Pembukaan rahasia bank berkaitan dengan Pelaksanaan kewajiban bank dalam hal pelaporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan
PPATK. Hal ini terdapat dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang berbunyi:
“Pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh penyedia jasa keuangan yang berbentuk bank, dikecualikan dari ketentuan rahasia bank sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai rahasia bank.”
3. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan
bank
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak
pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, terdapat dalam Pasal 48 ayat 1 dan Pasal 48 ayat 2, yang berbunyi:
Ayat 1: “Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2, diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,- lima miliar rupiah
dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,- seratus miliar rupiah.” Ayat 2: “Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang lalai
memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2, diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 satu tahun
dan paling lama 2 dua tahun danatau denda sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,- satu miliar rupiah dan paling banyak Rp.
2.000.000.000,- dua miliar rupiah.”
4. Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank
Sehubungan dengan semakin banyak dan bervariasinya kegiatan dan usaha suatu bank, maka bank tersebut perlu untuk menjaga kepercayaan
masyarakat dengan cara menggunakan dana nasabahnya secara bertanggungjawab yang diwujudkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban yang akan
diumumkan langsung kepada publik melalui media massa, maupun diberikan kepada Bank Indonesia danatau otoritas jasa keuangan.
Pasal 49 ayat 1 UU Perbankan menyebutkan bahwa, Anggota Dewan Komisaris,Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja :
a. Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; b. Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak
dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi
atau rekening suatu bank; c. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekeningsuatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,menyembunyikan atau merusak catatan
pembukuan tersebut. Di ancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 lima tahun dan
palinglama 15 lima belas tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah dan paling banyak
Rp.200.000.000.000,00 dua ratus miliar rupiah. Pasal 49 ayat 2 huruf a:
“Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan segaja meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk
menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan
keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas
kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau
bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas
kreditnya pada bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tiga tahun dan paling lama 8 delapan tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 seratus miliar rupiah.”
Menurut penjelasan Pasal 49 ayat 1 dan ayat 2 butir a dan b, istilah pengawai bank dalam pasal tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Dalam
ketentuan Pasal 49 ayat 1 dan ketentuan Pasal 49 ayat 2 butir a bahwa yang dimaksud dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank,
sedangkan dalam Pasal 49 ayat 2 butir b yang dimaksud dengan pegawai bank adalah pejabat bank yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab tentang hal-
hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan.
41
41
Hermansyah, Op.Cit., hal. 156
Selanjutnya Pasal 50 UU Perbankan menyebutkan bahwa, Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tiga tahun dan paling lama 8 delapan
tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah dan
paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 seratus miliar rupiah. Pasal 50A. UU Perbankan menyebutkan bahwa, Pemegang saham yang
dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak
melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang- kurangnya 7 tujuh tahun dan paling lama 15 lima belas tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 dua ratus miliar rupiah.
Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. : M01.PW.07.03Tahun 1982 tanggal 4 Februari 1982 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kitab Undang-undangHukum Acara Pidana tindak pidana perbankan termasuk dalam tindak pidana khusus sebagai penjelasan dari Pasal 284
KUHAP. Dalam kaitannya dengan tindak pidana di bidang perbankan ini kejahatan yang dilakukan oleh orang dalam perlu mendapat perhatian khusus.
Kejahatan orang dalam adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang dalam bank terhadap bank crimesagainst the bank. Kejahatan “orang dalam” dalam bentuk
penipuan fraud dan selfdealing merupakan penyebab utama kehancuran bank karena bagian terbesar aset bank berbentuk likuid
.
42
Di Amerika Serikat misalnya insider fraud merupakan 50
dari kejahatan yang terjadi pada perbankan.
43
Kejahatan oleh “orang dalam” ini dapat dilakukan oleh pengurus dan atau pemegang saham dominan pemegang saham pengendali yang
mempengaruhi pengurus bank.Kejahatan yang dilakukan tersebut dapat digolongkan ke dalam dua cara. Pertama, dilakukan dengan memanfaatkan
kedudukannya untuk kepentingan diri sendiri secara melawan hukum.Kedua, mismanagement berat berupa tindakan ceroboh yang oleh hakim pasti
dikecualikan dari prinsip business judgement.
44
Kejahatan “orang dalam” sangat erat kaitannya dengan dominasi terhadap kebijakan dan administrasi oleh seorang atau beberapa orang dan lemahnya
pengawasan baik pengawasan yang dilakukan oleh pengawas internal maupun eksternal regulator. Di samping itu, berbagai ketentuan yang berlaku
menyebabkan bank sering mengambil risiko yang berlebihan, yang menyebabkan turunnya tingkat pengawasan internal, sehingga kegagalan bank yang disebabkan
oleh penipuan oleh orang dalam menjadi lebih tinggi.
