Penggunaan Antibiotik dalam Pioderma yang Paling Sering di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Tahun 2012

(1)

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM PIODERMA YANG PALING SERING DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

(RSUP) HAJI ADAM MALIK TAHUN 2012

OLEH:

MMAHALETCHUMY MANOHARAN 100100303

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM PIODERMA YANG PALING SERING DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) HAJI ADAM

MALIK TAHUN 2012

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran”

OLEH:

MMAHALETCHUMY MANOHARAN 100100303

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pengunaan Antibiotik dalam Pioderma yang Paling Sering di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Tahun 2012.

Nama : Mmahaletchumy Manoharan NIM : 100100303

Pembimbing Penguji I

(dr. Ariyati Yosi, Sp. KK ) ( dr. Rina Amelia, MARS ) NIP:197409062008012015 NIP: 19760420 200312 2 002

Penguji II

( dr. Mila Darmi, Sp. KK )

NIP: 19690828200012 2 001

Medan, 6 Januari 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

( Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD – KGEH ) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kasih dan kurnia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Penggunaan Antibiotik dalam Pioderma yang Paling Sering di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Tahun 2012”

Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ariyati Yosi, SpKK, selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih atas segala bimbingan, ilmu, dan waktu yang diluangkan untuk membimbing penulis.

3. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU), teristimewa kepada dosen dan staf departemen IKK serta staf Medical Education Unit (MEU).

4. Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberi izin penelitian kepada saya untuk melakukan survei penelitian di rumah sakit tersebut. 5. Orang tua penulis yang membantu memberikan dukungan buat penulis. 6. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas

segala bantuan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat lebih baik dalam bidang penelitian ke depannya kelak. Semoga ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 10 Januari 2014 Peneliti,

Mmahaletchumy Manoharan NIM : 100100303


(5)

ABSTRAK

Angka kejadian infeksi bakteri kulit akibat pioderma di dunia, terutama di Indonesia masih cukup tinggi, meskipun telah ditemukan antibiotik untuk mengobati pioderma karena sudah berlakunya resistensi terhadap antibiotik dalam golongan masyarakat. RSUP.H.Adam Malik Medan, sebagai rumah sakityang menjadi pusat rujukan tipe A di Sumatera Utara harus mengenali mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak diperlukan dalam pengobatan pioderma agar dapat melakukan pencegahan,diagnosis dan pengobatan dengan lebih efisien.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan antibiotik dalam pioderma yang paling sering di RSUP.H.Adam Malik Medan pada tahun 2012.

Penelitian yang dilakukan adalah deskriptif. Jumlah sampel adalah sebanyak 80 pasien yang didiagnosis pioderma.Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan total sampling.Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rekam medis. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif. Hasil yang diperoleh setelah proses analisis data menunjukkan bahwa umur responden paling banyak adalah pada kelompok umur 16-20 tahun sedangkan umur responden yang paling sedikit adalah kelompok umur >65 tahun, jenis kelamin responden paling banyak adalah laki-laki dibanding responden perempuan. Jenis pekerjaanresponden paling banyak adalah pelajar sedangkan jenis pekerjaan responden yang paling sedikit adalah nelayan.

Jenis antibiotik yang paling banyak diresepkan untuk infeksi pioderma adalah siprofloksasin dengan frekuensi sebanyak26 orang (32,5%),diikuti dengan klindamisin dengan frekuensi sebanyak 20 orang (25,0%), eritromisin dengan frekuensi sebanyak 16 orang (20,0%) dan amoksisilin dengan frekuensi sebanyak 13 orang (16,3%) manakala jenis antibiotik yang paling sedikit diresepkan adalah gentamisin dengan frekuensi sebanyak 5 orang saja (6,3%).Jenis pioderma yang paling banyak adalah selulitis dengan frekuensi sebanyak 26 orang (32,5%), diikuti impetigo dengan frekuensi sebanyak 22 orang (27,5%)sedangkan jenis pioderma yang paling sedikit adalah folikulitis dengan frekuensi sebanyak 6 orang saja (7,5%).


(6)

ABSTRACT

The incidence of bacterial skin infections due to pyoderma in the world , especially in Indonesia is still quite high , although the discovery of antibiotics to treat pyoderma because the occurrence of resistanse towards antibiotics among the people. RSUP.H.Adam Malik , a hospitalthat became a referral centers in North Sumatra type A should reduce the prescription of antibiotics which are unnecessary for the treatment of pyoderma in order for a more efficient prevention , diagnosis and treatment.

The aim of the study is to determine the usage of antibiotics on most common types of pyoderma in RSUP.H.Adam Malik Medan in the year 2012.

Descriptive study was chosen in this study . The number of samples are80 patients who were diagnosed with pyoderma. The sampling technique used was total sampling . The data was collected using medical records and analyzed by using descriptive statistics. The results obtained after analyzed the data showed that the most common age group are of 16-20 years old whereas the least common age group are of>65 years old, male patients are more compare to female patients and the most common type of job are of students and the least type of jobs are of fishermen.

Type of antibiotics that are prescribed for pyodermal infection are ciprofloxacin with a frequency of 26 people, (32,5%), followed by clindamysin with a frequency of 20 people (25,0%)and amoxicillin with a frequency of 13 people (16,3%)and the most least antibiotics that are prescribed for pyodermal infection are gentamicin with a frequency of 5 people only (6,3%).The most common type of pyoderma are sellulitis with a frequency of 26 people (32,5%), followed by impetigo with a frequency of 22 people (27,5%)and the most least common type of pyodermal are folliculitis with a frequency of 6 people only (7,5%).


(7)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Anatomi Kulit ... 5

2.1.1. Epidermis ... 5

2.1.2. Dermis ... 6

2.1.2.Subkutis ... 6

2.2. Faal Kulit ... 7

2.3. Pioderma ... 8

2.3.1. Etiologi ... 8

2.3.2. Faktor Predisposisi ... 8

2.3.3. Klasifikasi ... 8

2.3.4. Bentuk pioderma ... 9

2.3.4.1. Impetigo ... 9

2.3.4.2..Folikulitis ... 9

2.3.4.3. Furunkel dan Karbunkel ... 10

2.3.4.4. Erisipelas ... 10

2.3.4.5. Selulitis ... 10


(8)

2.4. Antibiotik ... 11

2.4.1.Makrolid ... 12

2.4.2. Sefalosporin ... 12

2.4.3. Fluorokuinolon ... 13

2.4.4. Aminoglikosida ... 13

2.4.5. Penisilin ... 13

2.4.6. Tetrasiklin ... 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 15

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 15

3.2. Definisi Operasional………15

3.2.1. Definisi ... 15

3.2.2. Cara Ukur ... 16

3.2.3. Alat Ukur ... 17

3.2.4. Hasil Pengukuran ... 17

3.2.5. Skala Pengukuran ... 17

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 17

4.1. Jenis penelitian ... 17

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

4.3. Populasi Penelitian ... 18

4.4. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel ... 18

4.4.1. Sampel Penelitian ... 18

4.4.2. Cara Pengambilan Sampel ... 18

4.5. Teknik Pengambilan Data ... 18

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN………...19

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……….19

5.2. Deskripsi Karateriksik Penelitian………20

5.2.1. Umur Responden ... 20


(9)

