PERSIAPAN DINAMIKA INTERAKSI PENELITIAN

36 pemimpin yang tegas dan keras. Setiap apa yang diperintahkan harus segera dikerjakan tepat seperti yang dia mau. Mama Db aktif dalam kegiatan rohani sebagai anggota koor, tetapi sejak dipercaya mengelola toko kemudian dia mengurangi aktifitas di gereja karena waktunya banyak tersita untuk bekerja. Dalam berinterksi dengan mamanya Db berusaha untuk menuruti yang deperintahkan tetapi tidak jarang juga Db menolaknya terlebih ketika Db merasa bahwa yang diperintahkan mamanya tidak nyaman bagi dia.

B. PERSIAPAN

PENELITIAN Persiapan penelitian ini dilakukan oleh peneliti untuk mempersiapkan informan penelitian dan hal-hal yang dibutuhkan untuk memperlancar proses penelitian: 1. Membangun raport dengan informan. Ini dilakukan untuk memunculkan rasa nyaman dala diri informan sehingga bisa memeberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. 2. Menjelaskan maksud dan latar belakang tujuan penelitian ini kepada informan. Dengan informan mengetahui tujuan penelitian ini maka diharapkan informan lebih dapat bersikap kooperatif dengan peneliti. 3. Membuat pertanyaan umum sebagai panduan dalam pengambilan informasi dari informan. Panduan ini berupa pertanyaan wawancara yang bersifat sangat umum dan dikembangakn berdasar kebutuhan dan informasi yang didapat peneliti di lapangan. 37 4. Pengambilan informasi seijin informan. Sebelum melakukan wawancara dan observasi peneliti terlebih dahulu meminta ijin kepada informan agar informan merasa nyaman selama proses wawancara dan observasi berlangsung. Peneliti juga memberikan informasi singkat mengenai apa yang akan dilakukan selama proses pengambilan informasi dari informan. 5. Dalam proses verifikasi peneliti memberikan kembali catatan verbatim hasil wawancara kepada informan dengan maksud agar informan mengetahui bahwa informasi yang didapat peneliti sebagai dasar penelitian ini adalah benar-benar dari apa yang diberikan oleh informan.