45
Dalam hal terjadi suatu tindak pidana di bidang perbankan yang dilakukan oleh orang dalam terdapat beberapa undang-undang yang dapat dan biasanya
diterapkan yaitu Pertama. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Ketentuan
42
Jonathan R. Macey and Geoffrey P. Miller, “Bank Failures, Risk Monitoring, and the Market for Bank Control”,Columbia Law Review, October 1988, hal.255
43
.
FDIC DOS Manual of Exam Policies Bank Fraud and Insider Abuse, Section 9.3
44
Ibi d
45
Jonathan R Macey, et.al. , Op.cit., hal 256
KUHP yang biasa dipakai misalnya Pasal 263 pemalsuan Pasal 372 penggelapan, 374 penggelapan dalam jabatan, 378 penipuan, 362
pencurian, dll.Pasal-pasal KUHP diterapkan biasanya apabila bank menjadi korban dari suatu tindak pidana misalnya kasus pembobolan BNI 46 New York
oleh salah seorang mantan pegawainya dikenakan pasal362 KUHP pencurian. Kedua, Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,Undang-
Undang Nomor. 31 Tahun 1999. Ketentuan Undang-Undang Korupsi biasanya diterapkan terhadap kasus yang menimpa bank pemerintah.UU ini dipergunakan
untuk memudahkan menjerat pelaku, mengenakan hukuman yang berat dan memperoleh uang pengganti atas kerugian negara.
Ketiga, UU Perbankan. Ketentuan dalam undang-undang ini biasanya diterapkan apabila Komisaris, Direksi, Pegawai dan pihak terafiliasi dengan bank
“orangdalam” atau orang yang mengaku menjalankan usaha bank sendiri sebagai pelakunya. Sebagai perbandingan di Malaysia setiap director atau pejabat bank
dinyatakan bertanggung jawab secara pribadi apabila memberikan fasilitas kredit melampaui batas yang ditentukan atau diluar persyaratan yang telah ditetapkan
atau bertentangan dengan pedoman atau perjanjian, dihukum lima tahun penjara ataudenda 5 juta ringgit.
46
46
Dato’ Syed Ahmad Idid bin Syed Abdullah Idid, Judicial Decisions Affecting Bankers and Financiers,Singapore: LexisNexis, 2003, hal. 904
BAB III PERANAN PERBANKAN DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG A.
Pengertian Pencucian Uang Money Laundering
Pendapat yang berkembang menyatakan bahwa money laundering merupakan suatu cara atau proses untuk mengubah uang yang berasal dari sumber
ilegal haram sehingga menjadi halal.
47
Undang-undang RI No. 25 Tahun 2002 menyebutkan bahwa pencucian uang adalah perbuatan menempatkan,
menstransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta
kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta yang sah.
48
Dalam undang-undang RI nomor 8 tahun 2010 menyebutkan bahwa pencucian uang adalah segala
perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, dengan hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang
diperoleh dari tindak pidana asal sebagai mana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1.
49
“Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e.
penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j.
kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r.
47
Juni Sjafrien jahja, Melawan Money Laundering, mencegah dan membrantasan tindak Pidana pencucian Uang. jakarta visimedia, tahun 2012, hal. 5
48
Undang-undang RI Nomor. 2002
49
Pasal 2 UU RI No. 8 Tahun 2010” Tentang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di
bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih, yang dilakukan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga
merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.2 Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan danatau digunakan
secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf n.”
Dalam Black,s Law Dictionary, istilah money laundering diartikan sebagai berikut.
Term used to describe investment or other transfer of money flowing of money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into
legitimate channels so that it,s original sources can be traced. Money laundering is a federal crime; 18 USCA 1956.
50
Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang membedakan dua kelompok tindak pidana yaitu: tindak pidana pencucian sebagaimana diatur dalam
pasal 3 sampai pasal 7 UU TPPU dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang diatur dalam pasal 8 sampai pasal 12. Hal-hal yang
termasuk dalam tindak pidana pencucian uang adalah sebagai berikut :
51
1. Setiap orang yang dengan sengaja : a Menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana kedalam penyedia jasa keuangan, baik atas nama sendiri atau nama pihak lain.
b Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia jasa keuangan ke
penyedia jasa keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama orang lain.
50
Henry Campbell Black, M.A, Black,s Law Dictionary, St. Paul, Minn, West Publishing Co. Sixth Edition,hal. 884
51
Bismar Nasution, Rejim Anti Money Laundering Di Indonesia BooksTerrace dan Librari Pusat Informasi Hukum Indonesia, Tahun 2008 hal. 29
c Membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana,
baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain. d Menghibahkan
atau menyumbangkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana,
baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain. e Menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak yang lain.
f Membawa keluar negeri harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana;atau
g Menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara
paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah dan
paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 lima belas miliyar rupiah”
2. Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang.
