Analisis Latar Dan Tokoh Utama Dalam Novel إمرأة عند نقطة الصفر /Imra`Atun ‘Inda Nuqtati Al-Sifri/ ‘Perempuan Di Titik Nol’ Karya Nawal Al-Sa‘Dawi

(1)

ANALISIS LATAR DAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

ةأﺮﻣإ

ﺮﻔ ﻟا

ﺔﻄﻘ

ﺪ ﻋ

/

IMRA`ATUN ‘INDA NUQTATI AL-SIFRI/

‘PEREMPUAN DI TITIK NOL’ KARYA NAWAL AL-SA‘DAWI

SKRIPSI SARJANA

OLEH

RISA ANGGRIANI

040704029

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI BAHASA ARAB

MEDAN

2008

ﺣﺮﻟا

ﺣﺮﻟا

ﷲا


(2)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan hidayahnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Selawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang tetap teguh menegakkan kebenaran dan dapat dijadikan sebagai contoh teladan dalam kehidupan ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana. berkaitan dengan hal tersebut maka penulis menyusun sebuah skripsi yang berjudul “Analisis Latar Dalam Novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ ‘Perempuan di Titik Nol’ Karya Nawal Al-Sa’dawi”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ilmu dan pengalaman yang penulis miliki. Akan tetapi berkat rahmat karunia Allah SWT dan do’a yang tiada hentinya dari Keluarga Besar penulis serta saudara-saudara terdekat dan bantuan dari semua pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca maupun masyarakat pada umumnya yang ingin mendalami ilmu bahasa Arab. Penulis juga senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Juli 2008 Penulis,

RISA ANGGRIANI 040704029


(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya serta bantuan dari semua pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh kerena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan saran, bimbingan dan dukungan serta doanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis ucapkan kepada :

1. Teristimewa buat Ayahanda Alm. Lukman Ahmad dan Ibunda Nurfahlita sebagai orang tua yang telah mendidik penulis dengan kesabaran, perhatian dan ketulusan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi. Dengan kerendahan hati penulis mohonkan do’a “Allāhumma ighfir zunūba waliwālidaini warhamhumā kama rabbayāni sagīra”. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat, hidayah dan ampunan kepada keduanya di dunia dan di akhirat.

2. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sastra Univesitas Sumatera Utara, beserta bapak Drs. Aminullah, M.A.,Ph.D., sebagai Pembantu Dekan I, bapak Drs. Samsul Tarigan, sebagai Pembantu Dekan II, dan bapak Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum., sebagai Pembantu Dekan III.

3. Ibu Dra. Khairawati, M.A., Ph.D., sebagai Ketua Jurusan Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Mahmud Khudri, M.Hum., sebagai Sekretaris Jurusan Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Khairawati, M.A., Ph.D. sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs. Bahrum Saleh, M.Ag. sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak


(4)

6. Ibunda Dra. Fauziah, MA, selaku Penasehat Akademik penulis.

7. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, khususnya staf pengajar Program Studi Bahasa Arab yang telah mendidik dan menuangkan ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan.

8. Tak lupa kepada Abangda tercinta Briptu Fadly Anto, kakanda Rika Handayani serta Suami Kopda Sahata, Adinda Ririn Nova rina dan Adinda Firman Ahwan yang telah banyak mendukung dan memberikan semangat, semoga kita selalu dalam perlindungan-Nya.

9. Buat keluarga besar Medan Permai yang telah menyediakan fasilitas untuk penulis sampai bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini.

10.Buat keluarga besar yang ada di Rajawali, di Setia Budi, Langsa, Palembang, lokhsemawe dan lain-lain yang tak bisa penulis sebutkan.

11.Rekan-rekan stambuk 04, Eka, Hotma, Ilyani, Odi, Atid, Rahma, Adek (Tika), Devi, Dian, Kiki, Ami’, Vega, Sri, farida, Adi, Zulfan, Subuh, Fadil, Mael, Ahmad Syaputra, Darwin dan Haris. Terima kasih atas dukungan dan cinta kalian, senyum seorang saudara adalah mutiara dan kalian akan selalu ku rindukan. 12.Khususnya buat teman akrab penulis, Eka, Hotma dan Ilyani Thanks ya….atas

dukungannya selama ini, You Are My Best Friends yang tidak akan terlupakan. 13.Buat bang Andika selaku staf admistrasi jurusan bahasa Arab.

14.Seluruh mahasiswa bahasa Arab yang tergabung dalam ( IMBA ) Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab.


(5)

15.Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tak terhingga kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Jazakumullahu khairan.

Penulis tidak dapat membalas kebaikan yang telah diberikan, hanya kepada Allah SWT penulis memohon semoga Allah membalasnya dengan kebaikan, baik didunia maupun di akhirat. Amin ya rabbal ‘alamin.

Medan,


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATAPENGANTAR... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... . ii

DAFTAR ISI... .. v

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Metode Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

3.1 Sekilas Tentang Biografi Pengarang ... 14

3.2Sekilas Tentang Novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/imra`atun ‘inda nuqţati al-şifri/ 16 3.3 Fungsi Latar ...18

3.3.1 Latar Sebagai Metaforik ...18

3.3.2 Latar Sebagai Atmosfer... 20

3.4 Unsur Latar ... 26

3.4.1 Latar Tempat Pada Novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/imra`atun ‘inda nuqţati al-şifri/ ... 26

3.4.2 Latar Waktu Pada Novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/imra`atun ‘inda nuqţati al-şifri/ ... 35

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

3.4.3 Latar Sosial-Budaya /imra`atun ‘inda nuqţati al-şifri/ ... 50


(7)

/imra`atun ‘inda nuqţati al-şifri/ ... 60

BAB IV PENUTUP... ...77

4.1 Kesimpulan ... ...77

4.2 Saran ... ...77 DAFTAR PUSTAKA


(8)

ABSTRAK

Risa Anggriani, 2008. Analisis Latar dan Tokoh Utama Dalam Novel

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

ﺮ ﻟا

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ Karya Nawal Al-Sa’dawi. Program studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini membahas tentang latar dan tokoh utama dalam novel

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

ﺮ ﻟا

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ karya Nawal Al-Sa’dawi. Latar adalah menunjukkan pada tempat, yaitu lokasi di mana cerita itu terjadi, waktu, kapan cerita itu terjadi dan lingkungan sosial-budaya, keadaan kehidupan bermasyarakat tempat tokoh dan peristiwa terjadi. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian

Permasalahan yang diteliti adalah latar tempat, waktu, sosial-budaya, fungsi latar dan tokoh utama dalam novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/

imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ karya Nawal Al-Sa’dawi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui latar tempat, waktu, sosial-budaya, fungsi latar dan tokoh utama dalam novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/

imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ karya Nawal Al-Sa’dawi.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dan menggunakan metode deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, factual, dan akurat mengenai data yang diteliti. penulis menggunakan teori Nurgiyantoro yang didukung oleh Aminuddin. Hasil penelitian ini menunjukkan latar tempat berjumlah 28 (dua puluh satu), latar waktu berjumlah 48 (empat puluh tiga), latar sosial-budaya berjumlah 21 (dua puluh satu), fungsi latar sebagai metaforik berjumlah 5 (lima), latar sebagai afmosfer berjumlah 14 (sembilan), dan tokoh utama berjumlah 43 (empat puluh tiga).