C. HASIL

PENELITIAN

1. Hubungan Informan Dengan Lawan Jenis

Informan memiliki hubungan dengan lawan jenisnya, dia membaginya dalam beberapa kategori yaitu sebagai teman biasa, sahabat, teman dekat dan sebagai pacar. Menurut informan sahabat lebih dari teman biasa karena lebih banyak masalah pribadi yang bisa dibagikan dengan sahabat. Menurutnya teman dekat adalah lawan jenis yang bergaul dekat tetapi tidak setulus sahabat ”ada maunya”, sedangkan pacar adalah interaksi paling dekat dan mendalam dibanding dengan yang lainnya. 38 Informan pernah berpacaran dengan seorang pria saat dia masih menempuh pendidikan S1 nya, sebenarnya informan sudah lama tertarik dengan pria ini yaitu sejak informan duduk di bangku SMU. Rasa tertarik informan ini ternyata hanya dibalas dengan perasaan sebagai sahabat oleh sang pria. “Pernah, menurutku 1 kali. pacaran” wawancara 1, 168 Dianggap sebagai sahabat ternyata menyakitkan bagi informan, diapun sempat merasa kecewa dan berusaha melupakan si pria itu. Setelah sekian waktu kemudian pria tadi menghampiri informan dan menyatakan isi hatinya bahwa sebenarnya selama ini dia juga tertarik kepada informan. setelah sang pria menyatakan isi hatinya kemudian informan menerima dia karena menurut informan dalam diri pria ini dia menemukan figure yang dia cari selama ini, selain itu informan juga merasa inilah kesempatan baginya untuk berpacaran dengan orang yang selama ini dia sukai. “Soalnya dari aku sudah seneng sama dia lama, dan dulu menurutku dia orang yang aku cari, figure yang aku harapkan tu ada di dia semua, walaupun cuma permukaan. Maksudnya aku ngga ngeliat kedalamannya seperti apa. Bagiku susah sih waktu itu buat nemuin cowok yang kayak dia.” Wawancara 1, 178 Dalam berpacaran informan juga mengalami gesekan dan perbedaan pendapat. Setelah dua bulan mereka berpacaran secara jarak jauh, mereka mengakhiri hubungannya karena adanya permasalah keluarga. 39 Figure pria yang selama ini dia cintai dan sayangi ternyata harus putus karena masalah keluarga, informan menjadi kecewa, menutup hatinya untuk pria dan memutuskan untuk berfokus pada masalah kuliahnya. ”Banyak faktor…masalah keluarga” wawancara 1,242 ”Ngga ada faktor lain” wawancara 1, 243 “Waktu aku putus sih aku sempet kepikiran, ah ya udah aku ngga mau mikirin cowok dulu aku pengennya kuliah, itu yang pertama. Yang kedua bagiku untuk membuka hati sama cowok juga susah.” Wawancara 1, 303 Sejak dia putus informan belum lagi memikirkan untuk berpacaran, hatinya masih ragu akankah dia kembali menjalin hubungan serius dengan pria atau tidak. Harapan dari informan adalah dia bisa menemukan pria yang cocok sesuai figure yang dia harapkan dan bisa selalu ada ketika dibutuhkan oleh informan. Selain pacar infroman juga pernah memiliki teman dekat seorang pria, tetapi setelah tahu bahwa informan berpacaran kemudian hubungan dengan teman dekat ini menjauh. Informan menganggap bahwa teman dekat hubungannya tidak setulus sahabat karena ada harapan tersendiri dari salah satu pihak. Selain pacar informan menganggap ada juga teman yang dekat dan bisa berbagi secara tulus, dia menyebutnya sebagai sahabat. Dalam berinteraksi dengan lawan jenis informan juga memiliki sahabat laki- laki, tetapi jumlahnya sangat terbatas. Bagi informan seorang sahabat 40 harus bisa memberi dukung dan support, menerima apa adanya, bisa mendengarkan dan memberi masukan yang membangun. Interaksi informan dengan lawan jenis terjadi dalam beberapa aspek kehidupannya seperti gereja, campus dan tempat kerja. Di gereja informan memiliki sahabat pria. Menurut informan kesamaan prinsip dasar mereka menjadikan dirinya lebih mudah untuk terbuka dan berbicara masalah yang dalam. Bagi informan seorang sahabat adalah tempat dimana dia bisa bercerita hingga masalah yang terdalam yaitu keluarga. Dengan teman di gerejanya informan merasa leih bisa terbuka, interaksi saling mendukung, saling membangun, dan saling memberi support dirasa informan lebih bisa dilakukan karena prinsip dasar kehidupan mereka yang sama. “Kalo menurutku belum bisa karena beda agama, ya mungkin yang terutama itu. Soalnya menurutku kalo aku sudah nyebut dia sahabat berarti yang paling dalem aku bisa cerita ke dia. Paling dalem kadang menyangkut perinsip hidup, pandangan hidup, tujuan hidup. Nah kalo udah beda, susah buat ngomongin.” Wawancara 1, 118 Di luar gereja informan juga berinteraksi dengan pria, salah satunya adalah di campus. Di campus informan memandang pria sebagaimana pria pada umumnya. Interaksi yang dilakukan lebih besifat umum, seerti berbicara masalah tugas campus, pengalaman kerja dan hal-hal yang terkait perkliahan dan pekerjaan. Sejak S1 sebenarnya informan merasa kurang tertarik dengan kegiatan di campus, sehingga kegiatan yang biasa dia lakukan 41 hanyalah kuliah, mengerjakan tugas lalu pulang. Ketika harus bergaul dengan rekan pria di campusnya informan tampak kurang nyaman dan cenderung menutup diri. Informan bahkan menolak untuk diajak dalam acara-acara yang dia tahu di sana akan banyak bertemu dengan teman-teman pria dari campusnya. Bahkan dalam relasinya dengan lawan jenis di campus informan terkesan acuh dan tidak peduli, hal ini dimunculkan dengan tidak ingatnya informan akan nama teman sekalasnya maupun sikap dan ekspresinya ketika berbicara dengan lawan jenis dari campus. Interaksi informan dengan lawan jenis di campus bisa dikatakan minim. ”Kalau sama temen cowok, bagiku mereka enak buat tukar pikiran untuk masalah diskusi-diskusi. Terus buat ngobrol sebentar, ngga bisa sih aku terbuka cerita sama cowok, ngobrolnya seputar hal umum aja. Mungkin masalah tugas dan pengalaman seputar kegiatan kampus atau pengalaman kerjanya, kan mereka kebanyakan udah lebih tua dari aku dan lebih banyak pengalamannya, itukan aku belum tahu, jadi dari cerita mereka tentang pengalamannya itu aku bisa belajar lebih lagi.” wawancara 2, 39-50 Di tempat kerjanya di sebuah toko perkakas, informan bekerja di bagian keuangan membantu mamanya yang adalah kepala cabang Jogja dan Solo. Hubungan informan dengan rekan kerja yang pria berbeda dengan yang wanita. Dengan karyawan pria informan lebih banyak berinteraksi sebatas pekerjaan. Pemberian tugas dan teguran dilakukan informan kepada karyawannya sesuai dengan tanggung jawab dan tugas informan di toko tersebut. Informan memiliki penilaian yang kurang baik dan cenderung negatif kepada karyawan 42 pria di tokonya. Informan menilai bahwa karyawan pria di tokonya tidak menghargai wanita. Informan menilai dari cara mereka bercanda seolah-olah kurang menghargai wanita. Informan juga merasa bahwa dirinya diremehkan oleh karyawan toko karena dirinya perempuan, sikap meremehkan ini informan terima dalam bentuk tegurannya salam hal pekerjaan tidak didengarkan dengan baik sehingga terjadi kesalahan yang berulang. “Kalau di tempat kerja mungkin aku mandang laki mungkin sempet rada negatif, soalnya karena tingkah lakunya sama bercandanya menurutku kurang begus…kurang menghargai cewek.” Wawancara 2,4-7 “Setelah Ts keluar, Db duduk di mejanya dan sedikit mengeluh karena kinerja beberapa karyawan menurutnya tidak bagus dan cenderung meremehkan, Db beranggapan bahwa apakah karena dirinya perempuan maka bisa diremehkan.” Observasi 8, 51-55 Informan menilai bahwa karyawan wanita sebenarnya lebih baik dari pria, karyawan wanita dianggap lebih bisa dipercaya dan bertanggung jawab. Di lingkungan pekerjaan informan adalah orang yang tidak mau mendengarkan penjelasan orang lain jika penjelasan itu dianggapnya sebagai suatu pembelaan saja. Ketika disibukkan dengan tanggung jawab dan pekerjaannya informan tidak mau terganggu dengan apa yang bukan menjadi tanggung jawabnya. Penilaian negatif informan terhadap karyawan pria di tempatnya bekerja membuat informan tidak bertegur sapa dengan mereka, dan memilih langsung pulang ketika jam pulang ataupun langsung masuk ke ruangannya ketika dia datang. 43 Secara umum informan sulit terbuka, enggan bergaul dengan pria dan memiliki perasaan tidak nyaman ketika harus berintearksi dengan sekelompok pria. Menurut informan pria itu seharusnya bisa melindungi tetapi pada kenyataannya informan tidak melihat fakta itu. Sejak kecil sebenarnya informan tidak percaya kepada pria ditambah lagi dengan kenyataan bahwa informan tidak menemukan figure pria yang tepat dalam kehidupannya. Pengalaman penculikan yang dilakukan oleh tukang becak terhadap informan juga membentuk penguatan akan penilaiannya bahwa pria itu tidak bisa dipercaya.

