Analisis Finansial dan Ekonomi

kebutuhan tersebut masih belum tercukupi. Dengan demikian, pasar jagung lokal masing terbuka luas. Perbedaan waktu panen dan perbedaan harga jagung antar daerah menyebabkan jagung dari kabupaten ini dijual keluar provinsi oleh KAJATA dan pedagang pengumpul. Tidak ada data resmi mengenai jumlah jagung yang dikirim ke kabupaten maupun provinsi lain. Pada Musim Tanam I 2006-2007 diketahui telah dikirim 10 ribu ton jagung ke Kediri, Jawa Timur.

5.3. Analisis Finansial dan Ekonomi

Analisis pendapatan petani jagung menggambarkan secara sederhana bagaimana tingkat kelayakan usahatani jagung di daerah penelitian. Hasil analisis finansial dan ekonomis disajikan pada Tabel 12. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa hasil panen petani adalah sebesar 10.57 ton per usahatani atau 4.82 ton jagung pipilan kering per hektar. Secara finansial, harga jual jagung dalam bentuk pipilan kering adalah Rp.1400 per kg, sehingga diperoleh penerimaan sebesar Rp. 6.74 juta per hektar. Sedangkan secara ekonomis, dengan harga jagung Rp. 1452 diperoleh penerimaan sebesar Rp. 7.00 juta per hektar. Jadi, penerimaan petani secara ekonomis lebih besar daripada penerimaan finansial karena harga bayangan jagung yang lebih tinggi daripada harga privatnya. Secara finansial, biaya total tunai yang dikeluarkan pada usahatani jagung adalah Rp. 4.29 juta per hektar sedangkan total biaya yang dikeluarkan adalah 4.57 juta. Komponen biaya terbesar yang harus dibayarkan petani untuk usahatani jagung adalah untuk biaya tenaga kerja luar keluarga, yaitu sekitar 18.91 persen 9.92 persen pada pra-panen dan 8.99 persen pada saat panen. Biaya pupuk organik pupuk kandang merupakan komponen biaya kedua terbesar yang harus dikeluarkan petani, yaitu sekitar 15.31 persen. Sedangkan komponen biaya terkecil adalah biaya benih sebesar 1.05 persen. Tabel 12. Analisis Finansial dan Ekonomis Usahatani Jagung per Hektar di Kabupaten Tanah Laut Musim Tanam I Tahun 2006-2007 Input Finansial Ekonomi Satuan Fisik Nilai Rp Nilai Rp PRODUKSI kg 4818 6 745 200 7 000 303 TRADABLE INPUT Benih kg 17.23 48 054 1.05 465 210 8.92 Pupuk a. Pupuk Anorganik - Urea kg 447.51 541 487 11.85 779 339 14.94 - SP-36 kg 45.25 75 794 1.66 53 961 1.03 - KCl kg 41.39 112 788 2.47 60 233 1.15 - NPK kg 25.7 88 665 1.94 67 688 1.30 b. Pupuk Organik kg 3 496.32 699 264 15.31 699 264 13.40 c. Pestisida liter 5.42 230 372 5.04 230 372 4.42 Total Tradable input 1 796 424 39.32 2 356 066 45.16 FAKTOR DOMESTIK a. Bajak ha 1 325 000 7.11 325 000 6.23 b. Larik ha 1 175 000 3.83 175 000 3.35 c. Transportasi Pupuk paket 1 100 000 2.19 100 000 1.92 d. Tenaga Kerja Luar Keluarga - Pra-panen jam 90.6 453 000 9.92 453 000 8.68 - Panen karung 164.23 410 575 8.99 410 575 7.87 e. Pasca panen - Transportasi karung 164.23 328 460 7.19 328 460 6.30 - Perontokan kg 4818 168 630 3.69 168 630 3.23 - Pengeringan kg 4818 529 980 11.60 529 980 10.16 Tenaga Kerja Dalam Keluarga a. Pra-panen jam 46.20 231 000 5.06 231 000 4.43 b. Panen jam 2.55 12 750 0.28 12 750 0.24 Bunga Modal 167 326 3.66 256 566 4.92 Sewa Lahan ha 1 400 000 8.76 400 000 4.92 TOTAL BIAYA TUNAI 4 287 069 93.85 4 846 711 92.90 TOTAL BIAYA 4 568 164 100.00 5 217 047 100.00 KEUNTUNGAN ATAS BIAYA TUNAI 2 458 131 2 153 593 KEUNTUNGAN ATAS BIAYA TOTAL 2 177 036 1 783 257 RC Atas Biaya Tunai 1.57 1.44 RC Atas Biaya Total 1.48 1.34 Sumber : Analisis data primer, 2008 Secara ekonomis, struktur biaya produksi jagung hampir sama dengan struktur biaya pada analisis finansial. Komponen biaya terbesar adalah tenaga kerja luar keluarga sebesar 16.55 persen 8.68 pada pra penen dan 7.87 persen pada pasca panen, diikuti dengan pupuk organik sebesar 13.29 persen. Biaya benih mencapai 8.92 persen dari seluruh biaya total secara ekonomi, sedangkan biaya benih secara finansial hanya 1.05 persen. Hal ini karena adanya subsidi harga benih sebesar Rp. 25 ribu per kg dari pemerintah daerah. Komponen biaya terkecil adalah pupuk NPK yaitu 1.30 persen dari total biaya. Gambaran komponen biaya tersebut menunjukkan bahwa usahatani jagung merupakan usahatani yang sarat tenaga kerja labor intensive. Selain itu, penggunaan pupuk kandang yang begitu besar dikarenakan lahan kering di lokasi penelitian yang miskin bahan organik dan relatif kurang subur. Menurut Subandi et al. 2005, tanah lahan kering di Kabupaten Tanah Laut bersifat: bereaksi masam pH 5.1–5.4 dengan kejenuhan Al 29.5–43.9 persen, berkandungan bahan organik rendah sampai sedang 3.24–4.78, berkadar N total rendah sampai sedang 0.16–0.23 serta berkandungan P tersedia Olsen dan Kation basa K, Ca dan Mg tergolong rendah. Hal ini mengakibatkan petani mengeluarkan banyak biaya untuk membeli pupuk kandang guna meningkatkan kesuburan tanah. Keuntungan finansial yang diperoleh dari usahatani jagung lebih besar daripada keuntungan secara ekonomi. Keuntungan finansial mencapai Rp.2.18 juta per hektar, sedangkan keuntungan secara ekonomi Rp 1.78 juta per hektar. Perbedaan ini terjadi karena harga privat input seperti benih dan pupuk urea lebih rendah daripada harga bayangannya. Dilihat dari keuntungan finansial, dalam masa produksi sekitar 4 bulan, maka secara finansial pendapatan per hektar yang diperoleh petani adalah Rp.544.26 ribu per hektar per bulan. Jika lahan, tenaga kerja dan modal sendiri tidak diperhitungkan maka akan diperoleh keuntungan atas biaya tunai sebesar 2.46 juta per hektar per musim atau Rp 614.53 ribu per hektar per bulan. Nilai pendapatan ini belum layak jika dibandingkan dengan UMSP Upah Minimum Sektoral Provinsi Kalimantan Selatan sebesar Rp 782.50 ribu per bulan. Dengan jumlah anggota keluarga rata-rata 3.87 orang maka diperoleh pendapatan Rp 158.79 ribu per kapita per bulan. Nilai ini masih lebih lebih besar jika dibandingkan dengan garis kemiskinan poverty line menurut Badan Pusat Statistik 2006 yaitu sekitar Rp 131.26 ribu per kapita per bulan untuk daerah pedesaan. Rata-rata petani reponden mengusahakan jagung pada luasan 2.22 hektar. Dengan luasan tersebut diperoleh pendapatan sebesar Rp 5.83 juta atau Rp. 1.46 juta per bulan, lebih tinggi daripada UMSP Kalimantan Selatan. Jadi, jika dibandingkan dengan nilai UMSP Kalimantan Selatan, usahatani jagung ini masih layak diusahakan jika luas lahan yang diusahakan minimal 1.5 hektar. Dengan luas lahan tersebut akan diperoleh pendapatan sekitar Rp.771.92 ribu per bulan atau Rp 199.46 ribu per kapita per bulan.