5.2.3. Jenis Pekerjaan Responden………...22

5.3. Hasil Analisa Data dan Pembahasan………..24

5.3.1. Hasil Analisa Data………24

5.4. Pembahasan………25

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………29

6.1 Kesimpulan………..29

6.2. Saran………29

DAFTAR PUSTAKA………19


(10)

LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(11)

ABSTRACT

The incidence of bacterial skin infections due to pyoderma in the world , especially in Indonesia is still quite high , although the discovery of antibiotics to treat pyoderma because the occurrence of resistanse towards antibiotics among the people. RSUP.H.Adam Malik , a hospitalthat became a referral centers in North Sumatra type A should reduce the prescription of antibiotics which are unnecessary for the treatment of pyoderma in order for a more efficient prevention , diagnosis and treatment.

The aim of the study is to determine the usage of antibiotics on most common types of pyoderma in RSUP.H.Adam Malik Medan in the year 2012.

Descriptive study was chosen in this study . The number of samples are80 patients who were diagnosed with pyoderma. The sampling technique used was total sampling . The data was collected using medical records and analyzed by using descriptive statistics. The results obtained after analyzed the data showed that the most common age group are of 16-20 years old whereas the least common age group are of>65 years old, male patients are more compare to female patients and the most common type of job are of students and the least type of jobs are of fishermen.

Type of antibiotics that are prescribed for pyodermal infection are ciprofloxacin with a frequency of 26 people, (32,5%), followed by clindamysin with a frequency of 20 people (25,0%)and amoxicillin with a frequency of 13 people (16,3%)and the most least antibiotics that are prescribed for pyodermal infection are gentamicin with a frequency of 5 people only (6,3%).The most common type of pyoderma are sellulitis with a frequency of 26 people (32,5%), followed by impetigo with a frequency of 22 people (27,5%)and the most least common type of pyodermal are folliculitis with a frequency of 6 people only (7,5%).


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Antibiotik adalah salah satu obat yang paling sering diresepkan dalam pengobatan moderndandigunakan untuk mengobati infeksi bakteri pada tubuh jika digunakan dengan benar. Antibiotik juga dikenal sebagai antibakterial; Antibiotik diambil dari kata Yunani dimana “anti” berarti melawan dan “bios” berarti hidup (bakteri bentuk kehidupan).Penisilin adalah antibiotik pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929dan ini merupakan penemuan yang signifikan bagi ilmu kedokteran(Nordqvist,2007).

MenurutEuropean Centre for Disease Prevention and Control (ECDC), resistensi antibiotik terus menjadi ancaman kesehatan masyarakat yang serius di seluruh dunia. Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada 19 November 2012, ECDC menginformasikan bahwa diperkirakan 25,000 orang meninggal dunia setiap tahun disebabkan oleh infeksi bakteri yang mengalami resistensi antibiotik di Uni Eropa.

Menurut National Health Services (NHS) di United Kindgom (UK), ada berbagai jenis antibiotik dan dipakai tergantung pada jenis infeksi. Diantaranya adalah beta-laktam, makrolid, tetrasiklin, kuinolon, aminoglikosida, sulfonamida, glikopeptida dan oxazolidinones. Antibiotik bersifat bakterisidal yang bekerja dengan membunuh bakteri atau bakteri ostatik dimana ia bekerja dengan menghentikan perkembangbiakan bakteri.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention, (CDC) 2011, 68% obat antibiotik diresepkan bagi pasien yang menderita penyakit saluran nafas akut dan 80% tidak memerlukan pengobatan tersebut. Selain itu, menurut World Health Organisation (WHO) 2010, sejak tahun 2000, antibiotik dan anti mikroba lain telah menjadi obat yang paling diproduksi dan di impor di Thailand.


(13)

Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari 27 negara dengan beban tinggi kekebalan obat terhadap kuman (Multidrug Resistance/MDR)didunia berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2009.

Infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri umumnya dilihat dalam praktek adalah impetigo, erisipelas, selulitis, dan folikulitis.Organisme yang paling umum terlihat pada kulit yang terserang infeksi bakteri adalah Streptokokus,

Staphylococcus aureus, dan Methicillin-resistant Staphylococcus Aureus

(MRSA). Infeksi bakteri kulit menjadi kondisi ketujuh yang paling umum dijumpai pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit pada tahun 2009, sedangkan hal tersebut merupakan urutan ketiga belas pada tahun 2000 (Napierkowski, 2013).

Menurut Oslesen, 2012 penyakit kulit yang sangat umum, mempengaruhi hingga 20% sampai 30% dari suatu populasi. Selain itu, menurut WHO, jumlah insidensiinfeksi bakteri kulit yang diakibatkan oleh pioderma selalu lebih tinggi pada anak berbanding orang dewasa.

Masih belum dilakukan penelitian tentang penggunaan antibiotik dalam infeksi bakteri kulit di Medan dan khususnya di RSUP Haji Adam Malik, dan sebagai peneliti, saya ingin mengetahui penggunaan antibiotik dalam infeksi bakteri kulit.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah “bagaimanakah penggunaan obat antibiotik terhadap pasien pioderma yang terjadi di RSUP Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2012 berdasarkan jenis infeksi bakteri kulit dan jenis obat yang diresepkan?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui jenis antibiotik yang digunakan untuk mengobati pasien pioderma yang sering diderita oleh pasien di RSUP Haji Adam Malik, Medan.


(14)

1.3.2. TujuanKhusus

Tujuan khusus pelaksanaan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jenis antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi pioderma.

2. Mengetahui sosio demografi dari segi usia, jenis kelamin dan jenis pekerjaan pasien.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1.4.1. Bagi Peneliti

1. Sebagai tambahan wawasan serta kesempatan penerapan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU).

2. Sebagai pemenuhan tugas akhir pendidikan di FK USU.

1.4.2. Bagi Pembaca

Dapat menjadi sumber informasi yang dapat dipergunakan dalam hal yang berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan penulis.

1.4.3. Bagi RSUP.H.Adam Malik Medan

1. Memberikan informasi mengenai jenis antibiotik yang paling sering digunakan di RSUP Haji Adam Malik,Medan.

2. Memberikan informasi mengenai karakteristik dan distribusi populasi pasien infeksi bakteri kulit yang menjalani pengobatan di RSUP HajiAdam Malik, Medan.