2. Hubungan Informan Dengan Ayah

Informan melihat bahwa papanya adalah figure pria bagi dia. Dimata informan papanya adalah orang yang sabar. Papa informan jarang sekali memarahi dia, walaupun sekali waktu jika informan bersalah papanya juga tetap memarahi dia. Sejak kecil informan merasa dekat dengan papanya, informan merasa papanya lebih sering membela dia daripada kakak dan adiknya. Ketika meminta sesuatu informan papa informan cenderung menuruti permintaannya. Selain itu ketika papanya ada di rumah dan tidak lelah informan sering bermain bersama papanya, entah itu bermain boneka kertas ataupun bermain ijak-injakan kaki. Papa informan juga selama ini sering mengantar jemput untuk sekolah, ke 44 gereja dan persekutuan doa. Kebersamaan dengan papanya membuat informan semakin merasa dekat. Sikap sabar, dekat, pembelaan, menuruti permintaan, mengantar dan kebersamaan ini membuat informan semakin yakin bahwa papanya sangat sayang dengan dirinya. ”pokoke papaku mbelani banget aku.” Wawancara 3, 107 ”pokoke dulu itu papaku sayang benget nek sama aku.” Wawancara 3, 110 ”pokoke sayang banget.” Wawancara 3, 118 ”ya mungkin sayang ya, tapi kalo ke aku tu keliatane lebih sayang lagi.” Wawancara 3, 137 Ada pengalaman-pengalaman lain yang menguatkan pemikiran informan bahwa papanya sangat sayang dan dekat dengan dia. Pertama adalah ketika informan diculik olek tukang becak yang tidak dikenalnya. Setibanya di rumah, sambutan yang berbeda dirasakan oleh informan. Mamanya marah karena informan mau ikut dengan orang yang tidak dikenal sedangkan papanya memluk, menangis dan berdoa dengan dia, ditambah lagi dengan informasi yang didapat bahwa sebelum informan pulang papanya smepat panik di sekolah karena mencari informan. Sikap penerimaan dari papanya ini diartikan oleh informan sebagai perwujudan rasa sayang papanya kepada dia. Juga setelah di rumah, informan menceritakan bahwa semalaman itu papanya menyempatkan diri untuk terus bersama dengan informan, menemaninya bermain, duduk bersama, memberi 45 makanan yang disukai oleh informan bahkan menemani informan tidur sebari duduk di kursi di sebelah tempat tidur informan. Sikap yang ditunjukan papanya ini membuat informan semakin yakin bahwa papanya sayang dan sangat sayang dengan dia. Selain kejadian penculikan itu informan juga melihat perwujudan sayang papanya ketika informan membeli sirup dan kemudian memecahkannya, reflek tidak memarahi tetapi memberi dukungan untuk belajar membuat informan lebih yakin lagi bahwa papanya sayang kepada dia. Pernah juga informan ingin membeli es batu. Informan sudah bersepeda tetapi begitu di jalan dia bertemu papanya, papanya malah memintanya pulang untuk kemudian mengantarnya lagi membeli es batu bahkan menambahkan ice cream dan roti untuk informan. Sikap mengantar saat papanya lelah dan kepanasan selesai berjualan keliling juga membuat informan semakin dekat dan yakin lagi bahwa papanya sangat sayang dia. Dalam kebudayaan Cina, kami mengenal istilah Imlek dimana semua keluarga berkumpul dan saling mengunjungi untuk bersilaturahmi. Informan juga melakukan hal yang demikian, ketika papanya masih hidup, informan dengan keluarganya pergi bersama ke rumah saudara mereka. Papa informan meninggal dunia karena menderita penyakit leukimia. Sebelum papanya meninggal, saat itu adalah saat kenaikan kelas. Informan datang ke rumah sakit dengan menunjukkan nilai 46 rankingnya. Saat itu informan mendapat apresiasi ciuman bangga dari papanya, bahakan informan tahu jika papanya sakit tetapi hari itu tertawa bahagia dan tampak sehat karena informan naik kelas dan juara. Ketika berbicara tentang papanya informan banyak terdiam dan emosional, dia terkadang berkaca-kaca dan bercerita dengan sangat detail seperti menceritakan sebuah kisah yang dihapalnya luar kepala. ”informan terdiam sebentar, sambil menangis kecil” wawancara 3, 109