3. Setiap orang yang menerima dan menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, harta kekayaan,
yang diketahuinya atau patut diduganya berasal dari tindak pidana. 4. Setiap orang di luar wilayah negara RI yang memberikan
bantuan,kesepakatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang.
Atas perbuatan tersebut dipidana karena kejahatan dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan denda
paling sedikit Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 lima belas miliyar rupiah”
Tindak Pidana Pencucian Uang money laundering secara populer dapat dijelaskan sebagai aktivitas memindahkan, menggunakan atau melakukan
perbuatan lainnya atas hasil dari tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organized crime maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, perdagangan
narkotik dan tindak pidana lainnya dengan tujuan menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut
sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa uang tersebut berasal dari kegiatan ilegal.
Kegiatan money laundering dalam sistem keuangan pada umumnya dan sistem perbankan pada khususnya memiliki risiko yang sangat besar. Risiko
tersebut antara lain risiko operasional, risiko hukum, risiko terkonsentrasinya transaksi, dan risiko reputasi. Bagi perbankan Indonesia tindakan pencucian uang
merupakan suatu hal yang sangat rawan karena pertama, peranan sektor perbankan dalam sistem keuangan di Indonesia seperti yang dijelaskan
sebelumnya, sangatlah penting. Oleh sebab itu sistem perbankan menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan rezim anti money laundering. Kedua,
tingginya tingkat perkembangan teknologi dan arus globalisasi di sektor perbankan membuat industri perbankan menjadi lahan yang empuk bagi tindak
kejahatan pencucian uang dan merupakan sarana yang paling efektif untuk melakukan kegiatan money laundering. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan
bank untuk kegiatan pencucian uang karena jasa dan produk perbankan memungkinkan terjadinya lalu lintas atau perpindahan dana dari satu bank ke
bank atau lembaga keuangan lainnya, sehingga asal usul uang tersebut sulit dilacak oleh penegak hukum.
Keterlibatan perbankan dalam kegiatan pencucian uang dapat berupa: a. Penyimpanan uang hasil kejahatan dengan nama palsu;
b. Penyimpanan uang dalam bentuk depositotabungangiro; c. Penukaran pecahan uang hasil perbuatan illegal;
d. Pengajuan permohonan kredit dengan jaminan uang yang disimpan pada bank yang bersangkutan;
e. Penggunaan fasilitas transfer; f. Pemalsuan dokumen-dokumen yang bekerjasama dengan oknum pejabat bank
terkait; dan pendirianpemanfaatan bank gelap. Hal tersebut dapat terjadi mengingat adanya kemudahan dalam proses
pengelolaan hasil kejahatan pada berbagai kegiatan usaha bank. Disamping itu, karena organisasi kejahatan membutuhkan pengelolaan keuangan dengan cara
menempatkan dananya dalam kegiatan usaha perbankan maka penggunaan bank merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam upaya mengaburkan asal-usul
sumber dana. Hal tersebut menunjukkan eratnya keterkaitan antara organisasi kejahatan dan lembaga keuangan terutama bank.
a. Sejarah dan perkembangan praktik pencucian uang
Tahun 1980 an adalah masa perkembangan bisnis haram diberbagai Negara. Perdagangan narkotika dan obat bius, misalnya mampu menghasilkan
omset yang sangat besar. Disinilah munculnya istilah narco dolar untuk menyebut uang yang haram yang dihasilkan dari perdagangan narkotika.
Fenomena tersebut merupakan pemantik lahirnya istilah “pencucian uang”. Istilah ini mulai digunakan di Amerika Serikat pada 1986, kemudian
dipakai secara internasional serta konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB pada 1988. Pemerintah Republik Indonesia memandang perlu untuk bersama-
sama dengan anggota masyarakat dunia lainnya mengambil bagian dalam upaya pemberantasan peredaran narkotika gelap dan psikotropika.
52
52
Juni Sjafrien jahja, Melawan Money Laundering, mengenal, mencegah dan membrantas Tindak Pidana Pencucian Uang. visi media, Jakarta 2012 hal. 70
Berdasarkan prosesnya, pencucian uang dalam sejarahnya dibedakan menjadi:
1. Cara modern, umumnya dilakukan melalui tahap-tahap placement, layering, integration.
2. Cara tradisional, dilakukan melalui suatu jaringan atau sindikat etnik yang sangat tertutup, misalnya bank rahasia hui hoi atau The Chinese
Chip chop di China, sistem pengiriman uang tradisional yang disebut hawala di india dan hundi dan di Pakistan.
Menurut Billy Steel , istilah money laundering berasal dari Laundromats, nama sebuah tempat usaha pencucian pakaian secara otomatis di
AS. Perusahaan yang dimiliki oleh kelompok mafia dipilih untuk menyamarkan uang haram menjadi uang sah.