3.

Memberikan informasi mengenai jenis-jenis infeksi bakteri, khususnya pioderma yang sering dialami pasien.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan organ terbesar tubuh manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 meter persegi. Kulit merupakan organ yang vital dan bervariasi mengikut keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung lokasi tubuh. Warna kulit ada bermacam-macam, dari kulit yang terang (fairskin), pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa. Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastik dan longgar terdapat pada palpebra, bibir, dan preputium. Kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, yang berambut kasar terdapat pada kepala (Wasitaatmadja, 2007).

Kulit terbagi menjadi tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutis.

2.1.1. Epidermis

Lapisan epidermis terdiri atas: 1. stratum korneum

2. stratum lusidum 3. stratum granulosum 4. stratum spinosum

5. stratum basale (Wasitaatmadja, 2007)  

Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasma telah berubah menjadi keratin. Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang


(16)

berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum granulosum merupakan dua atau tiga lapis sel-sel gepenag dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal. Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Selain itu, sel ini membentuk melanin yang mengandung butir pigmen (melanosomes)(Wasitaatmadja, 2007).

2.1.2. Lapisan Dermis

Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar lapisan dermis dibagi menjadi dua bagian yakni:

1. pars papilare 2. pars retikulare

Pars papilare merupakan bagian yang menonjol ke epidermis, berisi serabut saraf dan pembuluh darah. Pars retikulare merupakan bagian dibawahnya yang menonjol ke arah subkutan. Bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin (Wasitaatmadja, 2007).

2.1.3. Lapisan subkutis

Lapisan subkutis adalah lanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat berisi sel-sel lemak di dalamnya. Lapisan sel-sel lemak ini disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan (Wasitaatmadja, 2007).


(17)

Gambar 1. Anatomi kulit.

2.2. Faal Kulit

  Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D dan keratinisasi (Wasitaatmadja, 2007). Kulit memproteksi tubuh dari gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan dan tarikan. Kulit juga memproteksi tubuh dari invasi patogen yang bisa masuk ke dalam tubuh. Selain itu, kulit juga tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat.

Kulit mengekskresi zat-zat yang tidak berguna atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia. Kulit juga melakukan proses berkeringat untuk mengurangkan dan meregulasikan suhu tubuh. Kulit mengandung saraf sensorik di dermis dan subkutis yang bisa mendeteksi tekanan, nyeri, dan suhu. Melanosit membentuk pigmen melanin yang menentukan warna kulit individu. Kulit juga membentuk vitamin D untuk kebutuhan tubuh tapi dalam jumlah yang sedikit (Sherwood, 2010).


(18)

2.3. Pioderma

Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan pejamu rentan yang terjadi melalui kode transmisi kuman yang tertentu (Pusat Informasi Penyakit Infeksi dan Penyakit Menular Indonesia, 2005). Organisme yang paling umum yang menginvasi kulit ialah Streptococci, Staphylococcus aureus, dan

methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Infeksi kulit memiliki dampak negatif pada kualitas hidup pasien. Pasien dengan diabetes dan immunodefisiensi lebih rentan terhadap infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri gram negatif. Infeksi kulit meningkat menjadi kondisi yang paling umum di antara anak-anak di rumah sakit pada tahun 2009. Jumlah pasien yang dirawat inap disebabkan infeksi secara keseluruhan telah meningkat 29% dari tahun 2000 sampai 2004(Napierkowski.D, 2013). Di United Kingdom (UK), insidensi infeksi kulit pada anak-anak pada tahun 2005 adalah sekitar 75 per 100 000 (Spurling, et al.2009). Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh

Staphylococcus,Streptococcus, atau kedua-duanya (Djunda, 2007).

2.3.1. Etiologi

Penyebabnya yang utama ialah Staphylococcus aureus dan Streptococcus Beta hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyebabkan infeksi (Djunda, 2007).

2.3.2. Faktor Predisposisi

1. Higiene yang kurang

2. Menurunnya daya tahan. Misalnya: kekurangan gizi, anemia, penyakit kronik, neoplasma ganas dan diabetes melitus.

3. Telah ada penyakit lain di kulit, karena terjadi kerusakan di epidermis, maka fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Djunda,2007).


(19)

2.3.3. Klasifikasi

1. Pioderma primer.

Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu, penyebabnyabiasanya satu macam mikroorganisme.

2. Pioderma sekunder

Pada kulit yang telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tidak khas dan mengikuti penyakit kulit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder disebut impetigenisata. Contohnya: Dermatitis impetigenisata dan skabies impetigenisata. Tanda impetigenisata ialah jika terdapat pus, pustul, bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening regional, leukositosis dan demam (Djunda, 2007).

2.3.4. Bentuk pioderma 2.3.4.1. Impetigo

Impetigo adalah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis). Terdapat dua bentuk yaitu impetigo krustosa dan impetigo bulosa. Impetigo krustosa biasanya disebabkan oleh Streptococcus Beta hemolyticus. Tempat prediksi di muka, yakni di sekitar lubang hidung, dan mulut (Djunda, 2007). Kulit memiliki kelainan berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan, tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh dibagian tengah (Stulberg, et al.2002).

Impetigo bulosa biasanya disebabkan oleh

Staphlococcus aureus. Umumnya adanya perubahan kulit pada ketiak, dada, punggung dan sering bersama miliaria. Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Jika sebelumnya terdapat lepuh, diagnosanya ialah impetigo bulosa.

2.3.4.2. Folikulitis

Folikulitis adalah radang follikel rambut yang disebabkan Staphylococcus aureus. Biasanya dijumpai di daerah dimana adanya


(20)

follikel rambut. Kelainanya berupa pustul dan papul yang eritematosa dan ditenganhnya terdapat rambut yang biasanya multipel (Napierkowski, 2013). Folikel rambut menjadi radang disebabkan cedera fizik, iritasi kimia atau infeksi (Stulberg, et al.2002).

2.3.4.3. Furunkel dan Karbunkel

Furunkel adalah radang folikel rambut dan

sekitarnya. Jika lebih dari sebuah disebut furunkulosis. Karbunkel ialah kumpulan furunkel dan biasanya disebabkan Staphylococcus aureus. Biasanya dikeluhkan nyeri oleh penderita. Kulit penderita kelainan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut, di tengahnya terdapat pustul kemudian melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan nekrotik, lalu memecah membentuk fistel (Djunda, 2007). Furunkel jarang terjadi sebelum pubertas (Stulberg, et al.2002).

2.3.4.4. Erisipelas

Erisipelas ialah penyakit infeksi akut biasanya disebabkan oleh Streptococccus Beta hemolyticus. Selalunya pasien mengalami demam, malese, edema, vesikel, dan bula (Djunda, 2007). Erisipelas selalunya dijumpai di tungkai kaki dan wajah pasien. Kulit apabila diraba lembut dengan kelihatan seperti peau d’ orange. Hal ini disebabkan karena folikel rambut diselubungi dengan edema (Napierkowski, 2013).