3. Hubungan Informan Dengan Keluarga Setelah Kehilangan

Ayah. Informan masih mengingat wakru-waktu terakhir ketika papanya meninggal, sebenarnya informan merasa menolah kepergian papanya dan tidak rela harus kehilangan papanya. Saat itu mereka sedang berdoa di kamar dan tiba-tiba pintu diketuk oleh tamu, mama informan keluar dan tidak kembali lagi, informan mulai megerti dari tanda-tanda yang ada ada dua suster yang datang dari rumah sakit dan mamanya menangis bahwa papanya telah meninggal. “habis itu kan pulang terus pas di kamar tau-tau ada yang dateng ngetok-ngetok pintu terus mamaku yang keluar tapi kok ngga balik-balik, maksudnya kok ngga balik-balik ke kamar terus..waktu itu aku keluar terus di luar tu ada dua orang suster gitu..terus mamaku udah nangis-nangis dan udah ada tetangga-tetangga gitu. 47 Waktu itu sih aku cuman feeling gitu to mungkin ngga diomongi tapi feeling nya seperti itu..” wawancara 4, 14-25 Informan merasa sangat tidak rela kehilangan papa yang dia kasihi. Penolakan itu bukan hanya diekpresikan informan dengan menangis tetapi juga keengganannya untuk memberikan minyak penghormatan terakhir dan penghormatan saat penutupan peti jenazah. Informan berharap papanya jangan dulu meninggal, informan merasa papanya masih muda dan anak-anaknya masih kecil. Informan masih mengingat jelas setiap kejadian itu dan menyimpannya dalam memori yang kuat. Ketika bercerita mengenai waktu-waktu terkahir, informan tampak lebih emosional. Dia menangis dan menghentikan wawancara. Setiap kali dalam wawancara tidak resmi peneliti menanyakan cerita ini, informan selalu emosional dalam menanggapinya. “satu hal aku sebelum tutup peti..aku sangat ngerasa ngga rela..pokoknya ngga rela bangetlah terus sampai harus ngasih minyak yang terakhir itu.. aku juga inget waktu itu ada omku yang deket banget sama aku..dah aku cuma digendong tok sama dia terus di suruh ngasih minyak aku ngga mau karena aku ngga pengen petinya ditutup..sampe saat ini seh foto-fotonya waktu papaku masih di dalem peti sebelum ditutup tu aku masih bener- bener inget gitu..” wawancara 4, 26-30 Setelah papanya meninggal informan dan keluarga berpindah rumah untuk sementara waktu, mereka tinggal di rumah kontrakan untuk 3 tahun. 48 Di saat duduk di bangku SMP informan dan keluarga sudah kembali ke rumah lamanya, dia tinggal bersama mama, kakak laki-laki dan adiknya yang juga laki-laki. Hari-hari informan di masa remaja ini mulai menunjukan sikap kehilangan papa sekian tahun yang lalu. Saat duduk di bangku SMP informan menjadi orang yang suka menyendiri, minder, pendiam dan tidak percaya diri. Dimasa ini informan kehilangan figure papanya, informan sering merasa iri jika melihat temannya yang masih memiliki papa. Mereka diantar atau dijemput papanya bahkan bermain bersama orang tua mereka yang masih lengkap sedangkan informan harus bepergian sendiri, tidak ada yang mengantarnya lagi. Informan sering merasa bingung kenapa TUHAN harus sedemikian cepat memanggil papanya. Masa SMP adalah masa yang paling penuh gejolak bagi informan. Pada masa SMP ketika informan kehilangan figure papa, pada masa itu jugalah informan kehilangan gambar diri atau jati dirinya. Praktis informan tidak menemukan figur panutan baginya. Pribadi kakak yang seharusnya bisa menggantikan figure papa bagi informan ternyata tidak muncul. Mama informan juga sering berselisih paham dan lebih berfokus pada pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Seiring dengan waktu, aktifitas rohani yang sejak kecil ditanamkan dalam kehidupan informan dan keluarganya mulai memberi dampak positif bagi informan. Ketika informan duduk di bangku SMU, 49 informan menemukan rasa cinta yang sangat dalam kepada TUHAN. Sikap cinta kepada TUHAN yang sangat ini membuat informan kemudian mulai menerima dan melihat kenyataan secara positif. Terkadang informan masih merasa minder dan tidak percaya diri tetapi intensitasnya sudah berkurang jauh dan lebih baik. Sikap kecewa karena kehilangan papa juga mulai berkurang, informan lebih bisa menerima keadaan walaupun terkadang pemikiran ”jika memiliki orang tua lengkap pasti enak” masih muncul sampai sekarang. “Terus sampe waktu SMA itu aku bisa ngerasain gimana aku jatuh cinta bener-bener sama TUHAN, bener-bener ada sesuatu yang bedalah..ya mungkin aku masih minder walaupun kadarnya sudah mulai berkurang…yang paling berat seh masa-masa SMP, rasane begitu bergejolak banget. Kalo waktu masa SMA udah lebih baik, mungkin ada tapi ngga terlalu ya karena udah lebih besar terus juga udah makin kenal sama TUHAN to..” wawancara 4, 66-75 “aku bener-bener ngerasain dilepaskan dan dipulihkan dari rasa sakit hati dan kecewa karena kehilangan papaku, karena aku sempet ngerasa kecewa banget kehilangan papaku, tapi setelah itu aku bener-bener lebih ngerasa kalo TUHAN sendiri yang akan menjadi papah buat aku. Mulai dari itu aku mulai bisa menerima kenyataan hidup, terus gambar diriku juga mulai dipulihkan lagi..” wawancara 4, 82-90 Sejak pemulihan diri setelah papanya meninggal, informan menjadi orang yang mandiri dan tidak mudah bergantung dengan orang lain. Mama informan tidak menuntut anaknya untuk berjuang hidup tetapi mamanya mengajar mereka untuk mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Setelah papanya meninggal samapai sekarang, informan 50 tidak canggung dan kerepotan jika harus melakukan aktifitas seorang diri seperti bepergian seorang diri. Dampak negatif bagi informan setelah papanya meninggal adalah dia kemudian semakin tidak percaya pada pria, dalam pemaparan hasil penelitian diatas kita jumpai bahwa sejak kecil informan tidak percaya kepada pria. ditambah beberapa kejadian yang disebutkan di atas termasuk kehilangan papa ini membuat informan semakin tidak menemukan dorongan untuk merasa aman terlebih dengan lawan jenisnya. Setelah papanya meninggal informan harus hidup bersama dengan mama, kakak, dan adiknya, mama informan memutuskan untuk tidak menikah lagi dan mengurus anak-anaknya seorang diri. Dalam keseharian keluarga informan banyak mendapat bantuan dari saudara mamanya, tetapi hal ini tidak