Kalangan mafia memperoleh pengahasilan besar dari bisnis pemerasan, prostitusi, perjudian, dan penyeludupan minuman keras. Tindakan
pencucian uang sangat berdampak negatif secara langsung maupun tidak langsung terhadap perekonomian suatu Negara. Itulah sebabnya Negara-negara di dunia dan
organisasi internasional sangat memperhatikan upaya pencegahan dan pembrantasan kejahatan ini.
Semua yuridiksi yang memiliki hubungan dengan sistem keuangan internasional international financialsystem berpotensi terinfiltrasi oleh dana-
dana yang berasal dari kejahatan. Banyak laporan mengenai tersangkutnya Negara-negara bekas Uni Soviet dan Blok Timur dengan dana-dana haram
tersebut. Namun sedikit sekali yang dapat diperoleh laporan mengenai dana-dana haram yang beredar di Negara-negara non-anggota FATF.
53
53
Philips Darwin, Money Laudering Cara Memahami dengan Tetap dan Benar Soal Pencucian Sinar Ilmu, tahun 2012 hal. 15
Dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang
semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action
Task Force FATF on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negarajurisdiksi dalam pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special
Recommendations Revised 40+9 FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak Pelapor Reporting Parties yang mencakup pedagang permata dan
perhiasanlogam mulia dan pedagang kendaraan bermotor. Dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang perlu dilakukan kerja sama regional
dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak pidana yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar
dapat diminimalisasi. Penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia yang dimulai sejak
disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang, telah menunjukkan arah yang positif. Hal itu, tercermin dari meningkatnya kesadaran dari pelaksana Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang, seperti penyedia jasa keuangan dalam melaksanakan kewajiban pelaporan, Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam pembuatan peraturan, Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK dalam kegiatan analisis, dan penegak hukum dalam menindaklanjuti hasil analisis hingga penjatuhan sanksi pidana
danatau sanksi administratif. Upaya yang dilakukan tersebut dirasakan belum optimal, antara lain
karena peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang
tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis
laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana Undang-Undang ini. Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan
standar internasional, perlu disusun Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Peruba han atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
54
b. Memahami Praktik Pencucian Uang
Meskipun praktik pencucian uang merupakan suatu fenomena global dan penanganannya melalui proses kerjasama internasional, namun pelaku pencucian
uang.
55
54
masih selalu saja menemukan cara dan sarananya untuk tumbuh dan berkembang terus menerus.Cara dan teknik yang digunakan dalam praktek
pencucian uang sangatbervariasi, yang antara lain diterapkan oleh pelaku
http:id.wikipedia.orgwikiPencucian_uang di akses pada tanggal 22 Oktober 2014, jam
13 WIB.
55 ET Bureau, “FIU urges to combat money laundering”, ET Bureau, 20 Juli 2009,
http:articles.economictimes . indiatimes.com2009-07-20news28479153_1_money-laundering-fiu-pmla
pencucian uang pada sektor perbankandan non perbankan dengan memanfaatkan fasilitator profesional, pendirian perusahaan gadungan, investasi di bidang real
estate, pembelian produk asuransi dan perusahaan sekuritas, serta penyalahgunaan corporate vehicle.
56
Begitupun, secara umum ada tiga metode pencucian uang yang bertujuan untuk manipulasi dan mengubah status dana illegal hasil kejahatan menjadi dana
legal.
57
1. Buy and sell yang dilakukan melalui transaksi jual-beli barang dan jasa. Sebagai contoh misalnya real estate atau properti lainnya
dapat dibeli dan dijual kepada co-conspirator yang menyetujui untuk membeli atau menjual dengan harga yang lebih tinggi dari
pada harga yang sebenarnya dengan maksud untuk memperoleh fee atau discount. Kelebihan harga dibayar dengan dana legal yang
kemudian “dicuci” melalui transaksi bisnis. Dengan cara ini setiap aset, barang atau jasa dapat diubah bentuknya sehingga seolah-olah
menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau perusahaan yang ada disuatu bank.