VI. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

Model fungsi produksi stochastic frontier yang digunakan di dalam analisis ini merupakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang terdiri dari delapan variabel penjelas, yaitu: luas lahan, benih, pupuk organik, pupuk N dan K, pupuk P, pestisida, tenaga kerja dan dummy olah tanah. Ringkasan data dapat dilihat pada Tabel 13 dan secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 2. Tabel 13. Ringkasan Data Pendugaan Fungsi Produksi Variabel Simbol Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Produksi kg Y 10681.17 7801.19 1500.00 50000.00 Luas lahan ha X 1 2.22 1.42 0.50 10.00 Benih kg X 2 38.21 24.07 10.00 160.00 P.organik kg X 3 7751.71 6814.25 720.00 45000.00 Pupuk N+K kg X 4 519.77 408.09 120.00 2710.00 Pupuk P kg X 5 64.21 77.23 0.00 480.00 Pestisida liter X 6 12.03 11.06 0.50 60.00 Tenaga Kerja jam X 7 777.03 568.28 130.86 3770.00 Dummy olah tanah X 8 X 8 =1 24 responden X 8 =0 52 responden Sumber: Analisis data primer, 2008 Penelitian ini menggunakan model stochastic frontier dengan metode pendugaan Maximum Likelihood MLE yang dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode OLS untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi, dan tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi, intersep dan varians dari kedua komponen kesalahan v i dan u i . Dari analisis ini akan diketahui efisiensi tenis, alokatif dan ekonomis dari petani responden, serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis. Selanjutnyaa akan dilakukan simulasi dengan menaikkan efisiensi alokatif sebagai dasar untuk melihat pengaruh peningkatan efisiensi terhadap daya saing.