kemudian menjadikan mereka tergantung dan enggan berusaha. Sebelum dipercaya untuk mengurus toko perkakas mama informan melanjutkan pekerjaan suaminya berdagang makanan kecil. Selain itu juga mengurus keluarga dengan sesekali memasak di rumah. Setelah papanya meninggal informan kemudian banyak berinteraksi dengan mamanya sebagai orang tua tunggal, informan mulai merasa adanya gesekan. Informan terkadang berbeda pendapat dengan mamanya, mamanya yang tegas dan keras berbeda dengan papanya yang sabar dan cenderung membela informan. Informan juga melihat 51 bahwa mamanya lebih sering marah, dibandingkan dengan papanya. Perbedaan dalam menyelesaikan masalah ketika terjadi perselisihan, informan melihat bahwa mamanya lebih memilih untuk meminta anak-anaknya diam ketika mereka berselisish sedangkan papanya selama ini menanyakan ada apa kemudian memberi soslusi. Perbedaan sikap ini membuat informan merasa jauh dengan mamanya, informan merasa bahwa kakak dan adiknya bisa lebih dekat dengan mamanya. “aku ngerasa kok bisa ya ada perbedaan banget, kok malah anak- anaknya yang laen yang lebih dekat sama mamaku” wawancara 4, 97-99 Bagaimanapun informan harus tetap sadar bahwa mamanya tetap mamanya, informan semakin hari semakin melihat perbedaan itu hanyalah cara dan wujud kasih yang diekspresikan secara berbeda. Informan melihat perjuangan mamanya untuk anak-anaknya dan pengalaman hidup yang berat yang selama ini dijalani oleh mamanya. Sejak kecil mama informan sudah harus bekerja keras dan setelah menikah ternyata harus ditinggal oleh suaminya ketika anak mereka masih kecil, melihat kenyataan ini informan berbalik hati dan berusaha melihat keadaan mamanya secara objektif. Wujud kasih yang diberikan dan diekspresikan mama informan memang berbeda diabanding dengan papanya, tetapi informan percaya juga bahwa itu adalah tetap bentuk kasih mama kepada anaknya. 52 Hari-hari ini informan banyak membantu mamanya di toko, di bidang keuangan sesuai kemampuan akademis dari informan. Dengan informan membantu mamanya di toko, informan juga sering bepergian dengan mamanya untuk hal-hal yang terkait pekerjaannya. Ketika peneliti menyampaikan pemulihan rohani yang dialami oleh informan seenarnya itu juga tidak terlepas dari apa yang diajarkan mamanya. Mama informan selalu mengajarkan informan untuk percaya bahwa TUHAN yang menjadi pengganti papa bagi mereka. Sampai saat ini terkadang informan masih mengalami beda pendapat dengan mamanya, tetapi informan tidak menjadikan itu sebagai suatu perselisihan malahan informan juga merasa kangen ketika harus berpisah dengan mamanya. Mama informan pernah memintanya untuk segera menikah tetapi saat itu informan memilih untuk berfoku pada kuliah S2 nya. Dari pernyataan tersebut tampak juga bahwa informan mulai memiliki keterbukaan dengan mamanya. Informan mulai bisa bercerita tentang apa yang dialaminya. Mama informan mengajar anak-anaknya untuk mandiri, hal itu sudah disinggung di atas oleh peneliti. Dan ajaran ini ternyata benar-benar membuat informan lebih mandiri bahkan bisa membantu mamanya. Pada awalnya informan merasa bahwa kakak dan adiknya lebih dekat kepada mamanya daripada informan dengan mamanya, tetapi setelah 53 berjalan waktu ternyata informan merasa bahwa dirinya juga sama dekat dengan mamanya seperti anaknya yang lain. Selain informan yang merasa kehilangan papanya, kakak informan juga merasa kehilangan. Setelah papanya meninggal informan melihat bahwa kakaknya bisa dekat dengan mamanya dan tampak bisa menerima kenyataan. Informan merasa bahwa dia tidak seperti kakaknya yang bisa denkat dengan mamanya. Informan berharap dapat menemukan figure pria sebagai panutan dalam diri kakaknya tetapi ternyata tidak demikian. Setelah papanya meninggal informan sempat kehilangan figure pria termasuk dari kakaknya, informan menganggap kakanya tidak bisa menjadi teldan bagi dia. Seiring dengan waktu dan pemulihan rohani yang dialami informan, informan bisa menyadari perubahan lingkungan sekitarnya. Kakaknya yang berusaha menerima keadaan dan bersikap Nrimo membuat informan mulai meneladaninya. Informan mulai merasa nyaman dan menemukan figure pria dalam diri kakaknya. Kakaknya banyak membantu dan mendukung mamanya. Kakak informan juga banyak mengajarkan informan untuk bersyukur dan menerima keadaan. Sekarang hubungan infroman dan kakaknya terpisa berbeda kota, dan informan semakin jarnag berselisih paham dengan kakaknya karena merasa bahwa sayang jika kakaknya datang ke Jogja dalam waktu singkat dan mereka harus bertengkar. 54 Di rumah informan tinggal dengan adiknya laki-laki. Berbeda dengan kakanya dan papanya informan merasa bahwa dia dan adiknya sama-sama orang yang keras sehingga mereka sering bertengkar karena tidak ada yang mau mengalah. Ketika papanya meninggal adik informan masih kecil +- 6 tahun dan setelah itu informan merasa adiknya bisa dekat dengan mamanya. Informan menyadari betul bahwa dia dan adiknya sering bertengkar. Informan merasa bahwa konflik kebutuhan akan perhatian dan harapan utnuk dimengerti membuat pertengkaran diantara mereka. Disatu sisi informan sebagai kakak dituntut untuk bisa mengalah dengan adiknya tetapi di sisi lain sebenarnya hati informan sedang ingin untuk dimanja dan orang lain yang mengalah, karena kedua belah pihak sama-sama keras maka konflik atau pertengkaran itu terjadi. Selain itu interaksi informan dengan adiknya berbeda dibandingkan interaksi informan dengan kakanya. Informan merasa bahwa adiknya sering sulit jika dimintai tolong maka informan sering merasa malas untuk minta tolong, sangat baik karena setelah papanya meninggal mama informan mengajar setiap anaknya untuk mandiri sehingga informan juga bisa mandiri dan tidak tergantung dengan adiknya. Dalam observasi peneliti menemukan bahwa ada kalanya informan melakukan aktifitas bersama dengan adiknya tetapi juga ada kalanya peneliti menemukan informan sedang bertengkar dengan adiknya. 55 “Sejak datang, Db tidak bertegur sapa dengan adiknnya karena menurut An adik laki-laki Db mereka sedang sedikit bertengkar karena perbedaan pendapat.” Observasi 3,12-15

