Pengaruh Efisiensi terhadap Daya Saing

elektronik yang berskala nasional. Dalam promosi yang perlu ditonjolkan adalah spesifikasi produk dan jaminan kualitas serta jaminan pelayanan yang memuaskan bagi calon konsumen, seperti ketepatan kualitas dan ketepatan waktu produk yang dikirim. Adanya pemberian discount, seperti cash danatau trade discount juga merupakan bagian dari promosi.

7.2. Pengaruh Efisiensi terhadap Daya Saing

Pada Bab VI dikemukakan bahwa efisiensi ekonomis rata-rata petani jagung adalah 0.498 dengan kisaran 0.369 sampai 0.606. Rata-rata tingkat efisiensi ekonomi ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan dugaan sebelumnya, dimana tingkat efisiensi ekonomi usahatani jagung diharapkan di atas 0.7 mengingat Kabupaten Tanah Laut merupakan sentra produksi jagung. Tingkat efisiensi ekonomis yang rendah ini dikarenakan efisiensi alokatif yang rendah. Salah satu penyebab rendahnya efisiensi alokatif ini adalah penggunaan pupuk urea yang berlebihan. Jika dosis pupuk urea dikurangi menjadi 400 kg per hektar, maka akan menyebabkan penurunan biaya terjadi penghematan biaya sehingga efisiensi alokatif meningkat dari 0.566 menjadi 0.581 atau meningkat 2.65 persen. Dari Tabel 21 dan Tabel 22 terlihat bahwa jika efisiensi ekonomis ditingkatkan menjadi 0.581 maka baik keuntungan privatnya maupun keuntungan secara ekonomi akan naik. Keuntungan privat meningkat sekitar 2.77 persen sedangkan keuntungan secara ekonomi meningkat sekitar 4.81 persen. Kenaikan keuntungan ini karena ada penurunan biaya baik tradable input sebesar 3.20 persen privat dan 3.53 persen sosial. Artinya dengan peningkatan efisiensi maka akan terjadi penghematan sehingga keuntungan yang diperoleh pun akan meningkat. Peningkatan efisiensi alokatif ternyata juga menurunkan perbedaan divergence antara biaya dalam harga privat dan harga bayangansosial. Divergence merupakan penyimpangan karena distorsi kebijakan dan kegagalan pasar. Penurunan divergence menunjukkan bahwa semakin efisien, divergensi akibat distorsi kebijakan atau kegagalan pasar dapat ditekan. Tabel 22. Tabel PAM Usahatani Jagung per Hektar Jika Efisiensi Alokatif Ditingkatkan Menjadi 0.581 di Kabupaten Tanah Laut Musim Tanam I Tahun 2006-2007 Penerimaan Tradable Input Faktor Domestik Profit Privat 6 745 200 1 738 937 2 768 866 2 237 397 Sosial 7 057 700 2 282 160 2 856 574 1 918 966 Divergences -312 500 -543 224 -87 707 318 431 Sumber : Analisis data primer, 2008 Keterangan : PCR = 0.55, DRCR = 0.60 Tabel 22 memperlihatkan bahwa dengan peningkatan nilai efisiensi alokatif dari 0.566 menjadi 0.581 menjadikan tingkat daya saing meningkat pula. Hal ini ditunjukkan dengan nilai PCR dan DRCR yang makin turun. Nilai PCR turun dari 0.56 menjadi 0.55, sedangkan DRCR turun dari 0.61 menjadi 0.60. Penurunan nilai PCR dan DRCR disebabkan penurunan tradable input karena penurunan penggunaan pupuk urea. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat efisiensi maka daya saing jagung akan semakin meningkat pula, meski peningkatannya kecil. Efisiensi ekonomis yang masih rendah rata-rata 0.498 dikarenakan alokasi penggunaan pupuk urea yang tidak tepat. Perbedaan harga antara pupuk urea dengan pupuk KCl dan SP-36 diduga menyebabkan petani mengurangi penggunaan pupuk KCl dan SP-36, dan menggantinya dengan menambah penggunaan pupuk urea. Dalam rangka meningkatkan efisiensi, petani hendaknya menggunakan proporsi input yang tepat. Disisi pemerintah, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, pemerintah hendaknya lebih menekankan pada kebijakan di sektor input, seperti memberikan subsidi untuk input asing sehingga dapat menurunkan harga input asing di pasar domestik menjadi sama dengan harga dunia. Dengan demikian diharapkan harga input di tingkat petani, diantaranya pupuk KCl dan SP-36, dapat diturunkan. Kebijakan di sisi input sulit dilakukan pada input-input tertentu seperti pupuk. Kebijakan subsidi pupuk untuk pertanian memang akan membuat harga pupuk di tingkat petani akan turun sehingga menguntungkan petani, tapi jika tidak ada mekanisme dan pengawasan yang baik akan membuat pupuk bersubsidi rentan untuk disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk dijual ke perusahaan-perusahaan perkebunan atau pengolahan kayu. Subsidi yang seharusnya diperuntukkan petani menjadi tidak tepat sasaran. Input yang memungkinkan untuk disubsidi adalah benih jagung. Pemerintah Daerah telah mensubsidi benih jagung sebesar Rp 25 ribu per kg untuk musim tanam 20062007, dan kebijakan ini selayaknya tetap dilanjutkan. Kebijakan lain yang dapat dilakukan adalah kebijakan di sisi output. Harga jagung Musim Tanam I tahun 2006-2007 ditetapkan sebesar Rp 1400 per kg jagung pipilan kering. Harga ini merupakan ketetapan pemerintah berdasarkan kesepakatan antara pemerintah, pedagang pengumpul avalist yang tergabung dalam KAJATA, peternak dan petani. Tingkat harga ini masih bisa ditingkatkan seiring dengan peningkatan harga pupuk dan obat-obatan. Peningkatan harga jagung akan menyebabkan jagung menjadi tidak kompetitif dari sisi harga. Dalam jangka panjang, perbaikan insfrastruktur transportasi harus dilakukan. Pengiriman jagung terutama ke Jawa selama ini langsung menggunakan truk. Truk umumnya menyeberang dari Jawa menggunakan kapal jenis Roro dengan membawa barang-barang dagangan, kemudian kembali ke Jawa dengan memuat hasil-hasil produksi pertanian dari Kalimantan Selatan termasuk jagung. Sistem pengangkutan seperti ini membuat biaya pengangkutan rata-rata menjadi mahal. Biaya pengangkutan akan semakin mahal apabila terjadi hambatan dalam pelayaran kapal akibat pendangkalan alur Barito atau cuaca buruk. Menurut WTO 2004, adanya pengangkutan input dan output logistic services yang baik dan kompetitif akan meningkatkan efisiensi ekonomi dan daya saing secara keseluruhan. Insfrastruktur yang baik akan membuat biaya angkut akan turun sehingga diharapkan petani akan memperoleh harga output yang lebih baik dan harga input akan dapat ditekan akibat adanya efisiensi pengangkutan. Disisi konsumen, total harga yang dibayar konsumen akan lebih rendah.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN