Selanjutnya dikatakan bahwa pada reaksi tanah sangat masam pH 4.5

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol dan Permasalahannya Pada wilayah beriklim tropika basah seperti di Indonesia, kemasaman tanah yang tinggi merupakan suatu masalah utama yang sering ditemui. Curah hujan ≥ 2.000 mm per tahun, temperatur rata-rata 27 C, mengakibatkan tercucinya kation-kation basa, sehingga tanah umumnya didominasi oleh oksida aluminium dan besi yang tinggi. Hal ini mengakibatkan tanah bereaksi masam. Masamnya tanah ini dapat terjadi sebagai akibat kemampuan ion Al dalam menghidrolisis air sehingga dibebaskan ion H . Ion H + merupakan anasir penyebab tanah menjadi masam. Salah satu jenis tanah yang bersifat masam adalah Ultisol. Luas tanah Ultisol di Indonesia adalah 45.8 juta ha atau sekitar 24 luas daratan Indonesia Subagyo et al. 2000. Pemanfaatan tanah Ultisol untuk produksi banyak menghadapi masalah, dimana terdapat horizon argilik dengan kepadatan yang tinggi di dekat permukaan tanah yang mengakibatkan hambatan terhadap laju perkolasi air hujan ataupun penetrasi akar tanaman, sehingga apabila terjadi hujan, lapisan tanah bagian atas akan cepat mengalami jenuh air, bersifat masam, jumlah basa-basa yang dapat ditukar tergolong sangat rendah Hidayat dan Mulyani

2002. Selanjutnya dikatakan bahwa pada reaksi tanah sangat masam pH 4.5

kelarutan Al dapat ditukarkan meningkat sehingga menaikan kejenuhan Al. Konsepsi pokok dari tanah Ultisol adalah tanah yang telah mengalami proses hancuran lanjut ultimate dan pencucian berat oleh curah hujan yang tinggi, berwarna merah kuning, berpenampang 2 m, dan terdapat lapisan argilik dari akumulasi liat Subagyo et al. 2000. Tanah Ultisol dengan kejenuhan Al lebih dari 30 dan pH kurang dari 4.5 akan menimbulkan cekaman Al bagi tanaman Subagyo et al. 2000. Bentuk-bentuk Al dalam larutan tanah tergantung tingkat kemasamannya. Pada keadaan reaksi tanah sangat masam pH 4.5, Al menjadi sangat larut terutama dalam bentuk Al 3+ yang beracun bagi tanaman Rout et al. 2001; Vitorello et al. 2005. Akibat keracunan pertumbuhan akar menjadi terhambat dan akhirnya menurunkan kemampuan akar menyerap hara mineral dan air Matsumoto et al. 1996; Samuel et al. 1997. Gejala umum yang paling nyata terlihat bila keracunan Al adalah terhambatnya pertumbuhan dan perpanjangan akar, baik akar primer, akar lateral maupun bulu akar. Tanaman yang keracunan Al mempunyai akar yang pendek, percabangan sedikit, akar adventif lebih banyak tumbuh pada pangkal akar, serta akar primer berkembang melebar ke arah apikal meristem sehingga terlihat gemuk Rout et al. 2001. Pertumbuhan akar yang demikian sulit melakukan penetrasi ke lapisan sub soil, menyebabkan penyerapan hara dan air menjadi lebih rendah Marschner 1995. Pada tanah masam, fosfat yang dibebaskan baik dari proses pelapukan mineral apatit, dekomposisi bahan organik ataupun pupuk, akan segera diikat oleh liat serta aluminium, besi, ataupun kalsium, sehingga fosfat tidak tersedia bagi tanaman karena berubah menjadi garam yang mengendap dan tidak larut air Syekhfani 1999. Radjagukguk 1983 mengemukakan bahwa salah satu ciri tanah mineral masam adalah rendahnya kandungan P dan fiksasi P yang tinggi. Taksonomi, Karakteristik dan Habitat FMA Mikoriza merupakan suatu struktur khas pada sistem perakaran yang terbentuk karena adanya simbiosis mutualistik antara fungi myces dan akar rhiza dari tumbuhan tingkat tinggi. Brundrett 2004 mendifinisikan mikoriza secara luas, yang mencakup seluruh keragaman mikoriza sebagai suatu asosiasi simbiotik yang esensial bagi satu atau kedua mitra, antara suatu fungi dan akar dari suatu tumbuhan hidup, yang terutama bertanggung jawab untuk transfer hara. Bentuk struktur khas mikoriza dapat dibedakan berdasarkan cara infeksinya pada