2. Offshore conversions dimana dana ilegal dialihkan ke wilayah tax haven countrydan kemudian disimpan di bank atau lembaga
keuangan lain yang ada di wilayah tersebut. Selanjutnya dana ilegal tersebut digunakan antara lain untuk membeli aset dan
56 Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme,
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2004, hal. 128-138. 57
E.R. Burke, “Tracing Illegal Proceeds Workbook”, Investigation Training Institute 2001, hal. 15. Bandingkan dengan Radulescu Dragos Lucian yang mengatakan bahwa metode yang paling umum digunakan untuk
menyembunyikan uang kotor dirty money direpresentasikan oleh: 1 false overcharge; 2 false lawsuit; 3 layering; dan 4 reverse money laundering. Radulescu Dragos Lucian, “The Concept of the Money Laundering in
Global Economy”, International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol.1, No. 4, December, 2010 2010- 023X.
investasi fund investments. Di wilayah seperti tax haven country ini cenderung memiliki hukum perpajakan yang lebih longgar,
ketentuan rahasia bank yang cukup ketat dan prosedur bisnis yang sangat mudah sehingga memungkinkan adanya perlindungan bagi
kerahasiaan suatu transaksi bisnis, pembentukan perusahaan dan kegiatan usaha trust fund. Kerahasiaan inilah yang memberikan
ruang gerak yang cukup leluasa bagi pergerakan “dana kotor”dirty money melalui berbagai pusat keuangan di dunia. Pada offshore
conversions inibiasanya dibantu oleh pengacara, akuntan dan pengelola dana dengan memanfaatkan“celah hukum” yang
ditawarkan oleh ketentuan rahasia bank dan rahasia perusahaan. 3. Legitimate business conversion yang digunakan melalui bisnis atau
kegiatan usaha yang sah sebagai sarana untuk memindahkan dan memanfaatkan dana ilegal. Dana-dana
hasil kejahatan dikonversikan melalui transfer, cek, atau instrumen pembayaran
lainnya,yang kemudian disimpan di rekening bank, atau ditransfer kembali ke rekening bank lain. Metode ini memungkinkan pelaku
kejahatan menjalankan usaha atau bekerjasama dengan mitra bisnisnya dan menggunakan rekening perusahaan tertentu sebagai
tempat penampungan dana hasil kejahatan.
c. Penyebab marak dan dampak pencucian uang
Praktek pencucian uang merupakan salah satu kendala terbesar dalam upaya mempertahankan sistem operasi keuangan yang efektif. Sebagai sebuah
fenomena global dan tantangan internasional, praktek pencucian uang adalah
kejahatan keuangan yang sering melibatkan transaksi yang kompleks dan lembaga keuangan. Selain itu, praktek pencucian uang sangat sulit untuk diselidiki dan
dituntut
58
dalam proses penegakan hukumnya. Sementara di bidang ekonomi, dampak negatif praktek pencucian uang juga sulit dihitung, seperti tingkat
pencucian uang itu sendiri sulit untuk diperkirakan seberapa besar jumlahnya. Begitupun, cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa praktek pencucian uang
mempengaruhi kebijakan pembangunan ekonomi karena merusak lembaga- lembaga keuangan yang penting untuk pertumbuhan ekonomi, mengurangi
produktifitas perekonomian di sektor riil dengan mengalihkan sumber daya dan mendorong aksi-aksi kejahatan, mendistorsi perdagangan internasional dan arus
modal sehingga merugikan pembangunan ekonomi jangka panjang. Dengan demikian praktek pencucian uang berdampak buruk bagi pembangunan
59
di berbagai aspek kehidupan manusia. Adanya pandangan di banyak negara sekarang
bahwa praktek pencucian uang adalah suatu kejahatan luar biasa extra ordinary crime yang berdimensi internasional transnationalcrime dan terorganisir
organized crime adalah suatu fenomena baru, terutama di negara-negara yang sedang berkembang.
60
58 Bonnie Buchanan, “Money laundering – a global obstacle”, Research in International Business and
Finance, Vol. 19, Issue 22 oktober 2014, hal. 115-127
59
Lihat http:www.adb.orgdocumentsmanualscountering_money_launderingchapter_01.pdf 60
Seperti di Indonesia hingga sekarang pemerintahnya masih mengalami banyak masalah dalam menangani “kejahatan jalanan”, “kejahatan tradisional” predatory crimes, kini harus siap pula menghadapi dan menangani
kejahatan yang tercakup dalam White Collar Crime yang erat kaitannya dengan Organized Crime, terutama yang dilakukan dalam lingkup internasional transnational crime dengan pemanfaatan teknologi canggih seperti
kejahatan di bidang perbankan dan pencucian uang. Karakteristik White Collar Crime kejahatan kerah putih antara lain: 1
tidak kasat mata low visibility; 2 sangat kompleks complexity; 3 ketidakjelasan pertanggungjawaban pidana diffusion of responsibility; 4 ketidakjelasan korban diffusion of victims; 5 aturan hukum yang samar atau tidak
