Status Daya Dukung Lahan dan Status Tenaga Kerja Pertanian

Gambar 38 Peta Status Daya Dukung Lahan Berdasarkan Ketersediaan dan Kebutuhan Lahan Tahun 2008. Gambar 39 Peta Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian dan Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Kabupaten Kudus Tahun 2008. STATUS DAYA DUKUNG LAHAN 15,000 10,000 5,000 - 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 50,000 55,000 60,000 B AE D A W E G E B O G JA TI JE K U LO K AL IW U N G U K O TA M E JO B O U N D A A N KECAMATAN K E TE R S E D IA A N LA H A N H A Gambar 40 Grafik Status Daya Dukung Lahan Per Kecamatan. STATUS TENAGA KERJA PERTANIAN 1,000,000 - 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 B AE D A W E G E B O G JA TI JE K U LO K AL IW U N G U K O TA M E JO B O U N D A A N KECAMATAN J U M LA H TE N A G A K E R J A P E R TA N IA N H O K Gambar 41 Status Tenaga Kerja Pertanian Per Kecamatan. Dari dua grafik yang ditampilkan di Gambar 40 dan 41 dapat terlihat dengan jelas bahwa pola status dukung lahan dan pola ketersediaan tenaga kerja pertanian dapat dikatakan mirip. Untuk kecamatan Dawe status daya dukung lahan yang surplus 50000 ha, status tenaga kerja pertanian juga surplus 5.500.000 HOK. Pola tersebut tidak ditemui disemua kecamatan. Di beberapa kecatamatan, untuk tenaga kerja surplus, daya dukung lahan justru defisit. Konsep perhitungan daya dukung lahan yang berbasis produktivitas ini selain dipengaruhi tenaga kerja pertanian, juga dipengaruhi faktor-faktor lain, diantaranya penggunaan bibit, pemakaian pupuk, penggunaan pestisida serta sarana produksi yang lain. Hal inilah yang menyebabkan tidak selamanya tenaga kerja yang surplus, menunjukkan daya dukung lahan yang surplus pula. Ada faktor-faktor selain tenaga kerja pertanian yang berperan. Dari hasil analisis regresi sederhana yang dilakukan, tingkat ketersedediaan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap daya dukung lahan, R 2 yang diperoleh adalah 0,16 dengan selang kepercayaan 95, artinya keterkaitan antara variabel daya dukung lahan dan ketersediaan tenaga kerja pertaanian , adalah sebesar 16 sedangkan 84 disebabkan variabel diluar variabel yang diamatai tersebut. Untuk daya dukung lahan defisit antara 5000-10000 Ha Kecamatan Gebog mempunyai tingkat ketersediaan tenaga kerja pertanian 600.000 HOK. Kecamatan Mejobo surplus 1000.000 HOK, Kecamatan Bae surplus 500.000 HOK, Kecamatan Jati surplus 2.000.000 HOK. Untuk Kecamatan Kota, tenaga kerja pertanian defisit 50.000 HOK. Sedangkan pada kecamatan Jekulo, status tenaga kerja pertanian pada Kecamatan Jekulo yang defisit 600.000 HOK. Untuk kecamatan Kaliwungu dengan status daya dukung lahannya defisit lebih dari 10000 ha, status tenaga kerja defisit pada musim tanam. Sehingga asumsi status ketersediaan tenaga kerja pertanian yang defisit akan mempengaruhi daya dukung lahan dapat dilihat pada kecamatan ini. Untuk Kecamatan Undaan, dengan status daya dukung lahan defisit kurang dari 5000 ha, status tenaga kerja pertanian adalah surplus 3.500.000 HOK. Secara umum dapat dikatakan bahwa Daya dukung lahan yang defisit, juga menyebabkan ketersediaan tenaga kerja yang yang defisit, atau sebaliknya defisit tenaga kerja pertanian akan menyebabkan berkurangnya produksi biohayati sehingga daya dukung lahan meskipun tidak secara linier. Daya dukung lahan pada kecamatan dengan status daya dukung lahan yang defisit tetapi dengan ketersediaan tenaga kerja pertanian yang surplus masih dapat ditingkatkan dengan meningkatkan curahan tenaga kerja pertanian, instensifikasi pertanian, diversifikasi pertanian secara horisontal dengan rotasi tanaman, tanaman tumpangsari serta penggunaan tanaman sela. Bila dilihat pada daerah tengah Kecamatan Gebog, Jekulo, Mejobo, Bae, Kota, dan Jati dengan topografi menengah pada wilayah ini, umumnya mempunyai pola irigasi tadah hujan serta setengah teknis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas, sehingga dapat dikatakan daya dukung lahan sudah maksimal pada wilayah tersebut dan tidak dapat ditingkatkan dengan penambahan input tenaga kerja pertanian. Pada kondisi demikian, pemilihan komoditas tebu banyak dilakukan mengingat kebutuhan akan air tidak terlalu tinggi serta kebutuhan akan tenaga kerja pertanian juga tidak terlalu banyak, sehingga lahan tetap dapat diusahakan. Artinya ketersediaan tenaga kerja pertanian memang tidak terserap oleh lahan. Berbeda dengan daerah Utara Kecamatan Dawe, dengan kondisi topografi yang beragam, dan komoditas yang beragam pula, maka ketersediaan tenaga kerja akan meningkatkan daya dukung lahan di wilayah tersebut. Untuk daerah utara Kecamatan Undaan, dengan pola irigasi teknis, dan jenis tanah aluvial yangs sesuai untuk tanaman padi, ketersediaan tenaga kerja, ternyata tidak mempengaruhi status daya dukung lahan. Komoditas tanaman yang diusahakan relatif sedikit dibandingkan kecamatan lain, sehingga daya dukung lahan defisit. Dari ulasan sebelumnya dapat disimpulkan hubungan antara daya dukung lahan dengan tenaga kerja pertanian, dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung ketersediaan tenaga kerja pertanian meningkatkan daya dukung lahan. Dari hasil penelitian hubungan ini tidak linier, artinya ada kemungkinan variabel pengamatan lain yang belum diamati dalam penelitian yang berperan dalam menjelaskan hubungan antara status daya dukung lahan dan tenaga kerja pertanian. Hal ini menjadi bahan penelitian yang menarik untuk melihat fakror-faktor yang mempengaruhi daya dukung lahan selain tenaga kerja pada penelitian-penelitian selanjutnya mengenai daya dukung lahan berdasarkan produksi biohayati.

