Prinsip Akuntabilitas dan Transparansi Yayasan Dalam Rangka Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Wibawa, Her Kustriyadi, Verifikasi Dokumentasi dan Tandatangan Pencegahan dan Penindakan Kejahatan Perbankan dan Keuangan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Sjahdeini, Sutan Remy, Seluk-Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2004.

_____________, Seluk-Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007.

Ais, Chatamarrasjid, Badan Hukum Yayasan (Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai Suatu Badan Hukum Sosial), cet. 1, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2002.

_____________, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba, Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2000.

_____________, Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006, hal. 2.

Amirrudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

Sutedi, Adrian, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, Dan Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Setiadi, Edi dan Rena Yulia, Hukum Pidana Ekonomi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010).

Yenti Ganarsih, Kriminalisasi Pencucian Uang (Money laundering), cet. 1, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.

Nasution, Bismar, Rezim Anti-Money laundering Di Indonesia, (Bandung: Books Terrace & Library Pusat Informasi Hukum Indonesia, 2005).

Djumhana, Muhamad, Hukum Perbankan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006.


(2)

Bregstein, NH., Badan Hukum Yayasan (Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai Suatu Badan Hukum Sosial), Bandung: Mandar Madju, 2003. Soeroredjo, Hayati, Hukum Yayasan Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Soemitro, Rochmat, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Bandung: Alumni, 2002.

Sudewi, Sri Hukum dan Pribadi, Yogyakarta: Gajah Mada, 2004.

Untung, Budi, dkk, Reformasi Yayasan, Perspektif Hukum Dan Manajemen, Yogyakarta: Andi, 2002.

Widjaya, Gunawan, Yayasan Di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif, Jakarta: PT. Elexmedia Komputindo, 2001.

_____________, Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif, Jakarta: Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, 2002.

Widjaya, I.G.Rai, Hukum Perusahaan, Jakarta: Kesaint Blanc, 2002.

Bastian, Indra, Akuntansi Yayasan Dan Lembaga Politik, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007.

Supramono, Gatot, Hukum Yayasan di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Kusumastuti, Arie dan Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan Di Indonesia, Jakarta:

PT. Abadi, 2003.

_____________, Hukum Yayasan di Indonesia, Jakarta: Abadi, 2001.

Borahima, Anwar, Kedudukan Yayasan Di Indonesia: Eksistensi, Tujuan, Dan Tanggung Jawab Yayasan, ed.1, cet. 1, Jakarta: Kencana, 2010.

M., Rita, Risiko Hukum Bagi Pembina, Pengawas, dan Pengurus Yayasan, (Jakarta: Forum Sahabat, 2009).

Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Memahami Good Government Governance dan Good Coorporate Governance, Yogyakarta: Penerbit YPAPI, 2004.

Umar, Haryono, dkk, Akuntabilitas Konsep Dan Pengukuran, Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2004.


(3)

Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Akuntabilitas Dan Good Goverenance, Jakarta: Lembaga Admnistrasi Negara dan Badan Penagwas Keuangan dan Pembangunan, 2000.

Hutomo, YB. Sigit, Reformasi Yayasan Perspektif Hukum dan Manajemen, The Jakarta Consulting Group (Editor) 360o Approach on Fondation, Yogyakarta: Andi, 2002.

Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 20010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Surat kabar, Majalah, Internet

Supriadi, Tindak Pidana Pencucian Uang, http://www.negarahukum.com/hukum/1562.html.

Yunus Husein, “PPATK: Tugas, Wewenang, dan Peranannya Dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucuian Uang”, Jurnal Hukum Bisnis, (Volume 22 Nomor 3, 2003).

Anang, Money Laundering (Politik Cuci Uang),

http://meynyeng.wordpress.com/2010/03/26/money-laundering-politik-cuci-uang/.

Ni Komang Wiska Ati Sukariyani, Tinjauan Umum Mengenai Pencucian Uang,

http://www.scribd.com/doc/75635799/Tinjauan-Umum-Mengenai-Pencucian-Uang.

Supriadi, Tindak Pidana Pencucian Uang, http://www.negarahukum.com/hukum/1562.html.

Sutan Remi Sjahdeini, “Pencucian uang: Pengertian, Sejarah, Faktor-faktor Penyebab, dan Dampak bagi masyarakat”, Jurnal Hukum Bisnis, (Volume 22 Nomor 3, 2003).


(4)

Nurmalawaty, “Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dan Upaya Pencegahannya”, Jurnal Equality, Volume 11 Nomor 1 Februari 2006.

Yenti Garnasih, “Kebijakan Kriminalisasi dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, MIMBAR Hukum”, Vol. 19, Yogyakarta: 2007.

Anonim, Yayasan, http://id.wikipedia.org/wiki/Yayasan.

Dedi Koswara, Pengertian Yayasan,

http://tikmaalmuthmainnah.wordpress.com/2011/12/26/pengertian-yayasan/.

Anonim, Akuntabilitas, http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntabilitas.

Loina Lalolo Krina P., Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi

& Partisipasi,

http://goodgovernance.bappenas.go.id/gg/file/concept/good_governance.p df.

Silahudin, Good Governance, http://lskp2m.wordpress.com/2011/02/22/good-governance/.

Joe Fernandez, Partisipasi Dan Transparansi, http://www.ipcos.or.id/articles/32-participation/23-partisipasi-dan-transparansi-dalam-pembangunan.html. Hamid Abidin, Akuntabilitas dan Transparansi Yayasan, www.yahoo.com.

Chairul Akhmad dan Bilal Ramadhan, Pengurus Yayasan Fatmawati Simpan

Uang Century, Polisi Turun Tangan,

http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/11/12/09/lvxkj3-pengurus-yayasan-fatmawati-simpan-uang-century-polisi-turun-tangan. Fiddy Anggriawan, Rekening Yayasan Fatmawati Sebesar Rp59 M Disita,

http://news.okezone.com/read/2012/01/24/339/562494/rekening-yayasan-fatmawati-sebesar-rp59-m-disita.

Mahardika Satria Hadi, Uang Robert Tantular Mengalir Ke Yayasan Fatmawati, http://www.tempo.co/read/news/2011/12/07/063370339/Uang-Robert-Tantular-Mengalir-ke-Yayasan-Fatmawati.

Mega Putra Ratya, Sita Dana Century ke Yayasan Fatmawati, Polri Tunggu

Putusan Hakim,


(5)

Maria Yuniar, Polisi Menyita Duit Yayasan Fatmawati,

http://www.tempo.co/read/news/2012/04/27/063400057/Polisi-Menyita-Duit-Yayasan-Fatmawati.

Maria Natalia dan Laksono Hari W, Yayasan Fatmawati Tak Terlibat Uang Kotor Century,

http://nasional.kompas.com/read/2011/12/07/17323123/Yayasan.Fatmawa ti.Tak.Terlibat.Uang.Kotor.Century.


(6)

BAB III

KEBERADAAN YAYASAN DALAM SISTEM HUKUM INDONSIA

A. Pengertian Tentang Yayasan

Istilah Yayasan pada mulanya digunakan dari sebagai terjemahan dari istilah “stichting” dalam Bahasa Belanda dan “foundation” dalam Bahasa Inggris.52

Yayasan (Inggris: foundation) adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang. Di Indonesia, yayasan diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Rapat paripurna DPR pada tanggal 7 September 2004 menyetujui undang-undang ini, dan Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengesahkannya pada tanggal 6 Oktober 2004.

Sama halnya dengan istilah Yayasan yang berasal dari penterjemahan bahasa Belanda, lembaga Yayasan pun sebenarnya sejak zaman Hindia Belanda sudah dikenal dan banyak digunakan dalam masyarakat. Hal ini berlaku terus sampai Indonesia menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. Karena bentuknya yang sudah melekat pada masyarakat luas di Indonesia maka bentuk Yayasan tumbuh, hidup dan berkembang sehingga setiap kegiatan non profit yang dilembagakan akan memakai lembaga bentuk yayasan.

53

52

Chatamarassjid Ais (yang selanjutnya disebut dengan II), Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba, (Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2000), hal. 5.

53


(7)

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan dalam mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.54

Menurut NH. Bregstein, yayasan adalah:

55

“Suatu badan hukum, yang didirikan dengan suatu perbuatan hukum, yang tidak bertujuan untuk membagikan kekayaan dan sutau penghasilan kepada pendiri atau penguasanya di dalam yayasan itu, atau kepada orang-orang lain kecuali sepanjang mengenai yang terakhir ini adalah sesuai dengan tujuan yayasan yang idealistisi.”