2.3.4.5. Selulitis

Selulitis adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh Streptococccus Beta hemolyticus. Selalunya pasien mengalami demam, malaise, edema, vesikel, dan bula (Djunda, 2007). Selulitis berasosiasi dengan furunkel, karbunkel atau abses yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan trauma tusuk.

Selain itu, operasi yang melibatkan drainase limfatik seperti kanker payu dara juga menyebabkan selulitis (Napierkowski, 2013).


(21)

2.3.4.6. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome

Staphylococcal Scalded Skin Syndrome ialah infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aurues pada mata, hidung, tenggorok dan telinga. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat epidermolitik yang beredar di seluruh tubuh, sampai pada epidermis dan menyebabkan kerusakan, karena epidermis merupakan jaringan yang rentan terhadap toksin ini (Djunda, 2007).

2.4. Antibiotik

    Antibiotik adalah salah satu obat yang paling sering diresepkan dalam pengobatan modern dan digunakan untuk mengobati infeksi bakteri pada tubuh jika digunakan dengan benar. Antibiotik juga dikenal sebabgai antibakterial; Antibiotik diambil dari kata Yunani dimana “anti” berarti melawan dan “bios” berarti hidup (bakteri bentuk kehidupan). Penisilin adalah antibiotik pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929 dan ini merupakan penemuan yang signifikan bagi ilmu kedokteran (Nordqvist, 2007).

    Antibiotik hanya dapat digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan bakteri dan tidak bermanfaat untuk mengobati penyakit akibat virus seperti flu atau batuk. Antibiotik harus diambil dengan resep dokter. Dosis dan lama penggunaan yang ditetapkan harus dipatuhi walaupun telah merasa sehat. Selain itu, antibiotik tidak boleh disimpan untuk penyakit lain pada masa akan datang dan tidak boleh diberikan untuk orang lain walaupun gejala penyakitnya yang sama (Centers for Disease Control and

Prevention, 2010).

Antibiotik adalah obat yang membunuh atau memperlambat pertumbuhan bakteri. Ia merupakan salah satu kelas antimikroba, sebuah kelompok yang lebih besar yang juga termasuk anti-virus, anti-jamur, dan obat-obatan anti-parasit (Istiantoro et al, 2007). Antibiotik dapat menyelamatkan nyawa dan efektif dalam mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun, seperti semua obat-obatan, antibiotik memiliki potensi untuk mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan. Banyak efek


(22)

samping tersebut tidak berbahaya namun ada efek samping yang serius. Efek samping yang paling umum dari antibiotik adalah diare, mual, dan muntah. Beberapa orang alergi terhadap antibiotik, khususnya penisilin (Stephens.E, 2011). Reaksi alergi menyebabkan pembengkakan wajah, gatal dan ruam kulit dan, dalam kasus yang parah, kesulitan bernapas (Istiantoro et al, 2007).

Ada berbagai jenis antibiotik.dan jenis antibiotik yang dipakai tergantung pada jenis infeksi yang dialami pasien. Kelas-kelas utama antibiotik:

i. Makrolid

ii. Sefalosporin

iii. Fluorokuinolon

iv. Aminoglikosida

v. Penisilin

vi. Tetrasiklin

2.4.1. Makrolid

Makrolid mengikat dengan ribosom dari bakteri rentan untuk mencegah produksi protein. Tindakan ini terutama bakteriostatik, tetapi juga bisa menjadi bakterisida dalam konsentrasi tinggi. Sebagian besar memiliki "-omycin" pada akhir nama obat ini. Spektrum antimikroba sedikit lebih lebar daripada penisilin dan dapat digunakan untuk orang-orang yang memiliki alergi terhadap penisilin dan sefalosporin. Selalunya obat ini digunakan pada dosis yang lebih rendah untuk mengurangi peradangan dengan mengatur respon imun. Namun, Streptococcus pneumonia dan spesies lainya telah mengembangkan resistensi terhadap makrolid (Setiabudy, 2007). Jenis makrolid yang sering diresepkan ialah eritromisin, klaritromisin dan azitromisin (Stephens, 2011). Menurut

National Health Service (NHS) di UK, makrolid merupakan antibiotik yang paling sering diresepkan tahun 2009.

2.4.2. Sefalosporin

Sefalosporin berasal dari jamur Cephalosporium acremonium yang diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu. Sefalosporin dibagi menjadi empat generasi berdasarkan aktivitas antimikrobanya yang secara tidak langsung juga


(23)

sesuai dengan urutan masa pembuatannya. Dewasa ini sefalosporin yang lazim digunakan dalam pengobatan telah mencapai generasi keempat. Sefalosporin generasi pertama sangat baik untuk mengatasi infeksi kulit dan jaringan lunak oleh S.aureus dan S.pyogenes. (Istiantoro et al, 2007)

2.4.3. Fluorokuinolon

Fluorokuinolon dikenal sebagai antibiotik spektrum luas, yang berarti mereka efektif terhadap banyak bakteri. Fluorokuinolon menghambat bakteri dengan mengganggu kemampuan mereka untuk membuat

deoxyribonucleic acid (DNA). Kegiatan ini menyebabkan bakteri sulit untuk berkembang biak. Obat ini menimbulkan efek bakteriosidal (Setiabudy, 2007). Fluorokuinolon yang sering diresepkan adalah siprofloksasin, levofloksasin, dan ofloksasin (Stephens, 2011).

2.4.4. Aminoglikosida

Aminoglikosida digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif dan dapat digunakan bersama dengan penisilin atau sefalosporin untuk memberikan serangan dua cabang pada bakteri. Aminoglikosida bekerja cukup baik, tetapi bakteri bisa menjadi resisten terhadap obat ini dan hal ini disebabkan karena aminoglikosida dipecah mudah dalam lambung, mereka tidak dapat diberikan melalui mulut dan harus disuntikkan. Ketika disuntikkan, efek sampingnya meliputi kemungkinan kerusakan ginjal dan ototoksikasi. Hal ini dapat diminimalkan dengan

memeriksa jumlah obat dalam darah dan disesuaikan dosisnya sehingga dosis obat yang tepat diberikan untuk membunuh bakteri. Umumnya,

aminoglikosida diberikan untuk jangka waktu yang singkat dan bertindak dengan menghentikan bakteri dari membuat protein. Obat ini bersifat bakterisidal. (Istiantoro et al, 2007)


(24)

2.4.5. Penisilin

    Penisilin digunakan untuk mengobati infeksi kulit, gigi, telinga, saluran pernafasan, saluran kemih, dan gonore. Penisilin kadang-kadang dikombinasikan dengan bahan lain yang disebut inhibitor beta-laktamase yang melindungi penisilin dari enzim bakteri yang dapat menghancurkannya sebelum obatnya bisa membunuh bakteri. Penisilin biasanya sangat aman. Namun, ia bisa menyebabkan reaksi alergi. Orang yang memiliki alergi terhadap sefalosporin cenderung alergi terhadap penisilin. Penisilin memblokir pembangunan dinding sel bakteri, menyebabkan dinding untuk memecah, dan akhirnya membunuh bakteri (Istiantoro et al, 2007).