6.3. Basis Ekonomi

Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis dan bukan basis dipergunakan metode LQ Location Quetional. Konsep basis ekonomi teruatama dipengaruhi oleh pemilikan masa depan terhadap pembangunan daerah. Teori basis ekonomi beranggapan bahwa permintaan terhadap input hanya dapat meningkat melalui permintaan terhadap output yang diproduksi oleh sektor basis ekspor dan sektor non basis lokal. Permintaan terhadap produksi sektor lokal hanya dapat meningkat bila pendapatan lokal meningkat. Tetapi peningkatan pendapatan ini hanya terjadi bila sektor basis ekspor meningkat. Oleh karena itu menurut teori basis ekonomi, ekspor daerah merupakan faktor penentu dalam pembangunan ekonomi. Locational Quetional dihitung berdasarkan PDRB sektor di kecamatan dan dibandingkan dengan PDRB sektor tersebut di tingkat kabupaten. Apabila nilai LQ 1, maka dapat dikatakan sektor tersebut merupakan sektor basis di kecamatan tersebut. Dari hasil perhitungan LQ dengan menggunakan data PDRB Kabupaten Kudus tahun 2008 di 9 sektor, dapat diketahui bahwa Kecamatan Undaan, Mejobo, Jekulo, Gebog dan Dawe merupakan wilayah basis pertanian. Dimana nilai LQ 1. Selengkapnya dapat dilihat di Lampiran. Gambar 34 memperlihatkan sektor-sektor basis masing-masing kecamatan di Kabupaten Kudus secara ruang. Pada daerah pengamatan, sektor basis pertanian terdapat didaerah Utara Kecamatan Gebog, Dawe, daerah tengah Kecamatan Jekulo, Mejobo serta daerah selatan Kecamatan Undaan. Bila diamati kondisi topografi di Kabupaten Kudus, dapat dibagi menjadi 3 daerah utara dengan ketinggian diatas 150 m dpl, daerah tengah dengan ketinggian diatas 100 m dpl dan daerah selatan dibawah ketinggian 50 m dpl Kudus Dalam Angka, 2009. Pusat pelayanan di Kecamatan Kota daerah tengah menarik wilayah- wilayah sekitarnya untuk menjadi wilayah pusat-pusat pelayanan pula, sektor industri pengolahan lebih mudah berkembang di kecamatan sekitar Kecamatan Kota. Seperti Kecamatan Jati, Bae, serta Kecamatan Kaliwungu. Pengembangan kecamatan kota sebagai pusat pelayanan dan permukiman, akan mengambil wilayah di sekitar kecamatan kota. Dari Tabel 11 di lampiran 1 dapat diketahui bahwa kecamatan dengan sektor basis industri pengolahan adalah Kecamatan Kota, Kaliwungu, Jekulo, Bae dan Gebog. Hanya Kecamatan Gebog yang terletak di kudus bagian utara, sedangkan kecamatan lainnya terdapat di Kudus bagian tengah. Daerah basis pertanian berkembang karena kondisi topografi yang sesuai, dan secara ekonomi