3. Bagaimana kondisi daya dukung lahan serta tingkat perkembangan di wilayah tersebut, dan bila dihubungkan dengan ketersediaan tenaga kerja pertanian
bagaimana peranannya dalam mempengaruhi pendapatan wilayah ? 4. Sampai sejauh mana Pemerintah Kabupaten Kudus menyeimbangkan antara
pengembangan wilayah dengan kemampuan daya dukung lahan di wilayah tersebut dan melihat ketersediaan tenaga kerja pertanian di wilayah tersebut
dalam mengoptimalkan pendapatan wilayah sektor pertaniannya ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Menganalisis gambaran distribusi tenaga kerja pertanian menurut ruang dan waktu.
2. Mengetahui tingkat ketersediaan tenaga kerja pertanian terhadap pendapatan
usahatani. 3.
Mengetahui status daya dukung lahan, sektor basis serta sektor tingkat perkembangan wilayah.
4. Menganalis hubungan antara ketersediaan tenaga kerja pertanian, status daya
dukung lahan dan tingkat perkembangan wilayah terhadap pendapatan wilayah di sektor pertanian.
5. Memberikan masukan mengenai perlunya mempertimbangkan daya dukung
lahan dalam pengembangan wilayah pertanian di Kabupaten Kudus.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat ketersediaan tenaga kerja pertanian terhadap
pendapatan usaha tani di Kabupaten Kudus 2.
Mengetahui sektor basis, keunggulan kompetitif wilayah, status daya dukung lingkungan dan tingkat perkembangan wilayah.
3. Mengetahui status daya dukung lahan, sebaran tenaga kerja pertanian dan
tingkat perkembangan wilayah di Kabupaten Kudus. 4.
Memberikan gambaran mengenai peranan daya dukung lahan, ketersediaan tenaga kerja pertanian serta tingkat perkembangan wilayah terhadap pendapatan
wilayah sektor pertanian dalam menentukan arah kebijakan pembangunan pertanian di Kabupaten Kudus.
1.5. Kerangka Pemikiran
Daya dukung lahan akan mempengaruhi penggunaan lahan dalam menyerap tenaga kerja. Penggunaan lahan yang menempati luasan terbesar di Kabupaten Kudus
adalah penggunaan lahan untuk tanaman Padi 29.380 ha Luas Tanam dan tebu 5.920,87 ha. Tenaga kerja pertanian di Kabupaten Kudus ini seringkali harus
didatangkan dari daerah lain pada waktu tertentu di wilayah tertentu. Untuk itu perlu dicermati lebih lanjut apakah tenaga kerja pertanian di daerah tersebut memang
kurang, atau banyak tenaga kerja tetapi tidak tertarik untuk mengelola lahan pertanian, yang ditunjukkan oleh angka pengangguran yang tinggi. Ataukah diwaktu-
waktu tertentu juga terjadi surplus tenaga kerja pertanian di wilayah pengamatan. Apakah ketersediaan tenaga kerja ini juga dipengaruhi oleh sebaran lokasi industri di
wilayah pengamatan.
Tenaga Kerja Pertanian
Tenaga Kerja Pertanian
Demand Demand
Suplai Suplai
Komposisi Usia Tenaga Kerja Persepsi Masyarakat
Pendidikan Komposisi Usia Tenaga Kerja
Persepsi Masyarakat Pendidikan
Penggunaan Tenaga Kerja Pada Lahan :
Sawah teknis,Sawah ½ teknis, Tadah Hujan
Penggunaan Tenaga Kerja Pada Lahan :
Sawah teknis,Sawah ½ teknis, Tadah Hujan
Daya Dukung Lahan Daya Dukung Lahan
Perhitungan Dan Penentuan Status Daya Dukung Lahan
Perhitungan Dan Penentuan Status Daya Dukung Lahan
Distribusi Tenaga Kerja Pertanian
Berdasar Kecamatan
Tiap Bulan Distribusi Tenaga
Kerja Pertanian Berdasar
Kecamatan Tiap Bulan
Data primer Data primer
Data sekunder Data sekunder
Peta Sebaran Tenaga Kerja
Pertanian Peta Sebaran
Tenaga Kerja Pertanian
Peta Status Daya Dukung Lahan
Peta Status Daya Dukung Lahan
Skenario Kecukupan Tenaga Kerja
Pertanian Skenario Kecukupan
Tenaga Kerja Pertanian
Peta Tingkat Perkembangan
Wilayah Peta Tingkat
Perkembangan Wilayah
Peta Ketersediaan Tenaga Kerja
Pertanian Peta Ketersediaan
Tenaga Kerja Pertanian
Arahan Pengembangan Wilayah Pertanian
Kab. Kudus Arahan Pengembangan
Wilayah Pertanian Kab. Kudus
RPJM Dan RTRW
Kab Kudus RPJM
Dan RTRW Kab Kudus
Pendapatan Usahatani
Pendapatan Usahatani
Pendapatan Wilayah
Pendapatan Wilayah
Gambar 1 Bagan Kerangka Pemikiran.
Ketersediaan tenaga kerja pertanian selain dipengaruhi dari sisi ketersediaan juga dari sisi permintaan. Dari sisi permintaan maka dapat dilihat dari seberapa jauh
penggunaan lahan pola tanam, jenis komoditas akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi ketersediaan maka komposisi usia
tenaga kerja, persepsi masyarakat serta tingkat pendidikan akan sangat mempengaruhi ketersediaan tenaga kerja pertanian.
Dengan luas lahan pertanian yang hampir mencapai setengah wilayah, tetapi dengan ketersediaan tenaga kerja pertanian yang seringkali menjadi pembatas di
beberapa wilayah pengamatan, maka diperlukan perencanaan yang baik menyangkut waktu penggunaan tenaga kerja serta sarana produksi lain agar pendapatan
masyarakat petani dapat dioptimalkan Pertanian sebagai salah satu bentuk pengelolaan lahan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk terhadap pangan harus tetap memperhatikan daya dukung lahan, agar pembangunan berkelanjutan dapat dicapai, baik dari aspek
ekonomi, sosial maupun aspek lingkungan. Untuk mencapai hal ini diperlukan perencanaan yang baik, dengan pendekatan pengembangan wilayah maupun
pengembangan sektoral, agar pembangunan dapat menyejahterakan masyarakat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengembangan Wilayah
Pembangunan wilayah menurut Anwar dan Setiahadi 1996, adalah upaya untuk mencapai tujuan pembangunan yang mencakup aspek pertumbuhan,
pemerataan dan berkelanjutan yang memerlukan perencanaan pembangunan wilayah berdimensi ruang yang terkait dengan aspek sosial ekonomi wilayah
dimana penekanannya lebih pada mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan.
Dari sisi sosial ekonomi, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat
produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik. Disisi lain secara ekologis, pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga
keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia Triutomo, 1999.
Perencanaan wilayah, sebagai bagian dari pengembangan wilayah mempunyai sasaran utama yang dapat dikelompokkan atas tiga sasaran umum
Rustiadi et al, 2009 yaitu: a efisiensi dan produktifitas, b pemerataan keadilan dan akseptabilitas masyarakat dan c keberlanjutan. Sasaran efisiensi
merujuk pada manfaat ekonomi dimana dalam konteks kepentingan publik, pemanfaatan sumber daya diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
publik. Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung pada keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai
strategis setiap sektor di dalam memacu ekonomi wilayah menjadikan pendorong utama prime mover pengembangan wilayah yang berbeda-beda.
Pendekatan wilayah sebagai basis perencanaan pengembangan wilayah harus diorientasikan kepada kemampuan bertindak lokal dalam kerangka berpikir
globalmakro, memperhitungkan kelayakan masa kini dalam pertimbangan masa depan, lebih fleksibeldinamis dalam kerangka yang pasti, kemampuan
memfokuskan pada masyarakat setempat dengan memanfaatkan keterlibatan masyarakat luas bisnis, akademis, investor. Pembangunan dengan pendekatan
wilayah hendaknya berwawasan : local based flexible conditional, transparency
politically accepted, probisnis layak ekonomi, long term berkesinambungan, dan holistik Deni dan Djumantri, 2002.
Perencanaan pembangunan wilayah mestinya memadukan pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral adalah pendekatan
perencanaan dimana seluruh kegiatan ekonomi didalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu persatu
untuk dilihat potensi dan peluangnya, kemudian menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan dimana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut. Pendekatan
regional berbeda dengan pendekatan sektoral walaupun tujuan akhirnya sama. Analisis regional adalah analisis atas penggunaan ruang saat ini, analisis atau
aktivitas yang akan mengubah penggunaan ruang dan perkiraan atas bentuk ruang yang akan datang. Pendekatan sektoral saja tidak mampu melihat adanya
kemungkinan tumpang tindih dalam penggunaan lahan, juga tidak mampu melihat perubahan struktur ruang yang mungkin terjadi akibat dilaksanakannnya rencana
sektoral tersebut, sedangkan pendekatan regional saja tidak cukup karena analisisnya akan bersifat makro wilayah sehingga tidak cukup detil untuk
membahas sektor per sektor apalagi komoditas per komoditas Tarigan, 2004. Menururt Rustiadi et al. 2009, pembangunan berbasis pengembangan
wilayah memandang penting keterpaduan antar sektoral, antar spasial, serta antar pelaku pembangunan di dalam maupun antar daearah. Keterpaduan sektoral
menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antar sektor pembangunan sehingga setiap program pembangunan sektoral selalu dilaksanakan dalam
kerangka pembangunan wilayah.
2.2. Tenaga Kerja Pertanian
Sebaran Tenaga Kerja Pertanian adalah jumlah ketersediaan dan jumlah kebutuhan tenaga kerja pertanian berdasarkan unit wilayah yang diamati.
Definisi Tenaga Kerja Pertanian adalah tenaga kerja yang bekerja di bidang pertanian 6 jam per hari atau 35 jam pe rminggu Badan Pusat Statistik, 2008
Berdasarkan curahan waktu tenaga kerja diasumsikan bahwa setiap orang bekerja selama 6 hari dalam seminggu dimana setiap hari 6 jam kerja sehingga
dalam seminggu 35 jam. Oleh karena itu jumlah jam kerja dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu curahan waktu diatas 35 jam per minggu yang biasa disebut