2.4.6. Tetrasiklin

    Tetrasiklin adalah jenis antibiotik digunakan untuk mengobati spektrum yang luas dari infeksi bakteri. Secara umum, tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik. Tetrasiklin memperlihatkan spectrum antibakteri luas yang meliputi kuman Gram-positif dan Gram- negatif, aerobic dan anaerobik. Selain itu, ia juga aktif terhadap spiroket, mikoplasma, riketsia, klamidia, legionela, dan protozoa tertentu. Tetrasiklin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin dalam pengobatan infeksi batang Gram-positif seperti B. anthracis, Erysipelothrix rhusiophatiae, Clostridium tetani dan Listeria monocytogenes (Setiabudy, 2007).


(25)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Definisi

Karateristik penderita: Usia

Jenis kelamin

Jenis pekerjaan

1. Antibiotik ialah jenis antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri kulit yang diderita oleh pasien dari total sampling penelitian. 2. Pioderma ialah jenis infeksi bakteri kulit yang diderita oleh pasien dari

total sampling penelitian.

3. Umur adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu perhitungan usia yang dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir.

ANTIBIOTIK 1. Makrolid 2. Sefalosporin 3. Fluorokuinolon 4. Aminoglikosida 5. Tetrasiklin 6. Penisilin PIODERMA

1. Selulitis 2. Erisipelas 3. Impetigo 4. Folikulitis 5. Furunkel 6. Karbunkel


(26)

Kategori umur menurut Depkes RI (2009) i. Masa balita: 0-5 tahun

ii. Masa kanak-kanak: 5-11 tahun iii. Masa remaja awal: 12-16 tahun iv: Masa remaja akhir: 17-25 tahun v. Masa dewasa awal: 26-35 tahun vi. Masa dewasa akhir: 36-45 tahun vii. Masa lansia awal: 46-55 tahun viii. Masa lansia akhir: 56-65 tahun ix. Masa manula: 65-sampai atas

4. Jenis kelamin ialah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir.

5. Jenis pekerjaan adalah kegiatan melakukan sesuatu untuk mencari nafkah.

3.2.2. Cara Ukur

Melalui penelusuran rekam medis, diambil data mencakup bilangan pasien pioderma dengan jenis antibiotik yang digunakan berdasarkan demografi umur, kelamin dan jenis pekerjaan.

3.2.3. Alat Ukur

Data diperoleh dari rekam medis di RSUP H. Adam Malik 2012.

3.2.4. Hasil Pengukuran

Hasil ukur dalam penelitian ini adalah bilangan pasien pioderma dengan penggunaan antibiotik RSUP H. Adam Malik tahun 2012.


(27)

3.2.5. Skala Pengukuran


(28)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif tentang infeksi pioderma yang tersering pada pasien di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2012 dan jenis-jenis antibiotik yang diresepkan. Survei deskriptif dilakukan terhadap sekumpulan objek yang biasanya bertujuan untuk melihat gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu. Desain penelitian ini adalah secara case series.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari 2013 hingga bulan Desember 2013.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik. Tempat penelitian ini dipilih karena RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit rujukan di Sumatera bagian Utara.

4.3. Populasi Penelitian

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien di RSUP H. Adam Malik yang menderita pioderma.

4.4. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel 4.4.1. Sampel Penelitian

Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien di RSUP H. Adam Malik yang menderita pioderma.

4.4.2. Cara Pemilihan Sampel

Cara pemilihan sampel untuk penelitian ini adalah dengan menggunakan totalsampling.


(29)

4.5. Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder diperoleh melalui rekam medis telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria Inklusi : Semua pasien yang berobat ke RSUP H. Adam Malik dan didiagnosa dengan pioderma dan memuat variabel yang akan diteliti.

Kriteria Eksklusi : Data rekam medis yang tidak lengkap.


(30)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik yang merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, D.I. Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Lokasinya dibangun di ats tanah seluas ± 10 ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No.17 km.12, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.

5.2. Deskripsi Karakteristik Responden 5.2.1. Umur Responden

Berdasarkan hasil penelitian diketahui frekuensi responden menurut umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.1. Frekuensi Berdasarkan Umur Responden Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)

0-5 6-10 11-15 16-20 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65 >65 11 8 4 17 10 9 2 7 3 3 2 1 2 1 13,8 10,0 5,0 21,3 12,5 11,3 2,5 8,8 3,8 3,8 2,5 1,3 2,5 1,3


(31)

Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa umur responden paling banyak adalah pada kelompok umur 16-20 tahun yaitu sebanyak 17 orang (21,3%), sedangkan umur responden yang paling sedikit adalah kelompok umur >65 tahun dan 56-60 tahun yaitu sebanyak 1 orang (1,3%) dari keseluruhan 80 responden pada tahun 2012.

5.2.2. Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan hasil penelitian diketahui frekuensi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.2. Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki Perempuan

42 38

52,5 47,5

Total 80 100,0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jenis kelamin responden paling banyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 42 orang (52,5%), berbanding responden perempuan yaitu sebanyak 38 orang (47,5%) dari keseluruhan 80 responden pada tahun 2012.


(32)

5.2.3. Jenis Pekerjaan Responden

Berdasarkan hasil penelitian diketahui frekuensi responden menurut jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.3. Frekuensi Berdasarkan Jenis Pekerjaan Responden

Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

Pensiun Guru Pegawai Negeri Pelajar (SD-SMA) Mahasiswa Nelayan Petani Ibu Rumah Tangga Tidak Bekerja (Anak yang tidak bersekolah)

4 4 10 20 19 1 3 7 12 5.0 5.0 12.5 25.0 23.8 1.3 3.8 8.8 15.0

Total 80 100.0

Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa jenis pekerjaan responden paling banyak adalah pelajar yaitu sebanyak 20 orang (25.0%), sedangkan jenis pekerjaan responden yang paling sedikit adalah nelayan yaitu sebanyak 1 orang (1.3%) dari keseluruhan 80 responden pada tahun 2012.

