Tinjauan Yuridis atas Perdagangan Internasional dengan Menggunakan L/C (Letter of Credit) pada CV. Mas Indowood Lestari

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU :

Adolf, Huala, 2004, Hukum Perdagangan Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Bayu, Seto, 1992, Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional, Citra Aditia Bakti, Bandung.

Fuady, Munir, 2002, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek Buku Keenmpat, Ginting, Ramlan 2007, Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis,

Universitas Trisakti, Jakarta.

---, 2000, Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, Salemba Empat, Jakarta.

Hadisoeprapto, Hartono, 1984, Kredit Berdokumen Cara Pembayaran dalam Jual Beli Perniagaan, Liberty, Yogyakarta.

Hutabarat, Roselyne, 1990, Transaksi Ekspor Impor, Cet 3, Erlangga, Jakarta ---, 1997, Transaksi Ekspor Impor, Cet 3, Erlangga, Jakarta Hutauruk, Alfred, 1983, Sistem dan Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu Lintas

Devisa di Indonesia, Erlangga, Jakarta.

Ibrahim, Johnny, 2007, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, UMM Press, Malang.

Kansil, C S T, 2001, Hukum Perusahaan Indonesia- Aspek Hukum dan Ekonomi – bagian 2, Pradnya Paramita, Jakarta.

Kobi, Daud S.T., 2011, Buku Pintar Transaksi Ekspor- Impor, Andi, Yogyakarta. Mamuji, Sri, 2006, Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah, UI Press, Jakarta.

Moerdjano dan Jamal Wiwoho, 1989, Transaksi Perdagangan Luar Negeri Documentary Kredit dan Devisa, Liberty, Yogyakarta.

Purwosutjipto, H.M.N, 2003, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia – Jilid 4 : Hukum Jual Beli Perusahaan, Djambatan, Jakarta


(2)

S, Amir M, 1993, Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri; Suatu Penuntun Impor dan Ekspor, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

---, 2003, Letter of Credit dalam Bisnis Ekspor Impor, PPM, Jakarta. Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, 1979, Pembukaan Kredit Berdokumen

(Documentary Credit Opening), Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.

Sjahdeini, Sutan Remi, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, IBI, Jakarta.

Subekti, R dan R. Tjitrosudibio, 2001, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta.

Suhardo, Etty Susilowati, 2001, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri, FH UNDIP, Semarang.

Sutedi, Adrian, 2014, Hukum EksporImpor, Penebar Swadaya Grup, Jakarta. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, 2003, Transaksi Bisnis Internasional

(Ekspor Impor dan Imbal Beli) Cetakan III, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang – Undang Nomor 32 Tahun 1964 Tentang Devisa

Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor :

13/M-DAG/PER/3/2012 Tentang Ketentuan – Ketentuan Umum di Bidang Ekspor Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor :

48/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Ketentuan – Ketentuan Umum di Bidang Impor Uniform Customs and Practice for Documentary Credit 600 ( UCP 600) Tahun

2007

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 Tentang Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa


(3)

101

C. JURNAL

Bank Indonesia, 1995, Urusan Luar Negeri Bagian Penelitian dan Pengaturan Lalu Lintas Pembayaran Luar Negri : Letter of Credit & Non-Letter of Credit, Jakarta.

David D. Command, 1984, “The Uniform Commercial Code Law Journal. Vol.17 Num 1, Summer

Departemen Jenderal Perdagangan Internasional, Kebijaksanaan Umum Perdagangan Internasional Departemen Perindustrian dan Perdagangan

Gunawan Widjaja, 2008, Aspek Hukum Dalam Kontrak Dagang Internasional: Analisis Yuridis Terhadap Kontrak Jual Beli Internasional, Jurnal Hukum Bisnis Vol.27 No.4, Bandung.

Henry D. Gabriel, 1998, Standby Letter of Credit Does the Risk Out Weigh the Benefits? Columbia Business Law Review, Num3.


(4)

A. Pengertian dan Dasar Hukum Letter of Credit 1. Pengertian Letter of Credit

Pengertian Letter of Credit secara umum suatu pernyataan dari issuing bank atas permintaan importir yang merupakan nasabah dari bank tersebut, untuk menyediakan dan membayar sejumlah uang tertentu untuk kepentingan pihak ketiga (eksportir). Pembukaan L/C oleh importir dilakukan melalui bank yang disebut opening bank atau issuing bank.

Pada umumnya L/C digunakan untuk membiayai kembali kontrak penjualan barang jarak jauh antara pembeli dan penjual yang belum saling mengenal dengan baik.38 Dengan kata lain, L/C digunakan untuk membiayai transaksi perdagangan internasional. Tetapi, L/C bukan merupakan garansi (guarantee) atau surat berharga yang dapat dipindahtangankan (negotiable instrument).39

Sementara UCP 600 mengatakan bahwa L/C adalah janji dari bank penerbit untuk melakukan pembayaran atau memberi kuasa kepada bank lain untuk

C.F.G. Sunaryati Hartono, mengatakan:

“Secara harfiah L/C dapat diterjemakan sebagai Surat Utang atau Surat Piutang atau Surat Tagihan, tetapi sebenarnya L/C lebih merupakan suatu janji akan dilakukannya pembayaran, apabila dan setelah terpenuhi syarat-syarat tertentu.”

38

Henry D. Gabriel, Standby Letter of Credit Does the Risk Out Weigh the Benefits? Columbia Business Law Review, vol 1988 Num3, hal. 707.

39 David D. Command, “The Uniform Commercial Code Law Journal. Vol.17 Num 1, Summer 1984, hal. 44.


(5)

60

melakukan pembayaran kepada penerima atas penyerahan dokumen-dokumen (misalnya konosemen, faktur, sertfikat asuransi) yang sesuai dengan persyaratan L/C.

Inti dari pengertian L/C menurut UCP ialah bahwa L/C merupakan “Janji pembayaran”. Bank penerbit melakukan pembayaran kepada penerima baik langsung ataupun melalui bank lain adalah atas instruksi pemohon yang berjanji membayar kembali kepada bank penerbit. Dalam transaksi L/C terdapat hubungan-hubungan hukum yang utama sebagai berikut:

a. Hubungan hukum antara pembeli (pemohon) dan penjual (penerima) berdasarkan kontrak penjualan

b. Hubungan hukum antara pemohon dan bank penerbit berdasarkan permintaan penerbitan L/C sebagai kontrak.

c. Hubungan hukum antara bank penerbit dan penerima berdasarkan L/C sebagai kontrak.

d. Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus berdasarkan kontrak keagenan.

e. Hubungan hukum antara bank penerus dan penerima berdasarkan kontrak pembayaran L/C.

Masing-masing hubungan hukum tersebut terspisah satu dengan lain karena selain para pihaknya berbeda juga kontrak yang mengatur hak dan kewajiban para pihak tersebut berbeda.


(6)

Bank Indonesia, mengatakan :

“Letter of Credit adalah janji dari issuing bank untuk membayar sejumlah uang kepada eksportir sepanjang ia dapat memenuhi syarat dan kondisi Letter of Credit tersebut.”

Bank Indonesia berpendapat bahwa inti dari L/C adalah “janji pembayaran”. Pembayaran L/C kepada penerima dapat dilakukan langsung oleh bank penerbit atau melalui bank lain sebagai kuasanya.40

Inti dari definisi Emmy Pangaribuan Simanjutak adalah L/C merupakan “surat perintah membayar”. Beliau melihat L/C sebagai perintah atau kuasa dari bank penerbit kepada bank pembayar.

Emmy Pangaribuan Simanjuntak mengatakan :

“Sebenarnya pengertian Letter of Credit itu sendiri adalah suatu surat perintah membayar kepada seorang atau beberapa orang yang alamati untuk melakukan pembayaran sejumlah uang tertentu yang disebut di dalam surat perintah itu kepada seorang tertentu. Biasanya yang memberi perintah adalah suatu bank dan yang dialamati adalah suatu bank juga.”

41

Kartono, mengatakan L/C adalah suatu alat atau surat yang dikeluarkan oleh suatu bank, atas permintaan dan atas beban si pembeli. Dengan L/C tersebut bank menyetujui bahwa wesel-wesel si penjual dapat ditarik atas bank itu atau bank lainnya yang ditunjuk dalam L/C, dan bahwa wesel-wesel tersebut jika memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam L/C-nya akan dibayar

40 Bank Indonesia, Urusan Luar Negri, Bagian Penelitan dan Pengaturan Lalu Lintas Pembayaran Luar Negeri, Metode Pembayaran Internasional : Letter of Credit & Non-Letter of Credit, 1995, hal.2.

41 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Pembukaan Kredit Berdokumen (Documentary Credit Opening), FH-UGM, Yogyakarta, 1979, hal.15.


(7)

62

sebagaimana mestinya dengan akseptasi dan/atau pembayaran, yang terakhir ini tergantung kepada jenis-jenis wesel yang ditentukan dalam L/C, yaitu apakah wesel-wesel itu adalah “time bills of exchange” atau “bill of exchange payable on demand”.

Agoes Moerjono, praktisi asuransi dalam bidang pengembangan ekspor mengatakan :

“ Letter of Credit adalah perikatan antara bank yang menerbitkan Letter of Credit dengan eksportir yang menikmati manfaat Letter of Credit.”

Agoes Moerjono melihat hakikat L/C sebagai suatu “perikatan” berikutnya lagi, Amir M.S, penulis dan pelaku dagang mengatakan :

“Letter of Credit atau yang biasa disebut dengan L/C adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh suatu bank atas permintaan importir langganan bank tersebut yang ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi importir itu, yang memberikan hak kepada eksportir tersebut untuk menarik wesel-wesel atas importir bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebutkan dalam surat itu”42

2. Dasar Hukum Letter of Credit

Inti dari definisi Amir M.S yaitu bahwa L/C merupakan “surat pembayaran”.

Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) adalah pedoman yang menjadi peraturan internasional dalam jual beli antar negara, mengenai cara pembayaran yang harus dilakukan oleh pernbeli melalui Bank. Peraturan UCP ini telah diterima oleh banyak negara dan telah digunakan secara internasional. Demikian juga dengan Indonesia yang menggunakan UCP ini

42 Amir M.S, Seluk-beluk dan Tehnik Perdagangan Luar Negeri; Suatu Penuntun IMPOR & EKSPOR, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1993, hal.37.


(8)

sebagai pedoman pembayaran perdagangan luar negeri. Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1982 merupakan dasar hukum L/C di Indonesia. Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. I Tahun 1982 yang secara rinci mengatur L/C belum ada. Sesuai dengan kenyataan bahwa dalam praktek perbankan Indonesia telah digunakan UCP sebagai ketentuan L/C sejak tahun 1970-an.43

UCP bukanlah satu-satunya sumber hukum L/C. Sumber hukum lainnya yaitu hukum kebiasaan internasional, putusan pengadilan dan peraturan perundang-undangan. Pengadilan sering menggunakan UCP karena keberadaan UCP telah diterima secara internasional. Akan tetapi perlu diketahui bahwa pencantuman klausul tunduk pada UCP dalam L/C bukan berarti larangan bagi

Bank Indonesia dalam Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 mengatur L/C yang diterbitkan bank devisa (bank umum) boleh tunduk atau tidak pada UCP. Bank Indonesia secara yuridis formal memberikan kebebasan kepada bank devisa di Indonesia untuk menentukan sikap. Dalam hal L/C tunduk pada UCP, maka agar UCP mempunyai kekuatan hukum mengikat atas L/C bank penerbit harus melakukan suatu tindakan yaitu mencantumkan suatu klausul dalam L/C yang menyatakan bahwa L/C tunduk pada UCP sesuai dengan ketentuan dalam Artikel 1 UCP No. 600 tahun 2007 yang mengatakan:

“Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) Revisi 2007 No. 600, akan berlaku untuk semua "documentary credit"

(termasuk standby letter of credit sejauh mana UCP ini dapat

diberlakukan) bilamana di dalam teks kredit tersebut menyebutkan secara tegas bahwa kredit tersebut tunduk kepada Uniform Customs and Practice for Documentary Credit, 2007 Revision, ICC Publication No. 600. (UCP) mengikat semua pihak yang bersangkutan, kecuali dengan tegas ditentukan lain dalam kredit tersebut.”