Menurut Hayati Soeroredjo, yayasan harus bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan serta idealistis dan pasti tidak diperbolehkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan atau kesusilaan.56 Rochmat Soemitro, mengemukakan bahwa yayasan merupakan suatu badan hukum yang lazimnya bergerak di bidang sosial dan bukan menjadi tujuannya untuk mencari keuntungan, melainkan tujuannya ialah untuk melakukan usaha yang bersifat sosial.57

Sri Sudewi, merumuskan yayasan adalah sebagai setiap organisasi yang didirikan oleh seorang atau lebih dengan pernyataan sebelah pihak untuk tujuan

54

Dedi Koswara, “Pengertian Yayasan”, http://tikmaalmuthmainnah.wordpress.com/2011/12/26/pengertian-yayasan/, diakss pada 26

Desember 2011.

55

NH. Bregstein, Badan Hukum Yayasan (Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai Suatu Badan Hukum Sosial), (Bandung: Mandar Madju, 2003), hal. 110.

56

Hayati Soeroredjo, Hukum Yayasan Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 71.

57

Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, (Bandung: Alumni, 2002), hal. 161.


(8)

tertentu dengan menyisihkan harta kekayaan sendiri oleh pendirinya.58 Menurut pendapat maupun pandangan beberapa pakar hukum yayasan tersebut di atas, dan pengertian yayasan berdasarkan Undang-Undang Yayasan, maka sifat-sifat yayasan adalah sebagai berikut:59

1. Sosial

Dalam bidang sosial yang meliputi mendirikan rumah yatim piatu, mendirikan rumah pemeliharaan orang yang lanjut usia, mendirikan sekolah lemah mental, pendidikan informal seperti kursus-kursus keterampilan, pendidikan formal seperti pendidikan dari tingkat kelompok bermain sampai perguruan tinggi, kesenian, olah raga, dan perlindungan konsumen serta kegiatan usaha lainnya yang terkait.

2. Kegamaan

Dalam bidang keagamaan yang meliputi mendirikan rumah ibadah (masjid, vihara, gereja, klenteng), pesantren, pemeliharaan taman makam, menyalurkan infaq dan sedekah serta kegiatan usaha lainnya yang terkait. 3. Kemanusiaan

Dalam bidang kemanusiaan yang meliputi mendirikan rumah sakit, mendirikan poliklinik, mendirikan rumah singgah, pelayanan jenazah, penampungan pengungsi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup serta kegiatan usaha lainnya yang terkait.

58

Sri Sudewi, Hukum dan Pribadi, (Yogyakarta: Gajah Mada, 2004), hal. 32.

59

H. Budi Untung, dkk, Reformasi Yayasan, Perspektif Hukum Dan Manajemen, (Yogyakarta: Andi, 2002), hal. 16-17.


(9)

Menurut Gunawan Widjaya60

1. Yayasan jelas merupakan suatu kumpulan modal dan bukan kumpulan orang; , bahwa yayasan juga dimungkinkan didirikan berdasarkan surat wasiat. Ini berarti bahwa:

2. Dikatakan bukan kumpulan orang, karena yayasan dapat didirikan hanya oleh satu orang yang menyisihkan harta kekayaan pribadinya menjadi harta kekayaan awal yayasan; dan

3. Selanjutnya oleh karena akta pendirian yayasan harus dibuat dalam bentuk akta notaris, maka surat wasiat yang memungkinkan pendirian yayasan juga harus merupakan surat wasiat yang dibuat oleh atau dihadapan notaris.

Yayasan merupakan suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan mempunyai tujuan idiil.61 Yayasan berbeda dengan perkumpulan karena perkumpulan memiliki pengertian yang lebih luas, yaitu meliputi suatu persekutuan, koperasi, dan perkumpulan saling menanggung. Selanjutnya, perkumpulan terbagi atas 2 jenis, yaitu:62

1. Perkumpulan yang berbentuk badan hukum, seperti Perseroan Terbatas, koperasi, dan perkumpulan saling menanggung;

2. Perkumpulan yang tidak berbentuk badan hukum, seperti persekutuan perdata, CV, dan firma.

60

Gunawan Widjaya, Yayasan Di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif, (Jakarta: PT. Elexmedia Komputindo, 2001), hal. 11.

61

I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2002), hal. 60.

62

Indra Bastian, Akuntansi Yayasan Dan Lembaga Politik, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), hal. 1.


(10)

Yayasan memiliki perbedaan yang sangat jelas dengan perkumpulan. Yayasan memiliki sifat dan bertujuan sosial, keagamaan, kemanusiaan; tidak semata-mata mengutamakan keauntungan atau mengejar/mencari keuntungan dan penghasilan yang sebesar-besarnya; serta tidak mempunyai anggota. Sedangkan perkumpulan, bersifat dan bertujuan komersial; mementingkan keuntungan (profit oriented); serta mempunyai anggota.

Yayasan sebagai suatu badan hukum mampu dan berhak serta berwenang untuk melakukan tindakan-tindakan perdata. Pada dasarnya, keberadaan badan hukum yayasan bersifat permanen, yaitu hanya dapat dibubarkan memlaui persetujuan para pendiri atau anggotanya. Yayasan hanya dapat dibubarkan jika segala ketentuan dan persyaratan dalam anggaran dasarnya telah dipenuhi. Hal tersebut sama kedudukannya dengan perkumpulan yang berbentuk badan hukum, yaitu subyek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum dan yang menyandang hak dan kewajiban dapat digugat maupun menggugat di pengadilan.

Dengan demikian, yayasan dan perkumpulan yang berbentuk badan hukum mempunyai kekuatan hukum yang sama, yaitu sebagai subyek hukum dan dapat melakukan perbuatan hukum. Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh yayasan dan perkumpulan yang berbentuk badan hukum adalah sama, yaitu berhak untuk mengajukan gugatan dan berkewajiban untuk mendaftarkan perkumpulan atau yayasan kepada instansi yang berwenang untuk mendapatkan status badan hukum.63

63


(11)

B. Keberadaan Yayasan Dalam Sistem Hukum Indonesia

Yayasan di masa lalu, sebelum negara Republik Indonesia memiliki Undang-Undang Yayasan Tahun 2001, landasan hukumnya tidak begitu jelas, karena belum ada aturannya secara tertulis. Yayasan yang didirikan pada waktu itu menggunakan hukum kebiasaan yang ada dalam praktik. Demikian pula dalam menjalankan kegiatannya, mendasarkan pada hukum kebiasaan. Meskipun demikian, selama itu yayasan dikehendaki berstatus badan hukum. Belum adanya peraturan tertulis mengenai yayasan, berakibat tidak ada keseragaman hukum yang dijadikan dasar bagi sebuah yayasan dalam menjalankan kegiatan untuk dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan. Keadaan yang demikian tidak luput dari kelemahan yang dialami oleh yayasan.

Ada beberapa kelemahan yang dapat dijumpai dalam praktik, antara lain bahwa yayasan bersifat tertutup, status hukumnya tidak jelas, dan pengelolaannya belum ke arah profesional. Dengan belum adanya ketentuan tertulis tentang yayasan, menjadikan yayasan yang ada di negara kita pada waktu itu tampak bersifat tertutup. Sifat tertutup tersebut terasa di masyarakat, karena masyarakat pada umumnya tidak mengetahui tentang struktur organisasi suatu yayasan. Orang luar tidak mengetahui apa saja yang menjadi organ yayasan itu. Kemudian dari segi administrasi pendaftaran, tidak ada kewajiban bagi yayasan untuk melakukan pendaftaran ke salah satu instansi pemerintah, sehingga pihak pemerintah tidak dapat melakukan pengawasan terhadap kegiatan yayasan yang telah berdiri. Di samping itu juga tidak ada kewajiban bagi yayasan untuk mengumumkan dalam Berita Negara sehingga masyarakat tidak mengetahui secara resmi tentang adanya


(12)

yayasan. Dari segi keuangan, tidak ada kewajiban bagi yayasan untuk mengumumkan laporan tahunan dengan menempel di papan pengumuman yayasan atau diumumkan melalui surat kabar, sehingga masyarakat tidak dapat mengetahui kondisi suatu yayasan. Selain sifatnya tertutup, yayasan juga berstatus tidak jelas, apakah sebagai badan hukum atau tidak. Suatu organisasi dapat dikatakan sebagai badan hukum, harus melalui suatu proses yaitu adanya pengesahan dari pemerintah. Dengan tidak adanya peraturan tertulis tentang yayasan pada waktu itu, mengalami kesulitan untuk dapat mengatakan bahwa yayasan itu adalah badan hukum.

Di Indonesia setelah 56 tahun merdeka baru mempunyai peraturan mengenai yayasan, yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, yang diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2001 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4132, dan mulai berlaku sejak tanggal 6 Agustus 2002.