perakaran tanaman inang, yaitu 1 endomikoriza, merupakan struktur mikoriza yang terbentuk sampai ke dalam sel korteks akar, 2 ektomikoriza, merupakan struktur mikoriza pada lapisan luar akar yang bentuknya berupa jala hartig; dan 3 ektendomikoriza, merupakan struktur mikoriza yang tidak hanya dapat membentuk jala hartig di permukaan akar, tetapi dapat menembus sel korteks Smith dan Read 1997. Salah satu simbion fungi yang banyak membentuk struktur endomikoriza pada tanaman pertanian adalah FMA. Berdasarkan hasil tes analisa DNA filum Glomeromycota dikenali ada dua belas genus yaitu Archaeospora, Geosiphon, Paraglomus, Gigaspora, Scutellospora, Acaulospora, Kuklospora, Intraspora, Entrophospora, Diversipora, Pacispora dan Glomus Schubler et al. 2001, Oehl dan Sieverding 2006. Dalam INVAM 2006 dinyatakan bahwa FMA adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk kedalam golongan endomikoriza termasuk kedalam golongan Glomeromycota, dengan ordo Glomales yang mempunyai dua sub-ordo, yaitu Gigasporineae dan Glomineae. Gigasporineae dengan famili Gigasporaceae mempunyai dua genus yaitu Gigaspora dan Scutellospora. Glomineae mempunyai empat famili yaitu Glomaceae dengan genus Glomus, famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae dengan genus Paraglomus dan Archaeosporaceae dengan genus Archaespora. Identifikasi FMA dapat dilakukan berdasarkan morfologi sporanya, ataupun dengan menggunakan teknik molekuler. Perbedaan morfologinya dapat dilihat dari perkembangan spora, bentuk spora, ukuran spora, warna spora, pola lapisan dinding spora dan reaksi warnanya, ornamentasi pada dinding spora, isi spora, perkecambahan spora dan hifa Simanungkalit 2007. Fungi mikoriza arbuskula bersifat obligat, tidak mampu melengkapi daur hidupnya tanpa tanaman inang. Sporanya dapat berkecambah dan tumbuh tanpa tanaman inang akan tetapi pertumbuhannya sangat terbatas. Fungi mikoriza arbuskula memiliki beberapa karakteristik yaitu perakaran inang yang terkena infeksi tidak membesar, tetap mempunyai rambut-rambut akar sehingga penampilannya tidak berbeda dengan akar-akar yang tidak terinfeksi. Hal tersebut disebabkan karena fungi hanya membentuk struktur hifa tipis pada permukaan akar, tidak setebal mantel seperti pada ektomikoriza. Karakteristik lain yang merupakan ciri khas FMA adalah adanya struktur berbentuk percabangan hifa yang disebut arbuskula arbuscules dan ada juga yang membentuk struktur berbentuk oval yang disebut vesikula vesicules, hifa koil dan spora pada beberapa spesies fungi mikoriza arbuskula dalam asosiasinya dengan tanaman juga membentuk organstruktur diluar akar tanaman yaitu hifa eksternal, vesikula eksternal, dan spora. Arbuskula mengisi sebagian besar volume sel dan merupakan organ tempat pertukaran hara antara fungi dan tanaman. Vesikula berfungsi sebagai organ penyimpan cadangan makanan. Jenis FMA yang membentuk arbuskula dan vesikel adalah jenis Glomus, Sclerocitis, Acaulospora dan Entrophospora Gambar 2, sedangkan jenis lainnya seperti Gigaspo ra dan Scutellospora hanya membentuk struktur arbuskula Brundrett et al. 1996. Bentuk arbuskula dan vesikel pada masing-masing spesies berbeda Gambar 3, 4, 5, 6. Struktur infeksi mikoriza arbuskula dicirikan oleh formasi struktur arbuskula, vesikel di dalam sel korteks Gambar 7. Secara simultan, hifa juga tumbuh di luar akar dan membentuk jaringan miselium yang ekstensif. Pertumbuhan fungi dalam tanah dapat mencapai 80 sampai 134 kali panjang akar yang dikolonisasinya. Gambar 2. Struktur mikoriza dalam perakaran Brundrett et al. 1996 Gambar 3. Arbuskula pada Glomus Gambar 4. Arbuskula pada Acaulospora Brundrett et al. 1996 Brundrett et al. 1996 Gambar 5. Visikel dari Glomus Gambar 6. Visikel dari Acaulopsora Brundrett et al. 1996 Brundrett et al. 1996 Arbuskula Vesikel Hifa Secara umum proses kolonisasi FMA pada akar tanaman melewati empat tahap, yaitu 1 induksi perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa, 2 kontak antara hifa dan permukaan akar yang menyebabkan pengenalan dan pembentukan apresorium, 3 penetrasi hifa ke dalam akar, dan 4 perkembangan struktur hifa interseluler. . Gambar 7. Struktur infeksi FMA pada sel-sel kortek akar Diouf et al. 2003 Fungi mikoriza arbuskula memiliki selang ekologis yang luas dan dapat dijumpai pada ekosistem semak, sabana Cuenca dan Lovera 1992, arid Allen dan Allen. 