5.3. Hasil Analisa Data dan Pembahasan 5.3.1. Hasil Analisa Data

Berdasarkan hasil penelitian diketahui frekuensi jenis antibiotik berdasarkan jenis pioderma dengan menggunakan rekam medis pada tabel 5.4-5.5 di bawah ini :

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi jenis antibiotik pada pasien pioderma Jenis Antibiotik Frekuensi Persentase (%)

Amoksisilin Eritromisin Gentamisin Klindamisin Siprofloksasin 13 16 5 20 26 16,3 20,0 6,3 25,0 32,5


(33)

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahawa jenis antibiotik yang paling banyak diresepkan untuk infeksi pioderma adalah siprofloksasin dengan frekuensi sebanyak 26 orang (32,5%) sedangkan jenis antibiotik yang paling sedikit diresepkan adalah gentamisin dengan frekuensi sebanyak 5 orang saja (6,3%) dari keseluruhan 80 responden pada tahun 2012.

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi jenis pioderma yang paling sering Jenis Pioderma Frekuensi Persentase (%)

Folikulitis Furunkel Impetigo Karbunkel Selulitis 6 14 22 12 26 7,5 17,5 27,5 15,0 32,5

Total 80 100,0

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa jenis pioderma yang paling banyak adalah selulitis dengan frekuensi sebanyak 26 orang (32,5%) sedangkan jenis pioderma yang paling sedikit adalah folikulitis dengan frekuensi sebanyak 6 orang saja (7,5%) dari keseluruhan 80 responden pada tahun 2012.

5.4. Pembahasan

Frekuensi responden berdasarkan umur menunjukan bahawa dari total 80 responden, pasien dalam kelompok umur 16-20 tahun merupakan yang paling banyak yaitu sebanyak 17 orang (21,3%), sedangkan kelompok umur lebih dari 65 tahun merupakan jumlah yang paling sedikit yaitu sebanyak 1orang (1,3%). Menurut Napierkowski pada tahun 2013, impetigo merupakan infeksi bakteri yang umumnya diderita oleh anak-anak khusunya anak-anak Sekolah Dasar (SD). Beliau juga menyatakan bahwa anak-anak dan remaja yang aktif berolahraga seperti minat bermain sepak bola lebih rentan menderita infeksi kulit. Namun menurut penelitian yang dilakukan oleh Spurling pada tahun 2009, anak-anak merupakan golongan yang paling sering menderita pioderma yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes dan ditransmisikan melalui kontak kulit atau melalui karier nasal. Di United Kingdom, insidensi


(34)

infeksi kulit pada anak-anak pada tahun 2005 menunjukkan anggaran 75 per 100 000. Hal ini disebabkan kurangnya sanitasi dalam kalangan anak-anak dan kurang pengetahuan tentang cari menjaga kebersihan diri. (Spurling, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui frekuensi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.2 yang menunjukkan bahwa jenis kelamin responden paling banyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 42 orang (52,5%), berbanding responden perempuan yaitu sebanyak 38 orang (47,5%) dari keseluruhan 80 responden pada tahun 2012. Hal ini bersamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Napierkowski pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa , impetigo merupakan infeksi bakteri yang umumnya diderita oleh anak-anak dan dewasa laki-laki yang aktif berolahraga seperti minat bermain merebut, sepak bola, rugby, dan basket lebih rentan menderita infeksi kulit. Beliau juga menyatakan laki-laki lebih rentan menderita folikulitis karena laki-laki mempunyai folikel rambut yang tebal di daerah wajah berbanding perempuan. Oleh itu, laki-laki harus mencegah pencukuran dari berbagai arah pada wajah.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui frekuensi responden menurut jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel 5.3 yang menunjukkan bahwa jenis pekerjaan responden paling banyak adalah pelajar yaitu sebanyak 20 orang (25,0%), sedangkan jenis pekerjaan responden yang paling sedikit adalah nelayan yaitu sebanyak 1 orang (1,3%) dari keseluruhan 80 responden pada tahun 2012. Data ini menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja lebih mudah terkena infeksi bakteri disebabkan pioderma. Hal ini dapat disokong melalui penelitian yang dilakukan oleh Stulberg.D.L.et al, pada tahun 2002 yang menyatakan bahwa impetigo merupakan infeksi bakteri disebabkan pioderma yang sering pada anak-anak yang berusia dua hingga lima tahun. Selain itu, furunkel yang juga sejenis pioderma yang sering diinfeksi tetapi jarang pada pasien yang belum mencapai pubertas. Ini menunjukkan bahwa setelah remaja mencapai pubertas, mereka bisa saja menderita furunkel karena akan ada pertumbuhan akne yang menyebabkan abrasi kulit dan memudahkan bakteri untuk menginvasi kulit. Menurut Spurling pada tahun 2009, tahap pendidikan memainkan peranan yang penting dalam pasien yang menderita infeksi bakteri akibat pioderma. Ini juga menyokong data


(35)

dari tabel 5.3 dimana tahap pengetahuan mengenai sanitasi dan kebersihan diri kurang dalam kalangan anak-anak dan remaja berbanding golongan dewasa.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui frekuensi jenis antibiotik berdasarkan jenis pioderma dengan menggunakan rekam medis melalui tabel 5.4 yang diatas dapat dilihat bahawa jenis antibiotik yang paling banyak diresepkan untuk infeksi pioderma adalah siprofloksasin dengan frekuensi sebanyak 26 orang (32.5%) manakala jenis antibiotik yang paling sedikit diresepkan adalah gentamisin dengan frekuensi sebanyak 5 orang saja (6.3%) daripada keseluruhan 80 responden pada tahun 2012. Menurut Lambert pada tahun 2011, prevalensi

methicilin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di Amerika Serikat meingkat dengan 94,000 kasus baru pada tahun 2005. Ini menunjukkan bahwa setiap masyarakat di dunia dan juga masyarakat di Indonesia mengalami resistansi antibiotik. Hal ini disebabkan karena penggunaan obat antibiotik sistemik yang tidak dibutuhkan pasien untuk mengobati infeksi bakteri disebabkan pioderma. Hal ini memicu penggunaan obat siprofloksasin sebagai drug of choice karena siprofloksasin merupakan antibiotik spektrum luas, yang berarti mereka efektif terhadap banyak bakteri. Siprofloksasin menghambat bakteri dengan mengganggu kemampuan mereka untuk membuat deoxyribonucleic acid (DNA). Hal ini menyebabkan bakteri sulit untuk berkembang biak. Obat ini menimbulkan efek bakteriosidal (Setiabudy, 2007). Menurut National Health Service (NHS) di

United Kingdom, eritromisin merupakan antibiotik yang paling sering diresepkan tahun 2009. Ini memungkinkan para dokter untuk mencarikan alternasi obat anitibiotik lain seperti klindamisin untuk diberikan kepada pasien.

