58
nyaman disitulah dia akan terbuka dan bercerita dengan orang lain yang kemudian memicu interaksinya dengan orang lain.
Pemikiran informan akan mempengaruhi keputusannya untuk menilai kedalam sebuah masalah, ketika bercerita dan terbuka
informan melihat se-pribadi apakah hal yang dia ceritakan. Informan bukanlah orang yang mudah percaya kepada orang lain,
jadi informan akan membatasi sedalam apa masalah yang boleh diketahui orang lain atau tidak.
“aku kan orangnya termasuk mungkin mood-moodan jadi waktu mungkin aku lagi ngalami masalah terus aku pingin
cerita. mungkin aku bisa lebih enjoy cerita ke A ya aku cerita ke A. Mood” wawancara 1,45
“Yang jelas dipengaruhi perasaan terus pemikiranku…” wawancara 1, 46
“aku merasa itu maksudnya ngga terlalu pribadi banget, baru aku certain ke dia.” Wawancara 1, 55
“Ngga tau ya, tapi aku lebih…lebih nyaman cerita sama cewek.” Wawancara 1, 77-78
”Feeling, menurutku feelingku. Yang namanya feeling itu susah diungkapakan. Ngga Cuma feeling sih, diikuti pemikiranku,
kalo aku ngerasa aku lagi ngga pengen cerita ya udah aku ngga cerita kesiapa aja.” wawancara 1, 96
b. Faktor dari luar informan.
Selain faktor dari dalam, keterbukaan informan juga dipengaruhi faktor dari luar dirinya.
Ada hal-hal di luar dirinya yang tidak bisa dikendalikan dan diubah. Pribadi lawan interaksi, informan tidak bisa mengubah
orang lain untuk menjadi seperti apa yang dia mau. Hal ini menyebabkan informan memilih kepada siapa dia akan terbuka,
59
bercerita dan kemudian berinteraksi. Ketepatan figure atau pribadi lawan interaksi ini dipengaruhi juga oleh beberapa hal
yaitu dasar kehidupan rohani dan saran atau masukan yang nanti diterima oleh informan, yang keduanya tidak bisa diubah oleh
informan.
Informan lebih memilih untuk bercerita masalah pribadinya dengan orang-orang yang memiliki prinsip rohanai sama dengan
dia karena dengan adanya kesamaan prinsip ini maka pola pikir dan dasar pemikirannya akan sama dengan informan sehingga
masukannya menurut informan akan lebih bisa diterima. Prinsip rohani adalah hal yang penting bagi informan karena sejak kecil
informan dididik dalam kehidupan rohani dan dibiasakan dengan kegiatan rohani, bahkan pemulihan diri informan juga
dipengaruhi faktor rohani. Untuk masukan yang diterima, informan lebih senang dengan support yang tidak bersifat
mengguruinya, support yang membangun dan tidak memaksa. Informan bukanlah orang yang mudah percaya kepada orang lain,
demikian juga dalam menerima masukan. “Aku cerita karena aku menganggap dia figure yang tepat
untuk aku cerita jadi kalo aku cerita sama dia, aku yakin dia bisa ngasih solusi sama aku.” Wawancara 1,81-84
“Belum kepikiran, mungkin karena dia beda agama jadi mungkin prinsip yang dianut juga beda. Jadikan ngga semua
bisa diomongkan” wawancara 1,112
60
“Paling dalem kadang menyangkut perinsip hidup, pandangan hidup, tujuan hidup. Nah kalo udah beda, susah buat
ngomongin.” Wawancara 1, 118 “kebanyakan berupa refreshing, jadi waktu dia bilang
“menurutku seperti ini” dia berarti tidak memaksa aku untuk bertindak seperti itu, kalo perintahkan malah memaksa aku
untuk bertindak sesuatu. Waktu aku dapet masukan sesuatu yang aku anggap itu baik ngga usah diperintah juga aku jalani.
Tapi kalo kesannya memberi perintah, bagiku kesannya ngga begitu enak.” Wawancara 1,160-167
c. Eksternal dan internal.
