Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-empat memiliki cita-cita luhur yakni melindungi segenap bangsa Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. Menjabarkan arti dan makna melindungi segenap bangsa Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum tersebut dituangkanlah dalam pasal-pasal melalui ketentuan yang berhubungan dengan hak asasi manusia dalam Bab X huruf A Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen yang Ke- 4, yang terdiri dari Pasal 28 huruf A sampai Pasal 28 huruf J. Pada Pasal 28 huruf H mengamanatkan bahwa ; “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” Indonesia, kesejahteraan umum biasanya dikaitkan dengan tiga hal yakni, pangan, sandang, papan. Sebagian besar masyarakat, selain sandang, pangan, dan papan atau rumah sudah menjadi kebutuhan dasar yang tidak dapat ditunda dalam menjalankan kehidupan sehari-hari 1 . Salah satu kebutuhan pokok atau primer adalah kebutuhan akan papan atau rumah. Perumahan merupakan representasi untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Setiap warga negara berhak hidup sejahtera lahir dan batin, 1 Sudaryatmo, Kiat Menghindari Perumahan Bermasalah, Jakarta: Piramedia, 2004, h.1 bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Berbagai kota besar di Indonesia, pesatnya peningkatan populasi manusia mengharuskan pemerintah untuk berperan serta meningkatkan kualitas perumahan bagi warga yang layak untuk dihuni. Sisi lain permasalahan pemerintah yakni dalam pembangunan perumahan mengalami berbagai kendala salah satunya adalah keterbatasan lahan perumahan. Pesatnya pembangunan perumahan menimbulkan permasalahan lain yang sering muncul dalam pemenuhan kebutuhan akan perumahan yakni hak- hak konsumen yang dirugikan. Meningkatnya pembangunan perumahan, seringkali tidak diselaraskan dengan pemenuhan kewajiban oleh pelaku usaha. Permasalahan dalam bisnis perumahan yang sering muncul adalah ketentuan mengenai pernyataan dan persetujuan untuk menerima segala persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan secara sepihak dan ketentuan-ketentuan penandatanganan atas dokumen-dokumen yang telah dipersiapkan lebih awal oleh pelaku usaha, tercantum dalam surat pemesanan yang sering disebut perjanjian baku atau klausula baku. Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul- klausulanya dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan 2 . Perjanjian baku yang selanjutnya disebut sebagai klausula baku, diadakan dengan maksud untuk mencapai tujuan efisiensi, kepastian dan lebih bersifat praktis meskipun kadang-kadang mengandung faktor negatif, karena dapat merugikan pihak lain yaitu pihak konsumen yang lemah. Pada klausula baku, konsumen dalam hal ini, hanya mempunyai dua pilihan yaitu menerima atau menolak perjanjian yang disodorkan kepadanya. Praktik perjanjian baku sering dibuat dalam kondisi yang tidak berimbang. Produsen Pelaku Usaha memanipulasi perjanjian yang dibuat dalam ketentuan klausula baku. Biasanya perjanjian tersebut lebih menguntungkan salah satu pihak yaitu pelaku usaha 3 . Selain itu, pihak pengembang properti juga tidak jarang mencantumkan klausula baku dalam perjanjian jual beli perumahan. Klausula baku dalam bidang perumahan misalnya terdapat dalam perjanjian jual beli perumahan dalam klausula down payment dp atau booking fee yang menyebutkan bahwa “…..seluruh uang yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak kesatu menjadi hangus dan tidak dapat dituntut kembali….” Rendahnya kesadaran dan pengetahuan konsumen, tidak mustahil dijadikan lahan bagi pelaku usaha dalam transaksi yang tidak mempunyai itikad baik dalam menjalankan usaha, yaitu berprinsip untuk mencari 2 Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1994, h.66 3 Abdul Hakim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, Bandung: Nusa Media,2010, h.53 keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memanfaatkan minimnya pengetahuan konsumen. Konsumen memiliki risiko yang lebih besar daripada pelaku usaha, dengan kata lain hak-hak konsumen sangat rentan 4 . Disebabkan posisi tawar konsumen yang lemah, maka hak-hak konsumen sangat riskan untuk dilanggar 5 . Posisi konsumen tersebut, ia harus dilindungi oleh hukum, karena salah satu sifat sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan pengayoman kepada masyarakat 6 . Perlindungan kepada masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum menjadi hak konsumen 7 . Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam skripsi yang hasilnya akan dituangkan dalam judul : Perlindungan Konsumen Terhadap Perjanjian Baku Jual Beli Perumahan 4 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, h.242 5 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum.………, h.243 6 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi Jakarta: Grasindo,2004, h.112 7 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum………., h.316

B. Identifikasi Masalah