Pemberlakuan Undang-Undang Yayasan satu tahun setelah tanggal pengundangan, dimaksudkan agar masyarakat mengetahui dan memahami peraturannya dan dapat mempersiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan yayasan. Lambatnya membentuk Undang-Undang Yayasan dapat berakibat lambatnya masyarakat untuk menyesuaikan diri terhadap undang-undang tersebut terutama bagi yayasan yang telah berdiri sebelumnya, karena masyarakat telah terbiasa mengelola yayasan secara tradisional yang norma-normanya telah internalized atau mendarah daging. Sedangkan Undang-Undang


(13)

Yayasan dibentuk dengan tujuannya digunakan untuk melakukan perubahan masyarakat (agent of change),64 agar yayasan dapat sebagai lembaga yang dikelola secara profesional dan mampu berperan maksimal di masyarakat. Setelah Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 tersebut berjalan kurang lebih dua tahun, diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, yang diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 115 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4430, dan mulai berlaku sejak tanggal 6 Oktober 2005, satu tahun setelah diundangkan.65

Perubahan Undang Yayasan sesuai dengan konsideran Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 disebabkan karena Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 dalam perkembangannya belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, serta terdapat beberapa substansi yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran. Tujuan diubahnya undang-undang ini dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai yayasan, sehingga dapat mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang memuat 73 pasal, diantaranya sebanyak 21 pasal yang diubah dan tiga alinea dalam penjelasan umum yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004. Oleh karena itu, pasal-pasal yang tidak diubah dan penjelasan yang tidak diubah dalam

64

Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 8.

65


(14)

undang-undang tersebut masih berlaku. Dengan adanya perubahan tersebut, kedua undang-undang itu saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Dengan adanya perubahan tersebut, kedua undang-undang itu saling berkaitan dan merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Biasanya undang-undang yang mengalami perubahan ditulis dengan kata sambung juncto disingkat jo. yang artinya berhubungan. Jadi dalam hal ini, dengan adanya perubahan Undang Yayasan dimaksud, ditulis demikian: Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan. Adapula yang menulis seperti ini: Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004. Kedua cara penulisan itu tidak ada masalah, dan maksudnya tidak berbeda.

Sebagaimana telah diketahui di atas, bahwa suatu undang-undang dilakukan perubahan, tujuannya tidak lain adalah untuk memperbaiki peraturan yang ada di dalam undang-undang agar sesuai dengan keadaan perkembanggan zaman, namun di lain pihak perubahan itu membawa pengaruh kepada masyarakat akan mengalami perubahan karena masyarakat harus membaca dua undang-undang yang saling berkaitan.66

Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat

66


(15)

dan bertujuan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan amal dan kedermawanan secara terorganisasi dan sistematis. Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan itu dapat diwujudkan di dalam suatu lembaga yang telah diakui dan diterima keberadaannya. Bahkan ada pendapat mengatakan bahwa yayasan merupakan nirlaba, artinya tujuannya bukan mencari keuntungan, melainkan melaksanakan sesuatu yang bersifat amal.

Namun tidak semua yayasan yang ada dalam masyarakat itu didaftarkan untuk menjadikannya suatu badan hukum menurut peraturan yang berlaku. 67 Di Indonesia kegiatan sosial kemanusiaan yang dilakukan yayasan diperkirakan muncul dari kesadaran masyarakat kalangan mampu yang memisahkan kekayaannya untuk membantu masyarakat yang mengalami kesusahan.68

Pengakuan yayasan sebagai badan hukum berarti ada subyek hukum yang mandiri, yang secara teoritis adanya kekayaan yang terpisah tidak membagi kekayaan atau penghasilan kepada pendiri atau pengurusnya, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai organisasi yang teratur, dan didirikan dengan akta notaris.69 Ciri tersebut memang cocok dengan ciri-ciri badan hukum pada umumnya, yaitu adanya kekayaan yang terpisah, adanya tujuan tertentu, adanya kepentingan sendiri, dan adanya organisasi yang teratur.70

67

Arie Kusumastuti dan Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan Di Indonesia, (Jakarta: PT. Abadi, 2003), hal. 1.

68

Ibid.

69

Ibid., hal. 6.

70


(16)

Berdasarkan Undang-Undang Yayasan, legalisasi badan hukum adalah saat akta pendiriannya yang dibuat di hadapan Notaris dan disahkan oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan dan Hak Asasi Manusia. Yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.

Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan negara, bantuan luar negeri, dan sumbangan masyarakat sebagai akibat berlakunya suatu peraturan perundang-undangan wajib mengumumkan ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Yayasan yang mencakup kekayaan selama 10 tahun, sebelum Undang-Undang Yayasan diundangkan. Pengumuman ini tidak menghapus hak dari pihak berwajib untuk melakukan pemeriksaan, penyidikan, dan penuntutan apabila terjadi pelanggaran hukum.71

Setelah keluarnya Undang-Undang Yayasan, maka penentuan status badan hukum yayasan harus mengikuti ketentuan yang ada didalam undang-undang tersebut. Dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Dengan ketentuan tersebut dapat diketahui yayasan menjadi badan hukum karena undang-undang atau berdasarkan undang-undang bukan berdasarkan sistem terbuka yaitu berdasarkan pada kebiasaan, dokrin dan yurisprudensi. Modal awal yayasan berupa kekayaan pendiri yang dipisahkan dari kekayaan

71


(17)

pribadinya yang lain.72 Yayasan sebagai suatu badan hukum, memiliki hak dan kewajiban yang independen, yang terpisah dari hak dan kewajiban orang atau badan yang mendirikan yayasan, maupun para pengurus serta organ yayasan lainnya.73

Status badan hukum yang jelas pada sebuah yayasan diperoleh setelah ada akta pendirian yayasan, dan syarat-syarat pendiriannya adalah sebagai berikut: 1. Didirikan oleh satu orang atau lebih.

2. Ada kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendirinya.

3. Dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam Bahasa Indonesia.

4. Harus memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.

5. Diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

6. Tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain atau bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan.

7. Nama yayasan harus didahului dengan kata “yayasan”.

Selanjutnya menurut Chatamarrasjid Ais, suatu yayasan sekurang-kurangnya harus meliputi hal-hal sebagai berikut:74

1. Harus bertujuan sosial dan kemanusiaan;

2. Tujuan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan;

72

Chatamarrasjid Ais (III), Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 2.

73

Gunawan Wijaya, Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif, (Jakarta: Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, 2002), hal. 4.

74


(18)

3. Dana yayasan berasal dari harta kekayaan para pendiri yang dipisahkan dan sumbangan masyarakat;

4. Kekayaan yang dipisahkan harus sesuai dengan tujuan pendirian yayasan; 5. Fasilitas yang diperoleh dan dana yang berhasil dihimpun harus digunakan

sesuai dengan tujuan yayasan;

6. Yayasan dapat melakukan usaha yang menghasilkan laba, tapi bukan merupakan tujuan dan harus digunakan untuk tujuan sosial;

7. Yayasan harus terbuka untuk partisipasi masyarakat; 8. Pertanggungjawaban pengurus yayasan harus jelas;

9. Yayasan harus ditujukan untuk menegakkan hak asasi manusia dan keadilan sosial;

10. Kalau yayasan bubar, kekayaan yayasan harus dilimpahkan pada badan atau yayasan yang bertujuan sama atau hampir sama; dan

11. Yayasan baik pendiriannya maupun pengaturan lainnya harus diatur oleh atau dengan undang-undang.

Ketentuan tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu yayasan sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah berdirinya yayasan tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam undang-undang ini.Dalam lalu lintas hukum di Indonesia, keberadaan yayasan sudah diakui oleh masyarakat Indonesia. Berbagai macam yayasan dengan berbagai karakteristiknya dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kenyataannya keberadaan yayasan tumbuh dan berkembang begitu pesat dengan berbagai kegiatan, maksud, dan tujuannya. Selama ini keberadaan yayasan mulai dari proses berdiri, kinerja


(19)

dan pembubarannya dilakukan berdasarkan atas kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat maupun yurisprudensi dari Mahkamah Agung.

Undang-Undang Yayasan isinya selain bersifat mengatur, juga bersifat memaksa. undang-undang ini bukan hanya berlaku terhadap yayasan yang didirikan setelah Undang-Undang Yayasan tersebut berlaku, melainkan berlaku pula terhadap yayasan yang ada sebelum Undang-Undang Yayasan tersebut ada. Pada prinsipnya, terkait status badan hukum, yayasan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan, berdasarkan pada yurisprudensi dan doktrin, tetap diakui menjadi badan hukum apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang Yayasan tersebut.

C. Pengaturan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, hal tersebut dimaksudkan untuk lebih menjmain kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemaaman yang benar kepada masyarakat mengenai yayasan, sehingga dapat mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, kemanusiaan, dan keagamaan. Perubahan Undang-Undang Yayasan dilakukan bukan untuk penggantian undang-undang, dalam arti undang-undang yang lama diganti dengan yang baru. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tidak menggganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001. Perubahan itu hanya sekadar mengubah sebagian pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tidak sampai mengubah seluruh pasal


(20)

dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.

