Fosfor dalam benih berbentuk: 1 fosfat an organik yaitu H

laju penyerapan unsur P per unit panjang akar meningkat 2-3 kali dibandingkan tanaman tanpa mikoriza. Hal ini karena pada akar tanaman yang bermikoriza ditemukan hifa yang memberikan kontribusi sebesar 70-80 dari total penyerapan P. Prinsip kerja dari FMA adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif. Fungi mikoriza arbuskula dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman, seperti hasil penelitian Aguilera-Gomes et al., 1999 yang mendapatkan bahwa FMA dapat meningkatkan jumlah daun, luas daun, bobot kering tajuk, akar dan buah Capsicum annuum L meningkat 450. Mieke et al., 2003 melaporkan pemberian FMA dan pupuk P dapat meningkatkan umbi kentang sebesar 23.5. Hasil percobaan Farida 2003 menunjukkan pemberian FMA dapat meningkatkan pertumbuhan stek tebu. Purnomo 2008 bahwa inokulasi Gigaspora margarita dapat meningkatkan bobot buah panen sebesar 94.49 pada cabai Cilibangi 3 dan 80.37 pada cabai Helm. Kemampuan FMA memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan tanaman berkaitan dengan peranannya dalam penyerapan fosfor, seperti hasil penelitian Kalpulnik, dan Douds 2000 menyatakan bahwa biji yang berasal dari tanaman bermikoriza mengandung P lebih banyak dari tanaman tanpa mikoriza. Fosfor total dalam benih berfungsi sebagai cadangan fosfor dan untuk pemeliharaan energi. Benih dengan kandungan P total tinggi dapat meningkatkan vigor benih, sehingga mampu mempertahankan viabilitasnya selama periode simpan Bewle dan Black

