatakan bahwa “asas-asas hukum itu berfungsi sebagai pembangunan sistem, dan lebih lanjut asas-asas itu sekaligus membentuk sistem
15
“chek and balance”. dalam Buku III KUH Perdata dikenal asas penting dalam hukum perjanjian yaitu :
1. Asas kebebasan berkontrak Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral di
dalam hukum kontrak karena mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak. Kebebasan berkontrak pada dasarnya
merupakan perwujudan dari kehendak bebas berkontrak bagi para pihak. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1320 ayat 4
KUH Perdata, yang berbunyi “Suatu sebab yang tidak terlarang.” para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan
membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu
yang terlarang. Seperti yang tertuang dalam pasal 1337 KUH Perdata “ suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila
berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.” Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk : a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.
b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian.
16
c. Kebebasan untuk menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya. d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian, bentuk suatu perjanjian, yaitu
tertulis atau lisan. 2. Asas konsensualisme
Asas konsensualisme
merupakan “roh”
dari suatu
perjanjian. Asas
konsensualisme sebagaimana terdapat dalam pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata yang menyebutkan “ kesepakatan kedua belah pihak “ dimana menurut asas ini
perjanjian itu telah lahir cukup dengan adanya kata sepakat yaitu persesuaian kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. dengan demikian
Asas konsensualitas menunjukan Bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya
telah melahirkan kewajiban bagi salah satu pihak dalam perjanjian tersebut, setelah para pihak tersebut mencapai kesepakatan atau consensus.
3. Perjanjian berlaku sebagai undang-undang Pacta Sunt Servanda Asas pacta sunt servanda atau disebut dengan asas kepastian hukum. Asas ini
berhubungan dengan akibat perjanjian. asas pacta sunt servanda adalah asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak.asas pacta sunt servanda diatur dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata
17
yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.“
4. Asas itikad baik Asas itikad baik dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata
berbunyi “ Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan pihak
debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.itikad baik adalah
bersifat dinamis. Artinya dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia. asas itikad baik juga dibedakan
dalam sifatnya yang nisbi relatif-subjektif dan mutlak absolut-objektif. Pada itikad baik yang nisbi relatif-subjektif, orang memperhatikan sikap dan tingkah
laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik yang absolut-objektif atau hal yang sesuai dengan akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran objektif untuk menilai
keadaan sekitar perbuatan hukumnya penilaian tidak memihak menurut norma- norma yang objektif. Wirjono Prodjodikoro membagi itikad baik menjadi dua
macam, yaitu : a. Itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum. Itikad baik
disini biasanya berupa perkiraan atau anggapan seseorang bahwa syarat-syarat yang diperlukan bagi dimulai hubungan hukum telah terpenuhi.
b. Itikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang termaksud dalam hubungan hukum itu. Pengertian itikad baik semacam ini
18
sebagaimana diatur dalam pasal 1338 3 KUH Perdata bersifat objektif dan dinamis mengikuti situasi sekitar perbuatan hukumnya.
5. Asas Kepribadian Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Asas ini diatur dalam ketentuan pasal 1315 dan pasal 1340 KUH Perdata.
Pasal 1315 berbunyi “Pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri”.
Pada umumnya seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.Pasal 1340 berbunyi “perjanjian hanya berlaku antar pihak yang
membuatnya.”dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu,
subjek hukum pribadi, hanya berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.
4. Akibat Hukum dari Perjanjian