jelas ambiguous criminal law; dan 6 sulit dideteksi dan dituntut weak detection and prosecution. Lihat Harkristuti Harkrisnowo, “Kriminalisasi Pencucian Uang Money Laundering”, makalah disampaikan pada
VideoConference Nasional yang diselenggarakan oleh PPATK, BI, UI, UGM, USU, UNDIP, UNAIR, dan ELIPS di Jakarta, tanggal 29 Mei-Oktober 2004, hal. 2-4. Dalam hal kemunculan dan besarnya skala kejahatan kerah putih
ini, argementasi paling masuk akal bila dipahami sebagai fenomena historis dan institusional. Tetapi, hukum terhadap kejahatan kerah putih, seperti banyak undang-undang dalam demokrasi liberal, umumnya diterapkan
Berdasarkan hasil-hasil penelitian diketahui bahwa praktek pencucian uang mempengaruhi perekonomian suatu negara, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dan pengaruhnya tersebut merupakan dampak negatif terhadap perekonomian itu sendiri. Dalam praktek pencucian uang banyak dana-dana
potensial yang tidak dimanfaatkan secara optimal karena para pelakunya seringkali melakukan “sterilinvestment” misalnya dalam bentuk investasi di
bidang properti seperti real estate di negara-negara yang mereka anggap aman walaupun dengan melakukan hal itu hasil yang akan mereka peroleh nantinya jauh
lebih rendah. Dalam hal itu, dana-dana yang digunakan dalam praktek pencucian uang oleh kelompok-kelompok kejahatan terorganisir organizedcrime adalah
dana-dana yang bersumber dari perbuatan melawan hukum dan yang merugikan keuangan negara seperti korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal
mining,insider trading, perdagangan senjata gelap dan obat-obatan terlarang, penyelundupan, penggelapan pajak, perdagangan manusia, prostitusi, dan
perjudian.
61
terhadap orang secara individu. Abstraksi individu dalam konteks sosial juga tercermin dalam banyak literatur kriminologi, di mana kejahatan kerah putih dijelaskan sebagai produk menyimpang dari orang-orang yang serakah,
kurang pengendalian diri, dan sebagainya. Fokus pada kepribadian penjahat individu mungkin dalam beberapa hal membantu dalam membedakan orang-orang yang paling rentan terhadap daya tarik kegiatan kriminal. Namun, fokus
pada kepribadian individu juga mengaburkan sejauh mana struktur kelembagaan dan norma-norma memberikan peluang dan motif untuk terlibat dalam kegiatan yang terlarang sebagai kriminal. Berfokus pada motif-motif
individu mengabaikan caracara, misalnya, bagaimana organisasi modern seperti bank BCCI beroperasi untuk memfasilitasi pertumbuhan kejahatan kerah putih, seperti pencucian uang. Sebagaimana Kerry dan Brown 1992
tunjukkan bahwa pencucian uang tidak dipahami oleh orang-orang jahat sebagai sesuatu yang terberi, melainkan direncanakan dan dilaksanakan secara diam-diam oleh orang-orang penting dan terhormat di kota-kota besar. Austin
Mitchell, “Sweeping it Under the Carpet: The Role of Accountancy Firms in Money Lundering”, a paper for presentation at the Critical
61 Ada pepatah yang mengatakan bahwa “the dream of each and every money launderer is to pay tax”,
tetapi jalan pemilik “uang kotor” dirty money untuk membayar pajaknya itu tidak mudah dan tidak murah. Pemilik
uang kotor yang diperolehnya dari kejahatan perdagangan senjata, perdagangan narkotika, perampokan, pembajakan
dan
Berbagai bentuk kejahatan ini telah diidentifikasi dan kemudian
pemalsuan, juga uang hasil pemerasan oleh politisi ingin sekali memasukkan “uang kotor” sesuai dengan sistem hukum yang berlaku untuk dapat berinvestasi ke dalam bisnis legal dan menghasilkan keuntungan yang lebih
banyak secara legal. Hal ini dimungkinkan terjadi dengan suatu proses yang murah. Menurut informasi terakhir penjahat membayar sampai 25 dari jumlah total uang yang akan dicuci kepada penasihat ahli keuangan, dan
persentase ini terus meningkat. Pada tahun 80-an biaya untuk layanan ini hanya 6, dan di akhir tahun 90-an
ditetapkan sebagai kejahatan asal predicatecrime dari tindak pidana pencucian uang.
Paling sedikit ada sembilan faktor penyebab maraknya tindak pidana pencucian uang disuatu negara yaitu:
62
1. Globalisasi sistem keuangan 2. Kemajuan dibidang teknologi
3. Ketentuan rahasia bank yang sangat ketat 4. Penggunaan nama samaran atau anonim
5. Penggunaan electrnic money e- money 6. Praktik pencucian uang secara Layering
7. Berlakunya ketentuan hukum terkait kerahasian hubungan antara layering dan akuntan dengan kliennya masing-masing
8. Pemerintah di suatu negara kurang bersungguh-sungguh untuk memberantas praktik pencucian uang yang dilakukan sistem
perbankan 9. Tidak dikriminalisasinya perbuatan pencucian uang disuatu negara.