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa jenis pioderma yang paling banyak adalah selulitis dengan frekuensi sebanyak 26 orang (32,5%), sedangkan jenis pioderma yang paling sedikit adalah folikulitis dengan frekuensi sebanyak 6 orang saja (7,5%) dari keseluruhan 80 responden pada tahun 2012. Hal ini disokong oleh Napierkowski melalui penelitian beliau pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa selulitis berasosiasi dengan karbunkel dan furunkel yang sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan trauma penetrasi. Selain itu, selulitis juga berasosiasi dengan sinusitis yang paling sering dalam kalangan


(36)

anak-anak. Beliau juga menyatakan bahwa impetigo merupakan infeksi bakteri yang umumnya diderita oleh anak-anak khusunya anak-anak Sekolah Dasar (SD). Tambahan pula, anak-anak dan dewasa yang aktif berolahraga seperti minat bermain merebut, sepak bola, rugby, dan basket lebih rentan menderita infeksi kulit.


(37)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang penggunaan antibiotik dalam pioderma yang paling sering di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Tahun 2012, dapat ditarik kesimpulan berikut:

1. Umur responden paling banyak adalah pada kelompok umur 16-20 tahun sedangkan umur responden yang paling sedikit adalah kelompok umur >65 tahun.

2. Jenis kelamin responden paling banyak adalah laki-laki dibanding responden perempuan.

3. Jenis pekerjaan responden paling banyak adalah pelajar sedangkan jenis pekerjaan responden yang paling sedikit adalah nelayan.

4. Jenis antibiotik yang paling banyak diresepkan untuk infeksi pioderma adalah siprofloksasin sedangkan jenis antibiotik yang paling sedikit diresepkan adalah gentamisin.

5. Jenis pioderma yang paling banyak adalah selulitis sedangkan jenis pioderma yang paling sedikit adalah folikulitis.

6.2. Saran

1. Setelah dilakukan penelitian ini, maka dapat disarankan dilakukan lebih penelitian dalam tentang penggunaan antibiotik dalam pioderma yang paling sering di Indonesia.

2. Program sanitasi yang baik dalam kalangan masyarakat terutamanya anak-anak sangat diperlukan agar anak-anak tahu tentang kebersihan diri supaya dapat mencegah penyakit pioderma ini.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control and Prevention, 2010. Get Smart: Know When

Antibiotics Work : CDC Available from:

http://www.cdc.gov/getsmart/antibiotic-use/anitbiotic- resistance-faqs.html. [Accessed 11 May 2013].

Centers for Disease Control and Prevention,(CDC) 2011. Available from: http://www.cdc.gov/getsmart/antibiotic-use/fast-facts.html

[Accessed 10 May 2013] from original article: Scott JG, Cohen D, DiCicco-Bloom B, Orzano AJ, et al: Antibiotic use in acute respiratory infections and the ways patients pressure physicians for a prescription. J Fam Pract: 50(10): 853-8, 2001.

Djuanda, A. 2007. Pioderma dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kelima, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 57-61 Dominicus Husada, I Gusti Ngurah Twi Adnyana, Retno Asih Setyoningrum,

Darto Saharso, Ismoedijanto 2012. Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSU Dr. Soetomo, Surabaya. Available from: World Health Organisation (WHO). WHO report on infectious disease: overcoming antimicrobial resistance. Geneva: WHO;2000 [Accessed 10 May 2013]

European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC), 2012. Available from:http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://ww

w.medicalnewstody .com/articles/10278.php [Accessed 10 May 2013]

Napierkowski,D. 2013. Uncovering common bacterial skin infections. Available from:http://www.nursingcenter.com/lnc/cearticle?tid=1510126&Journal_ ID=54012&IssueD=1509802 [Accessed 10 May 2013]

National Health Services (NHS), United Kingdom, (UK). Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/antibiotics.html#cat59 [Accessed 10 May 2013]


(39)

Nordqvist,C. 2007. What are antibiotics? How do antibiotics work?. Available from:http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://ww

w.medicalnewstcm articles/10278.php [Accessed 10 May 2013]

Olesen, A.B, 2012. Chronic skin disease and risk of infection. Available from: http://benthamscience.com/open/toidj/articles/V006/SI0025TOIDJ/60TO IDJ.pdf [Accessed 18 May 2013]

Pusat Informasi Penyakit Infeksi Dan Penyakit Menular Indonesia, 2005. Available from:http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=16 [Accessed 16 May 2013]

Setiabudy.R, 2008. Golongan Tetrasiklin dan Kloramfenikol dalam Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 694-704

Setiabudy.R, 2008. Golongan Kuinolon dan Fluorokuinolon dalam Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 718-722

Setiabudy.R, 2008. Antimikroba lain dalam Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 723-731

Sherwood.L, 2010. Human Physiology 7th edition, Brooks/Cole, Cengage Learning, 453-457

Sjarif M Wasitaatmadja 2007. Anatomi Kulit dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kelima, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 3-4

Spurling,G. et al, 2009. Bacterial skin infection: An observational study. Available from: http://www.torna.do/s/Bacterial-skin-infections-an-observational-study/ [Accessed 10 May 2013]

Stephens,E., 2011. WebMD,Inc. Available from:

http://www.emedicinehealth.com/antibiotics/article_em.htm [Accessed

15 May 2013]. Stulberg.D.L.et al, 2002. Available from:

www.aafp.org/afp [Accessed 10 May2013] World Health Organisation,

2009. Antibiotic smart use: a workable model for promoting the rational use of medicines in Thailand Available from:


(40)

http://www.who.int/bulletin/volumes/90/12/12-105445/en/ [Accessed 10 May 2013]

Yati H.Istiantoro dan Vincent H.S.Gan, 2008. Penisilin, Sefalosporin dan Antibiotik Betalaktam lainnya dalam Farmakologi dan Terapi,5th ed. Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 664-693 Yati H.Istiantoro dan Vincent H.S.Gan, 2008. Aminoglikosid dalam Farmakologi

dan Terapi,5th ed. Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI),705-717