4. Hubungan Informan

Informan adalah pribadi yang tidak terlalu senang untuk berinteraksi dengan banyak orang, sejak kecil informan dan keluarganya jarang bepergian ke tempat yang ramai dikunjungi banyak orang. Sesekali informan dan keluarganya bepergian tetapi bukan untuk ke tempat keramaian melainkan beribadah atau kunjungan keluarga. Dalam kesehariannya informan memiliki tanggung jawab dan kewajiban, ketika informan dihadapkan pada kondisi tersebut maka informan cenderung melakukan sebatas apa yang seharusnya dia lakukan. Informan tampak tidak terlalu peduli dengan lingkungannya terlebih ketika dia memiliki tujuan dan tanggung jawab pribadi. Dengan kata lain informan lebih berkonsentrasi dengan tugas dan tanggung jawab atau tujuannya. Setelah putus dari pacarnya informan memilih untuk menyelesaikan kuliahnya dalam waktu 3,5 tahun dengan IPK diatas 3 dan karena kefokusannya tersebut informan berhasil menyelesaikan targetnya. Selain itu ketika informan bekerja dia tampak sibuk dengan pekerjaannya, enggan mengangkat telepon yang bukan menjadi kewajibannya, dan memilih untuk menunda makan. Ketika berbicara tentang tugas dan tanggung jawab informan tampak berusaha melakukan bagiannya secara benar dan tepat. Di toko 56 informan memberikan teguran dan perintah sesuai bagiannya, di gereja informan juga melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Keterfokusan pada tujuan ini juga tampak ketika informan beribadah, dia memilih untuk berfokus pada ibadah dan berbicara setelah ibadah itu selesai. Ada kalanya informan disibukkkan dengan pekerjaannya tetapi ada kalanya juga informan sedikit santai ketika memang tugas dan pekerjaannya tidak banyak. Informan membagi apa yang dirasa penting baginya dan apa yang dirasa tidak penting bagi dirinya, sebagai contoh adalah ketika informan kuliah. Ada kalanya informan pasif dalam proses perkuliahan tetapi ada kalanya juga informan memilih untuk pasif. Ketika informan merasa perlu untuk mendapat jawaban dia akan menjadi aktif dan terus berusaha mengejar apa yang dia inginkan, dan ketika apa yang dia inginkan itu tidak tercapai maka informan cenderung menjadi kurang bersemangat dan murung. Informan sadar bahwa untuk mencapai apa yang dia inginkan dan tanggung jawabnya dia perlu orang lain, tetapi informan juga menyadari bahwa dirinya bukanlah orang yang mudah terbuka dengan orang lain. Informan merasa bahawa tidak ada orang yang bisa mengerti dirinya sepenuhnya sehingga dia tidak mudah percaya dengan orang lain, ditmabah pula informan yang pernah dikecewakan dan kehilangan orang yang paling dia sayangi. Sejak kehilangan papanya informan sebenarnya berusaha untuk menerima 57 kenyataan terlebih setelah hubungan pribadi dengan TUHAN yang membuatnya banyak berubah, tetapi bagi informan ada beberapa hal yang membuatnya memilih untuk terbuka atau tidak. Bagi informan keterbukaannya terhadap seseorang dipengaruhi oleh: a. Faktor dari dalam informan. Bagi informan ada beberapa hal dari dalam dirinya yang bisa mendorongnya untuk terbuka dengan orang lain atau tidak. Keterbukaan inilah yang kemudian membuat seseorang bisa berinteraksi dengan orang lain termasuk lawan jenis. Suasana hati informan mempengaruhinya dalam menentukan pilihan akankah dia terbuka dengan seseorang atau tidak dan kapan dia akan terbuka. Ketika hati informan tidak mau terbuka, moodnya sedang tidak ingin terbuka dan bercerita atau berinterkasi dengan orang lain maka informan akan memilih untuk diam. Ketika menghadapi masalah yang berat sekalipun, jika hati informan tidak mau terbuka maka dia memilih untuk tidak terbuka. Seperti kejadian ketika informan masih SMP, dia memilih untuk diam dan menjadi penyendiri, pemalu dan tertutup. Selain suasana hati, keterbukaan informan terhadap orang lain dipengaruhi oleh perasaan dan pemikirannya. Ketika informan merasa nyaman dan dia berpikir untuk mau bercerita maka infroman akan bercerita dan terbuka dengan orang lain. Perasaan nyaman ini bisa muncul dari intuisinya ataupun dari hati informan sendiri. Kapan dan dimana informan merasa 58 nyaman disitulah dia akan terbuka dan bercerita dengan orang lain yang kemudian memicu interaksinya dengan orang lain. Pemikiran informan akan mempengaruhi keputusannya untuk menilai kedalam sebuah masalah, ketika bercerita dan terbuka informan melihat se-pribadi apakah hal yang dia ceritakan. Informan bukanlah orang yang mudah percaya kepada orang lain, jadi informan akan membatasi sedalam apa masalah yang boleh diketahui orang lain atau tidak. “aku kan orangnya termasuk mungkin mood-moodan jadi waktu mungkin aku lagi ngalami masalah terus aku pingin cerita. mungkin aku bisa lebih enjoy cerita ke A ya aku cerita ke A. Mood” wawancara 1,45 “Yang jelas dipengaruhi perasaan terus pemikiranku…” wawancara 1, 46 “aku merasa itu maksudnya ngga terlalu pribadi banget, baru aku certain ke dia.” Wawancara 1, 55 “Ngga tau ya, tapi aku lebih…lebih nyaman cerita sama cewek.” Wawancara 1, 77-78 ”Feeling, menurutku feelingku. Yang namanya feeling itu susah diungkapakan. Ngga Cuma feeling sih, diikuti pemikiranku, kalo aku ngerasa aku lagi ngga pengen cerita ya udah aku ngga cerita kesiapa aja.” wawancara 1, 96

b. Faktor dari luar informan.