Dampak negatif pencucian uang yang mungkin terjadi adalah sebagai
berikut:
63
1. Menghambat sektor swasta yang sah 2. Mengahambat integritas pasar-pasar keuangan
3. Hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonomi. 4. Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi.
5. Hilangnya pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak 6. Resiko pemerintah dalam melaksanakan privatisasi.
7. Merusak reputasi negara.
mencapai 20. Tamara Brnetic, “Money Laundering Best Practice, Lesson To Be Learn, And Steps To Be Taken in the Balkan Region”, hal. 1, http:www.peaceopstraining.orgthesesbrnetic.html.
62
Op,cit, Juni Sjafrien jahja. Hal 3
63
Ibid, hal. 70
8. Menimbulkan biaya sosial yang tinggi.
d. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering
64
Berdasarkan pengertian money laundering yang terdapat di dalam Black,s Law Distionary
65
1. Adanya uang dana yang merupakan hasil yang ilegal. di atas, secara umum yang menjadi unsur-unsur tindak
pidana pencucian uang sebagai berikut:
2. Uang haram dirty money tersebut diproses dengan cara-cara tertentu melalui kelembagaan yang legal sah.
3. Dengan maksud menghilangkan jejak, sehingga sumber asal uang tersebut tidak dapat atau sulit diketahui dan dilacak.
Selanjutnya penjelasan dalam UU No. 8 Tahun 2010 pasal 3 unsur-unsur tindak pidana pencucian uang adalah sebagai berikut:
a Unsur Subjektif yang diketahui atau patut diduga Unsur objektif berupa “yang diketahui” dalam pasal 3 menunjukkan
adanya kesalahan yang berupa “sengaja” atau dolus, sedangkan unsur subjektif berupa “patut diduganya” dalam pasal 3 menunjukkan adanya bentuk kesalahan
yang berupa “tidak disengaja atau alpa. Memorie van Tulicting disebutukan bahwa “sengaja” opzettelijk adalah sama dengan dikehendaki dan diketahui”
willens en wettens.
66
Satochid kartanegara
67
64
Juni Sjafrien Jahja, Melawan Money Laundering, Mengenal, Mencegah dan Membrantas Tindak Pidana Pencucian Unang Jakarta, Visimedia 2012, hal.7
65
Ibid
66
E. Utrecht, Hukum Pidana I. Pusaka Tirta Mas. Surabaya. Tahun 1987, hal. 301
67
Satochid kartanegara, Hukum Pidana, Bagian satu. Balai Lektur mahasiswa. Hal. 291
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan willems en wettens” adalah seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan
dengan sengaja , harus menghendaki willem perbuatan itu harus menginsafi, mengerti wetten akan akibat dari perbuatan itu.
Sedang yang dimaksud dengan “tidak sengaja” atau alpa oleh van HAMEL
68
1. Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum.
dikemukakan bahwa kealpaan itu mengandung dua syarat yaitu:
2. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. b Unsur objektif
1. Menempatkan Menempatkan dalam pasal 3 ayat 1 huruf a, Sutan Remy Sjahdeini
69
2. Mentransfer menjelaskan bahwa “kata “menempatkan” pada huruf a tersebut merupakan
terjemahan dari kata bahasa inggris” to place”. Ketentuan ini lebih atau terutama terkait dengan atau ditujukan kepada perbuatan menempatkan
uang tunai pada bank. Sepanjang yang menyangkut bank, pengertian menempatkan disini sama dengan menyimpan atau “to deposit” uang tunai
sesuai dengan ketentuan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan undang-undang No. 10
Tahun 1998, dana yang telah ditempatkan atau disimpan pada bank disebut “simpanan”.
Mentransfer adalah istilah perbankan dan selalu terkait dengan dana atau found. Untuk dapat mentransfer dana itu harus terlebih dahulu berada
sebagai simpanan di bank yang akan mentransfer melakukan transfer
68
Mulyatno, Asas-asas Hukum Pidana
69
Sutan Remy Sjahdeini, Seluk belukTindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Pustaka Utama Grafitri, Jakarta, mei 2004 Hal.187
dana tersebut. Artinya telah disimpan dalam suatu rekening account pada bank tersebut.
70
3. Mengalihkan Kata mengalihkan berasal dari kata alih yang artinya adalah pindah, ganti,
tukar atau ubah.
71
4. Membelanjakan Membelanjakan
72
5. Membayarkan adalah rangka membeli barang atau jasa, yang padanya
dalam bahasa inggris adalah to spend. Oleh karena untuk membeli barang atau jasa harus dengan uang, maka dengan mengikuti pendapat dari Sutan
Remy Sjahdeini seperti tersebut diatas, yang dimaksud dengan membelanjakan atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1, dalam pasal 3 adalah membelikan barang atau jasa dengan harta
kekayaan yang berupa uang yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1.