43 Ramlan Ginting, Op.cit., hal. 18.


(9)

64

hakim untuk menggunakan sumber hukum lainnya dalam menyelesaikan kasus L/C.

Pendapat dari ICC juga menyatakan bahwa pengadilan dapat menggunakan hukum nasionalnya dilatarbelakangi kenyataan bahwa tidak semua aspek hukum L/C diatur dalam UCP. Masalah penipuan sebagai contoh tidak diatur dalam UCP, tetapi dalam hukum nasional. Hal ini berarti pengadilan dapat menggunakan hukum nasionalnya dan UCP secara bersamaan dalam menyelesaikan kasus L/C. Pengadilan juga tentunya dapat menggunakan hukum kebiasaan internasional.

B. Pihak – Pihak yang Terkait dalam Pembukaan Letter of Credit

Dalam pelaksanaan pembukaan Letter of Credit, dalam bentuknya yang paling sederhana, ada beberapa pihak yang berkepentingan, yaitu:

1. Importir/Pembeli

Merupakan pihak yang melaksanakan transaksi jual beli dengan penjual/eksportir. Pihak Importir mengajukan permintaan pembukaan L/C kepada bank pembuka atas nama eksportir, setelah memenuhi syarat-syarat yang berlaku untuk melakukan transaksi ekspor impor. Kewajiban-kewajiban importir, antara lain:

a. Mengirim surat kepada eksportir di luar negeri. b. Menerima surat balasan dari eksportir berikut brosur. c. Menyiapkan permintaan pembukaan L/C.


(10)

2. Bank Pembuka L/C atau Opening Bank atau Issuing Bank

Tugas dari bank pembuka adalah melayani importir yang mengajukan permintaan pembukaan L/C. sedangkan tugas-tugas yang lain adalah:

a. Menerima, mencatat, dan meneliti pembukaan L/C. b. Menyediakan devisa yang diperlukan oleh importir. c. Melaksanakan permintaan perubahan L/C.

d. Menerima setoran uang tunai dari importir sebagai pelunasan harga barang sesuai nilai L/C.

3. Bank Penerus L/C atau Advising Bank

Merupakan bank yang meneruskan L/C kepada eksportir. Apabila bank ini dikuasakan untuk membeli wesel-wesel yang ditarik oleh eksportir atas L/C tersebut, maka disebut dengan Negotiating Bank. Jika bank ini diminta untuk ikut menjamin pembayaran, maka disebut dengan Confirming Bank.

Tugas-tugas dari bank penerus L/C antara lain: a. Meneruskan L/C kepada eksportir

b. Menerima dokumen yang disyaratkan dalam L/C dari eksportir.

c. Membayar harga barang kepada eksportir sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan di dalam L/C.

4. Eksportir/Penjual

Merupakan pihak yang mengadakan transaksi jual beli dengan importir atau pembeli. Kewajiban-kewajiban eksportir, antara lain:

a. Menerima surat dari importir.


(11)

66

c. Menerima L/C dari bank penerus L/C. d. Menyiapkan barang yang akan dikirimkan.

e. Menyerahkan dokumen-dokumen yang disyaratkan di dalam L/C. f. Menerima uang pembayaran dari pembeli melalui bank penerus L/C.

Suatu perjanjian, agar dapat terwujud, lazimnya ada suatu kesepakatan tentang harga dan barang antara pembeli dan penjual. Demikian juga di dalam pembukaan suatu L/C, pihak eksportir dan importir sebelumnya sudah harus mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian jual-beli atau kontrak jual-beli.

5. Pihak-pihak yang lain

Selain pihak-pihak yang telah dikemukakan, masih ada beberapa pihak yang secara tidak langsung terkait dalam transaksi ekspor impor, dimana pihak-pihak ini merupakan badan usaha yang bergerak dibidang jasa tertentu, antara lain:

a. Maskapai Asuransi, tugasnya antara lain: 1) Membuat cover note

2) Membuat polis asuransi

3) Menagih pembayaran premi asuransi

4) Menyelesaikan klaim apabila terjadi suatu kerugian. b. Ekspedisi Muatan Kapal Laut, tugasnya antara lain:

1) Menyiapkan angkutan untuk pengiriman barang

2) Membantu importir mengeluarkan barang dari pelabuhan 3) Membayar bea masuk


(12)

c. Superintending Company

Untuk memastikan atas kebenaran barang yang diimpor, maka importir dapat meminta jasa dari superintending company untuk meneliti barang yang akan diimpor. Objek penelitian didasarkan atas permintaan pemberi amanat, dapat berupa penelitian atas keaslian barang, kelengkapan barang, dan lain sebagainya.

C. Tahap Penerbitan Letter of Credit

Pada dasarnya tahapan penerbitan L/C luar negeri sama dengan mekanisme penerbitan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN)hanya pada penerbitan L/C ini ada keterlibatan bank asing, tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:

1. Pembeli dan penjual mengadakan kontrak jual beli. Dalam jual beli itu ditetapkan bahwa pembeli diwajibkan membuka kredit berdokumen atau L/C kepada penjual.

2. Pembeli lalu mengajukan kredit berdokumen kepada bank devisa langganannya. Kalau bank devisa tersebut setuju kredit berdokumen diterbitkan bagi kepentingan penjual. Dalam hubungan ini pembeli disebut pembuka dan penjual sebagai penerima (beneficiary)

3. Bank penerbit kredit (issuing bank) mengirim surat kredit berdokumen itu kepada beneficiary dengan melalui bank korespondennya dinegara beneficiary. Bank koresponden tersebut disebut advising bank atau confirming bank.


(13)

68

4. Advising bank memberitahu beneficiary bahwa baginya telah dikirim kredit berdokumen dari issuing bank atas permohonan pembeli. Sebagai advising bank tidak ada kewajiban, sedangkan sebagai confirming bank berkewajiban menjamin terlaksananya kredit tersebut.

5. Setelah beneficiary menerima surat kredit, dia lalu mengirimkan barangnya kepada pembuka kredit (pembeli). Untuk perbuatan ini beneficiary menerima dokumen pengangkutan dan dokumen-dokumen pembantu dari instansi-instansi yang berwenang.

6. Dokumen induk (pengangkutan) dan dokumen pembantu asli lalu diserahkan kepada advising bank, duplikatnya dikirim langsung kepada pembeli.

7. Setelah advising bank meneliti dokumen-dokumen tersebut dan berkesimpulan bahwa dokumen-dokumen tersebut telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana mestinya, maka dokumen-dokumen tersebut diterima dan dibayar.

8. Dokumen yang sudah diterima, oleh advising bank lalu dikirim kepada issuing bank

9. Issuing bank yang sudah menerima dokumen-dokumen, lalu membayar kepada advising bank.

10.Issuing bank memberitahu pembuka kredit bahwa dokumen telah datang, dan pembuka kredit lalu membayar semua kewajibannya kepada issuing bank.


(14)

11.Issuing bank setelah mendapatkan pembayaran akan mengirim dokumen asli kepada pembuka kredit (pembeli) berdasar dokumen-dokumen mana barang-barang dapat diminta dari pengangkut.

D. Jenis – Jenis Letter of Credit

Mengenai jenis-jenis letter of credit, terdapat beberapa jenis L/C jika ditinjau dari beberapa sudut pandang berbeda. Untuk itu penulis akan mengemukakan beberapa jenis L/C berdasarkan beberapa sudut pandang yang berbeda.44

1. Dari segi kekuatan berlaku a. Revocable L/C

Yaitu suatu L/C yang dapat ditarik atau dirubah atau dibatalkan kembali setiap waktu oleh pihak-pihak yang bersangkutan sepanjang belum terjadi pelaksanaan pembayaran. Dengan kata lain Revocable L/C merupakan L/C yang dapat dibatalkan setiap saat tanpa memerlukan persetujuan pihak lainnya. Mestinya Revocable L/C dapat dibatalkan kapan saja tanpa perlu pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak penjual. Namun demikian, di dalam praktek pembatalan hanya boleh dilakukan apabila Revocable L/C belum dinegosiasi. Apabila pembatalan terjadi setelah L/C dinegosiasi, maka L/C tersebut akan dibayar oleh Bank Pembuka. Namun Revocable L/C ini dalam praktek jarang sekali dipergunakan, karena sifatnya yang dapat dicabut

44 Munir Fuady, Op.cit.,hal. 95


(15)

70

sewaktu-waktu tanpa persetujuan dapat menimbulkan kerugian bagi pihak penjual.

b. Irrevocable L/C

Yaitu suatu L/C yang merupakan kebalikan dari Revocable L/C, dimana kredit hanya dapat ditarik atau dirubah atau dibatalkan di dalam masa berlakunya, dengan persetujuan pihak pembeli, bank pembuka, bank penerus, dan penjual.

Irrevocable L/C ini banyak dipergunakan dalam praktek karena sifatnya yang tidak dapat dicabut tanpa persetujuan para pihak tersebut tidak akan menimbulkan kekhawatiran bahwa L/C tersebut akan ditarik atau diubah atau dibatalkan.

c. Irrevocable and Confirmed L/C

Yaitu suatu L/C yang tidak dapat dibatalkan atau diubah kecuali ada persetujuan dari para pihak. Dalam L/C jenis ini yang bertanggungjawab adalah bank pembuka selama jangka waktu berlakunya L/C, dan bank kedua juga bertanggung jawab atas pembayaran tersebut. Untuk setiap pembukaan L/C, harus disebutkan secara tegas dan jelas apakah L/C tersebut Revocable L/C atau Irrevocable L/C. menurut ketentuan Pasal 6 c UCP 500 1993, bahwa jika tidak terdapat petunjuk demikian, maka kredit tersebut akan dianggap sebagai Irrevocable L/C.

2. Dari segi pihak yang mengeluarkan L/C a. Banker’s L/C


(16)

Yaitu suatu L/C yang pembukaannya dilakukan oleh suatu bank atas permintaan dari pembeli dan bertanggung jawab atas pembayarannya apabila syarat yang ditentukan telah dipenuhi. L/C jenis ini paling banyak dijumpai dalam praktek, karena memberi jaminan akan dilaksanakannya suatu pembayaran.

b. Merchant’s L/C

Yaitu suatu L/C yang dikeluarkan oleh seorang pedagang atau suatu perusahaan, sedangkan bank hanya meneruskan pemberitahuan kepada penjual bahwa telah dibuka suatu kredit pada bank tersebut, dan akan dibayar apabila penjual menerbitkan sepucuk wesel atas pembeli dengan menyerahkan beberapa dokumen. L/C jenis ini jarang dipergunakan karena pihak bank tidak bertanggung jawab, dan tidak menjamin akan adanya pelaksanaan pembayaran.