Intensitas pertemuan juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam komunikasi informan. intensitas
pertemuan digolongkan oleh peneliti sebagai faktor eksternal dan internal karena kedua belah pihak ikut ambil bagian dalam
pembentukannya. Ketika informan bisa bertemu tetapi lawan interaksinya tidak bisa bertemu maka pertemuan menjadi faktor
eksternal, tetapi ketika lawan interaksi bisa bertemu sedangkan informan tidak mau bertemu maka pertemuan menjadi faktor
internal. Intensitas pertemuan bagi informan mempengaruhi akankah dia bercerita atau tidak. Masalah yang dianggap sudah
terlalu lama, tidak akan diceritakan oleh informan karena menurtunya itu sudah basi. Dengan semakin rendahnya intensitas
pertemuan maka bagi informan akan menurunkan juga komunikasinya sehingga keterbukaannya menurun.
” Sekarang, jarang komunikasi karena beda kota dan kesibukan
masing-masing. Kalo dulu lebih bisa cerita sama dia.” wawancara 2,114
61
Informan berinteraksi dengan banyak oran tetapi merujuk faktor tersebut di atas interaksi informan lebih banyak dilakukan dengan
teman perempuan dan teman gereja khususnya perempuan. Informan merasa tidak nyaman bergaul dengan lawan jenis dan tidak percaya
dengan pria, sehingga informan memilih aktifitas di gerejanya yang juga banyak berinteraksi dengan wanita. Pelayanan informan sebagai
dancer atau penari, anggotanya seluruhnya perempuan. Informan tampak lebih bisa ekspresif ketika dia bergaul dengan teman
perempuan khususnya teman gereja. ketika bersama dengan rekan- rekan pelayanannya yang sesama penari informan tampak ceria dan
bisa meluapkan emosinya, bercanda dan tertawa lepas. Di gereja informan juga melakukan interaksi yang bersifat umum, seperti
berjabat tangan dengan orang lain selesai ibadah. “Keliatannya ngga, tapi emang aku cenderung banyak bergaul
sama temen cewek daripada sama cowok kok.” Wawancara 2,29- 30
Interaksi informan tidak sebatas hanya digereja saja tetapi juga di lingkungan kampus. Di kampus informan lebih membatasi diri dalam
berinteraksi dengan lawan jenis. Interaksi informan dengan teman kampusnya lebih terbatas, sebatas kegiatan perkuliahan.
Keterbatasan ini tampak dari perbincangan saat mengerjakan tugas dan perbicangan di kampus, dalam proses observasi informan
tampak ceria ketika bergaul dengan teman wanita di kampusnya sebatas membicarakan dan berinteraski tentang aktifitas perkuliahan.
62
Duduk bersama ketika di kampus, mengerjakan tugas kelompok, meminta jadwal kuliah adalah kegiatan-kegiatan yang rutin
dilakukan informan di kampusnya. Selepas kegiata yang menyangkut perkuliahan informan tidak banyak berinteraksi dengan teman-teman
kampus. “Di kos Man Db tampak lebih ceria dan banyak tersenyum. Sambil
mengerjakan tugas kelompok, Db, Man, Su, dan Rin sesekali bergurau” observasi 3,38-45
Di lingkungan kerja, toko perkakas informan memilih untuk segera melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Interaksi informan dengan
karyawan lain sangat terbatas, interaksinya nonformal tampak hanya dilakukan dengan rekan kerja wanitanya sedangkan dengan
karyawan pria informan banyak berinteraksi sebatas pekerjaan dan tanggung jawab.
“Saat berjalan menuju ruangannya Db tidak berbicara dengan orang yang ditemuinya di lantai bawah .Seorang teman kerja Db
yaitu Ts sales laki-laki mengatakan adalah hal biasa jika Db datang dan lansung menuju ruangannya tanpa menyapa orang
yang ada.” Observasi 2,3-12
Dengan melihat kedekatan dan intensitas interaksi informan membagi hubungan sebagai pacar, teman dekat, sahabat, teman.
Pacar adalah hubugan yang paling dekat bagi informan melebihi hubungan sahabat. Sedangkan teman dekat adalah orang yang lebih
dari teman tetapi hatinya tidak semurni sahabat, mengharapkan sesuatu. Sahabat bagi informan adalah tempat dimana mereka bisa
saling mengerti, bisa saling mendengarkan dan membangun, ada
63
setiap saat untuk saling memberi support dan bisa bercerita secara mendalam. Dengan sahabat informan bisa berbagi masalah yang
paling dalam yaitu maslah keluarga. Bagi informan masalah keluarga adalah masalah yang paling dalam dan hanya mau dia bagikan
kepada orang-orang tertentu. Sedangkan teman menurut informan adalah orang yang dia kenal dan berinteraksi biasa dengan informan.
5. Hubungan Dengan Observer