(9)

ﺔﻳﺪﻳﺮﺠﺗ

ةرﻮ

ﺎ ر

ﻰﻧﺎ ﺮ ﻧا

,

٢٠٠٨

.

ةإﺮ ا

ﺔ ﺨﺸﻟا

و

ﺪﻬﺸ ﻟا

نﺎﻜ و

نﺎ ز

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

.

ناﺪ

:

ﻮﺳ

ﺔ ﺎﺟ

بدﻻا

ﺔ ّآ

ﺔ ﺮ ﻟا

ﺔ ﻟا

ىﺮﻄ

ﺔ ﻟﺎ ﺸﻟا

.

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةإﺮ ا

ﺪﻬﺸ ﻟا

نﺎﻜ و

نﺎ ز

ﺚ ﻟا

اﺬه

,

نﺎ ز

ﺪﻬﺸ ﻟا

نﺎﻜ و

و

نﺎﻜ و

نﺎ ز

ﺚ ﻟا

اﺬه

ﺔ ﺣﺎ ﻟا

دﺪ

و

نﺎﻜ و

نﺎ ز

ﺔ ﺮ ﻟ

ﺚ ﻟا

اﺬه

ضﺮ ﻟا

لﻮ

ﻰ ﺘﻟا

ﻰ ﻮﻟا

جﺎﻬ ﻟا

ﺔﺜﺣﺎ ﻟا

ﻮﺟﺮ و

ﺔ ﺘﻜ ﻟا

ﺔﺳارﺪ

ﺔﺜﺣﺎ ﻟا

تﺪ ﺘ إ

ﺚ ﻟا

ﺳﺎ ﻟا

و

.

ىﺮﻄ رﻮﻧ

ﺔﺜﺣﺎ ﻟا

ﺪﺨﺘﺳا

.


(10)

ABSTRAK

Risa Anggriani, 2008. Analisis Latar dan Tokoh Utama Dalam Novel

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

ﺮ ﻟا

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ Karya Nawal Al-Sa’dawi. Program studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini membahas tentang latar dan tokoh utama dalam novel

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

ﺮ ﻟا

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ karya Nawal Al-Sa’dawi. Latar adalah menunjukkan pada tempat, yaitu lokasi di mana cerita itu terjadi, waktu, kapan cerita itu terjadi dan lingkungan sosial-budaya, keadaan kehidupan bermasyarakat tempat tokoh dan peristiwa terjadi. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian

Permasalahan yang diteliti adalah latar tempat, waktu, sosial-budaya, fungsi latar dan tokoh utama dalam novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/

imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ karya Nawal Al-Sa’dawi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui latar tempat, waktu, sosial-budaya, fungsi latar dan tokoh utama dalam novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/

imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ karya Nawal Al-Sa’dawi.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dan menggunakan metode deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, factual, dan akurat mengenai data yang diteliti. penulis menggunakan teori Nurgiyantoro yang didukung oleh Aminuddin. Hasil penelitian ini menunjukkan latar tempat berjumlah 28 (dua puluh satu), latar waktu berjumlah 48 (empat puluh tiga), latar sosial-budaya berjumlah 21 (dua puluh satu), fungsi latar sebagai metaforik berjumlah 5 (lima), latar sebagai afmosfer berjumlah 14 (sembilan), dan tokoh utama berjumlah 43 (empat puluh tiga).


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia telah dikaruniai oleh pencipta-Nya untuk hidup berbudaya, dan salah satu dari unsur budaya itu adalah sastra. Sastra dikatakan sebagai salah satu dari unsur kebudayaan karena sastra merupakan pendukung dari perkembangan kebudayaan itu sendiri.

Sastra dalam bahasa Sansekerta berasal dari kata “sas” yang berarti mengarahkan, memberi petunjuk atau instruksi. Sedangkan “tra” berarti alat atau sarana (Teeuw, 1984: 23). Padahal dalam pengertian sekarang (bahasa Melayu), sastra banyak diartikan tulisan. Pengertian ini kemudian ditambahkan dengan kata su yang berarti indah atau baik, maka jadilah susastra yang bermakna tulisan yang indah (Fananie, 2000: 4).

Fananie (2000: 6) mengatakan sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan, yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna.

Sastra dalam istilah bahasa Arab disebut dengan

بدﻻا

/al-adabu/. Al-Dairy (1999 : 10) memberikan gambaran tentang

بدﻻا

/al-adabu/ sebagai berikut:

و

ءاّﺮﻘﻟا

اﻮ

ﺮ ﺄﺘﻟا

ﻰﻟا

ﺪ ﻘ

ىﺬﻟا

ﻟا

نﺎ ﻧﻹا

مﻼآ

ﻮه

بدﻻا

ﺎ ﻟا

,

َاﺮﺜﻧ

مأ

اﺮ

نﺎآأ

ءاﻮﺳ

.

/al-adabu huwa kalāmu al-insāni al-balīgi al-lazī yuqsadu bihi ilā al-ta`sīri fī ‘awātifi al-qurrā`i wa al-sāmi‘īna sawā`un akanā syi‘ran am nasran/‘sastra adalah ungkapan perasaan yang indah dan puitis yang bertujuan untuk mempengaruhi si pembaca dan pendengar baik itu berbentuk puisi dan prosa’.

Berbicara tentang novel maka tidak terlepas dari masalah apresiasi, sebab tujuan dari pemahaman sebuah karya sastra adalah untuk mengapresiasikan.


(12)

Karya sastra seperti novel tidak dapat dipahami dengan baik sebelum kita membaca karya tersebut.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1995 : 694) Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

Dalam bahasa Arab novel disebut dengan

ﺔ ﻘﻟا

/al-qissatu/. Jaudah (1991 : 41) mendefinisikan novel sebagai berikut:

ﺔ ﻘﻟا

ﺚ ﺪ ﻟا

ﺎﻬ ﻮﻬ

ﺔ ﻮ

ه

و

ﺎﻜﻟا

ﺎﻬ ﻜ

ثاﺪﺣﻷا

ﺔ ﻧﺎ ﻧا

تﺎ ﺨﺸ

ثاﺪﺣﻷا

,

ﺔ ﺎ ﺘ

ﺔ ﺘﺨ

,

ﺎﻬ ﺎ ﺣ

ﻟﺎﺳاو

ﺎﻬ ﺎ ﺮ

,

ا

ﺟو

سﺎ ﻟا

ةﺎ ﺣ

ﺎ ﺘ

ﻮ ﻧ

ضرﻷ

.

/al-qissatu bimafhūmihā al-hadīśu hiya majmū‘atun min al-ahdāsi yuhkīhā al-kātibu wa tata‘allaqu tilka al-ahdāsu bisyakhsiyyātin insāniyyatin mukhtalifatin mutabāyinatin, fī tasarrufātihā wa asālībi hayātihā, ‘alā nahwi mā tatabāyyanu hayātu al-nāsi ‘ala wajhi al-ardi/ ‘novel adalah kumpulan peristiwa yang diceritakan oleh peneliti dan peristiwa-peristiwa tersebut terkait erat dengan kepribadian manusia itu yang beraneka ragam, berlainan karena tindakannya, dan yang beragam sikap dan gaya hidupnya, sebagaimana keberagaman tingkah laku manusia di seluruh penjuru dunia’.

Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagian saja, misalnya peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981: 175) dalam (Nurgiyantoro, 1998: 216).

Latar menunjukkan pada tempat, yaitu lokasi di mana cerita itu terjadi, waktu, kapan cerita itu terjadi dan lingkungan sosial-budaya, keadaan kehidupan bermasyarakat tempat tokoh dan peristiwa terjadi. Sebagaimana dikemukakan di atas, latar terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu tempat, waktu dan lingkungan


(13)

sosial-budaya. Kehadiran ketiga unsur tersebut saling mengait, saling mempengaruhi dan tidak sendiri-sendiri walau secara teoritis memang dapat dipisahkan dan diidentifikasi secara terpisah (Nurgiyantoro, 2005: 249-250).

Latar berhubungan langsung dan mempengaruhi pengaluran dan penokohan. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones, 1968: 33) dalam (Nurgiyantoro, 1998: 165).

Istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca ( Nurgiyantoro, 1998: 166).

Tokoh adalah pelaku cerita lewat berbagai aksi yang dilakukan dan peristiwa serta aksi tokoh lain yang ditimpakan kepadanya (Nurgiyantoro, 2005: 74-75).

Untuk menilai karakter tokoh dapat dilihat dari apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan (Abrams, 1981: 20) dalam (Fananie, 2000: 87).

Menjadikan novel sebagai objek penelitian bukan hal baru. Meskipun demikian, novel lebih banyak diteliti sebagai karya susastra daripada sebagai alat komunikasi.

Adapun yang menarik bagi penulis untuk menjadikan novel ini menjadi suatu objek penelitian, karena kekaguman penulis terhadap pengarang yang mau mengangkat perjuangan perempuan Mesir untuk merebut kedudukan dan hak-hak yang sama dan lebih penting lagi untuk mendapat perubahan nilai dan sikap kaum lelaki Mesir terhadap perempuan, masih belum sepenuhnya tercapai dan karena penulis melihat masih ada perbedaan gender dalam isi cerita novel tersebut dan karena novel ini belum pernah diteliti oleh mahasiswa/i bahasa Arab

Novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ karya Nawal Al-Sa‘dawi terdiri dari 115 halaman dan 3 bab. Terjemahannya adalah “ Perempuan di Titik Nol” (Amir Sutaarga, 2000) terdiri dari 155 halaman.


(14)

1.2 Perumusan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari pokok bahasan, maka penulis perlu membatasi masalah sehingga tidak keluar dari topik permasalahan. Dalam menganalisis sebuah karya sastra (novel) mempunyai unsur-unsur seperti tema, plot, latar (setting), penokohan dan sudut pandang cerita. Dalam hal ini penulis hanya menganalisis latar dan tokoh utama, yaitu bagaimana latar tempat, waktu, latar sosial-budaya, fungsi latar, dan tokoh utama dalam novel

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

ﺮ ﻟا

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ karya Nawal Al-Sa’dawi.

1.3 Tujuan Penelitian

Suatu masalah dianggap penting dan memerlukan pemecahan, apabila hasil pemecahan itu dapat dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, karena setiap pekerjaan haruslah mempunyai tujuan.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar tempat, waktu, latar sosial-budaya, fungsi latar dan tokoh utama dalam novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ karya Nawal Al-Sa’dawi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta pembaca mengenai kesusastraan Arab khususnya kajian tentang latar dan tokoh utama dalam novel.

2. Menambah referensi bagi mahasiswa/i bahasa Arab dalam menganalisis karya sastra terutama dalam menganalisis latar dan tokoh utama dalam novel.

3. Menambah referensi karya sastra bagi Fakultas Sastra khususnya Program Studi Bahasa Arab.


(15)

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan mengambil data dari novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ Karya Nawal Al-Sa‘dawi dan dengan membaca buku-buku baik yang berbahasa Arab maupun yang bahasa Indonesia yang ada relevansinya dengan masalah yang dibahas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu menjelaskan dan memaparkan tentang hal yang diteliti.

Dalam memindahkan tulisan Arab ke dalam tulisan latin penulis menggunakan pedoman transliterasi Arab-latin berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri P&K RI NO 0543a Th.1987.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :

a. Mengumpulkan bahan referensi dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

b. Membaca dan memahami bahan-bahan referensi tersebut.

c. Memilih data-data di atas selanjutnya dipelajari dan diklasifikasikan kemudian di analisis

d. Dari hasil penelitian kemudian di susun secara sistematis untuk dijadikan sebuah karya ilmiah.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sastra pada hakikatnya adalah citra kehidupan, gambaran kehidupan. Citra kehidupan (image of life) dapat dipahami sebagai penggambaran secara konkret tentang model-model kehidupan sebagaimana yang dijumpai dalam kehidupan faktual sehingga mudah diimajinasikan sewaktu dibaca (Saxby, 1991: 14) dalam (Nurgiyantoro, 2005: 4).

Dalam karya yang lebih luas seperti novel, struktur tidak hanya hadir melalui kata dan tata bahasa, melainkan dapat dikaji berdasarkan unsur-unsur pembentuknya seperti tema, plot, karakter, setting, point of view (Fananie, 2000:116).

Dalam karya sastra, setting merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah karya (Abrams, 1981: 175) dalam (Fananie, 2000: 97). Setting pada hakikatnya tidaklah hanya sekedar menyatakan di mana, kapan dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung, melainkan berkaitan juga dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis (Fananie, 2000: 98).

Menurut Lukens (2003: 147) dalam (Nurgiyantoro, 2005: 248) dalam karya sastra, latar dapat terjadi di mana saja termasuk di dalam benak tokoh, sehingga tidak terlalu banyak membutuhkan deskripsi tentang latar.

Kajian tentang latar atau setting termasuk dalam unsur intrinsik sebuah karya sastra. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.

Setting harus mampu membentuk tema dan plot tertentu yang dalam dimensinya terkait dengan tempat, waktu, daerah dan orang-orang tertentu dengan watak-watak tertentu akibat situasi lingkungan atau zamannya, cara hidup dan cara berpikir (Fananie, 2000: 98).


(17)

Dalam Kamus Al-Maurid (2003: 840) latar dalam bahasa Arab disebut dengan

/khalfiyyatun/,

ﺪﻬﺸ ﻟا

نﺎ ز

و

نﺎﻜ

/makānun wa zamānu al-masyhadi/,

و

/wad‘un/ sedangkan dalam Kamus Al-Asri (1999: 2024)

و

/wad‘un/ artinya

ّ ﺣ

/hattun/ ‘peletakan’,

نﺎﻜ

/makānun/ ‘tempat’,

/mauqi‘un/ ‘tempat keberadaan’,

/mauqi‘un/ ‘waktu keberadaan’,

ﺰآﺮ

/markazun/ ‘situasi’,

/maudi‘un/ ‘posisi atau letak’.

Jaudah (1991 : 41) mendefinisikan latar dalam bahasa Arab dengan

نﺎ ﺰﻟا

نﺎﻜ ﻟا

و

/al-zamānu wa al-makānu/.

دوﺪ

نﺎ ز

و

نﺎﻜ

ثﺪ

نأ

ﺪ ﻻ

ﺔ دﺎﺣ

آ

,

فوﺮ

و

تادﺎ

ﺎ ﻬ

ﺎﺘ و

ﺬ ﻟا

نﺎﻜ ﻟا

و

نﺎ ﺰﻟﺎ

ﺔ ﺘ

ئدﺎ

,

ﻚﻟاﺬ

طﺎ رﻻاو

ﺔ ﻘ ﻟ

ىﻮ ﺣو

ىروﺮ

.