3. Dari segi persyaratan L/C a. Documentary L/C

Yaitu suatu L/C yang syarat pembayarannya di dalam penarikan wesel harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang disebutkan di dalam L/C tersebut. Dokumen-dokumen tersebut antara lain:

1) Bill of Lading / Konosemen

2) Commercial Invoice / Faktur Perdagangan 3) Insurance Certificate / Serifikat Asuransi 4) Packing List / Daftar Pembungkus 5) Brochure / Brosur


(17)

72

b. Open atau Clean L/C

Yaitu suatu L/C yang syarat pembayarannya di dalam penarikan wesel tidak memerlukan adanya dokumen-dokumen. Bahwa untuk pengambilan kredit hanya dengan menyerahkan kuitansi atau rekening saja.

4. Dari segi cara pembayaran a. Sight L/C

Yaitu suatu L/C yang cara pembayarannya dilakukan oleh negotiating bank pada saat wesel ditunjukkan oleh eksportir, dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang sesuai dengan kondisi dan syarat yang disebutkan di dalam L/C.

b. Usance L/C

Yaitu suatu L/C yang cara pembayarannya dilaksanakan pada saat jatuh tempo wesel berjangka. Hal ini dilakukan apabila penjual dan pembeli sudah merupakan langganan dan saling percaya. Usance L/C harus memenuhi syarat-syarat antara lain:

1) Wesel berjangka ditarik dan diaksep oleh bank pembuka.

2) Tanggal pembayaran wesel berjangka tersebut selambat-lambatnya dilakukan 180 hari setelah tanggal pengapalan.


(18)

5. Dari segi sifat

a. Transferable L/C

Yaitu suatu L/C yang memberikan hak kepada penjual untuk memberikan memberikan instruksi kepada bank yang diamanatkan untuk melakukan pembayaran atau akseptasi kepada setiap bank yang berhak melakukan negosiasi untuk menyerahkan hak atas kredit itu seluruhnya atau sebagian kepada pihak ketiga (penjual kedua). Transferable L/C tidak dapat dipindah-tangankan lebih dari satu kali. Hal ini ditentukan dalam artikel 48 d UCP 600 2007, yang menyatakan:

“Kredit dapat ditransfer lebih dari satu second beneficiary sepanjang penarikan-penarikan atau pengiriman-pengiriman sebagian diperbolehkan. Transfered credit tidak dapat ditransfer atas permohonan beneficiary kepada setiap beneficiary berikutnya. First beneficiary tidak dianggap sebagai beneficiary berikutnya.”

Menurut Hartono Hadisoeprapto, alasan ketentuan L/C transferable L/C dapat dipindah-tangankan untuk sekali adalah:45

1) Faktor politik 2) Faktor harga 3) Faktor kerugian

4) Faktor barang dan kualitas rendah

45 Hartono Hadisoeprapto, Kredit Berdokumen Cara Pembayaran Dalam Jual Beli Perniagaan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hal. 44.


(19)

74

b. Non Transferable L/C

Yaitu suatu L/C yang merupakan kebalikan dari transferable L/C, yang mana tidak dapat dipindahtangankan, sehingga yang berhak hanya penjual yang namanya tercantum pada L/C tersebut.

6. Jenis-jenis L/C khusus

Selain jenis-jenis L/C yang telah dikemukakan, masih ada beberapa jenis L/C lain yang merupakan jenis dari L/C khusus. Ada beberapa jenis L/C khusus, yaitu:

a. Revolving L/C

Yaitu suatu L/C yang dibuka untuk beberapa transaksi sehingga dapat dibayar beberapa kali. Dengan demikian pembayaran kredit itu bersambung hingga mencapai jumlah maksimum yang diperjanjikan. Revolving L/C terbagi atas:

1) Revolving L/C yang kumulatif

Pada L/C jenis ini, penjual diperbolehkan untuk menambah kekurangan pengiriman barang dari periode yang lalu untuk dihimpun di dalam pengiriman berikutnya.

2) Revolving L/C yang non kumulatif

Pada L/C jenis ini, penjual tidak diperbolehkan untuk menambah kekurangan pengiriman barang periode yang lalu untuk dihimpun di dalam pengiriman berikutnya.


(20)

Yaitu suatu L/C yang pembukaannya terpisah tetapi masih didasarkan atas data-data kredit yang semula. L/C yang telah dibuka sebelumnya menjadi dasar bagi dibukanya back to back L/C. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa kedua L/C tersebut memiliki persyaratan yang sama, baik dalam jumlah dan jenis barang maupun jenis dokumen yang diperlukan, tetapi terdapat perbedaan harga dalam faktur dan wesel dari L/C semula dengan yang baru.

c. Red Clause L/C

Yaitu suatu L/C yang dapat dibayar oleh bank terlebih dahulu sebelum dokumen-dokumen yang disyaratkan diserahkan. L/C ini mengandung syarat bahwa atas beban dan tanggungan pembuka L/C, bank pembayar dapat membayarkan uang muka sebagian maupun seluruh jumlah L/C walaupun eksportir belum melaksanakan pengiriman barang. Red clause L/C dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1) Secured atau Covered Red Clause L/C

Yaitu suatu L/C yang mengandung syarat bahwa bank pembayar dapat membayar uang muka kepada eksportir, walaupun eksportir belum melaksanakan pengiriman barang. Pembayaran hanya dapat dilakukan apabila eksportir menyerahkan wesel atau kuitansi disertai surat jaminan serta surat-surat lainnya sesuai dengan persyaratan L/C, seperti surat gudang, polis asuransi, dan lain-lain. 2) Clean atau Unsecured Red Clause L/C


(21)

76

Yaitu suatu L/C yang mengandung persyaratan bahwa pembayaran dapat dilakukan oleh bank kepada eksportir, walaupun eksportir belum mengirimkan barang, yang pembayarannya dapat dilakukan berdasarkan kuitansi tanpa disertai jaminan.

d. Green Clause L/C

Yaitu suatu L/C yang mirip dengan Red Clause L/C, hanya saja dalam red clause L/C pembayaran uang mukanya merupakan perintah dari pihak pembeli, sedangkan dalam green clause L/C pembayaran uang mukanya dilakukan oleh bank atas kepercayaannya terhadap pedagang perantara.

e. Negocierings L/C

Yaitu suatu L/C yang mengharuskan penjual menerbitkan wesel kepada pembeli, yang akan dinegosiasi oleh bank pembuka. Bentuk L/C seperti ini membebankan tanggung jawab kepada bank pembuka, sedangkan bank penerus tidak bertanggung jawab sedikitpun.

f. Standby L/C

Yaitu suatu L/C yang dipergunakan sebagai alat pembayaran terhadap pembelian barang-barang dalam perdagangan dengan mengkaitkannya dengan dokumen-dokumen perkapalan. Standby L/C ini seperti Clean L/C, karena untuk terlaksananya pembayaran tidak memerlukan penyerahan dokumen-dokumen, hanya saja digunakan untuk masalah-masalah garansi.


(22)

E. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Letter of Credit 1. Hubungan Hukum Pemohon dan Penerima

Kontrak dasar yang mendasari penerbitan L/C ialah kontrak penjualan. Kontrak penjualan memuat hak dan kewajiban pembeli (yang dalam UCP menjadi pemohon) dan penjual ( yang dalam UCP menjadi penerima). Klausul cara pembayaran dalam kontrak penjualan harus dituangkan menjadi L/C. L/C diterbitkan karena kontrak perjanjian mengatur demikian. L/C diterbitkan bank penerbit atas permintaan pemohon sesuai dengan kontrak penjualan.

Bank penerbit atau bank penerus bukan para pihak dalam kontrak penjualan walaupun nama kedua bank ini dimuat dalam kontrak penjualan. Sengketa mengenai barang yang menjadi subyek kontrak penjualan harus diselesaikan antara pembeli dan penjual dengan merujuk pada kontrak penjualan.

L/C yang diterbitkan atas dasar kontrak penjualan, menurut hukum L/C merupakan kontrak yang terpisah dari kontrak penjualan. Sengketa kontrak penjualan tidak boleh dikaitkan dengan L/C. L/C adalah L/C, kontrak penjualan adalah kontrak penjualan. Pemisahan seperti ini dinamakan prinsip pemisahan kontrak atau prinsip independensi L/C. dalam pelaksanaannya kadang-kadang terjadi intervensi atas prinsip pemisahan kontrak tersebut. Sengketa mengenai barang yang merupakan subyek kontrak penjualan diikuti dengan penangguhan pembayaran yang merupakan subyek L/C.

2. Hubungan Hukum Pemohon dan Bank Penerbit

Hubungan hukum pemohon dan bank penerbit didasarkan pada kontrak yang dinamakan permintaan penerbitan L/C. Permintaan penerbitan L/C


(23)

78

diperlukan dalam rangka merealisasi cara pembayaran sebagaimana diatur dalam kontrak penjualan. Jika bank penerbit setuju untuk melaksanakan permintaan pemohon, maka bank penerbit menerbitkan L/C. L/C dengan demikian diterbitkan berdasarkan permintaan penerbitan L/C. Permintaan penerbitan L/C dan kontrak penjualan juga terpisah satu sama lain.

3. Hubungan Hukum Bank Penerbit dan Penerima

Hubungan hukum antara bank penerbit dan penerima lahir atas dasar L/C yang diterbitkan bank penerbit yang disetujui penerima. Persetujuan penerima terhadap L/C diwujudkan melalui pengajuan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan L/C kepada bank penerbit. Tetapi penerima tidak berkewajiban untuk menyetujui L/C yang diterbitkan oleh bank penerbit. Sebelum L/C disetujui penerima, maka L/C merupakan kontrak sepihak dari bank penerbit yang tidak mengikat penerima. L/C diterbitkan atas dasar permintaan penerbitan L/C, tetapi kedua kontrak ini terpisah satu sama lain.

Hak dan kewajiban bank penerbit dan penerima diatur dalam UCP 500 atau 600, sepanjang L/C tunduk pada UCP 500 dan UCP 600. L/C dapat memuat klausul-klausul tersendiri terlepas dari ada atau tidak pengaturannya dalm UCP yang berlaku. Pengaturan klausul-klausul dalam L/C harus sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang dikenal secara internasional.

4. Hubungan Hukum Bank Penerbit dan Bank Penerus

Hubungan hukum bank penerbit dan bank penerus didasarkan pada instruksi bank penerbit kepada bank penerus yang disetujui bank penerus. Bank penerbit memberikan instruksi kepada bank penerus untuk meneruskan L/C.


(24)

Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus adalah “hubungan keagenan” dimana bank penerbit bertindak sebagai principal dan bank penerus sebagai agen. Hak dan kewajiban kedua bank diatur dalam instruksi bank penerbit yang dimuat dalam L/C. Selain itu, hak dan kewajiban kedua bank juga diatur dalam UCP. Sebagai bank penerus, bank ini tidak berkewajiban untuk melakukan pembayaran, akseptasi atau negosiasi terhadap wesel penerima.

