terkontaminasi bisnis narkotika internasional dan melibatkan dalam jumlah sangat besar.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan skripsi ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana dibidang perbankan dalam hukum Indonesia ?
2. Bagaimanakah peranan perbankan dalam mencegah tindak pidana pencucian uang ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan Berdasarkan judul dan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian
ini yang menitik beratkan pada peranan perbankan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang Money Laundering, maka tujuan penelitian ini
adalah : 1. Untuk mengetahui pengaturan tindak pidana dibidang perbankan
dalam hukum Indonesia. 2. Untuk mengetahuiperanan perbankan dalam mencegah tindak
pidana pencucian uang.
2. Manfaat Penulisan
Penulisan skripsi ini memberikan beberapa manfaat yang berguna baik manfaat secara teoritis dan juga manfaat secara praktis antara lain:
1. Manfaat secara teoritis
Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan akan memberikan kontribusi pemikirran serta pemahaman dan
pendangan baru tentang bank dan pencucian uang Money Laundering. 2. Manfaat secara praktis
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca juga sebagai bahan kajian para akademis dalam menambah wawasan pengetahuan
terutama dibidang peranan bank dalam melakukan tindak pidana pencucian uang.
D. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengamatan dan penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, belum terdapat tulisan yang
mengangkat tentang “Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Perbankan dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang Money laundering”.Oleh karena itu
penulisan skripsi ini masih dikatakan orisinal dan keabsahannya dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan akademis. E.
Tinjauan Kepustakaan
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
21
1. Pengertian Perbankan Perbankan adalah lembaga keuangan yang berperan sangat vital dalam
aktivitas perdagangan internasional serta pembangunan nasional.Pada dunia ekonomi modern saat ini, Dan dapat dilihat dari makin maraknya
21
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan
minat masyarakat untuk menyimpan, berbisnis, bahkan sampai berinvestasi melalui perbankan. Hal ini semakin menyebabkan maraknya
dunia perbankan yang dapat dilihat dari tumbuhnya bank-bank swasta baru walaupun pemerintah semakin memperketat regulasi pada dunia
perbankan. Dimana kejahatan dibidang perbankan ini meliputi kejahatan dibidang usaha bank, rahasia bank, perizinan bank, serta pembinaan dan
pengawasan bank. Tindak pidana perbankan adalah tindak pidana sebagaimana yang dirumuskan di dalam undang-undang tentang
perbankan dan undang-undang tentang bank Indonesia. 2. Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Perbankan
Bank adalah salah satu tempat yang rawan praktik pencucian uang. Alasannya, tahapan-tahapan kejahatan ini umumnya dilakukan melalui transaksi
perbankan .
22
22
Philips Darwin, Op. Cit hal. 97
Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian yang bersifat ekonomi materiil maupun yang bersifat immateriil
yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.
Pengertian Tindak Pidana adalah Suatu perbuatan yang dilarang oleh
suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Dan dengan kata lain
perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu
keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.
Tindak Pidana Perbankan adalah merupakan Salah satu bentuk dari
tindak pidana di bidang ekonomi. Tindak pidana di bidang perbankan dilakukan dengan menggunakan bank sebagai sarana dan sasarannya. Secara umum bisa
dikatakan bahwa bentuk tindak pidana dibagi menjadi dua jenis, yaitu Kejahatan dan Pelanggaran. Kejahatan adalah sebagian dari perbuatan-perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana bagi siapa yang melakukannya. Pada dasarnya perbuatan kejahatan diatur dalam Buku Kedua KUH Pidana.Selain itu,
ada pula kejahatan yang diatur dalam undang-undang diluar KUH Pidana.Dengan demikian, kejahatan adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
yang termuat dalam Buku Kedua KUH Pidana dan undang-undang lain yang dengan tegas menyebutkan suatu perbuatan sebagai kejahatan.
Sebagaimana dikemukakan diatas, bahwa berbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melakukannya bukan
semata-mata kejahatan, tetapi meliputi juga pelanggaran. Pelanggaran ini pada pokoknya diatur dalam Buku Ketiga KUH Pidana dan undang-undang lain yang
menyebutkan secara tegas suatu perbuatan sebagai pelanggaran. Berkaitan dengan itu, memang dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
tentang perbankan telah dinyatakan secara tegas mengenai pembagian bentuk tindak pidana yang terdiri dari dua jenis, yaitu Kejahatan dan Pelanggaran.
Adapun mengenai tindak pidana kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan tersebut diuraikan berikut ini :
1. Tindak Pidana Kejahatan di Bidang Perbankan Menurut UU No. 10
Tahun 1998.