1992, semi arid Lee et al. 1996, daerah temperate, tropika Muthukumar et al. 1996, di daerah antartika Phipps Taylor 1996, ekosistem gambut alami Astianti Ekamawati 1996 dan gambut yang sudah terbuka Ervayenri 1998; Kartika 2006, hutan hujan tropika Janos Hartsorn 1997, padang rumput Nadarajah dan Nawawi l997 serta daerah pantai Setiadi 2000; Swasono 2006. Fungi mikoriza arbuskula dapat diisolasi dari tanah asam hingga alkalin pH 2.7- 9.2. Menurut Sieverding 1991, FMA yang hidup baik pada pH 5.0 adalah Entrophospora columbiana, pada pH 5.0 meliputi Glomus mosseae dan Gigaspora margarita serta pada pH 4.0 – 8.0 terdiri dari Acaulospora myriocarpa, A longula, A morrowae, A scrobiculata, G aggregatum, G versiforme dan Scutellospora pellucida. Gigaspora gigantean toleran terhadap kejenuhan Al tinggi. Hasil penelitian Heijne et al. 1996 menunjukkan bahwa infeksi FMA Glomus fasciculatum menurun dengan menurunnya pH tanah pada perakaran tanaman Arnica Montana L, Hietacium pilosella L dan Deschampsia flexuosa L. Menurut Marschner 1995 infeksi akar dimulai dari propagul spora dan residu akar atau dari akar yang berdekatan dengan tanaman yang sama atau berbeda spesies tanaman. Propagul mampu menginfeksi akar tanaman inang karena adanya sinyal berupa eksudat flavanoid dari akar. Perkembangan infeksi FMA di akar berhubungan dengan pembentukan eksudat gula dan asam organik. Fungi mikoriza arbuskula dengan cepat mengkonversi dan mentransfer hasil fotosintat tanaman inang ke dalam senyawa karbon yang spesifik sebagai lipid atau glikogen Gianinazzi-Pearson dan Gianinazzi 1983. Mikoriza arbuskula dapat berasosiasi dengan hampir 90 jenis tanaman. Tiap jenis tanaman juga dapat berasosiasi dengan satu atau lebih jenis FMA. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa setiap jenis tanah dan jenis tanaman memiliki jenis FMA yang berbeda, seperti di sawah tadah hujan Laladon Bogor ditemukan 2 isolat Gigaspora dan 5 isolat Glomus Hanafiah 2001; pada lahan penanaman padi di tanah podsolik ditemukan 1 isolat Acaulospora, 4 isolat Glomus Iriani 2003; pada tanah PMK bekas hutan ditemukan 4 isolat Glomus, 5 isolat Acaulospora; pada tanah PMK bekas karet ada 7 isolat Glomus dan 2 isolat Acaulospora Kartika 2006, pada kawasan pantai Samas sekitar tegakan Tridax procumbens terdapat 2 isolat Glomus dan 1 isolat Gigaspora Swasono 2006. Terbentuknya simbiosis antara tanaman dan FMA sangat tergantung pada jenis FMA, genotip tanaman, faktor iklim dan kondisi tanah serta interaksi keempat faktor. Tanaman yang ketergantungannya tinggi terhadap fosfat akan cenderung untuk berasosiasi dengan mikoriza. Intensitas infeksi FMA dipengaruhi oleh berbagai macam faktor meliputi pemupukan, nutrisi tanaman, pestisida, intensitas cahaya, musim, kelembaban tanah, pH, kepadatan inokulum dan tingkat kerentaan tanaman Fakuara 1988. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan hifa diantaranya: 1 oksigen, penurunan konsentrasi oksigen dapat menghambat perkecambahan spora FMA dan kolonisasi akar Setiadi 1992, 2 suhu, suhu tanah yang tinggi umumnya dapat meningkatkan kolonisasi dan sporulasi FMA yang lebih tinggi Gunawan

1993, 3 cahaya, besarnya intensitas cahaya berimplikasi pada banyak sedikitnya