/ kullu hādisatin taqa‘u lābudda an tahdusa fī makānin mu‘ayyanin wa zamānin mahdūdin, tartabitu bizurūfi ‘ādātin wa mabādi`in muttasilatin bi al-zamāni wa al-makāni al-lazaini waqa‘atā fīhimā, wa al-irtibātu bizālika darūriyyun wa hayawiyyun li al-qissati/ ‘setiap kejadian yang terjadi pada suatu tempat dan waktu tertentu, yang terikat dengan keadaan, kebiasaan dan aturan yang mengikat dengan waktu dan tempat, yang demikian itu mempunyai hubungan yang penting terhadap cerita agar cerita itu hidup’.

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial-budaya. Ketiga unsur itu walaupun masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

Di samping itu, latar juga dapat dilihat dari sisi fungsi yang lain, yang lebih menyaran pada fungsi latar sebagai pembangkit tanggapan atau suasana tertentu dalam cerita.


(18)

Fungsi latar yang dimaksud adalah : a. Latar sebagai Metaforik

Penggunaan istilah metafora menyaran pada suatu pembandingan yang mungkin berupa sifat keadaan, suasana, ataupun sesuatu yang lain. Secara prinsip metafora merupakan cara memandang (menerima) sesuatu melalui sesuatu yang lain. Fungsi pertama metafora adalah menyampaikan pengertian, pemahaman (Lakoff & Johnson, 1980: 36) dalam (Nurgiyantoro 1998: 241).

Contoh latar sebagai Metaforik adalah:

ﻟا

ﺎ ه

تﺎ ﻘ ﻟا

تﻼ ﺎﻘﻟﺎآ

ﺎﻬ ﻜﻟو

,

ﺎ ﺎ

ﺔ ﺘﺨ

ﺔ ﺨ

,

و

ﺟرﺎ

وأ

ﻟا

اد

ﺎﻬ ﺜ

ةﺪﺣاو

ﺎﻘ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

5

.(

/wa lakinnahā laysat ka al-qātilāti al-muqīmāti hunā fī al-sijni, fahiya syakhşiyyatun mukhtalifatun tamāmān, wa lan tuqābilī wāhidata miślihā dākhila al-sijni aw khārijihi/ ‘tetapi ia tidak seperti wanita-wanita pembunuh lainnya yang ada di dalam penjara tersebut, anda tidak akan pernah menjumpai orang seperti dia di dalam maupun di luar penjara ini (Al-Sa’dawi, 2000: 3)

b. Latar sebagai Atmosfer

Istilah atmosfer mengingatkan kita pada lapisan udara tempat kehidupan dunia berlangsung. Manusia hidup karena menghirup udara atmosfer. Atmosfer dalam cerita merupakan “udara yang dihirup pembaca sewaktu memasuki dunia rekaan”. Ia berupa deskripsi kondisi latar yang mampu menciptakan suasana tertentu, misalnya suasana ceria, romantis, sedih, muram, maut, misteri, dan sebagainya. Akhirnya perlu dikemukakan bahwa atmosfer cerita adalah emosi yang dominan yang merasukinya, yang berfungsi mendukung elemen-elemen cerita yang lain untuk memperoleh efek yang mempersatukan (Alterberd & Lewis, 1966: 72) dalam (Nurgiyantoro, 1998: 245).


(19)

ﺔ ﺎ

ﺔﻧﺎ ﻟا

ﺔ ﻬﻟ

ﻧﺎآ

,

ﺘﻟا

ﺎﻧأ

ﻧﺄآو

ﺘﻘﻧﺎﺣ

ّ ﻟإ

تﺮ ﻧ

و

ﺄﺳ

مﺎ أ

ﺎﻬﻘ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

7

(

/kānat lahjatu al-sajjānati gādibatan wa nazarat ilayya bi‘ainaini hāniqataini wa ka`annanī anā al-latī sa`asynuquhā ba‘da ayyāmin/ ‘ada nada marah dalam suaranya, ia melihat pada saya dengan pandangan marah, seakan-akan sayalah yang akan menggantung Firdaus beberapa hari lagi’ (Al-Sa’dawi, 2000: 5).

Disamping latar, tokoh juga merupakan unsur yang penting dalam sebuah novel, adanya tokoh dalam sebuah kisah memegang peranan penting, dikarenakan tokoh-tokoh tersebut mempunyai watak dan sifat tersendiri dalam melakoni atau cerita tertentu.

Menurut Nurgiyantoro (1998: 165) tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Dalam bahasa Arab tokoh disebut dengan

ﺔ ﺨﺸﻟا

/al-syakhşiyyatu/. Jaudah (1991 : 44) mendefinisikan tokoh sebagai berikut:

ثاﺪﺣﻷا

ﺎﻬﻟﻮﺣ

روﺪ

ﻰﺘﻟا

ﻰه

ﺔ ﺨﺸﻟا

/al-syakhşiyyatu hiya al-latī tadūru haulahā al-`ahdāśi/ ‘tokoh adalah yang memerankan suatu kisah dan kejadian-kejadian kisah itu’.

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan (Nurgiyantoro 1998: 177).

Aminuddin (2000: 80-81) menambahkan bahwasanya dalam memahami watak tokoh utama, pembaca dapat menelusurinya lewat (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, (2) gambaran yang diberikan pengarang lewat


(20)

gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian, (3) menunjukkan bagaimana perilakunya, (4) melihat bagaimana bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, (5) memahami bagaimana jalan pikirannya, (6) melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (7) melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya, (8) melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya, dan (9) melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.

Dalam bahasa Arab tokoh utama disebut

ﻄ ﻟا

ﺔ ﺨ

/syakhşiyyatu al-baţali/ . Jaudah (1991:46) mendefenisikan tokoh utama sebagai berikut:

تﺎ ﺨﺸﻟا

ﺘﺨ

ﺔﻄ اﺮﻟا

و

ثاﺪﺣﻻا

دوﺪ

ﻮه

ﻄ ﻟا

ﺔ ﺨ

/ syakhşiyyatu al-baţali huwa mahdūru al-ahdāśi wa al-rābiţati baina mukhtalifi al-syakhşiyyāti/ ‘tokoh utama dalam tokoh yang sangat berperan dalam cerita dan terikat di antara tokoh-tokoh yang lain’

Menurut Nurgiyantoro (1998: 176-177) tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Pembedaan tokoh adalah sebagai berikut:

1. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan 2. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis 3. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat 4. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang 5. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

Menurut Jaudah (1991: 45)

ﺔ ﺨﺸﻟا

/al-syakhşiyyatu/ ‘tokoh’ terbagi ke dalam dua bagian, yaitu:

1

.

سﺎ ﻟا

مﺎ ا

او

ﺮهﺎ

ﻧﺎﺟ

/jānibu zāhiru huwa wādihun amāma al-nāsi/ ‘sisi terang adalah tokoh yang tampak secara jelas disebutkan dalam kisah’.

2

.

