Gambar 44 Hierarki Wilayah Desa Kabupaten Kudus Tahun 2008.
dapat dikatakan merupakan wilayah yang lebih maju, lebih berkembang infrastruktur serta sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut di banding wilayah lainnya.
Disamping Indeks pembangunan Desa, juga dihitung Indeks Pembangunan Kecamatan. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa wilayah dengan Hierarki I
adalah Kecamatan Kota. Hierarki II adalah Kecamatan Bae dan Jati, sedangkan kecamatan dengan Hierarki III adalah Dawe, Gebog, Jekulo, Kaliwungu, Mejobo dan
Undaan. Dari Gambar 35 dan 36 dapat diketahui, Kecamatan Kota yang merupakan
Kecamatan dengan Hierarki I. Dalam teori lokasi hierarki yang lebih tinggi merupakan lokasi pusat dalam melayani wilayah yang berhierarki lebih rendah.
Sarana dan prasarana yang ada di hierarki I ini lebih baik dan merupakan pusat dalam aktifitas ekonomi di wilayah pengamatanUntuk mencapai tingkat perkembangan yang
tinggi seringkali suatu wilayah memacu pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana dengan tujuan meningkatkan perekonomian dan meningkatkan PDRB serta
pendapatan daerah. Seringkali pembangunan ini tidak mempertimbangkan daya dukung wilayah tersebut, dan pada akhirnya pembangunan menjadi tidak
berkelanjutan. Hubungan mengenai tingkat perkembangan wilayah dengan status
ketersediaan tenaga kerja pertanian dan status daya dukung lahan terhadap pendapatan sektor pertanian serta pengembangan wilayah akan dibahas pada bab
selanjutnya.
VII. HUBUNGAN ANTARA VARIABEL PENGAMATAN DENGAN PENDAPATAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
7.1. Hubungan Antara Tingkat Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian, Daya
Dukung Lahan dan Hierarki terhadap Pendapatan Wilayah Sektor Pertanian di Kabupaten Kudus.
Untuk melihat pengaruh ketersediaan tenaga kerja di suatu wilayah kabupaten serta mengetahui pengaruh Daya Dukung Lahan dan Hierarki Wilayah terhadap
pendapatan sektor pertanian di wilayah tertentu, juga digunakan analisis kuantifikasi Hayasi I disajikan pada Tabel 9. Untuk pendapatan wilayah digunakan data PDRB
Sektor Pertanian Per Kecamatan tahun 2008. Tabel 9 Hasil Analisis Kuantifikasi Hayasi I untuk melihat hubungan antara PDRB
Pertanian Kecamatan tingkat Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian, Daya Dukung Lahan dan Hierarki Wilayah
Variabel
Kategori Skor kategori
Rentang Korelasi Parsial
Ketersediaan Tenaga kerja
1 Defisit
2116.780029 2772
0.022059 2
Tersedia -604.794189
Daya Dukung Lahan
1 Defisit
-3018.8322520 27169
0.189309 2
Tersedia 24150.66015
Hierarki Wilayah 1
Hierarki I -68892.14838
85179 0.450979
2 Hierarki II
-4181.300781 3
Hierarki III 16287.203125
Konstanta 7,4150
R2 0,3062
Batas r kritis dari hasil perhitungan adalah 0,569 sehingga diketahui bahwa untuk variabel tujuan pendapatan wilayah sektor pertanian, ketiga variabel baik
ketersediaan tenaga kerja pertanian, daya dukung lahan maupun hierarki wilayah tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pendapatan wilayah sektor
pertanian; dalam hal ini PDRB sektor pertanian tiap kecamatan. Namun dari skor kategorikal dapat diketahui bahwa kondisi defisit pada
tenaga kerja pertanian justru memberikan skor kategori positif terhadap PDRB sektor
pertanian. Artinya kekurangan tenaga kerja pertanian pada suatu wilayah memberikan tambahan pada PDRB kecamatan, karena menarik tenaga kerja dari luar kecamatan
ke kecamatan yang mengalami defisit tenaga kerja tersebut. Secara umum, daerah dengan status tenaga kerja pertanian yang defisit, merupakan gambaran banyaknya
preferensi pekerjaan di luar pertanian, serta tingkat perkembangan wilayah yang lebih tinggi, sehingga pendapatan wilayahnya relatif tinggi, dan pendapatan sektor
pertanian juga baik. Pengelolaan usahatani dilakukan lebih intensif, sehingga pendapatan sektor ini lebih tinggi.
Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa wilayah yang berstatus surplus Daya Dukung Lahannya memberikan skor kategorikal positif terhadap PDRB sektor
pertanian. Artinya, daya dukung lahan secara umum mendukung usahatani. Daya dukung lahan yang rendah, juga memberikan PDRB sektor pertanian yang rendah
pula. Untuk itulah perencanaan pembangunan yang dilakukan harus memperhatikan daya dukung lahan, karena daya dukung lahan dapat mempengaruhi pendapatan
sektor pertanian dalam jangka panjang. Perencanaan pembangunan pertanian dengan tidak memperhatikan Daya Dukung Lahan, mungkin saja memberikan pendapatan
sektor yang tinggi saat ini, namun terganggunya lingkungan serta terlampauinya daya dukung lahan pada akhirnya akan menurunkan kualitas lingkungan dan menurunkan
pendapatan sektor pertanian. Untuk melihat hubungan antara hierarki wilayah dengan pendapatan sektor
pertanian, dapat diketahui bahwa hierarki wilayah III menunjukkan skor kategorikal yang positif. Wilayah dengan hierarki III, umumnya masih berupa wilayah pertanian,
sehingga pendapatan sektor pertanian di wilayah ini meningkat. Perencanaan pengembangan wilayah yang baik, diharapkan dapat memadukan antara kepentingan
pembangunan sarana, prasarana dan infrasrtuktur dengan meminimalkan konversi lahan pertanian produktif, sehingga pendapatan sektor pertanian tidak terus menurun.
Peranan sektor pertanian dalam meningkatkan daya dukung lahan serta penyedia pangan, menjadi pertimbangan yang harus diperhitungkan dengan baik.