Adapun yang dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan dibidang perbankan menurut UU No. 10 Tahun 1998 adalah sebagaimana ditentukan dalam
ketentuan Pasal 51 ayat 1 UU No. 10 Tahun 1998 yaitu :
Pasal 51 ayat 1
: Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47. Pasal 48
ayat 1, Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50 A adalah kejahatan. Berkaitan dengan itu, dalam penjelasannya dikemukakan bahwa perbuatan-
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut dalam ayat ini digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap perbuatan-
perbuatan dimaksud akan dikenakan ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan apabila hanya sekedar sebagai pelanggaran.
2. Tindak Pidana Pelanggaran Di Bidang Perbankan Menurut UU No.
10 Tahun 1998.
Yang dikategorikan sebagai tindak pidana dibidang perbankan menurutUUNo. 10 Tahun 1998 adalah sebagaimana ditentukan dalam ketentuan
Pasal 51 ayat 2 yaitu :
Pasal 51 ayat 2 :
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat 2 adalah pelanggaran.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, jelaslah bahwa UU No. 10 Tahun 1998 mengenal dua jenis tindak pidana dibidang perbankan, yaitu
tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran. Terdapat dua istilah yang seringkali dipakai secara bergantian walaupun
maksud dan ruang lingkupnya bisa berbeda. Pertama, adalah “Tindak Pidana
Perbankan” dan kedua,“Tindak Pidana di Bidang Perbankan”. Yang pertama mengandung pengertian tindak pidana itu semata-mata dilakukan oleh bank atau
orang bank, sedangkan yang kedua tampaknya lebih netral dan lebih luas karena dapat mencakup tindak pidana yang dilakukan oleh orang di luar dan di dalam
bank atau keduanya.
23
3. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang Istilah “tindak pidana di bidang perbankan” dimaksudkan untuk
menampung segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank.Tidak ada pengertian formal
dari tindak pidana di bidang perbankan. Ada yang mendefinisikan secara popular, bahwa tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang menjadikan bank
sebagai sarana crimesthrough the bank dan sasaran tindak pidana itu crimes against the bank.
Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur- unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
24
23
Istilah “Tindak Pidana Di Bidang Perbankan dipergunakan oleh HAK Moch Anwar, SH dan Mardjono Reksodiputro, Lihat, HAK Moch Anwar, Tindak Pidana di Bidang Perbankan,
Bandung: Alumni,1986. Lihat juga Marjono Reksodiputro, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Kumpulan Karangan Buku Kesatu, Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan
Pengabdian Hukum, 1994, hal. 74
.
24
Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011, Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 8 tahun 2010 disebutkan bahwa
Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, dengan hasil tindak
pidana berupa harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana asal sebagai mana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1 yaitu:
Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga
kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m.
perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di
bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan
pidana penjara 4 empat tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia
Menurut Sutan Remy Sjahdeini
25
25
Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme PT. Pustaka Utama Grafitri, Jakarta 2004 hal. 1
yang dimaksud dengan tindak pidana pencucian uang atau money laundering adalah rangkaian kegiatan yang
merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana,dengan
cara antara lain dan terutama memasukkan uang tersebut kedalam sistem keuangan financial system, sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan
dari system keuangan itu sebagai uang yang halal. Adapun Pasal-Pasal yang mengatur tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang adalah sebagai berikut :
Pasal 3 :“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul
Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling banyak Rp.
10.000.000.000,- sepuluh miliar rupiah”.
Pasal 4 :“Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul,
sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama
20 dua puluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- lima miliar rupiah”.
Pasal 5
Ayat 1 :“Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau
menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- satu miliar rupiah”.
Ayat 2 :“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku bagi pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini”. Pasal 6
Ayat 1 :“Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan
terhadap Korporasi danatau Personil Pengendali Korporasi”. Ayat 2 :“Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana
Pencucian Uang :
a. dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi ; b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi ;
c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah,
dan d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.
Pasal 7 Ayat 1 :“Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana
denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,- seratus miliar rupiah”. Ayat 2 :“Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1, terhadap
Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa :
a. pengumuman putusan hakim; b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi;
c. pencabutan izin usaha; d. pembubaran danatau pelarangan Korporasi;
e. perampasan aset Korporasi untuk negara, danatau f. pengambilalihan Korporasi oleh negara.
Pasal 8 :“Dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun 4 empat bulan”.
Pasal 9 :
Ayat 1 :“Dalam hal Korporasi tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1, pidana denda tersebut diganti
dengan perampasan Harta Kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan”.
Ayat 2 : “Dalam hal penjualan Harta Kekayaan milik Korporasi yang dirampas sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 tidak mencukupi, pidana kurungan
pengganti denda dijatuhkan terhadap Personil Pengendali Korporasi dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar”.