نﻮ ﺮﻘ ﻟا

ﻻإ

ﺸﻜ

ﻮه

ﻧﺎﺟ

/jānibu khafī huwa lā yakshifuhu illa al-muqarrabūna/ ‘sisi tersembunyi adalah tokoh yang tidak disebutkan dalam kisah ataupun tersembunyi’.

Jaudah (1991: 45) menambahkan pembagian tokoh berdasarkan aliran Romantis ada tiga yaitu:


(21)

ﻄ ﻟا

ﺔ ﺨ

/syakhşiyyatu al-baţali/ ‘tokoh utama’.

ﺎﻬ ﺎ و

ﺎﻬآﻮ ﺳ

ﺔ ﻘﻄ

ﺔ ﺨ

/syakhşiyyatun gairu manţiqiyyatu fī sulūkihā wa şifātihā/ ‘tokoh antagonis dan protagonis’.

ﺔ ﺎﻧ

وأ

ﺔ ﻄ

ﺔ ﺨ

/syakhşiyyatun musaţţahatun au nāmiyyatun/ ‘tokoh datar dan tokoh berkembang’.

Dari keseluruhan pembagian tokoh di atas, penulis mengkhususkan pada tokoh yang tampak secara jelas atau tokoh utama saja.

Penulis menggunakan teori Nurgiyantoro dan didukung dengan teori Aminuddin dalam menganalisis latar dan tokoh utama, karena pendapatnya jelas dan mudah dimengerti. Adapun penulis ingin membahas tentang latar, fungsi latar dan tokoh utama dalam novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/. Contoh salah satu latar tempat, waktu, sosial-budaya dan tokoh utama dalam novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ adalah sebagai berikut :

1. Latar Tempat

Latar tempat menunjukkan pada pengertian tempat di mana cerita yang dikisahkan itu terjadi (Nurgiyantoro, 2005: 251).

مد

و

ﺔ ﻘ ﻘﺣ

ةأﺮ ﻟا

ﻩﺬه

,

ﺎﻬﺘ ﺎ

ﻟا

ﺎ ﻘ

ماﻮ أ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

5

(

/hāzihi al-mar`atu haqīqiyyatun min lahmin wa dammin, qābaltuhā fī sijni al-qanātiri munzu bid‘ati a‘wāmin/‘ini adalah wanita sejati, saya berjumpa dengannya di Penjara Qanatir beberapa tahun yang lalu(Al-Sa’dawi, 2000: 3).

2. Latar Waktu

Latar waktu dapat dipahami sebagai kapan berlangsungnya berbagai peristiwa yang dikisahkan dalam cerita fiksi. Dalam banyak kasus masalah waktu lazimnya dikaitkan dengan waktu kejadian yang ada di dunia nyata,


(22)

waktu faktual, waktu yang mempunyai referensi sejarah (Nurgiyantoro, 2005: 47).

ﺮﻬ ﻟا

َﺎ ﺎ

ﺔﺳدﺎ ﻟا

ﺔ ﺎ ﻟا

ﺬ ﺄ

و

نﻮ ﺄ ﺳ

ﻧو

,

ﺪ ﻟا

حﺎ

و

ﺎ ه

نﻮآأ

,

ﺪﺣأ

نﺎﻜ

يأ

نﻮآأ

و

.

لﻮﻬ

نﺎﻜ

ﻰﻟإ

ﺔ ﺣﺮﻟا

ﻩﺬه

نإ

لﺎﺟر

و

مﺎﻜ ﻟا

و

ءاﺮ ﻻا

و

كﻮ ﻟا

ضرﻷا

ﻩﺬه

قﻮ

سﺎ ﻟا

آ

ﻟﻮ ﻟا

,

ﻮهﺰﻟﺎ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

15

.(

/Fī al-sā‘ati al-sādisati tamāmān ba‘da al-zuhri saya`tūna wa ya`khuzūnanī, wa fī sabāhi al-gadi lan akūna hunā, wa lan akūna fī ayyi makānin ya‘rifuhu ahadun. Inna hāzihi al-rihlata ila makānin majhūlin yajhaluhu kullu al-nāsi fawqa hāzihi al-ardi bimā fīhim al-mulūku wa al-umarā`u wa al-hukkāmu wa rijālu al-būlīsi, tamla`uni bi al-zahwi/ ‘Mereka akan menjemput saya pada pukul enam tepat setelah zuhur. Besok pagi saya tak akan berada di sini lagi. Tak seorang pun yang mengetahui di mana keberadaan saya. Sesungguhnya perjalanan ke suatu tempat ini tak seorang pun di dunia ini tahu letaknya, membuat saya merasa bangga’(Al-Sa’dawi, 2000: 15).

3. Latar Sosial-Budaya

Latar sosial-budaya menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas. (Nurgiyantoro, 1998: 233-234).

َﺎ ﻮ

آ

ﻧﻷ

و

,

ﺣﺎ ﻟا

أ

آ

ﺪﻘ

.

آ

ﻧﻷ

و

ﺔ ﺟﺎﻧ

,

عﻮ ﻟا

ةﺪ ﺟ

ﻘ ﺣﺎ

ﻧﺎآ

ﺪﻘ

,

ﺮﺸﻟا

ءﺎ ﻟا

ﺣﺎ آ

تﺎ

ﺎ ﻟا

ﺔﻘ ﻄﻟا

.

تﻼﺋﺎ ﻟا

ءﺎ ﻧ

رﻮ

ﺨﺘ

قﻼﺣ

يﺮ

و

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

16

.(

/wa li`annanī kuntu mūmisan, faqad kuntu ukhfī khaufī biţabaqin min al-masāhīqi. Wa li`annanī kuntu nājihatan, faqad kānat masāhīqīśamīnatan jayyidata al-naw‘i, kamasāhīqi al-nisā`i al-syarīfāti min tabaqati


(23)

al-‘ulyā. Wa sya‘rī muşafafun ‘inda hallāqin mutakhaşşişin fī syu‘ūri nisā`I al-‘āilāti/ ‘dan karena saya seorang pelacur, saya sembunyikan rasa takut itu di bawah lapis-lapis solekan muka saya. Karena saya telah mencapai sukses, rias muka saya selalu yang paling baik dan jenis yang paling mahal, seperti rias wanita-wanita lapisan atas yang terhormat. Saya selalu merawat rambut saya di tempat penata rambut yang biasanya melayani para wanita dari kalangan atas masyarakat’(Al-Sa’dawi, 2000: 16).

4. Tokoh Utama

ﻼﺟر

ﺎﻬﻧﻻ

ماﺪ ﻹﺎ

ﺎﻬ

ﻜﺣ

ةأﺮ ﻟا

ﻩﺬه

نأ

ﻟا

لﺎ و

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

5

.(

/wa qāla lī ţabībun anna hāżihi al-mar`ata hukima ‘alaihā bi al-a‘dāmi liannahā qatalat rajulan/ ‘dokter penjara, menceritakan kepada saya bahwa wanita ini telah dijatuhi hukuman mati karena telah membunuh seorang laki-laki’(Al-Sa’dawi, 2000: 3).


(24)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Sekilas Tentang Biografi Pengarang

Nawal Al-sa‘dawi merupakan seorang dokter berkebangsaan Mesir. Nawal berasal dari sebuah keluarga terhormat yang berdomisili di kawasan Delta Mesir, Kafr Thalha (sebuah desa yang terletak di antara propinsi Qalyubiyah dan Manufiya), Nawal berhasil menjadi tokoh yang disegani di panggung feminisme internasional. Hal ini terbukti dari banyaknya aktivitas yang pernah ditekuninya, karya-karya yang telah disumbangkannya, serta penghargaan-penghargaan yang telah diterimanya di Mesir maupun di berbagai negara lainnya.