Selain faktor dari dalam, keterbukaan informan juga dipengaruhi faktor dari luar dirinya. Ada hal-hal di luar dirinya yang tidak bisa dikendalikan dan diubah. Pribadi lawan interaksi, informan tidak bisa mengubah orang lain untuk menjadi seperti apa yang dia mau. Hal ini menyebabkan informan memilih kepada siapa dia akan terbuka, 59 bercerita dan kemudian berinteraksi. Ketepatan figure atau pribadi lawan interaksi ini dipengaruhi juga oleh beberapa hal yaitu dasar kehidupan rohani dan saran atau masukan yang nanti diterima oleh informan, yang keduanya tidak bisa diubah oleh informan. Informan lebih memilih untuk bercerita masalah pribadinya dengan orang-orang yang memiliki prinsip rohanai sama dengan dia karena dengan adanya kesamaan prinsip ini maka pola pikir dan dasar pemikirannya akan sama dengan informan sehingga masukannya menurut informan akan lebih bisa diterima. Prinsip rohani adalah hal yang penting bagi informan karena sejak kecil informan dididik dalam kehidupan rohani dan dibiasakan dengan kegiatan rohani, bahkan pemulihan diri informan juga dipengaruhi faktor rohani. Untuk masukan yang diterima, informan lebih senang dengan support yang tidak bersifat mengguruinya, support yang membangun dan tidak memaksa. Informan bukanlah orang yang mudah percaya kepada orang lain, demikian juga dalam menerima masukan. “Aku cerita karena aku menganggap dia figure yang tepat untuk aku cerita jadi kalo aku cerita sama dia, aku yakin dia bisa ngasih solusi sama aku.” Wawancara 1,81-84 “Belum kepikiran, mungkin karena dia beda agama jadi mungkin prinsip yang dianut juga beda. Jadikan ngga semua bisa diomongkan” wawancara 1,112 60 “Paling dalem kadang menyangkut perinsip hidup, pandangan hidup, tujuan hidup. Nah kalo udah beda, susah buat ngomongin.” Wawancara 1, 118 “kebanyakan berupa refreshing, jadi waktu dia bilang “menurutku seperti ini” dia berarti tidak memaksa aku untuk bertindak seperti itu, kalo perintahkan malah memaksa aku untuk bertindak sesuatu. Waktu aku dapet masukan sesuatu yang aku anggap itu baik ngga usah diperintah juga aku jalani. Tapi kalo kesannya memberi perintah, bagiku kesannya ngga begitu enak.” Wawancara 1,160-167 c. Eksternal dan internal. Intensitas pertemuan juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam komunikasi informan. intensitas pertemuan digolongkan oleh peneliti sebagai faktor eksternal dan internal karena kedua belah pihak ikut ambil bagian dalam pembentukannya. Ketika informan bisa bertemu tetapi lawan interaksinya tidak bisa bertemu maka pertemuan menjadi faktor eksternal, tetapi ketika lawan interaksi bisa bertemu sedangkan informan tidak mau bertemu maka pertemuan menjadi faktor internal. Intensitas pertemuan bagi informan mempengaruhi akankah dia bercerita atau tidak. Masalah yang dianggap sudah terlalu lama, tidak akan diceritakan oleh informan karena menurtunya itu sudah basi. Dengan semakin rendahnya intensitas pertemuan maka bagi informan akan menurunkan juga komunikasinya sehingga keterbukaannya menurun. ” Sekarang, jarang komunikasi karena beda kota dan kesibukan masing-masing. Kalo dulu lebih bisa cerita sama dia.” wawancara 2,114 61 Informan berinteraksi dengan banyak oran tetapi merujuk faktor tersebut di atas interaksi informan lebih banyak dilakukan dengan teman perempuan dan teman gereja khususnya perempuan. Informan merasa tidak nyaman bergaul dengan lawan jenis dan tidak percaya dengan pria, sehingga informan memilih aktifitas di gerejanya yang juga banyak berinteraksi dengan wanita. Pelayanan informan sebagai dancer atau penari, anggotanya seluruhnya perempuan. Informan tampak lebih bisa ekspresif ketika dia bergaul dengan teman perempuan khususnya teman gereja. ketika bersama dengan rekan- rekan pelayanannya yang sesama penari informan tampak ceria dan bisa meluapkan emosinya, bercanda dan tertawa lepas. Di gereja informan juga melakukan interaksi yang bersifat umum, seperti berjabat tangan dengan orang lain selesai ibadah. “Keliatannya ngga, tapi emang aku cenderung banyak bergaul sama temen cewek daripada sama cowok kok.” Wawancara 2,29- 30 Interaksi informan tidak sebatas hanya digereja saja tetapi juga di lingkungan kampus. Di kampus informan lebih membatasi diri dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Interaksi informan dengan teman kampusnya lebih terbatas, sebatas kegiatan perkuliahan. Keterbatasan ini tampak dari perbincangan saat mengerjakan tugas dan perbicangan di kampus, dalam proses observasi informan tampak ceria ketika bergaul dengan teman wanita di kampusnya sebatas membicarakan dan berinteraski tentang aktifitas perkuliahan. 62 Duduk bersama ketika di kampus, mengerjakan tugas kelompok, meminta jadwal kuliah adalah kegiatan-kegiatan yang rutin dilakukan informan di kampusnya. Selepas kegiata yang menyangkut perkuliahan informan tidak banyak berinteraksi dengan teman-teman kampus. “Di kos Man Db tampak lebih ceria dan banyak tersenyum. Sambil mengerjakan tugas kelompok, Db, Man, Su, dan Rin sesekali bergurau” observasi 3,38-45 Di lingkungan kerja, toko perkakas informan memilih untuk segera melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Interaksi informan dengan karyawan lain sangat terbatas, interaksinya nonformal tampak hanya dilakukan dengan rekan kerja wanitanya sedangkan dengan karyawan pria informan banyak berinteraksi sebatas pekerjaan dan tanggung jawab. “Saat berjalan menuju ruangannya Db tidak berbicara dengan orang yang ditemuinya di lantai bawah .Seorang teman kerja Db yaitu Ts sales laki-laki mengatakan adalah hal biasa jika Db datang dan lansung menuju ruangannya tanpa menyapa orang yang ada.” Observasi 2,3-12 Dengan melihat kedekatan dan intensitas interaksi informan membagi hubungan sebagai pacar, teman dekat, sahabat, teman. Pacar adalah hubugan yang paling dekat bagi informan melebihi hubungan sahabat. Sedangkan teman dekat adalah orang yang lebih dari teman tetapi hatinya tidak semurni sahabat, mengharapkan sesuatu. Sahabat bagi informan adalah tempat dimana mereka bisa saling mengerti, bisa saling mendengarkan dan membangun, ada 63 setiap saat untuk saling memberi support dan bisa bercerita secara mendalam. Dengan sahabat informan bisa berbagi masalah yang paling dalam yaitu maslah keluarga. Bagi informan masalah keluarga adalah masalah yang paling dalam dan hanya mau dia bagikan kepada orang-orang tertentu. Sedangkan teman menurut informan adalah orang yang dia kenal dan berinteraksi biasa dengan informan.

5. Hubungan Dengan Observer

Selama penelitian berlangsung informan banyak berinteraksi dengan peneliti. Dalam interaksi ini terkadang informan bercanda ringan, bertanya tentang keadaan dan perkembangan penelitian, bercerita tentang teman dan adiknya. Terkadang informan juga meminta bantuan peneliti yang bersifat ringan dan tidak memaksakan. Selama pengambilan data informan beberapa kali sambil becanda mengatakan pada peneliti bahwa dirinya cantik, ini menunjukkan bahwa sebenarnya peneliti mengharap dirinya menarik bagi lawna jenis tetapi merasa malu untuk berekspresi. Sikap informan dengan pria berbeda dengan sikapnya kepada peneliti. Dalam proses penelitian informaan bisa terbuka dan bercerita tentang dirinya sesuai dengan apa yang ditanyakan dan digali oleh peneliti, hal ini menunjukkan bahwa informan berfokus pada tujuan, tugas dan tanggung jawab utamanya. 64