Menurut Undang-Undang Yayasan, disebutkan dengan tegas menyatakan bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.75

Ada 4 (empat) prinsip yang harus dimiliki Yayasan sesuai dengan harapan Undang-Undang Yayasan, yakni:

Dari ketentuan tersebut, maka pengurus mempunyai tanggung jawab agar dapat mengelola harta kekayaan yang dipisahkan tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada akta pendirian yayasan. Dalam melakukan pengelolaan harta tersebut sepenuhnya diarahkan untuk dapat mencapai tujuan pendirian yayasan dengan melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha yayasan yang sebaik mungkin.

76

1. Kemandirian Yayasan sebagai badan hukum; 2. Keterbukaan seluruh kegiatan Yayasan; 3. Akuntabilitas publik; dan

4. Prinsip nirlaba.

Prinsip yang ingin diwujudkan dalam ketentuan Undang-Undang Yayasan adalah kemandirian yayasan sebagai badan hukum, keterbukaan seluruh kegiatan yang dilakukan yayasan, dan akuntabilitas kepada masyarakat mengenai apa yang telah dilakukan oleh yayasan, serta prinsip nirlaba yang merupakan prinsip yang

75

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 1 angka (1).

76

Helex Wirawan, “Tanggung Jawab Hukum Bagi Organ Yayasan”, http://www.baganintheworld.com/tanggung-jawab-hukum-bagi-organ-yayasan/.


(21)

fundamental bagi suatu yayasan. Namun, prinsip yang sangat menonjol adalah prinsip akuntabiitas dan transparansi yayasan, yang bahkan telah dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Yayasan alinea 4 (empat).

Dalam Undang-Undang Yayasan diatur tentang kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus dan pengawas.77

Dalan ketentuan Undang-Undang Yayasan menyatakan bahwa:

Dengan adanya ketentuan ini maka dengan sendirinya setiap pengurus yayasan tidak dibenarkan menerima pengalihan harta yayasan dengan alasan apapun.

78

1. Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus dan pengawas.

2. Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan dalam anggaran dasar yayasan bahwa pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium, dalam hal pengurus yayasan :

a. Bukan pendiri yayasan dan tidak terafiliasi dengan pendiri, pembina, dan pengawas; dan

77

Ibid.

78

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 5.


(22)

b. Melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh.

3. Penentuan mengenai gaji, upah, atau honorarium sebagai-mana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh pembina sesuai dengan kemampuan kekayaan yayasan.”

Undang-Undang Yayasan menyatakan bahwa:79

1. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal.

2. Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.

3. Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat.

4. Biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

5. Dalam hal yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan oleh orang asing atau bersama-sama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian yayasan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Guna mendapatkan status badan hukum sebuah yayasan harus melalui proses pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Yayasan, ditentukan bahwa:80

1. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian yayasan

79

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 9.

80

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 11.


(23)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), memperoleh pengesahan dari Menteri.

2. Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan kepada Menteri melalui notaris yang membuat akta pendirian yayasan tersebut.

3. Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib menyampaikan permohonan pengesahan kepada menteri dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian yayasan ditandatangani.

4. Dalam memberikan pengesahan akta pendirian yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

5. Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib menyampaikan jawaban dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan diterima.

6. Permohonan pengesahan akta pendirian yayasan dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

Ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Yayasan menyatakan bahwa:81

1. Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang dianggap

81

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 14.


(24)

perlu.

2. Anggaran dasar yayasan sekurang-kurangnya memuat: a. Nama dan tempat kedudukan;

b. Maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;

c. Jangka waktu pendirian;

d. Jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda;

e. Cara memperoleh dan penggunaan kekayaan;

f. Tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota pembina, pengurus, dan pengawas;

g. Hak dan kewajiban anggota pembina, pengurus, dan pengawas; h. Tata cara penyelenggaraan rapat organ yayasan;

i. Tetentuan mengenai perubahan anggaran dasar; j. Penggabungan dan pembubaran yayasan; dan

k. Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan yayasan setelah pembubaran.

3. Keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya nama, alamat, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan pendiri, pembina, pengurus, dan pengawas.

4. Jumlah minimum harta kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi Pendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


(25)

Berdasarkan Undang-Undang Yayasan, wewenang pengesahan Yayasan berada di tangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Notaris wajib mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam jangka waktu 10 hari sejak Yayasan ditandatangani.

Guna mencegah kesamaan nama dalam yayasan maka dalam Undang-Undang Yayasan, ditentukan bahwa:82

1. Yayasan tidak boleh memakai nama yang:

a. Telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain; atau

b. Bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan. 2. Nama yayasan harus didahului dengan kata “yayasan”.

3. Dalam hal kekayaan yayasan berasal dari wakaf, kata “wakaf” dapat ditambahkan setelah kata “yayasan”.

4. Ketentuan mengenai pemakaian nama yayasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam Undang-Undang Yayasan menyatakan bahwa:83

1. Kekayaan yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang.

2. Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kekayaan yayasan dapat diperoleh dari:

82

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 15.

83

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 26.


(26)

a. Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat; b. Wakaf;

c. Hibah;

d. Hibah wasiat; dan

e. Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Dalam hal kekayaan yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku ketentuan hukum perwakafan.

4. Kekayaan yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.

Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat adalah sumbangan atau bantuan sukarela yang diterima yayasan, baik dari negara, bantuan luar negeri, masyarakat, maupun pihak lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan yang dimaksud dengan perolehan lain, misalnya dividen, bunga tabungan bank, sewa gedung, dan perolehan dari hasil usaha yayasan. Jika kekayaan yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku ketentuan hukum perwakafan. Kekayaan yayasan yang dimiliki tersebut dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Dalam hal tertentu, negara dapat memberikan bantuan kepada yayasan.84

Undang-Undang Yayasan tidak mengatur tentang tanggung jawab pendiri yayasan, sebelum yayasan didirikan. Setelah yayasan didirikan, jelas pendiri menjadi hilang tidak ada pendiri yayasan dapat menduduki jabatan sebagai

84


(27)

pembina. Namun pihak lainpun dapat menjadi pembina sepanjang memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Tanggung jawab terhadap tindakan yang diambil yayasan sebelum disahkan sebagai badan hukum berada di tangan pengurus. Karena semua tindakan yang dilakukan atas nama yayasan setelah yayasan didirikan dilakukan oleh pengurus.

Sebelum diundangkannya Undang-Undang Yayasan di Indonesia, dalam praktiknya yayasan tidak mempunyai anggota, melainkan hanya pengurus. Dari hasil penelitian yang dilakukan ternyata belum ada keseragaman dalam kepengurusan yayasan. Bermacam-macam istilah untuk penyebutan pengurus. Selain pengurus, dijumpai pula pengurus harian, dewan pendiri, dewan penyantun, dewan pelindung, dewan kehormatan, dewan penasihat, dan sebagainya, bahkan ada yang sangat keliru dengan menyebutkan anggota. Keseragaman yang dimiliki oleh yayasan adalah struktur pengurusnya terdiri dari; ketua, sekretaris, dan bendahara.85

Yayasan sangat tergantung pada wakil-wakilnya dalam melakukan perbuatan hukum, karenanya agar yayasan dapat dengan mudah melakukan perbuatan hukum tersebut yayasan harus mempunyai organ. Ketiadaan organ menyebabkan yayasan tidak dapat berfungsi dan mencapai maksud dan tujuan pendiriannya. Dalam menjalankan kegiatan usahanya yayasan dibina, diurus, dan Setelah diundangkannya Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001, maka terhadap pengurus yayasan yang sekarang dikenal dengan organ yayasan, terdiri dari pembina, pengurus dan pengawas.

85

Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan Di Indonesia: Eksistensi, Tujuan, Dan Tanggung Jawab Yayasan, ed.1, cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 208.


(28)

diawasi oleh organ yayasan. Yang termasuk sebagai organ yayasan adalah:86 1. Pembina;

2. Pengurus; 3. Pengawas.

Mengenai organ-organ dalam yayasan, dalam Undang-Undang Yayasan mengatakan bahwa “Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas.”87

1. Pembina

Dalam Undang-Undang Yayasan dan dalam anggaran dasar yayasan, ditentukan bahwa pembina adalah orang yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas yang meliputi kewenangan mengenai:88

a. Keputusan untuk melakukan perubahan anggaran dasar yayasan;

b. Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas yayasan;

c. Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan;

d. Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan; dan e. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.

86

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan di Indonesia, (Jakarta: Abadi, 2001), hal. 93.

87

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 2.

88

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 28.


(29)

Pihak yang dapat diangkat menjadi anggota adalah orang perseorangan yang merupakan pendiri yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Menurut Undang-Undang Yayasan, dikatakan bahwa “Anggota pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota pengurus dan/atau anggota pengawas.”89

2. Pengurus

Undang-Undang Yayasan menentukan bahwa “Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan.” 90 Pengurus yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Ini berarti setiap pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan. Dalam menjalankan tugasnya tersebut, pengurus tidak harus melakukannya sendiri, pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan yayasan. Untuk keperluan itu maka segala ketentuan yang berhubungan dengan syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan harus diatur dalam anggaran dasar Yayasan.91

89

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 29.

90

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 31 ayat (1).

