Perjanjian Baku pada Umumnya

Perjanjian berdasarkan definisi yang diberikan dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perbuatan yang mengikatkan dirinya antara satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih. Sedangkan menurut Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani pengikatan, seperti telah diuraikan dalam Bab IV buku III KUH Perdata oleh pasal 1320 KUH Perdata dirumuskan dalam bentuk 2 : 1. Kesepakatan yang bebas; 2. Dilakukan oleh pihak yang demi hukum dianggap cakap untuk bertindak; 3. Untuk melakukan suatu prestasi tertentu; 4. Prestasi tersebut haruslah suatu prestasi yang diperkenankan oleh hukum, kepatuhan, kesusilaan, ketertiban umum dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat luas atau biasa disebut dengan suatu klausa yang halal. Undang-undang memberikan hak kepada setiap orang untuk secara bebas membuat dan melaksanakan perjanjian, selama keempat unsur di atas terpenuhi. Pihak-pihak dalam perjanjian adalah bebas menentukan aturan main yang mereka kehendaki dalam perjanjian tersebut, dan selanjutnya untuk melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan yang telah tercapai diantara mereka.

B. Perjanjian Baku pada Umumnya

Perjanjian baku telah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Plato 423- 347SM pernah memaparkan praktik penjualan makanan yang harganya ditentukan secara sepihak. Dalam perkembangannya, penentuan secara 2 Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan………,h.52 sepihak oleh produsenpenyalur produk penjual, tidak sekadar masalah harga tetapi sudah mencakup syarat-syarat yang lebih detail 3 . Setelah terjadi revolusi industri di Eropa Barat pada abad ke-19, kebutuhan perjanjian baku makin berkembang. Jumlah transaksi perdagangan makin meningkat, konsentrasi modal makin besar, sehingga penggunaan kontrak-kontrak baku makin mendesak. Pada abad ke-20 pembakuan syarat- syarat perjanjian makin meluas. Terjadilah penumpukan modal besar pada kelompok golongan ekonomi kuat yang disebut kapitalis 4 . Penggunaan perjanjian baku sudah dikenal secara umum oleh masyarakat dalam kehidupan sehari, hari baik untuk pemasangan instalasi listrik, telepon, air maupun pembukaan rekening di bank. Walaupun tidak diatur secara khusus dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian baku telah menjadi salah satu dari jenis-jenis perjanjian yang dikenal dalam sistem hukum Indonesia. Perjanjian baku sebagai perjanjian sepihak di mana satu pihak hanya menuntut haknya saja dan membebaskan diri dari tanggungjawabnya dan pihak lain harus melaksanakan kewajibannya saja sementara hak-haknya dihilangkan. Pada perjanjian yang sepihak selalu timbul kewajiban-kewajiban hanya bagi satu dari para pihak. 3 Adrian Sutendi, Tanggung Jawab Produk dan Tinjauan Hukum Publik dan Perdata, Bogor: Ghalia Indonesia, 2008,h.46 4 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,1992,h.2 Meskipun sifatnya sepihak namun Perjanjian baku sudah diterima dalam hubungan hukum antar subyek hukum terutama sangat dibutuhkan dalam hubungan hukum antara produsen dalam menjual produksinya dan atau jasanya memerlukan transaksi yang cepat, efektif, dan efisien sehingga nampak jelas bahwa yang diutamakan adalah prinsip ekonomi.

C. Definisi Perjanjian Baku