Jika bank penerus dalam L/C diminta juga oleh bank penerbit untuk menambahkan konfirmasinya pada L/C, maka bank penerus juga melaksanakan fungsi sebagai bank pengkonfirmasi (confirming bank). Dalam hal bank penerus adalah juga sebagai bank pengkonfirmasi, maka kewajiban bank ini adalah sama dengan kewajiban bank penerbit yaitu melakukan pembayaran, akseptasi atau negosiasi wesel terhadap penerima. Konsekuensinya, bank pengkonfirmasi berkewajiban pula melakukan penelitian kesesuaian antara dokumen-dokumen yang diajukan dan persyaratan L/C sebagai dasar untuk melakukan pembayaran, akseptasi atau negosiasi.

Tanggung jawab bank penerbit dan bank pengkonfirmasi terhadap pembayaran L/C sama yaitu pembayaran dapat dimintakan kepada salah satu dari kedua bank ini. Jika bank pengkonfirmasi tidak bersedia melakukan pembayaran L/C dengan alasan-alasan tertentu, maka bank penerbit tetap berkewajiban menggantikannya dan demikian sebaliknya. Pembayaran yang dilakukan bank pengkonfirmasi wajib dibayar kembali oleh bank penerbit atau bank pereimburs (reimbursing bank) yang ditunjuk bank penerbit karena bank pengkonfirmasi adalah agen dari bank penerbit.


(25)

80

Namun demikian, UCP 500 atau UCP 600 tidak mewajibkan bank penerus menjadi bank pengkonfirmasi. Artinya, bank penerus dapat menolak permintaan bank penerbit untuk bertindak sebagi pengkonfirmasi.

5. Hubungan Hukum Bank Penerus dan Penerima

Hubungan hukum antara bank penerus dan penerima tergantung dari fungsi yang dilakukan oleh bank penerus sesuai dengan persyaratan L/C. Bank penerus dapat berfungsi sebagai bank penerus semata-mata, bank pengkonfirmasi, bank penegosiasi, bank pembayar atau bank pengaksep.

Dalam hal bank penerus murni menjalankan fungsinya sebagai bank penerus, maka kewajibannya terhadap penerima hanya terbatas pada penerusan L/C dan penerusan perubahannya. Oleh karena itu, penerima tidak berhak untuk meminta pembayaran L/C dari bank penerus. Tetapi, dalam hal bank penerus juga sebagai bank pengkonfirmasi maka selain meneruskan L/C kepada penerima bank ini juga melakukan konfirmasi atas L/C tersebut. Konsekuensinya, penerima dapat meminta pembayaran L/C kepada bank pengkonfirmasi dimaksud karena kewajiban bank pengkonfirmasi merupakan tambahan terhadap kewajiban pembayaran dari bank penerbit terhadap penerima. Kemudian jika bank penerus bertindak pula sebagai bank penegosiasi maka kewajiban bank ini yaitu selain meneruskan L/C juga melakukan pembelian dokumen-dokumen yang diajukan penerima. Seterusnya, apabila bank penerus diminta pula sebagai bank pembayar maka kewajiban bank ini adalah meneruskan L/C dan melakukan pembayaran kepada penerima. Selanjutnya, apabila bank penerus bertindak pula sebagai bank pengaksep, maka kewajiban bank ini selain meneruskan L/C kepada penerima


(26)

juga melakukan akseptasi atas wesel berjangka yang diajukan penerima dan membayarnya pada saat pembayaran jatuh tempo.

Kecuali dalam kapasitas bank penerus murni sebagai bank penerus, maka bank penerus dalam menjalankan fungsi sebagai bank pengkonfirmasi, bank negosiasi, bank pembayar, atau bank pengakspe wajib melakukan penelitian atas kesesuaian dokumen-dokumen yang diajukan penerima dengan persyaratan L/C. Jika dokumen-dokumen sesuai dengan L/C, maka bank tersebut berkewajiban melakukan pembayaran L/C kepada penerima.46

46 Ramlan Ginting, Letter of Credit, Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, Universitas Trisakti, Jakarta, 2007, hal 197-214.


(27)

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS ATAS PERDAGANGAN INTERNASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN L/C ( LETTER OF CREDIT) PADA CV. MAS

INDOWOOD LESTARI

A. Prosedur Pembayaran dengan menggunakan Letter of Credit dalam Kegiatan Ekspor Pada CV. MAS INDOWOOD LESTARI

Transaksi ekspor impor merupakan suatu transaksi perdagangan barang atau jasa yang terjadi antara dua pihak, eksportir dan importir, yang bertempat tinggal dan berdomisili di negara-negara yang berbeda. Namun dalam pertukaran barang dan jasa yang menyeberangi laut ataupun darat ini tidak jarang timbul berbagai masalah yang kompleks antara para pengusaha yang mempunyai bahasa, kebudayaan, adat istiadat dan cara yang berbeda – beda, tidak terkecuali cara pembayaran dalam transaksi ekspor impor tersebut.

Pada umumnya dalam kontrak-kontrak bisnis selalu terdapat klausul tentang cara pembayaran. Pembayaran (penyerahan sejumlah uang) merupakan bentuk prestasi terpenting yang harus dilaksanakan oleh salah satu pihak. Di pihak lain pembayaran merupakan hak yang wajib diperoleh berdasarkan kontrak. Tidak jelasnya tata cara pembayaran atau tidak terjaminnya keamanan mengenai tata cara pembayaran dapat muncul menjadi resiko usaha dan sumber perselisihan (sengketa) dalam hubungan bisnis para pihak yang terlibat.

Dalam kontrak-kontrak bisnis internasional, kejelasan dan aspek keamanan mengenai tata cara pembayaran menjadi lebih penting mengingat para pihak yang terlibat dalam kontrak dipisahkan oleh jarak yang cukup jauh dan tidak jarang


(28)

para pihak tidak saling mengenal satu sama lain atau tidak pernah bertemu sebelumnya. Cara pembayaran yang tepat dapat memberikan jaminan keamanan dan memberikan keringanan atau kemudahan bagi pihak-pihak tertentu.

Dalam transaksi perdagangan internasional yang dilakukan oleh penjual (eksportir) dan pembeli (importir) akan timbul hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Eksportir wajib melakukan penyerahan barang dan berhak untuk menerima pembayaran atas penyerahan barang. Di sisi lain importir wajib melunasi harga barang dan berhak untuk menuntut penyerahan barang yang dibelinya. Karena eksportir dan importir terpisah secara geopolitik dan geografis, maka penyelesaian pembayaran memiliki karakteristik sendiri. Hal ini karena mata uang pada umumnya mata uang yang digunakan berbeda dan mereka terikat hukum dan peraturan negara masing-masing.47

Pembayaran transaksi dengan menggunakan L/C merupakan cara pembayaran yang paling umum digunakan dalam transaksi-transaksi bisnis, khususnya transaksi jual beli barang (sales of good). Cara pembayaran dengan menggunakan L/C inilah juga yang dipergunakan oleh CV. Mas Indowood Lestari dalam transaksi perdagangan internasional dengan negara lain dan biasanya jenis Adanya jarak dan tidak saling mengenal secara pribadi tentu akan menimbulkan resiko dan kecurangan bagi masing-masing pihak yang terlibat. Eksportir takut barang yang dikirimnya tidak dibayar oleh importir. Sebaliknya importir juga takut kalau barang yang dipesannya tidak sampai diterima atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.

47


(29)

84

pembayaran yang telah disepakati itu terlebih dahulu dicantumkan dalam sales contract.

Sebelum dibuatnya sales contract, tahap awal terjadinya perjanjian jual beli internasional pada CV. Mas Indowood Lestari ialah dengan negosiasi melalui surat elektronik (by email) antara pihak eksportir dengan importir. Dalam negosiasi ini hal-hal yang biasanya dibahas kedua pihak ini ialah mengenai barang- barang atau jenis-jenis kayu olahan dari CV. Mas Indowood Lestari yang diperlukan oleh pihak importir dengan besaran dan diameter tertentu yang telah disesuaikan dengan standar internasional, banyaknya barang yang diperlukan atau yang hendak untuk dibeli, mengenai harga barang dan kesepakatan mengenai cara pembayaran diantara kedua pihak baik importir maupun eksportir.

Eksportir kemudian membuat sales contract setelah terjadi kesepakatan antara eksportir dan importir yang ditandatangani oleh para pihak dan semuanya itu melalui surat elektronik. Pihak eksportir dan importir tidak pernah bertemu secara langsung dan saling tidak mengenal. Selanjutnya tugas dari importir ialah megajukan permohonan pembukaan letter of credit (L/C) kepada bank devisa di negaranya (opening bank). Opening bank selanjutnya akan mengirim surat L/C kepada beneficiary melalui bank korespondennya di negara penjual (eksportir). Bank koresponden/advising bank kemudian memberitahu beneficiary bahwa kepadanya telah dibuka L/C. Setelah menerima L/C tersebut, penjual (eksportir) mengirimkan barang kepada pembeli. Dokumen-dokumen asli mengenai barang itu diserahkan kepada advising bank dan duplikatnya dikirimkan kepada pembeli. Dokumen yang telah diterima dan telah diteliti oleh advising bank kemudian


(30)

dikirim kepada opening bank/issuing bank. Setelah itu issuing bank melakukan pembayaran kepada advising bank setelah semua dokumen-dokumen yang telah disepakati dalam L/C telah terpenuhi.

Jenis letter of credit (L/C) yang biasa digunakan oleh CV. Mas Indowood Lestari ialah L/C Sight, yang mana pembayaran dapat diterima oleh eksportir tanpa menunggu dalam jangka waku yang terlalu lama, biasanya paling lama 7 hari setelah penyerahan dokumen kepada advising bank.

Kelebihan penggunaan Letter of Credit pada CV. MAS INDOWOOD LESTARI :

1. Penjual / eksportir dapat lebih menggantungkan kepercayaan pada

2. L/C yang dikeluarkan bank dari pada L/C yang dikeluarkan oleh pedagang, dan karena itu yang bersangkutan merasa terjamin akan pembayaran / akseptasi yang dilakukan bank setelah adanya penyerahan dokumen-dokumen yang sesuai dengan syarat–syarat L/C.

3. Pembeli/importir merasa terjamin bahwa banknya akan menolak pembayaran kepada penjual/eksportir kecuali penjual/eksportir telah memenuhi persyaratan–persyaratan L/C yang telah diminta oleh pembeli/importir kepada banknya seperti yang ditentukan dalam L/C.

Kelemahan Letter of Credit :

1. Biaya–biaya bank yang dikenakan dalam penanganan L/C.

2. Bank hanya berkepentingan dalam dokumen saja dan tidak dalam barang– barang, sehingga apabila terjadi sedikit kesalahan dalam penulisan nama-nama barang yang dikirim, maka pihak bank akan menolak


(31)

dokumen-86

dokumen ekspor pihak perusahaan apabila tidak sesuai dengan deskripsi barang yang ada di letter of credit.

B. Hambatan–Hambatan dalam Pembayaran oleh Pihak Importir dengan Menggunakan Letter of Credit dalam Kegiatan Ekspor pada CV. MAS INDOWOOD LESTARI

Sistem pembayaran dengan menggunakan L/C merupakan cara paling aman bagi eksportir untuk memperoleh hasil penjualan barangnya dari importir, asalkan eksportir tersebut dapat menyerahkan dokumen-dokumen sesuai dengan yang disyaratkan dalam L/C. Dengan penerbitan L/C ini sebuah bank bertindak sebagai pengganti importir yakni pihak yang memberikan kepercayaan dan kepastian kepada penjual bahwa pembayaran akan dilakukan oleh bank tersebut sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang terdapat di dalam L/C.