Nawal lahir pada tanggal 27 Oktober tahun 1931 di desanya. Ia terlahir di tengah-tengah keluarga besar dengan sembilan bersaudara.

Ayahnya bernama Al-Sayyid Affandi Al-Sa’dawi, seorang pegawai tinggi di departemen pendidikan. Ayahnya adalah seorang sosok yang sangat menghargai pendidikan, meskipun ia berasal dari kalangan keluarga petani. Sedangkan Ibunya berasal dari keluarga besar Syukri Beih yang memiliki garis keturunan dengan keluarga Tala’at Pasha di Istambul, sebuah keluarga yang cukup terpandang di tengah-tengah masyarakat Mesir.

Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah ditempuh Nawal di sekolah negeri di desa kelahirannya. Selanjutnya ia meneruskan sekolahnya ke Fakultas Kedokteran di Universitas Kairo, meskipun impian masa kecilnya bukan menjadi dokter. Ia tidak pernah membayangkan dirinya memegang pisau bedah dan membedah organ tubuh manusia, tetapi sebaliknya ia justru mengimpikan dirinya sebagai pemain musik yang piawai memainkan jarinya di atas piano.

Lulusan dari Fakultas Kedokteran menjadikan ia seorang dokter yang terlatih dalam bidang pembedahan dan psikiatri. Ia mulai prakteknya di daerah pedesaan, kemudian di rumah sakit di Kairo, dan pada tahun 1958 ia terpilih sebagai direktur pada Departemen Kesehatan Masyarakat Mesir. Namun, pada tahun 1972, ia diberhentikan oleh instansi tersebut sekaligus dicopot dari


(25)

jabatannya akibat tulisannya yang blak-blakan tentang seksualitas, terutama dalam karyanya yang berjudul

ﻟا

و

ةأﺮ ﻟا

/al-mar`atu wa al-jinsi/ ‘perempuan dan seks’.

Pada tahun 1981 dia dimasukkan ke penjara oleh Anwar Sadat. Di dalam penjara dia menulis

مﺎ

ﻹا

طﻮﻘﺳ

/

suqūtu al-imāmi/ ‘matinya sang pemimpin’. Nawal kemudian dibebaskan satu bulan setelah terbunuhnya Anwar Sadat.

Secara umum, karya-karyanya sangat beragam. Ada yang termasuk kategori ilmiah, seperti: artikel, dan ada pula yang termasuk kategori sastra, seperti: novel, cerita pendek, puisi-puisi dan biblioghrafi, berikut hasil karya Nawal seperti:

ﺔ اوﺮﻟا

/al-riwāyatu/,

مﺎ ﻹا

طﻮﻘﺳ

/

suqūtu al-imāmi/,

ةأﺮ إ

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/,

ﻟا

و

ةأﺮ ﻟا

/mar`atu wa al-jinsi/,

قﺪ

ﺔ ﻟ

/lahzatun şidqun/, dan

ﻟﺎ ﻟا

لﻮﺣ

ﻼﺣر

/rihlātī haula al-‘ālami/.

Pada karyanya yang berjudul

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ , yang memuat gagasan sempat menggegerkan dunia, baik kalangan agamawan maupun ilmuwan, yaitu konsepnya mengenai pelacur sebagai makhluk perempuan yang paling memiliki kehormatan dan harga diri, sedangkan isteri adalah seorang pelacur yang tidak punya kehormatan, bahkan jasanya dihargai dengan harga yang paling rendah.

Menurut Nawal, perempuan pelacur lebih bebas menentukan sendiri lelaki yang akan dilayaninya dan akan melayaninya, di samping itu juga, bebas menentukan harga bagi jasanya serta waktu yang sesuai dengan keinginan mereka daripada seorang isteri yang secara keseluruhan hidupnya berada di bawah pilihan dan kehendak suaminya.

Nawal menilai bahwa pelacur adalah sosok perempuan yang benar-benar menikmati arti hidup dan kebebasan sebagai manusia yang ‘terhormat’. Baginya kehormatan adalah lawan dari perbudakan, penjualan diri, baik itu wanita, budak maupun anak-anak.


(26)

Secara umum, tema yang dikemukakan oleh Nawal merupakan bentuk kepeduliaannya terhadap masyarakat yang terkungkung dalam pembodohan, tekanan dan penzaliman, penggunaan kekuasaan laki-laki yang berlebihan, pengabdian total terhadap sosok ayah dan suami, tuan dan germo yang sering memperlihatkan hak-hak wanita direndahkan.

3.2 Sekilas Tentang Novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/imra`atun ‘inda nuqţati

al-şifri/

Novel ini merupakan cerita yang di angkat dari kisah seorang perempuan Mesir yang bernama Firdaus dari sel penjaranya. Nawal menulis novel ini sesudah bertemu dengan seorang wanita di penjara Qanatir. Nawal sedang melakukan penelitian mengenai kepribadian suatu kelompok wanita yang di penjara dan ditahan karena dijatuhi hukuman atau dituduh melakukan berbagai pelanggaran.

Gagasan tentang “penjara” senantiasa memikat perhatian Nawal seraca khusus. Nawal sering berkunjung ke penjara Qanatir untuk mengetahui bagaimana kehidupan di penjara itu. Pada suatu hari, secara kebetulan Nawal bertemu dengan dokter penjara dari penjara wanita di Qanatir, mereka saling tukar pikiran mengenai wanita yang dipenjarakan.

Nawal semakin lama tertarik tentang gagasan itu, karena dokter penjara itu mulai menceritakan tentang seorang wanita yang telah membunuh seorang laki-laki dan sedang menunggu pelaksanaan hukuman mati dengan cara digantung.

Dokter penjara mengajak Nawal untuk menjumpai wanita itu, dan memperlihatkan wanita-wanita lainnya yang dipenjarakan. Dengan perantaraan dokter penjara, Nawal mendapatkan izin khusus supaya dapat mengunjungi penjara Qanatir sebagai psikiater.

Setelah berkeliling di penjara, Nawal berkeinginan untuk menjumpai wanita yang diceritakan oleh dokter penjara. Wanita itu bernama Firdaus, untuk pertama kalinya, Firdaus menolak Nawal untuk berjumpa dengannya tetapi tidak lama kemudian ia mau bertemu dengan Nawal. Sedikit demi sedikit Firdaus menceritakan tentang kisah yang ia alami.


(27)

Ketika Firdaus menceritakan tentang kisahnya, ia berkata : “jangan memotong pembicaraan saya, saya tak banyak waktu untuk mendengarkan anda. Mereka akan menjemput saya besok pagi dan tak akan berada di sini lagi”.

Firdaus hidup dalam keluarga yang sederhana. Ia dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis. Ayahnya seorang petani miskin yang tidak bisa baca dan tulis, sedikit pengetahuannya dalam kehidupan untuk bercocok tanam.

Ayahnya sangat kejam, di mana pada musim panas ia (Firdaus) melihat ibunya duduk dekat kaki ayahnya dengan sebuah mangkuk timah yang berisikan air untuk membasuh kaki ayah. Ketika Firdaus beranjak remaja, ibunya meninggal dunia dan ia menggantikan ibunya untuk membasuh kaki ayahnya.