91

Rita M, Risiko Hukum Bagi Pembina, Pengawas, dan Pengurus Yayasan, (Jakarta: Forum Sahabat, 2009), hal. 71-72.


(30)

Pihak yang dapat diangkat menjadi pengurus adalah orang perseorangan yang mampu dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Sama halnya larangan bagi pembina, maka pengurus pun dilarang untuk merangkap sebagai pembina atau pengawas Yayasan.

Menurut Undang-Undang Yayasan, ditentukan bahwa “Pengurus yayasan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat pembina.”92

3. Pengawas

Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian pengurus dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian tersebut dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan pembatalan diajukan.

Dalam Pasal 40 Undang-Undang Yayasan, ditentukan bahwa Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Yayasan memiliki Pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Pengawas yang wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya diatur dalam Anggaran Dasar. Pihak yang dapat diangkat menjadi Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum. Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus. Menurut Pasal 42

92

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 34 ayat (1).


(31)

Undang Yayasan, dikatakan bahwa “Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan yayasan.”

Dalam Undang-Undang Yayasan, ditentukan bahwa pengawas yayasan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat pembina. Dalam hal pengangkatan, pemberhentian dan penggantian pengawas dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian Pengawas tersebut dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan pembatalan diajukan.93

Mengenai laporan tahunan yayasan yang terdapat dalam Undang-Undang Yayasan, ditentukan bahwa:94

1. Pengurus wajib membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha Yayasan.

2. Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan dokumen keuangan Yayasan berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan.

93

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 46.

94

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 48.


(32)

Ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Yayasan, ditentukan bahwa:95

1. Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) bulan terhitung sejak tanggal tahun buku yayasan ditutup, pengurus wajib menyusun laporan tahunan secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya:

a. Laporan keadaan dan kegiatan yayasan selama tahun buku yang lalu serta hasil yang telah dicapai;

b. Laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan laporan keuangan.

2. Dalam hal Yayasan mengadakan transaksi dengan pihak lain yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi Yayasan, transaksi tersebut wajib dicantumkan dalam laporan tahunan.

Prinsip akuntabilitas dan transparansi juga dapat dilihat dalam Undang-Undang Yayasan, ditentukan bahwa:96

1. Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor Yayasan.

2. Ikhtisar laporan keuangan yang merupakan bagian dari ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi Yayasan yang:

95

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 49.

96

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 52.


(33)

a. Memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau pihak lain sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih, dalam 1 (satu) tahun buku; atau

b. Mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) atau lebih.

3. Laporan keuangan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib diaudit oleh Akuntan Publik.

4. Hasil audit terhadap laporan keuangan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada Pembina Yayasan yang bersangkutan dan tembusannya kepada Menteri dan instansi terkait.

5. Laporan keuangan disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.

Sedangkan mengenai pemeriksaan terhadap yayasan menurut Undang-Undang Yayasan, ditentukan bahwa:97

1. Pemeriksaan terhadap Yayasan untuk mendapatkan data atau keterangan dapat dilakukan dalam hal terdapat dugaan bahwa organ Yayasan:

a. Melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan Anggaran Dasar;

b. Lalai dalam melaksanakan tugasnya;

c. Melakukan perbuatan yang merugikan yayasan atau pihak ketiga; atau d. Melakukan perbuatan yang merugikan negara.

97

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 53.


(34)

2. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan disertai alasan.

3. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.

Dalam Undang-Undang Yayasan ditentukan bahwa yayasan akan bubar karena:98

1. Jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir;

2. Tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai;

3. Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan:

a. Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;

b. Tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau

c. Harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut.

Sedangkan mengenai ketentuan pidana yang terletak dalam Undang-Undang Yayasan menentukan bahwa: 99

1. Setiap anggota organ Yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana

98

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 62.

99

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 70.


(35)

dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

2. Selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan.

Ketentuan peralihan yang terletak dalam Undang-Undang Yayasan, ditentukan bahwa:100

1. Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, yayasan yang:

a. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau

b. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait; tetap diakui sebagai badan hukum dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini mulai berlaku, yayasan tersebut wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan undang-undang ini. 2. Yayasan yang telah didirikan dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan undang-undang ini, dan mengajukan permohonan kepada menteri dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini mulai berlaku.

100

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 71.


(36)

3. Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib diberitahukan kepada menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian.

4. Yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan kata “yayasan” di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.”


(37)

BAB IV

PENERAPAN PRINSIP AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI YAYASAN DALAM RANGKA MENCEGAH PRAKTIK PENCUCIAN

UANG (MONEY LAUNDERING)

A. Pengertian Tentang Prinsip Akuntabilitas

Secara harfiah, konsep akuntabilitas atau dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan “accountability” berasal dari dua kata, yaitu “account” (rekening, laporan, catatan) dan “ability” (kemampuan). Akuntabilitas bisa diartikan sebagai kemampuan menunjukkan laporan atau catatan yang dapat dipertanggungjawabkan. Responsibility juga diartikan sebagai “tanggung jawab”. Pengertian akuntabilitas dan responsibilitas seringkali diartikan sama. Padahal maknanya jelas sangat berbeda. Beberapa ahli menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan birokrasi, responsibilitas merupakan otoritas yang diberikan atasan untuk melaksanakan suatu kebijakan. Sedangkan akuntabilitas merupakan kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut.

Akuntabilitas (accountability) yaitu berfungsinya seluruh komponen penggerak jalannya kegiatan perusahaan, sesuai tugas dan kewenangannya masing-masing. Definisi yang sama disebutkan bahwa akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawabannya.


(38)

Akuntabilitas merupakan istilah yang terkait dengan tata kelola pemerintahan sebenarnya agak terlalu luas untuk dapat didefinisikan.101 Akan tetapi, hal ini sering dapat digambarkan sebagai hubungan antara yang menyangkut saat sekarang ataupun masa depan, antar individu, kelompok sebagai sebuah pertanggungjawaban kepentingan merupakan sebuah kewajiban untuk memberitahukan, menjelaskan terhadap tiap-tiap tindakan dan keputusannya agar dapat disetujui maupun ditolak atau dapat diberikan hukuman bilamana diketemukan adanya penyalahgunaan kewenangan. 102

Menurut Lawton dan Rose, akuntabilitas dapat dikatakan sebagai sebuah proses seorang atau sekelompok orang yang diperlukan untuk membuat laporan aktivitas mereka dan dengan cara yang mereka sudah atau belum ketahui untuk melaksanakan pekerjaan mereka.103 Akuntabilitas berarti adanya kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala tindak-tanduk dan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan mandat/amanah yang diembannya kepada pihak yang lebih tinggi/atasannya. Dalam hal ini terminologi akuntabilitas lebih dilihat dari sudut pandang tindakan pengendalian dalam rangka pencapaian tujuan.104

101

Anonim, “Akuntabilitas”, http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntabilitas.

Pihak yang diberikan mandat/amanah harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas tugas yang telah dipercayakan kepadanya dengan jawaban atas tugas yang telah dipercayakan kepadanya dengan mengungkapkannya segala sesuatu yang

102

Ibid. 103

Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Memahami Good Government Governance dan Good Coorporate Governance, (Yogyakarta: Penerbit YPAPI, 2004), hal 68.

104

Haryono Umar, dkk, Akuntabilitas Konsep Dan Pengukuran, (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2004), hal. 22.


(39)

dilakukan, dilihat, dirasakan, baik yang mencermimnkan keberhasilan maupun kegagalan. Dalam hal ini si penerima mandat/amanah harus dapat melaporkan keberhasilan yang telah dicapai dan berani mngungkapkan dalam laporannya smua kegagalan yang trjadi berkaitan dengan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pihak yang lebih tinggi.105

Aspek yang terkandung dalam pengertian akuntabilitas adalah bahwa publik mempunyai hak untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pihak yang mereka beri kepercayaan. Media pertanggungjawaban dalam konsep akuntabilitas tidak terbatas pada laporan pertanggungjawaban saja, tetapi mencakup juga praktik-praktik kemudahan si pemberi mandat mendapatkan informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun tulisan.

Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyimpulkan akuntabilitas sebagai kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui pertanggungjawaban secara periodik.106

105

Ibid., hal 15-16.

Sumber daya ini merupakan masukan bagi individu maupun unit organisasi yang seharusnya dapat diukur dan diidentifikasikan secara jelas. Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dari karyawan organisasi sehingga tercapai kelancaran dan keterpautan dalam mencapai tujuan organisasi yang telah

106

Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Akuntabilitas Dan Good Goverenance, (Jakarta: Lembaga Admnistrasi Negara dan Badan Penagwas Keuangan dan Pembangunan, 2000), hal. 23.


(40)

ditetapkan.

Dari berbagai definisi akuntabilitas seperti tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik. Wujud dari sumber daya tersebut pada umumnya berupa sumber daya manusia, dana, sarana prasarana,dan metode kerja.