(1)

dari tabel 5.3 dimana tahap pengetahuan mengenai sanitasi dan kebersihan diri kurang dalam kalangan anak-anak dan remaja berbanding golongan dewasa.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui frekuensi jenis antibiotik berdasarkan jenis pioderma dengan menggunakan rekam medis melalui tabel 5.4 yang diatas dapat dilihat bahawa jenis antibiotik yang paling banyak diresepkan untuk infeksi pioderma adalah siprofloksasin dengan frekuensi sebanyak 26 orang (32.5%) manakala jenis antibiotik yang paling sedikit diresepkan adalah gentamisin dengan frekuensi sebanyak 5 orang saja (6.3%) daripada keseluruhan 80 responden pada tahun 2012. Menurut Lambert pada tahun 2011, prevalensi methicilin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di Amerika Serikat meingkat dengan 94,000 kasus baru pada tahun 2005. Ini menunjukkan bahwa setiap masyarakat di dunia dan juga masyarakat di Indonesia mengalami resistansi antibiotik. Hal ini disebabkan karena penggunaan obat antibiotik sistemik yang tidak dibutuhkan pasien untuk mengobati infeksi bakteri disebabkan pioderma. Hal ini memicu penggunaan obat siprofloksasin sebagai drug of choice karena siprofloksasin merupakan antibiotik spektrum luas, yang berarti mereka efektif terhadap banyak bakteri. Siprofloksasin menghambat bakteri dengan mengganggu kemampuan mereka untuk membuat deoxyribonucleic acid (DNA). Hal ini menyebabkan bakteri sulit untuk berkembang biak. Obat ini menimbulkan efek bakteriosidal (Setiabudy, 2007). Menurut National Health Service (NHS) di United Kingdom, eritromisin merupakan antibiotik yang paling sering diresepkan tahun 2009. Ini memungkinkan para dokter untuk mencarikan alternasi obat anitibiotik lain seperti klindamisin untuk diberikan kepada pasien.

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa jenis pioderma yang paling banyak adalah selulitis dengan frekuensi sebanyak 26 orang (32,5%), sedangkan jenis pioderma yang paling sedikit adalah folikulitis dengan frekuensi sebanyak 6 orang saja (7,5%) dari keseluruhan 80 responden pada tahun 2012. Hal ini disokong oleh Napierkowski melalui penelitian beliau pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa selulitis berasosiasi dengan karbunkel dan furunkel yang


(2)

anak. Beliau juga menyatakan bahwa impetigo merupakan infeksi bakteri yang umumnya diderita oleh anak-anak khusunya anak-anak Sekolah Dasar (SD). Tambahan pula, anak-anak dan dewasa yang aktif berolahraga seperti minat bermain merebut, sepak bola, rugby, dan basket lebih rentan menderita infeksi kulit.


(3)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang penggunaan antibiotik dalam pioderma yang paling sering di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Tahun 2012, dapat ditarik kesimpulan berikut:

1. Umur responden paling banyak adalah pada kelompok umur 16-20 tahun sedangkan umur responden yang paling sedikit adalah kelompok umur >65 tahun.

2. Jenis kelamin responden paling banyak adalah laki-laki dibanding responden perempuan.

3. Jenis pekerjaan responden paling banyak adalah pelajar sedangkan jenis pekerjaan responden yang paling sedikit adalah nelayan.

4. Jenis antibiotik yang paling banyak diresepkan untuk infeksi pioderma adalah siprofloksasin sedangkan jenis antibiotik yang paling sedikit diresepkan adalah gentamisin.

5. Jenis pioderma yang paling banyak adalah selulitis sedangkan jenis pioderma yang paling sedikit adalah folikulitis.

6.2. Saran

1. Setelah dilakukan penelitian ini, maka dapat disarankan dilakukan lebih penelitian dalam tentang penggunaan antibiotik dalam pioderma yang paling sering di Indonesia.

2. Program sanitasi yang baik dalam kalangan masyarakat terutamanya anak-anak sangat diperlukan agar anak-anak tahu tentang kebersihan diri supaya dapat mencegah penyakit pioderma ini.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control and Prevention, 2010. Get Smart: Know When

Antibiotics Work : CDC Available from:

http://www.cdc.gov/getsmart/antibiotic-use/anitbiotic- resistance-faqs.html. [Accessed 11 May 2013].

Centers for Disease Control and Prevention,(CDC) 2011. Available from: http://www.cdc.gov/getsmart/antibiotic-use/fast-facts.html

[Accessed 10 May 2013] from original article: Scott JG, Cohen D, DiCicco-Bloom B, Orzano AJ, et al: Antibiotic use in acute respiratory infections and the ways patients pressure physicians for a prescription. J Fam Pract: 50(10): 853-8, 2001.

Djuanda, A. 2007. Pioderma dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kelima, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 57-61 Dominicus Husada, I Gusti Ngurah Twi Adnyana, Retno Asih Setyoningrum,

Darto Saharso, Ismoedijanto 2012. Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSU Dr. Soetomo, Surabaya. Available from: World Health Organisation (WHO). WHO report on infectious disease: overcoming antimicrobial resistance. Geneva: WHO;2000 [Accessed 10 May 2013]

European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC), 2012. Available from:http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://ww w.medicalnewstody .com/articles/10278.php [Accessed 10 May 2013] Napierkowski,D. 2013. Uncovering common bacterial skin infections. Available

from:http://www.nursingcenter.com/lnc/cearticle?tid=1510126&Journal_ ID=54012&IssueD=1509802 [Accessed 10 May 2013]

National Health Services (NHS), United Kingdom, (UK). Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/antibiotics.html#cat59 [Accessed 10 May 2013]


(5)

Nordqvist,C. 2007. What are antibiotics? How do antibiotics work?. Available from:http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://ww w.medicalnewstcm articles/10278.php [Accessed 10 May 2013]

Olesen, A.B, 2012. Chronic skin disease and risk of infection. Available from: http://benthamscience.com/open/toidj/articles/V006/SI0025TOIDJ/60TO IDJ.pdf [Accessed 18 May 2013]

Pusat Informasi Penyakit Infeksi Dan Penyakit Menular Indonesia, 2005. Available from:http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=16 [Accessed 16 May 2013]

Setiabudy.R, 2008. Golongan Tetrasiklin dan Kloramfenikol dalam Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 694-704

Setiabudy.R, 2008. Golongan Kuinolon dan Fluorokuinolon dalam Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 718-722

Setiabudy.R, 2008. Antimikroba lain dalam Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 723-731

Sherwood.L, 2010. Human Physiology 7th edition, Brooks/Cole, Cengage Learning, 453-457

Sjarif M Wasitaatmadja 2007. Anatomi Kulit dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kelima, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 3-4

Spurling,G. et al, 2009. Bacterial skin infection: An observational study. Available from: http://www.torna.do/s/Bacterial-skin-infections-an-observational-study/ [Accessed 10 May 2013]

Stephens,E., 2011. WebMD,Inc. Available from: http://www.emedicinehealth.com/antibiotics/article_em.htm [Accessed 15 May 2013]. Stulberg.D.L.et al, 2002. Available from: www.aafp.org/afp [Accessed 10 May2013] World Health Organisation,


(6)

http://www.who.int/bulletin/volumes/90/12/12-105445/en/ [Accessed 10 May 2013]

Yati H.Istiantoro dan Vincent H.S.Gan, 2008. Penisilin, Sefalosporin dan Antibiotik Betalaktam lainnya dalam Farmakologi dan Terapi,5th ed. Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 664-693 Yati H.Istiantoro dan Vincent H.S.Gan, 2008. Aminoglikosid dalam Farmakologi

dan Terapi,5th ed. Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI),705-717