objek pajak yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh pegawai negeri sipil, anggota ABRI, dan para pensiunan termasuk janda dan
duda, yang penghasilannya semata – mata berasal dari gaji atau uang pensiun.
b. Objek pajak perkebunan yang luas lahannya sama dengan atau lebih
besar dari dua puluh lima hectar 25 Ha yang dimiliki, dikuasai atau dikelola oleh BUMN badan usaha milik Negara, BUMS badan usaha
milik swasta, maupun berdasarkan kerjasama operasional antara pemerintah dan swasta.
c. Objek pajak kehutanan, tetapi tidak termasuk areal blok penebangan
dalam rangka penyelenggaraan kegiatan hak pengusaha hutan, pemegang hak pemungutan hasil hutan dan pemegang izin pemanfaatan
kayu yang pengenaan PBB-nya dilakukan sekaligus dengan pemungutan iuran hasil hutan.
2. 20 dua puluh persen
a. Untuk objek pajak yang apabila NJOP kurang dari Rp. 1.000.000.000
satu miliyar rupiah b.
Untuk objek pajak pertambangan.
F. NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK
Nilai jual objek pajak tidak kena pajak NJOPTKP merupakan batas nilai jual objek pajak atas bumi dan bangunan yang tidak dikenakan pajak. Besarnya
nilai jual objek pajak tidak kena pajak NJOPTKP untuk setiap daerah
KabupatenKota setinggi – tingginya Rp. 12.000.000 dua belas juta rupiah dengan ketentuan sebagai berikut:rahman, Abdul : 2010
1. Setiap wajib pajak memperolah pengurangan NJOPTKP sebanyak satu
kali dalam satu tahun pajak 2.
Apabila wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya salah satu Objek pajak yang
nilainya terbesar dan tidak dapat digabung dengan objek pajak lainnya.
G. PENGHITUNGAN PAJAK TERUTANG
Cara menghitung pajak adalah dengan mengalikan tarif pajak dengan NJKP. Namun demikian khusus untuk NJOP yang besarnya tidak lebih dari Rp.
8.000.000 delapan juta rupiah tidak dikenakan pajak. Yang disebut dengan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak NJOPTKP
Rumus perhitungan PBB = tarif x NJKP Jika NJKP 20 x NJOP – NJOPTKP
Maka besarnya PBB yang terutang = 0,5 x 20 x NJOP – NJOPTKP
=0,1 x NJOP – NJOPTKP Jika NJKP = 40 x NJOP – NJOPTKP
Maka besarnya PBB yang terutang = 0,5 x 40 x NJOP – NJOPTKP
=0,2 x NJOP – NJOPTKP
Contoh: Wajib pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya
Rp.20.000.000,00 dan NJOPTKP untuk daerah tersebut adalah Rp. 12.000.000,00 maka besarnya pajak yang terutang adalah:
=0,5 x 20 x Rp.20.000.000,00 – Rp.12.000.000,00 =0,5 x 20 x Rp.8.000.000,00
=0,1 x Rp.8.000.000,00 =Rp.8.000,00
H. DASAR PENAGIHAN PAJAK BUMI dan BANGUNAN
Adapun dasar penagihan PBB, yaitu: 1.
Surat Pemberitahuan Objek pajak SPOP Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek
pajaknya dengan mengisi SPOP Dalam hal ini wajib pajak diberikan SPOP untuk diisi dan
dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Wajib Pajak yang pernah dikenakan IPEDA tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya kecuali kalau
ia menerima SPOP, maka dia wajib mengisinya dan mengembalikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak.
SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap dan tepat waktu serta ditandatangani dan disampaikan kepada Dirjen Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi letak objek pajak selambat – lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak.
2. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPPT
Dirjen Pajak akan menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP yang diterimanya. SPPT diterbitkan atas dasar SPOP, namun untuk membantu
wajib pajak SPPT dapat diterbitkan berdasarkan data objek pajak yang telah ada pada Direktorat Jenderal Pajak.
3. Surat Ketetapan Pajak SKP
Surat Ketetapan pajak diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak
yang terutang, termasuk denda administrasi kepada wajib pajak dalam hal: a.
Wajib pajak tidak mengembalikan SPOP yang disampaikan kepadanya walaupun telah ditegur
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata
jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak.
4. Surat Tagihan Pajak STP
Surat tagihan Pajak digunakan oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk menagih pajak terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak
dibayar atau kurang dibayar beserta denda administrasi sebesar 2 per bulan.
I. TAHUN PAJAK
Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim. Jangka waktu satu tahun takwim adalah dari 1 januari sampai dengan 31 desember
Saat yang menetukan pajak terutang adalah keadaan objek pajak pada tanggal 1 januari. Perubahan objek pajak setelah tanggal 1 januari, baik penambahan atau
pengurangan tidak akan mempengaruhi besarnya pajak yang terutang untuk tahun yang bersangkutan.
Contoh: A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 januari 2010. Kewajiban PBB
tahun 2010 masih menjadi tanggungan si A. sejak tahun pajak 2011 kewajiban PBB sudah menjadi tanggung jawab si B.
J. PEMBAYARAN PAJAK