Dalam yayasan, pengelola (pengurus dan pengawas) bertanggung jawab kepada Pembina yang disampaikan dalam Rapat Pembina yang diadakan setahun sekali. Pola Akuntabilitas di yayasan bersifat vertikal dan horizontal. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability) adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, seperti pertanggungjawaban yayasan kepada pembina. Akuntabilitas horizontal (horizontal accountability) adalah pertanggungjawaban ke masyarakat luas. Kedua jenis akuntabilitas sektor publik tersebut merupakan elemen penting dari proses akuntabilitas publik. Akuntabilitas manajemen (managerial accountability) merupakan bagian terpenting bagi kredibilitas manajemen di yayasan. Tidak terpenuhinya prinsip akuntabilitas tersebut dapat menimbulkan implikasi yang luas.107 Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban manajemen melalui pengawasan efektif berdasarkan kesetaraan dan keseimbangan kekuasaan antara organ-organ yayasan.

107


(41)

B. Pengertian Tentang Prinsip Transparansi

Transparansi adalah suatu proses keterbukaan dari para pengelola manajemen, utamanya manajemen publik, untuk membangun akses dalam proses pengelolaannya sehingga arus informasi keluar dan masuk secara berimbang. Jadi dalam proses transparansi, informasi bukan saja diberikan oleh pengelola manajemen publik tetapi masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi yang menyangkut kepentingan publik. Kesadaran ini akan mengubah cara pandang manajemen publik di masa mendatang. Masyarakat tidak lagi pasif menunggu informasi dari pemerintah atau dinas-dinas penerangan pemerintah tetapi mereka berhak mengetahui segala sesuatu yang menyangkut keputusan dan kepentingan publik.108

Transparansi harus seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Keterbukaan membawa konsekuensi adanya kontrol yang berlebih-lebihan dari masyarakat dan bahkan oleh media massa. Karena itu, kewajiban akan keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang jelas dari para aparat publik tentang jenis informasi apa saja yang mereka berikan dan pada siapa informasi tersebut diberikan.109

Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai

108

Joe Fernandez, “Partisipasi Dan Transparansi”, http://www.ipcos.or.id/articles/32-participation/23-partisipasi-dan-transparansi-dalam-pembangunan.html.

109

Loina Lalolo Krina P., “Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi & Partisipasi”, http://goodgovernance.bappenas.go.id/gg/file/concept/good_governance.pdf.


(42)

agar dapat dimengerti dan dipantau. Transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.110 Dengan singkat dapat diartikan bahwa transparansi merupakan keterbukaan dalam pengelolaan pemerintahan dan pengelolaan lingkungan ekonomi.111

Dalam mewujudkan transparansi, sebuah perusahaan, organisasi, ataupun lembaga harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Contohnya, dalam laporan keuangan yang wajib diungkapkan secara objektif dan mudah dimengerti. Selain laporan keuangan disarankan juga mengungkapkan informasi non-finansial yang diperlukan bagi semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk mengambil berbagai keputusan.

Transparansi merupakan suatu prinsip yang sangat penting dalam suatu badan usaha. Prinsip ini menjamin adanya pengungkapan ataupun keterbukaan segala informasi yang berkaitan dengan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan badan usaha secara tepat waktu dan akurat.

Pengertian transparansi memberikan suatu petunjuk agar pelaku kunci yang terlibat untuk bertanggung jawab dan menjamin kinerja pelayanan publik yang baik. Prinsip transparansi merupakan pelaksanaan keterbukaan dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak terkait atas pelaksanaan kewenangan yang

110

Silahudin, “Good Governance”, http://lskp2m.wordpress.com/2011/02/22/good-governance/.

111


(43)

diberikan padanya. Prinsip ini terutama berkaitan erat dengan keterbukaan terhadap efektivitas kegiatan dalam pencapaian sasaran atau target kebijakan ataupun program yang telah ditetapkan. Transparansi mempunyai karakteristik:112 1. Adanya tujuan yang telah ditetapkan;

2. Penentuan standard yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan; 3. Mendorong penerapan atau pemakaian standarisasi;

4. Mengembangkan standard organisasi dan operasional secara ekonomis. Transparansi yayasan menurut Undang-Undang Yayasan adalah:113

1. Pendokumentasian kegiatan usaha organisasi non profit (ornop) dan bukti pembukuan serta data pendukung administrasi keuangan;

2. Adanya mekanisme laporan tahunan (keadaan dan kegiatan yayasan), laporan keuangan serta catatan lainnya;

3. Laporan tahunan di papan kantor, standard akuntansi, pengumuman di surat kabar dan audit independent (kondisi tertentu).

Yayasan menerapkan transparansi dalam beberapa model, yaitu:114

1. Model legalisme (legalism model) yaitu model yang berdasarkan hukum, misalnya Undang-Undang Yayasan. Dalam hal ini adanya keharusan audit independent untuk kepentingan publik;

2. Model asositisme (associatism model) yaitu model yang berdasarkan kesepakatan sosial atau konsorsium. Dalam hal ini adanya kesepatan atas bentuk pelaporan tahunan, misalnya standard laporan Ikatan Akuntan

112

YB. Sigit Hutomo, Op. Cit., hal. 144.

113

Hamid Abidin, Akuntabilitas dan Transparansi Yayasan, www.yahoo.com.

114


(44)

Indonesia;

3. Model komunalisme (communalism model) yaitu model yang berdasarkan kesepakatan komunitas atau masyarakat konstituen. Dalam hal ini masyarakatlah yang menentukan model terhadap kinerja yayasan.

Pada hakekatnya tujuan transparansi pada yayasan mencakup:115

1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola yayasan secara tepat, efisien, dan ekonomis atas aktivitas dan sumber daya ekonomis;

2. Memberikan informasi yang memungkinkan para pengurus yayasan melaporkan pelaksanaan tanggung jawab mengelola secara tepat dan efektif.

Bagi manajemen yayasan, transparansi informasi digunakan sebagai proses pengendalian manajemen mulai dari strategi perencanaan, penyusunan program sampai dengan pelaporan kinerja. Dan transparansi tersebut mencakup penyediaan informasi bagi donator, pemerintah dan publik pada umumnya.

Untuk mengembangkan transparansi yang baik dan sehat, yayasan perlu membangun sistem pengendalian manajemen yang dirancang untuk meningkatkan upaya pencapaian tujuan organisasi dan untuk menilai efektivitas sistim pengendalian manajemen dalam pencapaian tujuan. Pengelolaan yayasan secara profesional dan efisien dengan penerapan prinsip transparansi dalam setiap kegiatan operasionalnya sudah merupakan kebutuhan pokok pada masa sekarang ini.

115


(45)

C. Penerapan Prinsip Akuntabilitas Dan Transparansi Yayasan Dikaitkan Dengan Pencegahan Praktik Pencucian Uang

Penerapan atau perbuatan mempraktikkan suatu prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam yayasan dapat dilihat dari aturan yang terletak dalam Undang-Undang Yayasan itu sendiri. Hal ini diketahui dari peraturan yang menyangkut mengenai kekayaan yayasan yang dapat diperoleh dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat, dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut harus dapat dipastikan bahwa kekayaan yang diperoleh yayasan bukanlah merupakan suatu hasil tindak pidana pencucian uang. Maka organ yayasan yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas harus dapat lebih cermat dan teliti untuk dapat mengelola harta kekayaan yayasan dengan menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi untuk mencegah terjadinya praktik tindak pidana pencucian uang dalam yayasan.

Selain itu, kedua prinsip ini dapat dilihat dalam Undang-Undang Yayasan mengenai laporan tahunan. Sesuai dengan Pasal 48 (1) di atas, hal ini merupakan bentuk penerapan prinsip transparansi dalam manajemen kegiatan usaha yayasan berkaitan dengan penyediaan informasi bagi kinerja yayasan, secara tekhnis transparansi dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban dari pihak yang dipercaya (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, laporan dan mengungkapkan segala aktivitas serta kegiatan kepada pemberi kepercayaan (principal) yang


(46)

memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. 116 Dalam konteks yayasan, organ yayasan dalam (hal ini pengurus) berperan sebagai pihak yang diberi kepercayaan (agent) dan publik atau masyarakat berperan sebagai pemberi kepercayaan (principal), sedangkan pengawas yayasan berperan sebagai internal auditor yang berfungsi sebagai penjamin bahwa pengurus telah melakukan kegiatan yayasan sesuai dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan.117

Dalam Pasal 52 Undang-Undang Yayasan, hasil laporan keuangan yayasan yang diaudit oleh akuntan publik disampaikan kepada pembina yayasan yang bersangkutan dan tembusannya kepada menteri dan instansi terkait. Akuntan publik tersebut haruslah melaksanakan kewajibannya dengan penuh bertanggung jawab sehingga kekayaan yang dimiliki oleh yayasan dalam jumlah tertentu dapat diketahui oleh masyarakat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.