Membayarkan dalam huruf c UU No. 25 Tahun 2003 mengandung arti menggunakan harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana tersebut
bukan hanya dalam rangka pembayaran harga barang dan jasa, tetapi juga dalam rangka membayarkan atau melunasi kewajiban misalnya kewajiban
melunasi utang. 6. Menghibahkan
70
Ibid, hal. 188
71
Pusat bahasa departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar bahasa Indonesia Balai Pustaka,Jakarta, Tahun, 2003, edisi III, hal. 30
72
Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembayaran Terorisme, PT. Pusaka Utama Grafitri, Jakarta, Mei Tahun 2004, Hal. 189
Menghibahkan dalam huruf d UU No. 15 Tahun 2002jo, UU No. 25 Tahun 2003 mengandung pengertian memberikan harta kekayaan secara Cuma-
Cuma atau tanpa syarat. 7. Menitipkan
Pasal 1694 KUH Perdata menyebutkan bahwa penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang dari orang lain, dengan syarat
bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya.
73
8. Membawa ke luar negeri Membawa adalah membawa hasil tindak pidana secara fisik.
74
9. Mengubah bentuk Mengubah adalah menjadikan dari semula atau menukar bentuk warna dan
rupa
75
10. Menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau Menukarkan adalah memberikan sesuatu supaya diganti dengan lain.
76
11. Perbuatan lain Perbuatan lain dalam pasal 3 adalah perbuatan selain perbuatan yang
berupa “menempatkan, mentransfer, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, atau menukarkan dengan uang atau surat berharga”.
12. Menyembunyikan
73
Pasal 1694 KUH Perdata
74
Ibid
75
Ibid, hal. 1234
76
Menyembunyikan dalam pasal 3 adalah menyimpan menutup dan sebagainya supaya jangan tidak terlihat atau sengaja tidak
memperlihatkan.
77
13. Menyamarkan. Menyamarkan dalam pasal 3 adalah menjadikan menyebabkan dan
sebagainya samar atau mengelirukan, menyesatkan.
78
77
Op, Cit. Hal. 1217
78
Ibid, hal. 987
Kegiatan money laundering dalam sistem keuangan pada umumnya dan system perbankan pada khususnya memiliki risiko yang sangat besar. Risiko
tersebut antara lain risiko operasional, risiko hukum, risiko terkonsentrasinya transaksi, dan risikoreputasi. Bagi perbankan Indonesia tindakan pencucian uang
merupakan suatu hal yang sangat rawan karena pertama, peranan sektor perbankan dalam system keuangan di Indonesia diperkirakan mencapai 93. Oleh
sebab itu sistem perbankan menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan rezim anti money laundering. Kedua,
tingginya tingkat perkembangan teknologi dan arus globalisasi di sektor perbankan
membuat industri perbankan menjadi lahan yang empuk bagi tindak kejahatan pencucian uang dan merupakan sarana yang paling efektif untuk melakukan
kegiatan money laundering. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan bank untuk kegiatan
pencucian uang karena jasa dan produk perbankan memungkinkan terjadinya lalu lintas atau perpindahan dana dari satu bank ke bank atau lembaga keuangan
lainnya,
sehingga asal usul uang tersebut sulit dilacak oleh penegak hukum. Keterlibatan perbankan dalam kegiatan pencucian uang dapat berupa:
a. Penyimpanan uang hasil kejahatan dengan nama palsu atau dalam safedeposit box;
b. Penyimpanan uang dalam bentuk depositotabungangiro; c. Penukaran pecahan uang hasil perbuatan illegal;
e. Pembuktian dalam Pencucian Uang
Alat-Alat bukti yang digunakan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang money laundring terdapat dalam Pasal 73 Undang-Undang Tindak Pidana
Pencucian Uang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan :
79
79
Lihat pasal 73 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010
“Alat bukti yang sah dalam pembuktian Tindak Pidana Pencucian Uang ialah :
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; danatau
b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat
yang serupa optik dan dokumen.” Alat-alat pembuktian yang ditentukan Undang-Undang Tindak Pidana
Pencucian Uang jauh lebih banyak dan lebih beragam jika dibandingkan dengan apa yang ditentukan dalam KUHAP mengingat cara-cara yang digunakan pelaku
untuk melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan cara-cara yang canggih. Akan tetapi alat bukti yang ditentukan KUHAP tersebut merupakan bagian dari
alat-alat bukti yang terdapat dalam Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam pasal 74, Penyidikkan tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan
ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut undang-undang. Pasal 75, dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang
cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal, penyidik menggabungkan penyidikkan tindak pidana asal dengan penyidikkan tindak
pidana pencucian uang dan memberitahukannya ke PPATK.
B. Tahap-Tahap Pencucian Uang