Jenis letter of credit yang disepakati oleh importir maupun eksportir sangat tergantung kepada negosiasi (bargaining) di awal sebelumnya terjadinya kesepakatan yang dituangkan dalam sebuah kontrak atau sales contract.

Meskipun semua keinginan para pihak telah tertuang dalam sebuah kontrak atau sales contract, seiring dengan berjalannya waktu kadang kala ada hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pihak eksportir dalam transaksi bisnis internasional ini.

Hal-hal yang menjadi penghambat dengan sistem pembayaran letter of credit oleh CV. MAS INDOWOOD LESTARI :


(32)

1. Pembayaran yang kadang kala tidak menentu dari pihak importir. Meskipun jenis letter of credit yang telah disepakati ialah jenis letter of credit at sight, yang mana pembayaran langsung dilakukan oleh advising bank setelah semua dokumen–dokumen telah diteliti dan dikirim dengan lengkap dan telah sampai kepada issuing bank atau bank penerbit letter of credit tersebut.

2. Pemotongan (discrepant) dari total pembayaran yang seharusnya dibayar oleh pihak importir kepada ekspotir yang dilakukan oleh bank penerbit letter of credit atau issuing bank tanpa penjabaran dan pemberitahuan kepada pihak eksportir.

3. Nilai kurs valuta asing pada saat awal penegosiasian dengan pihak advising bank bisa saja lebih kecil daripada nilai kurs valuta asing pada saat pembayaran yang dilakukan pihak bank, sehingga menimbulkan sedikit kerugian terhadap eksportir.

4. Claim yang dilakukan oleh importir yang disebabkan karena pada saat barang di dalam kapal atau pada saat proses pengiriman mengalami perubahan karna cuaca atau kelembaban yang semakin berkurang sehingga menyebabkan kayu olahan yang dipesan importir ketika sampai di negara tujuan mengalami sedikit perubahan kualitas atau mutu sehingga pihak importir mengklaim dengan melakukan pemotongan pada pengiriman barang berikutnya. Hal ini disebabkan, barang yang telah dikirim ke negara tujuan tidak boleh dikirim kembali ke negara asal. Klaim yang dilakukan importir biasanya bisa dilakukan dengan


(33)

88

negosiasi terlebih dahulu sebelum dilakukan pemotongan terhadap jumlah pembayaran pada pengiriman berikutnya.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Eksportir yang Tidak Dapat Melakukan Pencairan Terhadap Letter of Credit

Mekanisme penerbitan L/C dapat dilihat dengan jelas bahwa titik permasalahan timbul ketika advising bank menerima dokumen pengiriman barang dari importir atau penjual dan bank yang ditunjuk untuk memeriksa dokumen tersebut telah menyetujui dokumen tersebut karena telah sesuai dengan yang telah disyaratkan dalam persyaratan L/C, maka advising bank segera melakukan pembayaran, mengakseptasi atau menegosiasikannya sesuai dengan persyaratan yang disebut dalam kredit itu dan bank yang menerima dokumen itu (advising bank) lalu meneruskan kepada bank pembuka L/C (issuing bank), akan tetapi setelah issuing bank memeriksa lagi dokumen itu ditemukan ketidakcocokan dalam hal dokumen-dokumen yang menjadi pendukung L/C yang telah dibuat dan disetujui oleh kedua belah pihak, sehingga pihak issuing bank tidak bersedia membayar kembali (reimburse) kepada bank yang telah melunasi dokumen itu seperti advising bank, confirming bank, atau bank lain yang ditunjuk sesuai dengan tata cara yang telah diterapkan bersama sebelumnya diantara mereka.

Masalah ketidakcocokan dalam persyaratan L/C ini merupakan masalah yang sangat krusial dalam transaksi L/C, sama halnya dengan yang dialami CV. MAS INDOWOOD LESTARI, hal ini disebabkan karena pada dasarnya para pihak


(34)

dalam pelaksanaan L/C hanya berurusan dengan dokumen-dokumen.48

Bank yang menolak dokumen L/C karena adanya kesalahan kecil dalam pengejaan atau penulisan nama tersebut dapat dibenarkan atau tidak. Untuk menjawab pertanyaan ini kita dapat melihat pada beberapa pandangan atau doktrin-doktrin yang berkaitan dengan ukuran kesesuaian suatu dokumen. Salah satu ukuran kesesuaian dimaksud adalah Doktrin Kesesuaian Mutlak.

Dokumen-dokumen yang diajukan harus sesuai dengan persyaratan L/C agar L/C tersebut dapat dibayar oleh bank penerbit atau kuasanya. Oleh sebab itu penyimpangan dalam bentuk apapun yang menyangkut dokumen-dokumen L/C dapat menjadi suatu alasan bagi bank penerbit untuk melakukan penolakan pembayaran terhadap bank pembayar.

49

Menurut doktrin ini, dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam L/C harus benar-benar dipenuhi sebagaimana mestinya. Perbedaan substansial atau non

Doktrin kesesuaian mutlak (doctrine of strict compliance) yang dinamakan juga asas kesesuaian mutlak (strict compliance rule) dalam pelaksanaan L/C berasal dari putusan pengadilan Inggris dalam kasus Equitable Trust Co. Vs Dowson

Partners , yang mengatakan bahwa : ”There is no room for document which are

almost the same, or which will do as well”. Dalam kasus ini hakim juga mengemukakan bahwa telah merupakan prinsip umum dalam transaksi L/C bank pengaksep hanya dapat melakukan tuntutan ganti kerugian (indemnity) jika akseptasi yang dilakukannya berdasarkan dokumen-dokumen yang benar-benar sesuai dengan persyaratan L/C.

48

Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit bank di Indonesia, IBI, Jakarta, 1993 hal. 34.


(35)

90

substansial pada L/C dan dokumen-dokumen yang diajukan penerima tidak diperkenankan. Jika terdapat perbedaan, bank penerbit atau kuasanya tidak berkewajiban untuk melakukan pembayaran L/C kepada penerima. Kepercayaan para pihak khususnya pemohon terhadap L/C adalah karena keberadaan doktrin kesesuaian mutlak dalam pelaksanaan L/C

Inti dari realisasi L/C adalah kesesuaian dokumen-dokumen dengan persyaratan L/C. Oleh karena itu, bank harus melakukan penelitian atas dokumen-dokumen tersebut untuk dasar menentukan apakah dapat dibayar atau tidak.

Bank dalam meneliti dokumen-dokumen dan menentukan sikap mengambil alih atau menolak dokumen-dokumen tersebut serta memberitahu pihak pengirim dokumen-dokumen yang bersangkutan hanya punya waktu maksimum 7 (tujuh) hari kerja perbankan setelah hari penerimaan dokumen dimaksud, akan tetapi dalam era persaingan perbankan yang sangat kompetitif sekarang ini bank terkait akan berupaya melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya lebih cepat dari batas waktu 7 (tujuh) hari tersebut. Namun dalam keadaan force majeur karena tindakan pemerintah atau akibat alam, jangka waktu 7 (tujuh) hari dimaksud dapat dilampaui.

UCP-600 mengatur persyaratan yang harus dipenuhi oleh masing-masing jenis dokumen, tetapi persyaratan tersebut hanya berlaku sepanjang L/C tidak menentukan sebaliknya. Artinya, persyaratan dokumen yang diatur dalam UCP-600 sifatnya kontraktual. Para pihak harus mengikutinya sepanjang pihak yang menyetujui persyaratan UCP-600. Jika para pihak menghendaki persyaratan lain, maka persyaratan demikian harus dinyatakan dengan tegas dalam L/C.


(36)

Persyaratan dokumen didalam L/C membatalkan persyaratan dokumen yang diatur dalam UCP-600.

Dalam hubungannya dengan persyaratan dokumen, artikel 34 UCP- 600 mengatakan : ”Bank assume no liability or responsibility for the form, sufficiency, accuracy, ginuineness, falsification or legal effect of any documents, or for the general and/or particular conditions stipulated in the documents or superimposed there on, nor do they assume any liability or responsibility for the description, quantity, weight, quality, condition, packing, delivery, value or existence of the goods represented by any document, or for the good faith or acts and or ommision, solvency, performance or standing of the consignors, the carriers, the forwarders, the consignes, or the insurers of the goods, or any other person who some ever”. Atau dapat diterjemahkan sebagai berikut “ Bank tidak berkewajiban atau bertanggungjawab atas bentuk, kelengkapan, ketelitian, keaslian, pemalsuan atau akibat hukum dari dokumen apapun, atau atas kondisi umum dan atau khusus yang disebut dalam dokumen atau yang ditambahkan didalamnya ; bank juga tidak berkewajiban atau bertanggungjawab atas uraian, jumlah, berat, mutu, kondisi, pengepakan, penyerahan, nilai, atau kenyataan adanya barangbarang yang tercantum dalam dokumen, atau atas itikad baik atau tindakan-tindakan dan atau kelalaian, kesanggupan melunasi pembayaran (solvency), performance atau bonafiditas si pengirim, pengangkut, forwarder, si penerima atau si penjamin dari barang-barang, atau orang lain siapapun”.

Artikel 34 UCP-600 membebaskan bank dari kewajiban atau tanggung-jawab terhadap antara lain bentuk, kecukupan, dan ketetapan dokumen-dokumen yang


(37)

92

diajukan kepadanya. Bank tidak bertanggung-jawab terhadap hal-hal yang dimuat dalam artikel 34 UCP-600 sepanjang dokumen-dokumen secara tampak muka sesuai dengan uraian dokumen-dokumen yang dimuat dalam L/C.

Penolakan pembayaran yang dilakukan oleh issuing bank tersebut dikarenakan issuing bank berpegang pada doktrin kesesuaian mutlak yang tidak memberikan celah untuk terjadi kesalahan atau penyimpangan sedikitpun, menurut doktrin ini transaksi tidak akan berjalan aman jika penelitian dokumen-dokumen tidak didasarkan pada penelitian yang ketat. Semua ini dilakukan dalam rangka pihak issuing bank mendapat pembayaran kembali dari pihak importir dan mendapat kepercayaan penuh darinya. Bank yang bertindak diluar prinsip ini menanggung resiko yang mungkin timbul.

Advising bank sebagai bank pengkonfirmasi atau sebagai bank pembayar tidak perlu melakukan hak regres dalam hal terjadi penolakan pembayaran oleh issuing bank karena adanya penyimpangan dokumen dimana penjual (eksportir) tidak dapat memenuhi persyaratan L/C yaitu pengadaan dokumen-dokumen sebagaimana seharusnya baik karena kesulitan teknis, kesulitan pemahaman terhadap isi L/C atau kelalaian dalam pembuatan dokumen-dokumen. Penyimpangan biasanya diperbaiki oleh eksportir sepanjang masih ada waktu dan memungkinkan dengan memperhatikan masa berlakunya L/C.

Eksportir tidak berhubungan langsung dengan importir dalam hal pembayaran ini, setelah eksportir menyerahkan semua dokumen dan diteliti serta diaksep maka selanjutnya merupakan urusan antar bank, Advising bank lah yang menjadi jaminan bagi CV. MAS INDOWOOD LESTARI terhadap pembayaran oleh


(38)

eksportir apabila dokumen telah diaksep dan diterima oleh pihak issuing bank. Atau dengan kata lain, merupakan tugas dari advising bank untuk berkomunikasi dengan issuing bank.