Ibu dan anak-anaknya baru diperbolehkan makan setelah ayahnya selesai. Air liur mana yang tak mengalir ketika menatap seseorang yang dengan lahap menyantap makanan. Ayahnya bisa makan dengan lahap ketika anak perempuannya meninggal dan memukul ibunya ketika anak lelakinya meninggal.

Sebelum ayah makan, ia tidak akan beranjak pergi untuk tidur. Bahkan apabila tidak ada makanan di rumah, mereka semua tidur dengan perut kosong tetapi ayah selalu memperoleh makanan karena ibu menyembunyikan makanannya dari mereka di dasar sebuah lubang tungku.

Firdaus sangat dekat dengan pamannya, ketika ayahnya meninggal ia diasuh oleh pamannya. Ia (paman) memasukkan Firdaus ke Sekolah Dasar. Ketika ia telah menerima surat keterangan tanda tamat belajar dari Sekolah Dasar, pamannya membeli sebuah jam tangan kecil dan mengajaknya nonton di bioskop.

Pamannya menikah dengan puteri gurunya di Al-azhar dan ia membawa Firdaus ikut ke rumah barunya kemudian memasukkan Firdaus ke Sekolah Menengah. Setelah tamat sekolah, ia dikawinkan dengan seorang Syeikh yang berumur 60 tahun. Syeikh tersebut mempunyai bisul besar di dagunya yang sangat menjijikkan.

Hari-hari pun berlalu dan perlakuan suaminya terhadap Firdaus melebihi batas, Firdaus dipukul hingga berdarah, harus patuh dan bekerja keras. Sehingga ia melarikan diri dari rumah suaminya. Ketika ia duduk di warung kopi, ia pun didatangi oleh pemilik warung tersebut yang bernama Biyaumi dan menanyakan


(28)

keadaannya. Firdaus sementara tinggal di rumah Biyaumi karena ia tidak mempunyai tempat tinggal. Semenjak tinggal di rumah Biyaumi, Firdaus mendapatkan perlakuan kasar terhadapnya sampai ia melarikan diri dari rumah Biyaumi. Ketika ia duduk sendirian di tepi sungai Nil, ia bertemu dengan seorang perempuan yang bernama Sharifa Saleh el-Dine, dan perempuan inilah yang akhirnya memperkenalkan profesi “pelacur” kepada Firdaus. Ia sukses menjadi pelacur kaya yang menentukan harga sangat tinggi ketika di ajak berkencan.

Pada suatu hari, germo yang bernama Marzouk datang kepadanya untuk meminta pembagian hasil dan kawin dengannya agar ia bisa melindungi Firdaus dari germo-germo yang lainya, tetapi Firdaus menolaknya. Kemudian Marzouk (germo) menampar Firdaus dan mengambil sebilah pisau tetapi Firdaus lah terlebih dahulu yang mengambilnya kemudian menancapkan ke leher, dada dan perut germo itu.

3.3 Fungsi Latar

3.3.1 Latar Sebagai Metaforik

Metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.

Dalam kehidupan sehari-hari untuk mengekspresikan berbagai keperluan, manusia banyak mempergunakan bentuk-bentuk metafora. Ekspresi yang berupa ungkapan-ungkapan tertentu sering lebih tepat disampaikan dengan bentuk metafora daripada secara literal. Metafora erat kaitannya dengan pengalaman kehidupan manusia baik bersifat fisik maupun budaya.

Novel sebagai sebuah karya kreatif tentu saja kaya bentuk-bentuk ungkapan metafora, khususnya sebagai sarana pendayagunaan unsur stile, sesuai dengan budaya bahasa bangsa yang bersangkutan. Dalam kaitan ini adalah latar, latar berfungsi metaforik. Deskripsi latar yang melukiskan sifat, keadaan, atau suasana tertentu sekaligus berfungsi metaforik terhadap suasana internal tokoh.


(29)

Dengan kata lain, deskripsi latar sekaligus mencerminkan keadaan batin seorang tokoh.

Dalam novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/

imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/, latar sebagai metaforik berjumlah 5 (lima), sebagai berikut:

1

.

ﻟا

ﺎ ه

تﺎ ﻘ ﻟا

تﻼ ﺎﻘﻟﺎآ

ﺎﻬ ﻜﻟو

,

ﺔ ﺘﺨ

ﺔ ﺨ

ﺎ ﺎ

,

ﺟرﺎ

وأ

ﻟا

اد

ﺎﻬ ﺜ

ةﺪﺣاو

ﺎﻘ

و

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

5

.(

/wa lakinnahā laysat ka al-qātilāti al-muqīmāti hunā fī al-sijni, fahiya syakhşiyyatun mukhtalifatun tamāmān, wa lan tuqābilī wāhidata miślahā dākhila al-sijni aw khārijihi/ ‘tetapi ia tidak seperti wanita-wanita pembunuh lainnya yang ada di dalam penjara tersebut, anda tidak akan pernah menjumpai orang seperti dia di dalam maupun di luar penjara ini (Al-Sa’dawi, 2000: 3).

Berdasarkan kutipan di atas latar sebagai metaforik, bahwasanya cara memandang seorang dokter penjara yang membandingkan Firdaus terhadap wanita-wanita pembunuh lainnya.

2

.

ﺳو

ضرﻷا

ﺣﺰ

ةﺮ

ﺔ ﻧ

ﻻإ

ﺎﻬ ﻧﺎﺟ

ﻰﻟإ

ﻧأو

تاﺮﺸ ﻟا

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

9

.(

/wa annanī ilā jānibahā lastu illa namlatun şagīratun tazhafu ‘alā al-ardi wasţa malāyīna al-hasyarāti/ ‘dibandingkan dengan dia, saya hanyalah seekor serangga kecil yang sedang merangkak di tanah di antara jutaan serangga lainnya’(Al-Sa’dawi, 2000: 6).

Berdasarkan kutipan di atas latar sebagai metaforik yaitu menyampaikan pengertian dengan menggunakan kata kiasan, bahwasanya Nawal hanya seekor serangga kecil yang tidak bisa berbuat apa-apa dibandingkan dengan Firdaus.

3

.

تاﺮﺸ ﻟا

ﺳو

ضرﻷا

ةﺮ

ﺔ ﻧ

ﻻإ

ﻧﺄ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

11

.(


(30)

/bi`annanī lastu illa namlatun şagīratun tamsyī ‘alā al-ardi wasţa malāyīna al-hasyarāti/ ‘seakan-akan saya ini hanya seekor serangga yang tidak berarti yang sedang merayap di antara beribu-ribu ekor serangga lainnya yang sama’ (Al-Sa’dawi, 2000: 9).

Berdasarkan kutipan di atas latar sebagai metaforik yaitu menyampaikan pengertian dengan menggunakan kata kiasan, bahwasanya Nawal hanya seekor serangga yang tidak berarti disekitarnya dan tidak bisa berbuat apa-apa dibandingkan dengan serangga-serangga yang lainnya.

4

.

ﺔ ﺪ ﺳ

لﺪ

نأ

ﺎﻬﻟ

.

