BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM
HUKUM INDONESIA
A. PENGERTIAN DAN UNSUR -UNSUR TINDAK PIDANA
Pembentukan undang-undang kita telah menggunakan perkataan “Strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kita sebut sebagai “Tindak
Pidana”di dalam KUHP tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan “Strafbaarfeit”tersebut.
Pengertian tindak pidana belum ada kesatuan pendapat diantara para sarjana, dalam garis besarnya perbedaan pendapat tersebut terbagi dalam dua
aliran atau dua pandangan monistis dan pandangan dualistis. Menurut Moeljatno, pandangan monistis adalah bahwa para sarjana melihat keseluruhan tumpukan
syarat untuk adanya pidana kesemuanya itu merupakan sifat dari perbuatan, sedangkan pandangan dualistis adalah membedakan dengan tegas dapat
dipidananya perbuatan dan dipidana orangnya, dan sejalan ini dipisahkan, maka pengertian perbuatan pidana tidak meliputi pertanggungjawaban pidana.
28
Menurut Simon, Strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan
yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Van Hamel Berdasarkan pengertian dan pemisahan pandangan tersebut berikut ini
akan disebutkan pendapat para sarjana berdasarkan pandangan mereka masing- masing sehingga jelas letak perbedaannya.
1. Aliran Monistis
28
Sudarto, Hukum Pidana, Jilid. I A-B, Purwokerto : Fakultas Hukum Unsoed. Tahun. 1991, Hal. 25
mengatakan bahwa Strafbaarfeit adalah kelakuan yang dirumuskan dalam Undang-Undang, yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan
dilakukan dengan kesalahan. Tindak pidana menurut E. Mezger adalah keseluruhan syarat untuk adanya
pidana. Menurut Karni, Delik itu mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna
akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggungjawabkan. Dan menurut definisi pendek Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana berarti perbuatan
yang pelakunya dapat dikenakan pidana. Jadi jelas sekali dari definisi-definisi tersebut diatas tidak adanya “pemisahan
antara Criminal Act dan Criminal Responsibility”.
29
2. Aliran Dualistis Pompe berpendapat bahwa menurut hukum positif, Strafbaarfeit adalah
tidak lain dari pada feit, yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang, selanjutnya menurut beliau bahwa menurut teori Strafbaarfeit itu adalah perbuatan
yang bersifat melawan hukum dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Menurut Moeljatno, perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam
dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut.“Pandangan golongan dualistis ini mengadakan pemisahan antara dilarangnya suatu perbuatan dengan
sanksi ancaman pidana dan dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat”.
30
1. Aliran Monistis Penggolongan pandangan para sarjana tersebut diatas juga merupakan
penggolongan terhadap unsur-unsur tindak pidana yang terbagi menjadi dua yaitu:
29
Ibid, hal 26
30
Ibid, hal 27-28
Menurut pendapat D. Simons, unsur-unsur Strafbaarfeit adalah: a. Perbuatan manusia
b. Diancam dengan pidana c. Melawan hukum
d. Dilakukan dengan kesalahan e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab
Selanjutnya Simon menyebutkan adalah unsur objektif dan unsur subjektif. Yang disebut sebagai unsur objektif dari Strafbaarfeit adalah :
a. Perbuatan orang b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu
c. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan-perbuatan itu “ seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat “Openbaar” atau “dimuka
umum”. Unsur subjektif dari Strafbaarfeit adalah :
a. Orangnya mampu bertanggung jawab b. Adalah kesalahan dolus atau culpa perbuatan harus dilakukan dengan
kesalahan.” Menurut Van Hamel, “unsur-unsur Strafbaarfeit adalah :
a. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang b. Bersifat melawan hukum
c. Dilakukan dengan kesalahan d. Patut dipidana.”