Hukum positif Indonesia sampai saat ini tidak mengatur secara terperinci tentang L/C. Dalam prakteknya banyak sekali transaksi- transaksi dengan menggunakan L/C yang mengalami hambatan salah satunya dalam hal pembayaran. Padahal dapat dikatakan L/C merupakan jenis pembayaran dalam perdagangan internasional yang paling aman.

UCP-600 tidak mengatur pilihan hukum untuk menyelesaikan kasus- kasus L/C. Dalam artikel-artikel UCP-600 tidak satupun yang menyinggung mengenai perlindungan hukum dan permasalahan mengenai pilihan hukum dalam hal terjadi sengketa dalam transaksi L/C. Dengan menundukan L/C pada UCP-600 para pihak hanya mengadopsi seperangkat peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan prosedur L/C. Para pihak belum menyatakan pilihan hukum untuk masalah-masalah L/C lainnya seperti pengaturan pilihan hukum atas sengketa L/C. Pengaturan masalah- masalah L/C lainnya tersebut dapat merujuk pada hukum nasional.

Dalam hal terjadi kasus L/C terutama menyangkut masalah-masalah yang tidak diatur dalam UCP, pengadilan menyelesaikan kasus dimaksud berdasarkan pilihan hukum yang dimuat dalam L/C. 50

50 Ramlan Ginting, Op.Cit.,hal. 118.

Artinya yaitu bahwa dalam kontrak perjanjian L/C, klausul mengenai pilihan hukum merupakan klausul tambahan yang tidak secara otomatis tercantum dalam UCP-600, para pihak harus


(39)

94

memperjanjikannya terlebih dahulu. Jika L/C tidak memuat pilihan hukum, hakim harus menentukan hukum nasional yang berlaku (governing law) atas L/C tersebut dengan cara menerapkan prinsip-prinsip hukum perdata internasional yang berlaku bagi kontrak yang mereka tutup.

Prinsip-prinsip hukum perdata internasional yaitu menyangkut keseluruhan aturan-aturan yang mengatur hubungan-hubungan hukum privat yang mengandung elemen-elemen internasional dan hubungan-hubungan hukum yang memiliki kaitan dengan negara-negara asing.51

Dalam hal kontrak penjualan tidak memuat klausul pilihan hukum maka hukum nasional yang berlaku atas kontrak penjualan ditentukan berdasarkan teori-teori atau ketentuan hukum perdata internasional yang berlaku atas kontrak seperti teori tempat kontrak dibuat (lex loci contractus), teori tempat kontrak dilaksanakan (lex loci solutions) dan teori keterkaitan paling dekat dan paling nyata (the closest and the most real connection). Dari ketiga teori ini sesuai dengan pendapat Sudargo Gautama yang memilih untuk menggunakan teori keterkaitan paling dekat dan paling nyata yang dinamakan teori prestasi yang paling karakteristik (the most characterisctic connection).52

Menurut analisis penulis, apabila terjadi sengketa dalam permasalahan L/C terhadap CV. MAS INDOWOOD LESTARI yang dalam hal kontrak penjualan tidak memuat klausul pilihan hukum, penentuan hukum Indonesia sebagai dasar hukum yang dipakai apabila terjadi sengketa adalah keputusan yang tepat. Karena

51

Seto, Bayu, Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional, Citra Aditia Bakti, Bandung, 1992, hal. 7.

52 Sudargo Gautama, Pertemuan Ilmiah tentang Perkembangan Hukum Kontrak dalam Bisinis di Indonesia, BPHN, Jakarta, hal. 65.


(40)

hal ini sesuai dengan teori mengenai prestasi yang paling karakteristik (the most characteristic connection). Dalam hal ini pihak eksportir yaitu CV. MAS INDOWOOD LESTARI telah menyediakan bahan baku, mempersiapkan barang, mempersiapan produksi atau pengapalan barang dan menyerahkan barang kepada importir. Semua itu menjadikan pihak eksportir memiliki keterkaitan paling dekat dan paling nyata dibandingkan dengan importir dan pihak eksportirlah yang memiliki peran yang lebih banyak dalam proses pengepakan dan pengiriman. Maka sudah sepantasnyalah hukum nasional dari eksportir yang digunakan apabila terjadi sengketa dalam pelaksanaan L/C.


(41)

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Letter of Credit merupakan jenis pembayaran yang dipergunakan oleh CV. Mas Indowood Lestari dalam transaksi perdagangan internasional dengan negara lain dan yang telah disepakati itu terlebih dahulu dicantumkan dalam sales contract. Sebelum dibuatnya sales contract, tahap awal terjadinya perjanjian jual beli internasional pada CV. Mas Indowood Lestari ialah dengan negosiasi melalui surat elektronik (by email) antara pihak eksportir dengan importir yang kemudian disepakati dan dituangkan ke dalam sales contract. Salah satu hal yang dituangkan dalam sales contract ialah mengenai cara pembayaran diantara kedua pihak. Selanjutnya tugas dari importir ialah megajukan permohonan pembukaan letter of credit (L/C) kepada bank devisa di negaranya (opening bank). Opening bank selanjutnya akan mengirim surat L/C kepada beneficiary melalui bank korespondennya di negara penjual (eksportir). Bank koresponden/advising bank kemudian memberitahu beneficiary bahwa kepadanya telah dibuka L/C. Setelah menerima L/C tersebut, penjual (eksportir) mengirimkan barang kepada pembeli. Dokumen-dokumen asli mengenai barang itu diserahkan kepada advising bank dan duplikatnya dikirimkan kepada pembeli. Setelah melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen, advising bank akan melakukan pembayaran.


(42)

2. Hal-hal yang menjadi penghambat dengan sistem pembayaran letter of credit oleh CV. MAS INDOWOOD LESTARI :

a. Pembayaran yang kadang kala tidak menentu dari pihak importir.

b. Pemotongan (discrepant) dari total pembayaran tanpa penjabaran dan pemberitahuan kepada pihak eksportir.

c. Nilai kurs valuta asing pada saat awal penegosiasian dengan pihak advising bank bisa saja lebih kecil daripada nilai kurs valuta asing pada saat pembayaran.

d. Claim yang dilakukan oleh importir karena ketidaksesuaian dengan kondisi pada saat pengiriman dengan ketika sampai di tujuan menyebabkan terjadinya pemotonga terhadap jumalah pembayaran pada pengiriman berikutnya.

3. Inti dari realisasi L/C adalah kesesuaian dokumen-dokumen dengan persyaratan L/C. Kelalaian, penyimpang atau kesalahan ejaan pada L/C yang tidak diterima oleh advising bank maupun issuing bank dapat diperbaiki oleh eskportir sepanjang masih ada waktu yang memungkinkan dengan memperhatikan masa berlakunya L/C. Dalam hal terjadinya sengketa dalam pelaksanaan L/C maka dapat dilihat kembali pada pilihan hukum pada saat awal dibuatnya kontrak penjualan terhadap para pihak. CV MAS INDOWOOD dalam kontraknya tidak memuat mengenai pilihan hukum. Oleh sebab itu, apabila terjadi sengketa dalam pelaksanaan L/C maka hukum nasional Indonesia dianggap tepat sebagai pilihan untuk menyelesaikan permasalahan ini.


(43)

98

B. SARAN

1. Disarankan kepada pihak eksportir dan importir sebaiknya saling mengetahui kredibilitas masing – masing untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan transaksi ekspor impor.

2. Seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi perdagangan, pemerintah hendaklah memberlakukan kebijakan-kebijakan baru yang berpengaruh pada kemajuan perekonomian di Indonesia. Sehingga hambatan-hambatan yang menjadi penghalang terjadinya perdagangan internasional bagi eksportir dapat segera diatasi.

3. Untuk mengatasi kemungkinan adanya penyimpangan dalam dokumen-dokumen Letter of Credit (L/C), maka perlu diadakan suatu peningkatan pengetahuan dan keterampilan pegawai yang menangani pembukaan Letter of Credit (L/C) dan pemeriksaannya serta disarankan untuk menentukan terlebih dahulu di awal kontrak pilihan hukum yang digunakan apabila terjadi sengketa dalam pelaksanaanya.


(44)

A. Pengertian dan Pengaturan Hukum dalam Transaksi Ekspor Impor 1. Pengertian Ekspor Impor

Pada saat ini tidak ada negara yang dapat hidup tanpa berhubungan dengan negara lain. Semua negara di dunia senantiasa berhubungan dengan negara lain dalam berbagai bentuk. Hubungan itu tidak terbatas berupa hubungan yang dilakukan pemerintah saja melainkan perusahaan juga bahkan perorangan. Hubungan antar perusahaan terutama dalam bentuk perdagangan. Perdagangan yang melibatkan para pihak lebih dari satu negara disebut perdagangan internasional/transaksi ekspor impor (international trade) atau bisnis internasional (international business).

Perdagangan internasional atau bisnis internasional terutama dilaksanakan melalui perjanjian jual beli. Perjanjian jual beli internasional dikenal dengan sebutan perjanjian ekspor/impor. Dalam jual beli semacam ini kegiatan jual disebut ekspor dan kegiatan beli disebut impor. Pihak penjual disebut eksportir dan pihak pembeli disebut importir. Secara ringkas kegiatan ini disebut ekspor impor.

Yang dimaksud dengan ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah Pabean. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke daerah


(45)

15

Pabean. 17 Yang dimaksud dengan daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat–tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan landas kontinen.18

Dari definisi Black’s Law Dictionary diatas terhadap ekspor itu sendiri dapat digaris bawahi sebagai catatan ialah bahwasannya ekspor dan impor itu hanya Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/M-DAG/PER/3/2012 tentang Ketentuan Umum di bidang Ekspor maka diperoleh pengertian ekspor, yaitu kegiatan mengeluarkan barang dari daerah Pabean sesuai peraturan dan perundang–undangan yang berlaku. Sedangkan pengertian impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang dimaksud adalah ketentuan ekspor impor yang diatur dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.

Menurut Pasal 1 butir 13 Undang Undang No. 17 Tahun 2006, definisi dari impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Sedangkan dalam butir 14 disebutkan definisi ekspor yaitu kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.

Dalam Black’s Law Dictionary dikatakan bahwa :

“ Eksport ; to send, take or carry (a good or commodity) out of the country; to transport (merchandise) from one country to another in the course of trade”.

“ Import, a product brought into a country from a foreign country where it originated”.

17

Departemen Jenderal Perdagangan Internasional, Kebijaksanaan Umum Perdagangan Internasional Departemen Perindustrian dan Perdagangan hal. 54.


(46)

terkait dengan barang atau komoditi, dan tidak termasuk di dalamnya jasa serta kekayaan intelektual. Dengan demikian, ekspor itu adalah kegiatan mengirim, mengambil atau membawa barang dalam rangka perdagangan, itu berarti jika bukan dalam rangka perdagangan meskipun mengirim, mengambil atau membawa barang dari dan ke negara lain itu tidaklah dapat dikatakan sebagai kegiatan ekspor impor sesuai dengan definisi di atas. Sedangkan cakupan definisi terhadap impor masihlah cukup sempit, terkait dengan asal produknya. Sebab sekarang ini yang mana kegiatan ekspor impor sangatlah kompleks, maka suatu badan usaha, individu, atau negara tidak harus mengimpor langsung produk yang dibutuhkan dari negara sumber atau asal produk itu pertama kalinya. Bisa saja produk itu di produksi di Jerman dan dibeli atau diimpor oleh perusahaan yang berada di India, tanpa dilakukan pengolahan lagi produk tersebut diimpor lagi oleh perusahaan yang berada di Republik Rakyat Tiongkok, dengan kondisi fisik produk yang sama kemudian di impor kembali oleh perusahaan yang ada di Indonesia kemudian langsung menjualnya kepada konsumen.