D. DINAMIKA INTERAKSI PENELITIAN

Rumusan dasar masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana interaksi informan yang mengalami pola pengasuhan tanpa ayah dengan lawan jenis? Untuk bisa menjawab pertanyaan utama tersebut peneliti membuat beberapa pertanyaan lain yang merujuk pada pengungkapan interaksi informan yang mengalami pola pengasuhan tanpa ayah dengan lawan jenis. Pertama kali peneliti mencoba menggali informasi tentang hubungan informan dengan pria disekitarnya. Dalam hal ini informan berinteraksi dengan banyak orang termasuk pria, informan berinteraksi dengan pria di tempat kerja, di kampus, dan digereja. Dalam interaksinya informan lebih banyak memilih untuk bergaul dengan pria di gerejanya, karena menurutnya pria di gereja memili prinsip dasar yang sama sehingga lebih mudah untuk diajak bercerita dan dimintai masukan. Di tempat kerja dan di kampus informan tidak menemukan pria yang dia anggap bisa untuk diajak berinteraksi lebih dalam, informan membatasi interaksi di tempat kerja sebagai karyawan dan di kampus sebagai teman kuliah. Dalam perjalanannya informan mengungkapkan juga bahwa sebenarnya dia pernah berpacaran selama 2 bulan. Hubungan itu berlangsung ketika informan masih kuliah dan terpisah dengan kota yang berbeda. Ketika berpacaran informan juga mengalami konflik dan permasalah dengan pacaranya tetapi hal ini tidka membuat mereka mengakhiri hubungannya. Informan putus dengan pacarnya lebih karena ada masalah keluarga diantara mereka berdua. Setelah putus dengan pacarnya informan kemudian menutup hatinya bagi pria dan memilih untuk berfokus menyelesaikan kuliahnya. Informan sempat 65 merasa dikecewakan oleh pacarnya karena selama ini tertarik tetapi hanya dianggap sebagai sahabat saja. Rasa kecewa ini memperkuat pendapat informan bahwa laki-laki tidak dapat dipercaya dan tidak ada orang yang bisa memahami informan. Selama ini informan merasa bahwa papanya adalah pria terbaik dalam kehidupannya. Informan merasa bahwa papanya sangat sayang kepada dia, banyak membela dia dan menjadi figure bagi informan. Sejak papanya meninggal lalu informan menjadi orang yang tertutup, pemalu dan cenderung rendah diri. Dari sini peneliti kemudian berusaha mengetahui bagaimana hubungan informan dengan papanya selama papanya masih hidup. Hubungan informan dengan papanya sangat dekat, bahakan informan merasa bahwa papanya lebih dekat dengan dia daripada dengan kakak dan adiknya. Kedekatan yang sangat ini muncul dari cerita informan dan ekspresi emosi informan ketika bercerita mengenai papanya. Berulang kali informan mengatakan bahwa papanya sayang dengan dia. Kedekatan ini juga tercermin dari sikap penolakan informan ketika harus memberikan minyak terakhir sebelum peti jenazah papanya ditutup. Sejak papanya meninggal informan merasa sangat kehilangan, dan kecewa karena papa yang dia kasihi harus meninggal di usia muda. Informan membri tahu bahwa setelah papanya meninggal mamanya memutuskan untuk tidak menikah lagi dan membesarkan anak-anaknya seorang diri. Peneliti kemudian berusaha mengagali hubungan informan dengan keluarganya untuk melihat keenganan informan mebangun hubungan dengan pria adalah karena tidak menemukan pria 66 yang tepat seperti papanya, dikecewakan mantan pacarnya atau karena tidak ada dukungan dari keluarganya. Dalam wawancara dan observasi yang dilakukan, peneliti melihat bahwa informan merasa tidak cocok dengan mamanya terlebih pada masa awal setelah papanya meninggal. Ketika papanya masih hidup informan merasa bahwa mamanya lebih keras daripada papanya sehingga informan lebih dekat dengan papanya karena merasa nyaman. Setelah papanya meninggal informan merasa bahwa ekspresi sayang dari mama tidak seperti yang diberikan oleh papanya, informan merasa hubungan dengan mamanya tidak sedekat antara mamanya dengan kakak dan adik informan. Dari informasi yang didapat juga informan sempat merasa bahwa kakaknya tidak bisa menjadi teladan bagi dia sedangkan dengan adiknya, informan sering berbeda pendapat. Setelah sekian waktu informan menemukan hubungan dengna TUHAN secara pribadi yang kemudian membuat informan bisa menerima keadaan dan melihat keluarganya secara lebih positif. Perubahan pandangan ini terwujud dalam sikap informan yang menerima perbedaan ekspresi sayang mamanya, dan mulia melihat bahwa kakak yang ada amulai bisa menjadi figure teladna bagi informan. Hubungan dengan adik masih terjadi pertengkaran bahkan ketika penelitian ini berlangsung informan sempat bertengkar dengan adiknya. Dari data yang ada peneliti kemudian berpikir dan berusaha menggali hubungan bagi informan itu seperti apa, apakah informan membangun hubungan untk mencari figure papa atau sebagai pelarian dari kekecewaannya. Informan membagi hubungan sebagai pacar, teman dekat, sahabat dan teman. Bagi 67 informan pacar adalah hubungan yang paling dekat melebihi sahabat, karena menurutnya seoragn pacar harus juga bisa berperan sebagai sahabat. Teman dekat menurut informan adalah seperti sahabat tetapi tidak tulus karena salah satu pihak mengharap lebih dari hubungan tersebut. Sahabat dimata informan adalah lebih dari teman, dimana mereka bisa berbagi dan bercerita secara terbuka hingga masalah paling dalam seperti masalah keluarga. Bagi informan sahabat tidak dibatasi jenis kelamin tetapi untuk menjadi sahabat informan memiliki beberapa kriteria dan batasan. Kriteria dan batasan ini muncul secara ilmiah dari informan karena informan merasa sulit untuk terbuka dan percaya kepada orang lain sehingga ia memilih kepada siapa dia bisa bercerita dan terbuka. Sedangkan hubungan yang paling umum bagi informan adalah teman, bagi informan teman adalah semua orang yang dikenalnya dan berinteraksi dengan dia secara umum. Selama penelitian berlangsung informan berinteraksi baik dengan peneliti. Interaksi ini dipandang sebagai interaksi profesional oleh peneliti seperti interaksi informan dengan rekan di kampusnya. Informan menganggap interaksi yang dilakukan dengan peneliti adalah bagian dari usaha untuk memberika informasi yang dibutuhkan, ucapan terima kasih dan permintaan tolong karena situasi yang tidak dikondisikan. Peneliti membatasi interaksi dengan informan sebatas relasi sebuah penelitian kualitatif, dimana peneliti berelasi langsung dengan informan penelitian untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. 68

E. PEMBAHASAN