31
Menurut E. Mezger, “unsur-unsur tindak pidana” adalah :
31
Ibid, hal 26
a. Perbuatan dalam arti yang luar dari manusia b. Sifat melawan hukum
c. Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang d. Diancam dengan pidana.”
32
2. Aliran Dualistis Menurut H.B. Vos, Strafbaarfeit hanya dirumuskan :
1. Kelakuan manusia 2. Diancam pidana dalam undang-undang
Kemudian menurut Moeljatno, perbuatan pidana memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
1. Perbuatan manusia 2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang syarat formil
3. Bersifat melawan hukum syarat materil Syarat formil tersebut harus ada, hal ini disebabkan karena :
Adanya asas legalitas yang tersimpul dalam pasal 1 KUHP, syarat materil itu harus ada pula, karena perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh
masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan, oleh karena bertentangan dengan atau menghambat tercapainya tata dalam pergaulan
masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Selanjutnya Moeljatno berpendapat :
“Bahwa kesalahan dan kemampuan bertanggungjawab dari si pembuat tidak orang yang berbuat.”
33
32
Ibid
33
Ibid, hal. 27
Jadi untuk memungkinkan adanya pemidanaan secara wajar, apabila diikuti pendirian Moeljatno, maka tidak cukup apabila seseorang itu telah.
Melakukan perbuatan pidana belaka atau disamping itu pada orang tersebut harus ada kesalahan dan bertanggung jawab. Jika seseorang melakukan tindak pidana
kejahatan dan harus masuk ke dalam persidangan. Hukum Acara Pidana akan memberi keterangan seperti: rangkaian peraturan hukum yang menentukan
bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan, perkara-perkara kepidanaan dan bagaimana cara menjatuhkan hukuman oleh hakim, jika ada orang
yang disangka melanggar aturan hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi, dengan lain perkataan: Hukum Acara
Pidana ialah hukum yang mengatur tata cara bagaimana alat-alat negara Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan harus bertindak jika terjadi pelanggaran.
Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dapat dibuktikan menurut aturan-
aturan hukum yang berlaku, dan si tersangka dalam sidang itu diberikan segala jaminan hukum yang telah ditentukan dan yang telah diperlukan untuk pembelaan.
Lapangan kepidanaan meliputi hal pengusutan, penuntutan, penyelidikan, penahanan, pemasyarakatan dan lain-lain. Perkara pidana ialah perkara tentang
pelanggaran atau kejahatan terhadap suatu kepentingan, umum, perbuatan mana di
ancam dengan hukuman yang bersifat suatu penderitaan. B.
PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN A.
Pengaturan Tindak Pidana Dalam Bidang Perbankan
Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenal adanya istilah “tindak pidana perbankan” dan “tindak pidana di bidang perbankan”, tetapi
di dalam kepustakaan hukum pidana dikenal adanya kedua istilah tersebut, meskipun belum terdapat adanya pengertian yang seragam terhadap masing-
masing istilah“tindak pidana perbankan” dan “tindak pidana dibidang perbankan”.
Menurut Marulak Pardede
34
Marwan Effendi pengertian istilah tindak pidana di bidang
perbankan adalah tindak pidana yang terjadi di kalangan dunia perbankan, baik diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang
diubah menjadi Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998, sedangkan yang dimaksud dengan istilah tindak pidana perbankan adalah tindak
pidana yang di atur dalam undang-undang yang sifatnya intern. Pengertian istilah tindak pidana perbankan dan tindak pidana di bidang
perbankan yang telah diberikan oleh Marulak Pardede tersebut, maka dapat diketahui bahwa dalam pengertian istilah tindak pidana di bidang perbankan lebih
luas dibanding istilah tindak pidana di bidang perbankan sudah termasuk tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang tentang perbankan dan Undang-
undang tentang Bank Indonesia.