Menurut Chatamarrasjid Ais:118

“Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, diharapkan akan menjadi dasar hukum yang kuat dalam mengatur kehidupan Yayasan di Indonesia, serta menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar Yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.”

Pengelolaan yayasan yang profesional adalah pengelolaan yayasan yang memiliki prinsip keterbukaan dan akuntabilitas. Penjelasan Undang-Undang TPPU alinea 4 (empat) berbunyi:

116

YB. Sigit Hutomo, Reformasi Yayasan Perspektif Hukum dan Manajemen, The Jakarta Consulting Group (Editor) 360o Approach on Fondation, (Yogyakarta: Andi, 2002), hal. 143.

117

Ibid.

118


(47)

“Selain itu, mengingat peranan Yayasan dalam masyarakat dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat, maka penyempurnaan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dimaksudkan pula agar Yayasan tetap dapat berfungsi dalam usaha mencapai maksud dan tujuannya di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.”

Penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi yayasan dikaitkan dengan pencegahan praktik pencucian uang tersebut dapat dilihat dalam contoh kasus berikut:

Yayasan Fatmawati yang menerima uang pembayaran119/aliran dana dari pemilik Bank Century, Robert Tantular,120 yang masing-masing sebesar Rp 2 miliar, Rp 8 miliar, dan Rp 15 miliar. Dari jumlah total Rp 25 miliar, sebesar Rp 20 miliar di antaranya masuk ke yayasan, sedangkan sisanya masuk ke rekening perorangan.121 Diketahui bahwa Robert Tantular mengalirkan dana melalui Toto Kuntjoro selaku Direktur PT. Graha Nusa Utama (GNU) dan PT. Nusa Utama Sentosa (NUS) kepada Yayasan Fatmawati.122

119

Chairul Akhmad dan Bilal Ramadhan, “Pengurus Yayasan Fatmawati Simpan Uang

Century”, Polisi Turun Tangan,

http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/11/12/09/lvxkj3-pengurus-yayasan-fatmawati-simpan-uang-century-polisi-turun-tangan.

PT. GNU menerima dana tersebut antara lain bersumber dari penjualan aset Bank Century. Toto Kuntjoro selaku Direktur PT. GNU menerima tanah seluas 44 kavling dari Bank Century untuk dijual. Hasil

120

Fiddy Anggriawan, “Rekening Yayasan Fatmawati Sebesar Rp59 M Disita”, http://news.okezone.com/read/2012/01/24/339/562494/rekening-yayasan-fatmawati-sebesar-rp59-m-disita.

121

Mahardika Satria Hadi, “Uang Robert Tantular Mengalir Ke Yayasan Fatmawati”, http://www.tempo.co/read/news/2011/12/07/063370339/Uang-Robert-Tantular-Mengalir-ke-Yayasan-Fatmawati.

122

Mega Putra Ratya, “Sita Dana Century ke Yayasan Fatmawati, Polri Tunggu Putusan Hakim”, http://news.detik.com/read/2011/12/29/183901/1802687/10/sita-dana-century-ke-yayasan-fatmawati-polri-tunggu-putusan-hakim.


(48)

penjualan tersebut, seharusnya diserahkan kepada Bank Century. Bukannya menyerahkan hasil penjualan kepada Bank Century, Toto Kuntjoro malah memasukkan dana tersebut kepada PT. GNU dan dana yang masuk ke PT. GNU digunakan untuk membeli aset Yayasan Fatmawati.123 Dana tersebut dialirkan untuk membayar peralihan hak atas seluas 22,8 hektar milik Yayasan Fatmawati di Jalan RS. Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan. Yayasan Fatmawati, mendatangi Badan Reserse dan Kriminal Polri untuk memberikan informasi mengenai adanya aliran dana tersebut. Hal itu dikarenakan, pihak yayasan khawatir itu terklasifikasi bahwa yayasan menerima itu sebagai money laundering124

Sesuai contoh kasus di atas, menunjukkan bahwa kekayaan yayasan yang diperoleh/diterima tersebut merupakan hasil tindak pidana pencucian uang. Maka dalam hal tersebut, pihak/organ yayasan yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas harus dapat lebih bertanggung jawab dan terbuka dalam mengelola harta kekayaan yayasan dengan menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi untuk mencegah terjadinya praktik tindak pidana pencucian uang dalam yayasan. Dan hendaklah mereka sebagai organ yayasan melakukan tugas mereka masing-masing secara jujur dan bekerjasama dalam mengelola segala sesuatu yang terkait

atau merupakan hasil tindak pidana pencucian uang dari orang yang tidak bertanggung jawab.

123

Maria Yuniar, “Polisi Menyita Duit Yayasan Fatmawati”, http://www.tempo.co/read/news/2012/04/27/063400057/Polisi-Menyita-Duit-Yayasan-Fatmawati.

124

Maria Natalia dan Laksono Hari W, “Yayasan Fatmawati Tak Terlibat Uang Kotor Century”,

http://nasional.kompas.com/read/2011/12/07/17323123/Yayasan.Fatmawati.Tak.Terlibat.Uang.K otor.Century.


(49)

dengan kemajuan yayasan yang tidak terlepas dengan nilai sosial, kemanusiaan, dan keagamaan yang terkandung dalam yayasan itu sendiri.

Penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi tersebut sangatlah penting dalam mengelola sebuah yayasan. Hal ini dikarenakan, organ yayasan yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas harus lebih bertanggung jawab dalam menjalankan kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut serta terbuka dalam segala laporan yang memuat catatan atau tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha yayasan ataupun dokumen keuangan yayasan berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan. Selain itu, Akuntan publik yang memiliki kewajiban dalam hal mengaudit laporan keuangan yayasan haruslah melaksanakan kewajibannya dengan penuh bertanggung jawab sehingga kekayaan yang dimiliki oleh yayasan dalam jumlah tertentu dapat diketahui oleh masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas yang terdapat dalam Undang-Undang Yayasan itu sendiri. Hal tersebut dilakukan agar dapat untuk mencegah terjadinya praktik tindak pidana pencucian uang dalam yayasan.


(50)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan, maka pada akhir penulisan skripsi ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Praktik tindak pidana pencucian uang merupakan suatu hal yang sering dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan banyak cara, misalnya melalui melalui bidang perbankan, pasar modal, asuransi, yayasan, ataupun untuk melakukan kejahatan kembali, misalnya di bidang narkotika ataupun kejahatan lainnya. Banyak pelaku tindak pidana pencucian uang mulai beralih pada sektor non perbankan dalam melakukan pencucian uangnya. Hal ini terutama sejak pemerintah mulai memperketat sistem pengawasan perbankan, sehingga membuat para pelaku praktik pencucian uang ini beralih ke lembaga keuangan non bank (LKNB), misalnya usaha asuransi jiwa dan yayasan. Penyebab terjadinya pencucian uang ini pada dasarnya terletak pada faktor antara lain kelemahan dalam peraturan keuangan atau perbankan serta keseriusan pihak perbankan atau pemerintah untuk mencegah praktik pencucian uang.

2. Keberadaan yayasan dalam sistem hukum Indonesia merupakan suatu lembaga yang tujuannya bersifat sosial, kemanusiaan dan keagamaan yang menjadikan yayasan sebagai badan hukum non profit/nirlaba. Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran


(51)

pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Keberadaan yayasan bukanlah suatu hal yang baru, bahkan sudah ada sejak zaman kolonial, tetapi belum diakui. Namun keberadaan yayasan sekarang telah diakui dengan diberlakukannya hukum positif yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, yang secara tegas menyebutkan bahwa yayasan adalah Badan Hukum.

3. Penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi yayasan merupakan salah satu upaya pemerintah dalam rangka mencegah praktik pencucian uang (money laundering). Penerapan prinsip tersebut telah dilaksanakan dalam yayasan itu sendiri, hal ini dapat dilihat dengan adanya kewajiban organ yayasan yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas yang harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar, misalnya melalui ketentuan mengenai laporan tahunan dalam yayasan. Dalam prinsip akuntabilitas harus menyampaikan sesuatu berdasarkan data memberikan laporan, berkomunikasi dan bertindak sesuai dengan kenyataan dan data yang sebenarnya. Sedangkan dalam prinsip transparansi harus memberikan laporan dengan terbuka dan obyektif, yang mencakup laporan mengenai transaksi tanpa ada pemalsuan, berlebihan ataupun menyembunyikan sesuatu, sehingga dapat diakses dengan mudah dan dipahami oleh pihak-pihak terkait.


(52)

B. SARAN

Beberapa saran yang dapat diajukan dari hasil pembahasan pada penulisan skripsi ini, antara lain:

1. Pemerintah diharapkan agar tetap konsisten dalam melakukan pencegahan terhadap tindak pidana pencucian uang (money laundering) sehingga Indonesia tidak masuk lagi ke dalam daftar hitam (black list) sebagai negara yang dikategorikan tidak kooperatif dalam memerangi kejahatan pencucian uang atau Non-Cooperative Countries and Teritories (NCCT’s).