Ekspor impor adalah prestasi penjual dalam usahanya untuk menyerahkan barang kepada pembeli di seberang lautan. Ekspor dilakukan oleh penjual di Indonesia, sedangkan impor dilakukan oleh penjual di luar negeri. Jadi, ekspor impor adalah perbuatan penyerahan oleh penjual kepada pembeli. Ini merupakan unsur pertama dari suatu pelaksanaan perjanjian jual beli perusahaan. Sedangkan unsur kedua adalah pembayaran. Unsur kedua ini pada umumnya dilakukan dengan mempergunakan devisa, yaitu alat pembayaran luar negeri.


(47)

17

Sebagaimana dalam perjanjian secara umum, perjanjian ekspor/impor berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak yang terlibat. Eksportir berkewajiban memberikan barang kepada importir dan berhak menerima pembayaran dari importir. Importir berkewajiban melakukan pembayaran kepada eksportir dan berhak menerima barang dari eksportir. Persoalan dapat muncul manakala masing-masing pihak hanya mau menikmati hak tanpa mau melaksanakan kewajiban masing-masing.

Perjanjian ekspor impor pada hakikatnya tidak berbeda dengan perjanjian jual beli pada umumnya yang diselenggarakan dalam suatu negara tetapi mempunyai beberapa perbedaan. Beberapa hal yang menyebabkan ekspor impor berbeda antara lain: Pembeli dan penjual dipisahkan dengan batas-batas negara, barang yang diperjualbelikan dari satu negara ke negara lain terkena berbagai peraturan seperti kepabean yang dikeluarkan masing-masing negara, diantara negara-negara yang terkait terdapat berbagai perbedaan seperti bahasa, mata uang, kebiasaan dalam perdagangan, hukum, dan sebagainya.

Transaksi ekspor impor adalah transaksi perdagangan internasional (International Trade)yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan menjual barang antar pengusaha-pengusaha yang bertempat dinegara berbeda.

Perdagangan internasional merupakan transaksi jual beli (atau imbal beli) lintas negara, yang melibatkan dua pihak yang melakukan jual beli yang melintasi batas kenegaraan.19

19

Gunawan Widjaja, Aspek Hukum Dalam Kontrak Dagang Internasional: Analisis Yuridis Terhadap Kontrak Jual Beli Internasional, Jurnal Hukum Bisnis Vol.27 No.4, Bandung, 2008, hal.24.


(48)

Dari segi legal, transaksi perdagangan internasional berarti suatu transaksi yang melibatkan kepentingan lebih dari satu hukum nasional. Transaksi ini juga melibatkan lebih dari satu pihak yang tunduk pada hukum negara yang berbeda.20

a. Mengenai batasan perjanjian, yaitu :

Mengenai transaksi ekspor impor ini tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata maupun dalam KUH Dagang, akan tetapi secara umum ketentuan dalam KUH Perdata dalam Buku III dan Bab V Dan ketentuan dalam KUH Dagang tetap berlaku bagi perdagangan ekspor impor di Indonesia.

Perjanjian jual beli yang dimuat dalam salescontract merupakan salah satu bentuk perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata, maka perjanjian jual beli tunduk pada Hukum Perjanjian pada umumnya. Beberapa pengaturan mengenai Hukum Perjanjian yaitu :

Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.21

a. Mengenai syarat – syarat sahnya perjanjian.

Sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu : 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2) Kecakapan untuk membuat perjanjian. 3) Suatu hal tertentu.

4) Suatu sebab yang halal.22

b. Mengenai asas kebebasan berkontrak, yaitu:

20

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit.,hal.5.

21 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, Pasal 1313.

22


(49)

19

Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat dua belah pihak, atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan denganitikad baik. 23

c. Mengenai definisi perjanjian jual beli secara umum, dimana disebutkan jual beli adalah :

Suatu perjanjian timbal balik antara penjual dengan pembeli, dengan mana pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda, sedangkan pihak pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga benda sebagai yang telah diperjanjikan.24

2. Peraturan Hukum tentang Ekspor Impor

Setiap negara memiliki peraturan serta sistem perdagangan yang berbeda-beda. Karena itu mereka yang terlibat dalam transaksi ekspor-impor, misalnya para pengusaha atau para petugas bank, sangat perlu mengikuti perkembangan peraturan serta sistem perdagangan internasional, baik yang berlaku di Indonesia atau di negara lain.

Setelah dilakukan beberapa kali perubahan, maka peraturan umum tentang pelaksanaan ekspor-impor dan lalu lintas devisa yang berlaku dewasa ini di Indonesia adalah PP Nomor 1 Tahun 1982, tentang pelaksanaan ekspor impor dan lalu lintas devisa.

Untuk menjalankan peraturan pemerintah tersebut, maka ditetapkan beberapa peraturan pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang untuk itu, antara lain :

23

Ibid., Pasal 1338.

24


(50)

a. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/M-DAG/PER/3/2012 tentang ketentuan – ketentuan umum di bidang ekspor. b. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor :

48/M-DAG/PER/7/2015 tentang ketentuan- ketentuan umum di bidang impor.

Sebelum berlakunya PP No. 1 tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor-impor dan Lalu Lintas Devisa, telah berlaku beberapa Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pelaksanaan ekspor-impor. Namun dengan semakin berkembangnya masyarakat dan semakin meningkatnya kegiatan ekspor-impor, maka peraturan-peraturan lama tersebut dianggap tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan.

Pertimbangan pemerintah untuk mengeluarkan PP No. 1 Tahun 1982 adalah dalam rangka usaha pemerintah untuk meningkatkan pembangunan ekonomi serta memperlancar perdagangan luar negeri, sehingga perlu disusun tata cara pelaksanaan ekspor-impor yang mudah dan praktis.

Kebijaksanaan dan tindakan pemerintah dalam bidang ekspor-impor ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

a. Mengambil langkah yang dibutuhkan untuk memperkuat daya saing ekspor Indonesia yang mengalami kemerosotan akibat dari pengaruh resesi dunia, diskriminasi tarif dan saingan dari negara-negara produsen lainnya. b. Menciptakan suatu suasana agar dapat melakukan suatu usaha

penerobosan pasar serta siap menghadapi saingan dari negara-negara produsen lainnya.


(51)

21

c. Membebaskan para eksportir dan kewajiban menjual devisa yang diperolehnya kepada Bank Indonesia, agar devisa tersebut dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, baik untuk pembelian bahan atau barang modal guna menunjang ekspornya, maupun untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari penggunaan devisanya.

d. Menyempurnakan cara pembayaran transaksi ekspor-impor, dengan memperluas cara pembayaran dari yang telah ada sebelumnya hingga cara pembayaran yang sesuai dengan yang lazim digunakan dalam perdagangan internasional.

e. Menyediakan fasilitas kredit ekspor, jaminan kredit ekspor dengan syarat yang lunak.25

Ditinjau dari sifatnya, kebijakan pemerintah mengenai devisa menurut ketentuan pasal 1 dan 2 PP No. 1 tahun 1982 adalah sebagai berikut :

a. Setiap orang dapat dengan bebas menguasai atau mempergunakan devisanya tidak membedakan dari mana asal devisa diperoleh.

b. Devisa yang diperoleh atau yang dimiliki tidak diwajibkan untuk dijual kepada Bank Indonesia, sehingga dapat dipergunakan untuk barang yang diperlukan.

c. Jika devisa tersebut akan dijual kepada Bank Indonesia ataupun Bank Devisa, maka bank tersebut wajib membeli dengan harga kurs yang terjadi


(52)

dalam bursa valuta asing, disamping itu devisa tersebut dapat dijual beas kepada pihak yang memerlukan.

d. Jika memerlukan devisa, maka dapat diperoleh dengan cara membelinya dari Bank Indonesia, Bank Devisa ataupun pihak lain yang menjualnya. Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982 merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 32 tahun 1964 tentang devisa. Secara garis besar, devisa dapat dibagi atas dua jenis, yaitu :

a. Devisa umum

Yaitu devisa yang berasal dari hasil ekspor, atau dari hasil penjualan jasa, atau transfer masuk dari luar negeri.

b. Devisa Kredit

Yaitu devisa yang berasal dari bantuan luar negeri, baik yang berupa pinjaman maupun donor dari luar negeri yang oleh Bank Indonesia ditempatkan dalam cal devisa di bursa valuta asing.26

a. Pembayaran di muka Pembayaran di muka (advance payment)

Mengenai tata cara pembayaran ekspor impor, menurut pasal 3 PP No. 1 Tahun 1982, dapat dilakukan dengan tunai maupun kredit, yaitu :

b. Letter of Credit (L/C)

c. Wesel inkaso (Collection Draft) 1)Document Against Payment (D/P) 2)Document Against Acceptance (D/A) d. Perhitungan kemudian (Open Account)


(53)

23

e. Konsinyasi

f. Cara pembayaran lain yang lazim dalam perdagangan luar negeri sesuai dengan kesepakatan antara penjual dan pembeli.

Dengan PP No. 1 tahun 1982, pemerintah berusaha memperluas cara pembayaran dalam transaksi ekspor impor untuk member kebebasan kepada eksportir dan importir dalam memilih cara pembayaran. Dengan demikian para eksportir dan importir tidak hanya harus mempergunakan L/C saja di dalam pembayaran transaksi ekspor impor, tetapi juga dapat mempergunakan cara pembayaran lain yang lazim dipergunakan dalam perdagangan internasional, sesuai dengan kesepakatan antara pihak eksportir dan importir.

Kebijakan pemerintah mengenai kredit ekspor, jaminan kredit ekspor dan asuransi ekspor, diatur dalam Pasal 4 PP No.1 tahun 1982, dimana untuk peningkatan ekspor dibidang selain minyak dan gas bumi disediakan persyaratan yang lunak. Sedangkan fasilitas kredit ekspor dan asurasi disediakan oleh pemerintah. Untuk beberapa jenis barang tertentu dikenakan pungutan ekspor yang disebut dengan pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PP No. 1 tahun 1982. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 7 PP No. 1 tahun 1982, Menteri Perdagangan dan Koperasi menetapkan barang-barang tertentu yang dilarang untuk diimpor, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan ekonomi nasional serta kepentingan negara pada umumnya. Dengan berlakunya PP No. 1 tahun 1982, maka seluruh peraturan yang bertentangan yang berlaku sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi, sebagaimana disebutkan pada PP No. 1 tahun 1982 tersebut.