1978. Fosfor dalam benih berbentuk: 1 fosfat an organik yaitu H

2 PO 4 - , 2 senyawa cadangan yaitu fitin, 3 senyawa fosfor yang terikat pada fosfolipid, asam nukleat dan sebagainya, 4 intermediat metabolisme misalnya gula fosfat, NAD dan 5 senyawa kaya energi yaitu ATP. Benih yang berkembang dalam tanaman induk yang disuplai hara optimum akan menghasilkan kemampuan menghimpun energi yang baik, sebaliknya benih yang mempunyai kandungan P yang rendah akan mempunyai status vigor yang rendah Sadjad, 1993. Vigor benih mencerminkan mutu dari suatu benih. Ilyas 2003 menyatakan mutu dapat diklasifikasikan menjadi mutu genetis, mutu fisiologis dan mutu fisik. Mutu genetik benih mengait pada sifat-sifat yang menurun yang dibawa oleh benih dari masing-masing spesies atau varietas. Mutu fisiologis mengait pada mutu benih untuk tingkat viabilitasnya dan mutu benih apabila disimpan dan ditranslokasikan. Mutu fisik mengait pada mutu kebersihan dan homogenitas fisik. Volume tanah yang dijelajah oleh 1 cm akar tanaman tanpa FMA hanya sekitar 1-2 cm 3 , sedangkan 1 cm akar tanaman ber FMA dapat menjelajah 12-15 cm 3 6-15 kali Sieverding 1991. Akibat pembesaran volume jelajah akar serap bermikoriza, keuntungan yang diperoleh tanaman adalah 1 peningkatan daya serap air dan hara terutama yang relatif immobile seperti P, Cu dan Zn, juga yang relatif mobile seperti K, S, NH 4 + , Mo; 2 penurunan stress tanaman akibat infeksi patogen akar, kondisi tanah salin, kelembaban tanah yang rendah, temperatur tanah yang tinggi serta faktor-faktor merugikan lainnya, 3 peningkatan toleransi tanaman terhadap defisiensi hara pada tanah tidak subur, dan terhadap kemasaman dan toksisitas Al, Fe, dan Mn pada tanah masam dan 4 peningkatan nodulisasi dan daya fiksasi N 2 oleh Rhizobium pada simbiosis legum, 5 meningkatkan serapan dan toleransi tanaman terhadap toksisitas Zn Dueck et al. 1986; Burkert dan Robson 1994; 6 merangsang laju fotosintesis dan transportasi fotosintat ke akar, produksi hormon seperti IAA Indole Acetic Acid, sitokinin, auksin dan giberelin dan eksudasi asam-asam organik dari akar, serta permeabilitas membran terhadap lintasan hara Abbott dan Robson 1984; Gianinazzi-Pearson dan Gianinazzi 1983; 7 mempercepat fase fisiologis definitif, sehingga waktu berbunga dan panen dipercepat, serta meningkatkan daya survival tanaman pada awal pertanaman Linderman dan Hendrix 1984; dan 8 berperan penting dalam konservasi dan pendauran hara dalam tanah, dalam agregasi tanah dan mengurangi erosipelindian hara tanah Sieverding 1991. Penelitian inokulasi FMA pada kelapa sawit asal kultur in vitro menunjukkan bahwa inokulasi FMA meningkatkan efisiensi pemupukan P Blal et al. 1990 dan meningkatkan daya hidup serta serapan hara tanaman Widiastuti dan Tahardi 1993. Efisiensi serapan berkaitan dengan karakterisasi morfologi, fisiologi maupun biokimia akar. Blair 1993 mengemukakan ada tiga katagori utama untuk mendifinisikan efisiensi P yaitu: 1 Efisiensi serapan yang berdasarkan pada parameter akar 2 Efisiensi pembentukan yang berhubungan dengan hasil tajuk 3 Efisiensi penggunaan meliputi keseluruhan tanaman akar dan tajuk. Aplikasi fungi mikoriza dan berbagai taraf pupuk P diharapkan berinteraksi positif dalam meningkatkan produksi cabai dan mutu benih yang dihasilkan serta meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P pada lahan-lahan marginal. Penelitian terdiri atas empat percobaan yang saling melengkapi dan berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu: 1 isolasi, karakterisasi dan pemurnian FMA, 2 seleksi FMA yang efektif terhadap pertumbuhan cabai, 3 pengujian efektivitas inokulasi dalam menekan penggunaan pupuk P dan peningkatan produksi dan mutu benih cabai genotip Laris dan Tegar, 4 tanggap tanaman terhadap inokulasi inokulum FMA indigenous campuran dan inokulum FMA Mycofer. Tujuan Penelitian 1. Mengisolasi dan mengkarakterisasi FMA pada lahan penanaman cabai di daerah Cianjur. 2. Mendapatkan jenis FMA yang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan bibit cabai. 3. Mengkaji pengaruh inokulasi FMA dalam meningkatkan efisiensi pemupukan P 4. Mengkaji pengaruh inokulasi FMA dan pupuk P terhadap peningkatan hasil dan mutu benih cabai. Kegunaan Penelitian 1. Dengan ditemukan isolat FMA yang efektif maka isolat tersebut dapat digunakan pada usahatani cabai di tanah Ultisol. 2. Dengan diketahui mekanisme kerja FMA dalam peningkatan penyerapan hara P, maka diharapkan dapat memperbaiki teknik budidaya khususnya dalam pemupukan. 3. Sebagai salah satu alternatif paket teknologi dalam meningkatkan produksi benih cabai. Hipotesis 1. Terdapat keragaman jenis-jenis FMA pada rhizosfer cabai. 2. Terdapat FMA jenis tertentu yang efektif tinggi pada tanaman cabai di tanah Ultisol. 3. Inokulasi FMA dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P. 4. Inokulasi FMA dan pemupukan P meningkatkan produksi dan mutu benih. Strategi Penelitian Penelitian ini terdiri atas tiga topik penelitian, dan masing-masing topik penelitian saling berkaitan. Topik pertama bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi isolat-isolat FMA yang terdapat pada tanah Utisol, dengan judul “Isolasi, karakterisasi dan pemurnian FMA dari tanah Ultisol lahan penanaman cabai”. Isolat-isolat yang ditemukan pada penelitian pertama, diuji keefektifannya terhadap pertumbuhan bibit cabai pada penelitian kedua. Judul penelitian kedua Seleksi FMA efektif terhadap pertumbuhan cabai”. Selanjutnya hasil penelitian kedua digunakan untuk penelitian ketiga dengan judul Efektivitas inokulasi fungi mikoriza arbuskula dalam meningkatkan produksi dan mutu benih cabai serta menekan kebutuhan pupuk P ”, penelitian keempat dengan judul” Tanggap tanaman terhadap inokulasi inokulum FMA indigenous campuran dan inokulum FMA Mycofer”. Bagan alir penelitian yang menunjukkan keterkaitan antar penelitian disajikan pada Gambar 1 INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH CABAI Capsicum annuum L SERTA EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK P Gambar 1. Bagan Alir Penelitian Percobaan 1 Inokulasi, karakterisasi, pemurnian dan perbanyakan FMA dari lokasi penanaman cabai pada tanah Ultisol Percobaan 2 Seleksi fungi mikoriza arbuskula FMAhasil percobaan 1 yang efektif dalam pertumbuhan cabai Percobaan 3 Efektivitas inokulasi FMA hasil percobaan 2 dalam meningkatkan produksi dan mutu benih cabai serta menekan kebutuhan pupuk P Hasil yang diharapkan FMA meningkatkan produksi , mutu benih dan penggu naan pupuk p Hasil yang diharapkan FMA efektif dalam meningkatkan pertumbuhan Hasil yang diharapkan Jenis FMA indigenous Karakteristik Percobaan 4 Tanggap tanaman terhadap inokulasi inokulum FMA indigenous campuran dan inokulum Mycofer Hasil yang diharapkan FMA campuran efektif dalam meningkatkan produksi TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol dan Permasalahannya Pada wilayah beriklim tropika basah seperti di Indonesia, kemasaman tanah yang tinggi merupakan suatu masalah utama yang sering ditemui. Curah hujan ≥ 2.000 mm per tahun, temperatur rata-rata 27 C, mengakibatkan tercucinya kation-kation basa, sehingga tanah umumnya didominasi oleh oksida aluminium dan besi yang tinggi. Hal ini mengakibatkan tanah bereaksi masam. Masamnya tanah ini dapat terjadi sebagai akibat kemampuan ion Al dalam menghidrolisis air sehingga dibebaskan ion H . Ion H + merupakan anasir penyebab tanah menjadi masam. Salah satu jenis tanah yang bersifat masam adalah Ultisol. Luas tanah Ultisol di Indonesia adalah 45.8 juta ha atau sekitar 24 luas daratan Indonesia Subagyo et al. 2000. Pemanfaatan tanah Ultisol untuk produksi banyak menghadapi masalah, dimana terdapat horizon argilik dengan kepadatan yang tinggi di dekat permukaan tanah yang mengakibatkan hambatan terhadap laju perkolasi air hujan ataupun penetrasi akar tanaman, sehingga apabila terjadi hujan, lapisan tanah bagian atas akan cepat mengalami jenuh air, bersifat masam, jumlah basa-basa yang dapat ditukar tergolong sangat rendah Hidayat dan Mulyani

2002. Selanjutnya dikatakan bahwa pada reaksi tanah sangat masam pH 4.5