2. Undang-Undang Yayasan perlu disosialisasikan, agar pengurus yayasan maupun masyarakat luar memahami prosedur pendirian yayasan sebagai badan hukum. Untuk itu, pemerintah diharapkan mengadakan pengawasan yang ketat terhadap praktik pengelolaan yayasan yang melakukan kegiatan usaha komersil, karena kalau tidak yayasan akan kehilangan fungsi sosialnya. Sesuai dengan hal tersebut, tujuan untuk memperkaya diri organ yayasan yang terdiri dari pembina, pengurus, dan pengawas dapat dicegah sehingga yayasan yang didirikan adalah merupakan suatu badan hukum yang bertujuan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan.

3. Akuntan publik yang memiliki kewajiban dalam hal mengaudit laporan keuangan yayasan haruslah melaksanakan kewajibannya dengan penuh bertanggung jawab sehingga kekayaan yang dimiliki oleh yayasan dalam jumlah tertentu dapat diketahui oleh masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas yang terdapat dalam Undang-Undang Yayasan.


(53)

BAB II

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

A. Pengertian Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika Al Capone, penjahat terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uang hitam dari usaha kejahatannya dengan memakai Meyer Lansky, orang Polansia, yaitu seorang akuntan, mencuci uang kejahatan Al Capone melalui usaha binatu (laundry).12 Al Capone membeli perusahaan yang sah dan resmi, yaitu perusahaan pencucian pakaian atau disebut laundromat yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat sebagai salah satu strateginya, yang kemudian usaha pencucian pakaian ini berkembang maju, dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras ilegal, hasil perjudian dan hasil usaha pelacuran.13

Menurut Sarah N. Welling, money laundering dimulai dengan adanya “uang haram” atau “uang kotor” (dirty money). Uang dapat menjadi kotor dengan dua cara, pertama, melalui pengelakan pajak (tax evasion), yang dimaksud dengan “pengelakan pajak” ialah memperoleh uang secara legal, tetapi jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah untuk keperluan perhitungan pajak lebih sedikit daripada yang sebenarnya diperoleh, kedua, memperoleh uang melalui

12

Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, Dan Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 17.

13


(54)

cara-cara yang melanggar hukum.14 Teknik-teknik yang biasa dilakukan untuk hal itu, antara lain penjualan obat-obatan terlarang atau perdagangan narkoba secara gelap (drag sales atau drag trafficking), penyuapan (bribery), terorisme (terrorism), pelacuran (prostitution), perdagangan senjata (arms trafficking), penyelundupan minuman keras, tembakau, dan pornografi (smuggling of contraband alcohol, tobacco, pornography), penyelundupan imigran gelap (illegal immigration rackets atau people smuggling), dan kejahatan kerah putih (white collar crime).15

Tindak pidana pencucian uang (money laundering) secara populer dapat dijelaskan sebagai aktivitas memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari tindak pidana yang kerap dilakukan oleh kejahatan terorganisir (organized crime) maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotika dan tindak pidana lainnya. 16 Hal ini bertujuan menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa uang tersebut berasal dari kegiatan ilegal.17

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, mendefinisikan pencucian uang atau money laundering sebagai:18

“Rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang

14

Ibid., hal. 22.

15

Ibid.

16

Yunus Husein, “PPATK: Tugas, Wewenang, dan Peranannya Dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucuian Uang”, Jurnal Hukum Bisnis, (Volume 22 Nomor 3, 2003), hal. 26.

17

Ibid.

18

Sutan Remy Sjahdeini, Seluk-Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal. 5.


(1)

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MH, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Muhammad Husni, SH, M. Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Windha, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi, Dosen Hukum Ekonomi, dan Dosen Pembimbing II. Penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat, dimana telah berkenan menyediakan segenap waktu, tenaga, pikiran, serta membagikan wawasan dan pengetahuan dalam membimbing Penulis untuk menyelesaikan skripsi iniyang sangat berarti dan bermanfaat bagi Penulis.

7. Bapak Ramli Siregar SH, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi dan Dosen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, M.H, selaku Guru Besar dan Dosen Hukum Ekonomi, serta Dosen Pembimbing I. Penulis mengucapkan terima kasih telah berkenan menyediakan segenap waktu, tenaga, pikiran, serta membagikan pengetahuan dalam membimbing Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.


(2)

9. Bapak dan Ibu Dosen Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang bersedia memberikan ilmu dam membimbing Penulis dalam proses pembelajaran selama masa perkuliahan. Khususnya kepada Bapak dan Ibu Dosen Departemen Hukum Ekonomi.

10. Seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak bantuan kepada Penulis dalam menyelesaikan studi.

11.

Yang selalu menyayangi dan mengasihiku, serta melakukan pengorbanan

dengan penuh keikhlasan..

(1)

Ayahanda Djonny Reinhard Sitorus (dukungan yang selama ini

telah Papa berikan merupakan bukti bahwa untuk mendapatkan

kehidupan yang lebih baik memerlukan perjuangan yang lebih pula)

(2)

Ibunda Doxa Elogia Butar-Butar (tiada kata seindah doa yang

selama ini Mama berikan kepada Ria. Ketulusan hati dan kesabaran

Mama dalam membimbing Ria telah membawa pendewasaan diri)

(3)

Kakanda Sandro Andrew Hasudungan Sitorus (Ria seneng bisa

bertukar pikiran dengan kakak)

(4)

All of my family (thanks for the support!!) especially for my Auntie

Early (thank you for your prayers about to be a “better” person)

(5)

Temen-temen ku yang terkasih: Oka, Siska, Lisda, Ayug, Rumy,

Gladys, Lydia, Herna, Kak Grace and “ST” (thanks for your help

and “keep my secret well”, k..)


(3)

(6)

The Shadow (well, you’re just not only my “shadow”, but you mean

alot for my life ; thanks)

“Tuhan Yesus memberkati semua pihak atas kebaikan dan bantuan yang telah

diberikan kepada Penulis secara tulus dan ikhlas”

With Love,


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA A. Pengertian Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang .... 17

B. Mekanisme Tindak Pidana Pencucian Uang ... 21

C. Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ... 26

D. Praktik Tindak Pidana Pencucian Uang Di Indonesia .... 34

BAB III KEBERADAAN YAYASAN DALAM SISTEM HUKUM INDONSIA A. Pengertian Tentang Yayasan ... 43


(5)

C. Pengaturan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2004 ... 56 BAB IV PENERAPAN PRINSIP AKUNTABILITAS DAN

TRANSPARANSI YAYASAN DALAM RANGKA MENCEGAH PRAKTIK PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)

A. Pengertian Tentang Prinsip Akuntabilitas ... 74 B. Pengertian Tentang Prinsip Transparansi ... 78 C. Penerapan Prinsip Akuntabilitas Dan Transparansi Yayasan

Dikaitkan Dengan Pencegahan Praktik Pencucian Uang .. 82

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 89


(6)

PRINSIP AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI YAYASAN DALAM

RANGKA MENCEGAH PRAKTIK PENCUCIAN UANG (MONEY

LAUNDERING)

1

Dwi Cesaria Sitorus

2

Bismar Nasution

3

Windha

ABSTRAK

Kejahatan pencucian uang (money laundering) ini harus dicegah sedini mungkin agar dapat menciptakan negara dengan masyarakat yang bermoral. Praktik tindak pidana pencucian uang dapat terjadi baik melalui lembaga perbankan maupun non perbankan, misalnya bidang asuransi maupun yayasan. Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan manusia itu dapat diwujudkan di dalam suatu lembaga yang telah diakui dan diterima keberadaannya. Dalam Yayasan terdapat prinsip akuntabilitas dan transparansi yang memiliki peran penting untuk dapat mencegah tindak pidana pencucian uang tersebut.

Terdapat beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini. Permasalahan pokok tersebut adalah bagaimana praktik tindak pidana pencucian uang di Indonesia, bagaimanakah keberadaan yayasan dalam sistem hukum Indonesia, dan bagaimanakah penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi yayasan dalam rangka mencegah praktik pencucian uang (money laundering).

Metode yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan melalui pendekatan terhadap asas hukum serta mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian dilakukan dengan menekankan pada data kepustakaan dengan cara penelitian kepusatakaan (library research), yaitu melakukan penelitian dengan menggunakan bahan dari berbagai sumber bacaan seperti perundang-undangan, buku, majalah, dan internet.

Prinsip akuntabilitas dan transparansi sangat diperlukan dalam melaksanakan kegiatan usaha yayasan itu sendiri. Hal ini agar dapat mencegah praktik tindak pidana pencucian uang sehingga fungsi Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 maupun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya tersebut.

Kata Kunci : Akuntabilitas, Transparansi, Yayasan, Pencucian Uang.

1

Mahasiswa Fakultas Hukum USU

2

Dosen Pembimbing I

3