(54)

B. Perjanjian Dasar dalam Kegiatan Ekspor Impor

Ekspor impor sebagai suatu rangkaian perbuatan perusahaan dalam jual beli barang tertentu senantiasa di awali dengan perjanjian. Perjanjian tersebut merupakan hasil dari kegiatan sebelumnya yang dilakukan oleh eksportir dan importir, yaitu penawaran dan permintaan. Kemudian kesepakatan tersebut dituangkan ke dalam Sales Contract yang merupakan kesepakatan antara eksportir dan importir untuk melakukan perdagangan barang sesuai dengan persyaratan yang disepakati bersama dan masing–masing pihak mengikatkan diri untuk melaksanakan semua kewajiban yang ditimbulkannya. Dalam sales contract tercantum segala sesuatu yang diperjanjikan dan dibuat secara rinci dan tertulis yang menyangkut syarat perjanjian, uraian barang, pelaksanaan penyerahan barang serta cara pembayaran dan hal–hal penting lainnya. Sales contract atau perjanjian jual beli harus mencantumkan cara pembayaran yang dilakukan apakah secara tunai atau kredit, bilamana pembayaran dilakukan dengan cara kredit ditentukan pula dengan atau tanpa letter of credit.

Tahap-tahap yang menyertai pelaksanaan perjanjian ekspor impor yaitu : a. Pra Kontraktual atau tahap awal perjanjian

Terjadi penawaran produk yang diajukan penjual (eksportir), dimana biasanya disertai dengan harga barang, mutu barang, jumlah serta syarat-syarat lainnya yang biasanya disebut an inquiry for a quotation. Apabila penawaran tersebut disetujui oleh pembeli (importir), maka kedua belah pihak mengikatkan diri untuk melakukan “perjanjian jual beli”, dengan syarat-syarat yang telah disepakati.


(55)

25

b. Kontraktual atau tahap terjadinya perjanjian

Merupakan realisasi dari tahap awal perjanjian, yang kemudian dituangkan secara rinci dan tertulis tentang segala sesuatu yang dianggap penting dalam transaksi ekspor impor.

c. Post Kontraktual

Merupakan realisasi dari perjanjian yaitu pelaksanaan kontrak.27

C. Tata Cara Pelaksanaan Ekspor Impor

Dewasa ini hampir tidak ada lagi suatu negara didunia yang dapat memenuhi kebutuhannya dari hasil produksi negaranya sendiri. Baik negara kecil ataupun negara besar, negara yang perekonomiannya sudah maju ataupun masih terbelakang, secara langsung atau tidak langsung membutuhkan pelaksanaan pertukaran barang dan atau jasa antara satu negara dengan negara lainnya. Maka dari itu antara negara-negara yang terdapat di dunia perlu terjalin suatu hubungan perdagangan untuk memenuhi kebutuhan tiap-tiap negara tersebut.

Transaksi perdagangan luar negeri yang lebih dikenal dengan istilah ekspor impor, pada hakikatnya adalah suatu transaksi sederhana yang tidak lebih dari membeli dan menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat tinggal atau berdomisili di negara-negara yang berbeda. Namun dalam pertukaran barang dan jasa yang menyeberangi laut ataupun darat ini tidak jarang timbul berbagai masalah yang kompleks antara para pengusaha yang mempunyai bahasa, kebudayaan, adat istiadat, dan cara yang berbeda-beda. Pengaruh keseluruhan dari


(56)

perdagangan ekspor impor ini adalah untuk memberikan keuntungan bagi negara-negara yang mengimpor dan mengekspor.

Transaksi ekspor impor secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dari negara-negara yang terlibat di dalamnya. Bagi perekonomian negara berkembang seperti Indonesia, transaksi ekspor impor merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang paling penting. Dalam situasi perekonomian dunia yang masih belum terlalu menggembirakan saat ini, berbagai usaha telah dilakukan pemerintah Indonesia yang diharapkan dapat meningkatkan sumber-sumber devisa lain dengan cara meningkatkan produksi dalam negeri dan menarik investor asing ke Indonesia. Untuk mendapatkan hasil seperti yang diharapkan, pemerintah merasa perlu untuk mengambil kebijaksanaan serta tindakan dengan jalan menyederhanakan ketentuan-ketentuan yang menyangkut kegiatan di bidang lalu-lintas devisa dan ekspor impor.

Penyederhanaan tersebut pada umumnya menitikberatkan pada penggunaan devisa dengan tanpa mengurangi pengawasan untuk mencegah hal-hal yang tidak diharapkan. Kebijaksanaan pemerintah tersebut perlu mendapat dukungan dari pihak-pihak yang bersangkutan dalam pelaksanaan ekspor impor. Jadi hendaknya para pengusaha dapat memanfaatkan kesempatan dan kelonggaran-kelonggaran yang telah diberikan oleh pemerintah tersebut dengan sebaik-baiknya, dan para pengusaha diharapkan tidak menyalahgunakan kesempatan dan


(57)

kelonggaran-27

kelonggaran tersebut untuk tujuan yang hanya menguntungkan pribadi dan merugikan perekonomian negara Indonesia.28

1. Tata Cara Pelaksanaan Ekspor

Dalam PP No. 1 tahun 1982 tentang Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa, telah diatur secara garis besar tentang pelaksanaan ekspor impor dan lalu lintas devisa. Namun dalam rangka pelaksanaan kegiatan ekspor, pemerintah merasa perlu untuk menetapkan ketentuan hukum lain yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/M-DAG/PER/3/2012 tentang ketentuan-ketentuan umum dibidang ekspor.

Pemerintah senantiasa berusaha untuk menyempurnakan ketentuan-ketentuan yang dipandang menghambat usaha peningkatan kegiatan bidang ekspor, yaitu dengan mengeluarkan kebijakan yang disebut dengan deregulasi, yang berarti penataan peraturan, dimana peraturan yang dianggap tidak perlu akan dicabut untuk diperbaiki dengan peraturan yang baru. Demikian pula mengenai pengurusan izin pelaksanaan ekspor impor yang terkesan berbelit-belit yang cenderung mengurangi minat para pengusaha untuk melakukan kegiatan ekspor, pemerintah juga mengusahakan penyederhanaan dengan mengeluarkan kebijaksanaan yang diseut dengan debirokratisasi.

a. Syarat-syarat Eksportir

Tidak semua pengusaha dapat melaksanakan kegiatan ekspor. Seperti halnya bank devisa, maka pengusaha yang berupa badan usaha, dapat bergerak atau berperan sebagai eksportir harus memperoleh izin dari

28

Alfred Hutauruk, Sistem dan Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1983, hal. 68.


(58)

Kantor Wilayah Perdagangan di daerah masing-masing, setelah terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk bergerak di bidang ekspor. Untuk itu calon eksportir harus memenuhi beberapa syarat administrasi, antara lain :

1) Izin Usaha Dagang / Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 2) Akte Pendirian Perusahaan dan peraturan-peraturannya 3) Tanda Daftar Perusahaan (TDP)

4) Menyerahkan surat fisikal atau surat yang telah memenuhi kewajiban membayar pajak

5) Surat keterangan bank

Berdasarkan ketentuan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 558/MPP/Kep/XII/1998 junto No. 27/KP/I/1982, maka setelah persyaratan administrasi disetujui, pengusaha kemudian mengajukan Angka Pengenal Eksportir (APE), atau Angka Pengenal Eksportir Sementara (APES), atau Angka Pengenal Eksportir Terbatas (APET). Dengan diperolehnya APE, APES atau APET, maka pengusaha yang bersangkutan telah memiliki wewenang untuk melaksanakan ekspor. Tetapi dengan dikeluarkannya keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 188/MP/Kep/II/2003 junto No. 558/MPP/Kep/XII/1998 junto Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/M-DAG/PER/3/2012, pemerintah melonggarkan peraturan dengan mempermudah izin untuk menjadi eksportir. Tujuan pemerintah mengeluarkan kebijakan ini adalah untuk menarik minat para pengusaha untuk melaksanakan kegiatan ekspor, sehingga akan meningkat pula pendapatan pemerintah yang


(1)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat dan anugerahNya penulis mampu untuk menjalankan proses perkuliahan dari awal sampai tahap penyelesaian skripsi pada Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini.

Penulisan skripsi yang diberi judul “ TINJAUAN YURIDIS ATAS PERDAGANGAN INTERNASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER OF CREDIT) PADA CV. MAS INDOWOOD LESTARI “ ini diajukan untuk melengkapi tugas–tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan hasil yang masih jauh dari sempurna sehingga dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih jika ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis skripsi juga mengucapkan banyak terima kasih kepada para pihak yang telah membantu selama pengerjaan skripsi ini sampai selesai, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas


(2)

2. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H, M.Hum, selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. H. Hasim Purba, S.H, M.Hum, selaku Ketua Departemen

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H, M.Hum, selaku Sekertaris Departemen

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Sinta Uli, S.H, M.Hum, Ketua Program Kekhususan Hukum Perdata

Dagang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Ibu Aflah, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

9. Bapak Dr. Mirza Nasution, S.H, M.Hum, selaku dosen Penasehat

Akademik Penulis.

10.Bapak dan Ibu CV. MAS INDOWOOD LESTARI yang telah banyak

membantu penulis dengan memberikan data yang diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini.


(3)

11.Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, Ponidjan dan Melisa Mega yang telah banyak memberikan doa, dukungan, semangat, tenaga, nasehat dan bimbingan kepada penulis selama ini.

12.Terimakasih untuk tante, abang, kakak, adik serta keluarga penulis yang telah banyak membantu dan mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

13.Sahabat–sahabat setia yang selalu mengisi hari–hari penulis : Jontri

Situmorang, Irma Melisa Simarmata, Saidibot Panjaitan, Rumondang Siagian, Ledy Batubara, Yeni Veronika, anggota kita-kita aja dan anggota layers.

14.Saudara dalam kelompok kecil terkasih di UKM KMK USU UP FH yang

terus memotivasi, mendukung dan mendoakan : Emma P. Sijabat, Tri Septa, Missi Paramita Silalahi, Regina Tobing, Yessi Grenia Batubara.

15.Teman–teman sepelayanan dan teman–teman stambuk 2012 di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya Grup E dan Jurusan Hukum Dagang 2015 yang ikut mewarnai masa perkuliahan penulis.

16.Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisan ke depan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap pembaca.


(4)

Medan, 11 Oktober 2016 Hormat Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penelitian ... 9

F. Keaslian Penulisan ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II : PERJANJIAN EKSPOR IMPOR DAN SISTEM PEMBAYARAN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Pengertian dan Pengaturan Hukum dalam Transaksi Ekspor Impor ... 14

B. Perjanjian Dasar dalam Kegiatan Ekspor Impor ... 24

C. Tata Cara Pelaksanaan Ekspor Impor ... 25

D. Sistem Pembayaran dalam Transaksi Perdagangan Internasional ... 39

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG L/C (LETTER OF CREDIT) A. Pengertian dan Dasar Hukum Letter of Credit ... 59

B. Pihak - Pihak yang Terkait dalam Pembukaan Letter of Credit... 64

C. Tahap Penerbitan Letter of Credit ... 67

D. Jenis – Jenis Letter of Credit ... 69


(6)

BAB IV : TINJAUAN YURIDIS ATAS PERDGANGAN INTERNASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER OF CREDIT) PADA CV. MAS INDOWOOD LESTARI

A. Prosedur Pembayaran dengan Menggunakan Letter of Credit dalam

kegiatan ekspor pada CV. MAS INDOWOOD LESTARI ... 82

B. Hambatan – Hambatan dalam Pembayaran oleh Pihak Importir dengan

Menggunakan Letter of Credit dalam Kegiatan Ekspor pada CV. MAS

INDOWOOD LESTARI ... 86

C. Perlindungan Hukum Terhadap Eksportir yang Tidak Dapat Melakukan

Pencairan Letter of Credit ... 88 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 96 B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99 LAMPIRAN