Pasal 10 :
“Setiap orang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan RI yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat
untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal4, dan Pasal 5”.
Materi muatan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, antara
lain:
26
1. redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang;
2. penyempurnaan kriminalisasitindak pidana pencucian uang; 3. pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif;
4. pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa; 5. perluasan Pihak Pelapor;
6. penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang danatau jasa
lainnya; 7. penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan;
8. pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda transaksi; 9. perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap
pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean;
10. pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang;
11. perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan PPATK;
12. penataan kembali kelembagaan PPATK; 13. penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk
menghentikan sementara Transaksi; 14. penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana pencucian
uang; dan 15. pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak
pidana.
F. Metode Penelitian
26
http:id.wikipedia.orgwikiPencucian_uang diakses pada hari selasa, tanggal 25 Maret
2014, jam 16.30 wib
Dalam melengkapi penulisan skripsi ini, untuk lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka penulis menggunakan metode
penulisan antara lain:
1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian hukum normatif atau
disebut juga dengan jenis kepustakaan Library Research penelitian hukum normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data-data
sekunder yang berkaitan dengan mengenai peranan perbankan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang Money Laundering.
2. Sumber Data
Sebagaimana penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, didasarkan pada penelitian kepustakaan Library Research, yang dilakukan
dengan menghimpun data sekunder, yaitu: a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat secara umum
27
1. Undang-Undang Dasar 1945 dan sumber bahan hukum primer tersebut yang
terkait dengan pokok masalah yang akan diteliti antara lain:
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
5. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
27
Jhoni Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian hukum Normatif, Surabaya Jawa Timur. 2005
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar, karya ilmiah,
jurnal hukum, koran-koran atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier, yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, dan
internet juga menjadi bahan tambahan bagi penulisan penelitian ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian yang akan
dilakukan. 3. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelusuran dan analisis secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif untuk melihat pola kecendrungan mengenai
peranan perbankan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang.
G. Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasan harus diuraikan secara sistematis. maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang
teratur yang dibagi dalam beberapa bab yang dimana dalam hal ini saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut: BAB I
PENDAHULUAN Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar didalamnya terurai
mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, yang kemudian diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM HUKUM INDONESIA
Merupakan bab yang membahas tentang, pengertian dan unsur-unsur tindak pidana, serta pengaturan tindak pidana di bidang perbankan yang
meliputi pengaturan tindak pidana di bidang perbankan dan jenis tindak pidana dibidang perbankan.
BAB III PERANAN PERBANKAN DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Merupakan bab yang membahas tentang pengertian pencucian uang money laundering, tahap-tahap pencucian uang, pencegahan tindak
pidana perbankan dan pencegahan tindak pidana pencucian, hambatan dalam pencegahan tindak pidana perbankan dan tindak pidana
pencucian uang. BAB IV PENUTUP
Merupakan bab yang berisikan rangkuman mengenai kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dan saran yang
berguna bagi penyelesaian permasalahan tinjauan yuridis mengenai peranan perbankan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang
Money Laundering.
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM
HUKUM INDONESIA
A. PENGERTIAN DAN UNSUR -UNSUR TINDAK PIDANA
Pembentukan undang-undang kita telah menggunakan perkataan “Strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kita sebut sebagai “Tindak
Pidana”di dalam KUHP tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan “Strafbaarfeit”tersebut.
Pengertian tindak pidana belum ada kesatuan pendapat diantara para sarjana, dalam garis besarnya perbedaan pendapat tersebut terbagi dalam dua
aliran atau dua pandangan monistis dan pandangan dualistis. Menurut Moeljatno, pandangan monistis adalah bahwa para sarjana melihat keseluruhan tumpukan
syarat untuk adanya pidana kesemuanya itu merupakan sifat dari perbuatan, sedangkan pandangan dualistis adalah membedakan dengan tegas dapat
dipidananya perbuatan dan dipidana orangnya, dan sejalan ini dipisahkan, maka pengertian perbuatan pidana tidak meliputi pertanggungjawaban pidana.
28
Menurut Simon, Strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan
yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Van Hamel Berdasarkan pengertian dan pemisahan pandangan tersebut berikut ini
akan disebutkan pendapat para sarjana berdasarkan pandangan mereka masing- masing sehingga jelas letak perbedaannya.
1. Aliran Monistis
28
Sudarto, Hukum Pidana, Jilid. I A-B, Purwokerto : Fakultas Hukum Unsoed. Tahun. 1991, Hal. 25