35
34
Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tahun 1995, cetakan Pertama.Hal. 13
35
Marwan Effendi, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana CV Sumber Ilmu Jaya, Jakarta Tahun 2005 cetakan Pertama hal 13,14
memberikan pengertian istilah tindak pidana perbankan adalah tindak pidana sebagaimana dirumuskan di dalam Undang-Undang tentang
perbankan dan Undang-Undang tentang Bank Indonesia, sedang tindak pidana di bidang perbankan adalah tindak pidana yang bersangkutan patut dengan tindak
pidana lain yang terkait dengan perbankan, seperti KUHP, Undang-Undang tentang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang tentang Lalu Lintas Devisa dan sistem nilai tukar dan lain sebagainya.
Pengertian istilah tindak pidana perbankan dan tindak pidana dibidang perbankan adalah seperti tersebut diatas dapat diketahui bahwa menurut Marwan
Effendi dalam pengertian istilah tindak pidana dibidang perbankan tidak dapat dikatakan lebih luas atau lebih sempit jika dibandingkan dengan pengertian tindak
pidana perbankan, karena masing masing istilah tersebut memuat pengertian yang berbeda, yaitu dalam pengertian istilah tindak pidana perbankan memuat
pengertian perumusan tindak pidana sebagaimana yang terdapat dalam Undang- Undang tentang perbankan dan Undang-Undang tentang Bank Indonesia, sedang
dalam pengertian istilah tindak pidana di bidang perbankan memuat pengertian tindak pidana yang bersangkut paut dengan tindak pidana lain yang terkait dengan
perbankan atau tindak pidana selain tindak pidana yang dirumuskan di dalam Undang-Undang tentang Perbankan dan Undang-Undang tentang Bank Indonesia.
Berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh merulak Pardede dan Marwan Effendi, menurut M. Sholehuddin
36
, istilah tindak pidana perbankan tidak hanya mencakup setiap perbuatan yang melanggar ketentuan Undang-
Undang perbankan nomor 6 Tahun 2009, Peraturan Hukum Pidana Khusus, seperti Undang-Undang tentang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-
Undang tentang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang tentang Lalu lintas Devisa dan Undang-Undang tentang Pemberantasan Subversi.
37
36
M. Sholehuddin, Tindak Pidana Perbankan PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun1997 hal, 11
37
UU Nomor 11 PNPS tentang Pembrantasan Kegiatan Subversi pada saat sekarang sudah dinyatakan tidak berlaku dengan UU No. 26 tahun 1999.
Setelah dikemukakan adanya istilah tindak pidana perbankan dan tindak pidana di bidang perbankan beserta pengertiannya dalam kepustakaan hukum
pidana, maka timbul pertanyaan apakah yang dimaksud dengan tindak pidana” dibidang perbankan” dalam pasal 2 ayat 1 huruf g.
Menurut penulis yang dimaksud dengan pengertian tindak pidana dibidang perbankan, tersebut adalah pengertian “tindak pidana dibidang
perbankan’ yang diberikan oleh Marulak Pardede atau pengertian “tindak pidana di bidang perbankan” yang diberikan oleh M. Sholehuddin atau “ tindak pidana di
bidang perbankan yang diberikan oleh seminar Tindak Pidana Bidang Perbankan, karena dalam ketiga pengertian yang dimaksud sudah termasuk tindak pidana
seperti yang terdapat dalam UU No. 7 Tahun 1992 yang diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 23 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 3Tahun
2004.
Tindak pidana di bidang perbankan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Tindak pidana di bidang perbankan
adalah tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana crime against the bank.
38
38
Hermansyah, Hukum Perbankan Indonesia Kencana, Jakarta,2006, hal 149
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, tindak pidana di
bidang perbankan terdiri dari tiga belas 13 macam, namun dalam penulisan ini hanya membahas 4 empat macam tindak pidana dalam perbankan yaitu Tindak
pidana yang berkaitan dengan perizinan, Tindak Pidana yang berkaitan dengan
rahasia bank, Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan
bank dan Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank.
B. Jenis Tindak Pidana di Bidang Perbankan