ﺔ ﺮﺳ

ﺔ ﺪ ﺳ

,

مﺎﺣ

ﺎﻬ

,

ﺎﻬ آأو

,

ﺎﻬ ﻮﻧو

,

ﺔآﺮ ﻟا

ﺔ ﻘﺜ

ه

ﺎ أ

,

ﻘﻟا

ةدرﺎ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

42

.(

/lā yumkinu lahā an tasudda badala sa‘diyyatan. Sa‘diyyatu khafīfatun sarī‘atun, qalbuhā hāmmun, wa akluhā qalīlun, wa naumuhā khafīfun, ammā hiya faśaqīlatu al-harakati, bāridatun al-qalbi/ ‘dia tidak akan dapat menggantikan sa’diah. Sa’diah seorang yang lincah gerakannya cekatan, dan ia bekerja sepenuh hati, dan makannya sedikit, dan tidak suka tidur berjam-jam, tetapi dia setiap gerakannya lambat dan berat, dan berhati dingin’(Al-Sa’dawi, 2000: 52).

Berdasarkan kutipan di atas latar sebagai metaforik yaitu cara memandang istri paman Firdaus yang membandingkan Firdaus dengan seorang pembantu bernama Sa’diah, bahwasanya Sa’diah lebih lincah dan cekatan dibandingkan dengan Firdaus.

5

.

ﻟﺎ و

:

؟

ﻜﻟا

اذﺎ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

60

.(

/wa qālat : māżā fa‘ala biki al-kalbu?/ ‘dan ia berkata : apa yang dilakukan anak anjing itu kepadamu?’

Berdasarkan kutipan di atas latar sebagai metaforik yaitu menyampaikan pengertian dengan menggunakan kata kasar, bahwasanya Sharifa bertanya kepada Firdaus, apa yang dilakukan Biyaumi terhadapmu?


(31)

3.3.2 Latar Sebagai Atmosfer

Atmosfer cerita adalah emosi yang dominan yang merasukinya, yang berfungsi mendukung elemen-elemen cerita yang lain untuk memperoleh efek yang mempersatukan. Atmosfer itu sendiri dapat ditimbulkan dengan deskripsi detil-detil, irama tindakan, tingkat kejelasan dan kemasukakalan berbagai peristiwa, kualitas dialog, dan bahasa yang dipergunakan.

Dalam novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/

imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/, latar sebagai atmosfer berjumlah 14 (empat belas), sebagai berikut:

1

.

ﺔ ﺎ

ﺔﻧﺎ ﻟا

ﺔ ﻬﻟ

ﻧﺎآ

,

ﺘﻟا

ﺎﻧأ

ﻧﺄآو

ﺘﻘﻧﺎﺣ

ّ ﻟإ

تﺮ ﻧ

و

مﺎ أ

ﺎﻬﻘ ﺄﺳ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

7

(

/ kānat lahjatu al-sajjānati gādibatan wa nazarat ilayya bi‘ainaini hāniqataini wa ka`annanī anā al-latī sa`asynuquhā da‘da ayyāmin/ ‘ada nada marah dalam suaranya, ia melihat pada saya dengan pandangan marah, seakan-akan sayalah yang akan menggantung Firdaus beberapa hari lagi’ (Al-Sa’dawi, 2000: 5).

Berdasarkan kutipan di atas latar sebagai atmosfer, adalah keadaan emosi sipir penjara yang marah terhadap Nawal.

2

.

ﺪ أ

تدر

:

ﺘﻘ

مأ

,

ﺔ ﺮ

ﺎﻬﻧإ

,

ﺸﻟا

ﻻو

.

نﻮﻘ ﺘ

ﺬﻟا

ه

ﻬﻧأ

ﺸﻟا

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

8

(

/ruddat bigadbin asyaddin : qatalat am lam taqtul, innahā birī`ati, wa lā tastahiqqu al-syunuqi. Annahum hum al-lażīna yastahiqqūna al-syunuqi/ ‘dia menjawab dengan sikap yang lebih galak, “pembunuh atau bukan, dia adalah seorang wanita yang tidak bersalah dan dia tak perlu dihukum gantung. Mereka itulah orang-orangnya yang harus digantung’(Al-Sa’dawi, 2000: 6).

Berdasarkan kutipan di atas, keadaan emosi yang merasuki Nawal terhadap sipir penjara.


(32)

3

.

ﺎﻬ ىﻮهأ

ءاﻮﻬﻟا

ﺎ ﻟﺎ

ىﺪ

رأ

نأ

تدرأ

ﺘ ﺮ

ﺟر

آ

نأ

ﻻإ

ﻬﺟو

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

16

(

.

/illa an kulla rajulin ‘araftuhu uridtu an arfa‘a yadayya ‘āliyān fī al-hawā`i

śumma ahwā bihā ‘alā wajhihi/‘kecuali semua lelaki yang saya kenal, saya ingin mengangkat tangan saya dan menghantamnya ke muka mereka’ (Al-Sa’dawi, 2000: 16).

Berdasarkan kutipan di atas, keadaan emosi yang merasuki Firdaus yang berkeinginan menampar setiap muka laki-laki yang ia kenal.

4

.

كﺮ ﺘ

رﺎﻄﻘﻟاو

ﻚ أو

ﻜ أو

,

يﺪ

ﻩﺪ ﺪﺸ

ﻜﻟ

,

ضرﻷا

قﻮ

ﻬﺟو

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

20

.(

/wa abkī wa amsaku biyadī ‘ammī wa al-qiţāru yataharraku, lakinnahu yasydīduhu min yadī bikulli qawwatihi, fa`aqa‘a ‘alā wajhī fawqa al-ardi/ ‘lalu saya menangis dan memegang tangan paman, sementara kereta api mulai bergerak maju. Tetapi ia menarik tangannya sekuat tenaga dan secara tiba-tiba sehingga saya jatuh tertelungkup’ (Al-Sa’dawi, 2000: 22).

Berdasarkan kutipan di atas, suasana sedih yang meliputi Firdaus karena ditinggal pergi oleh pamannya ke Al-Azhar.

5

.

ﺔﺳرﺪ ﻟا

ﺣأ

آ

,

تﺎ ﻟاو

دﻻوﻷﺎ

,

ءﺎ ﻟا

,

يﺮ ﻧو

ﻟا

ﺰ ﺰﻘﻧو

ﺚﻬ ﻧو

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

25

.(

/kuntu uhibbu al-madrasata, fahiya malīatu bi al-aulādi wa al-banāti, nal‘abu fī al-finā`i, wa najrī wa nalhaśu wa naqazqazu al-lubbi/ ‘saya senang bersekolah, sekolah itu penuh dengan anak laki-laki dan perempuan, kami bermain-main di halaman, dan berlari-lari dan duduk sambil membelah biji bunga matahari’(Al-Sa’dawi, 2000: 29).

Berdasarkan kutipan di atas, suasana ceria yang meliputi Firdaus karena dapat bersekolah dan bermain-main bersama teman-temannya.


(33)

6

.

يﺪ ﺟو

ﻬﺟو

مرﻮ

ﻰﺘﺣ

ءاﺬ ﻟا

ةﺮ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

51

.(

/darabanī marratan bika‘bi al-hiżā`i hattā taurama wajhī wa jasadī/ ‘pada suatu peristiwa dia memukul seluruh badan saya dengan sepatunya sampai muka dan badan saya bengkak dan memar’(Al-Sa’dawi, 2000: 29).

Berdasarkan kutipan di atas, keadaan emosi yang merasuki suami Firdaus untuk memukulinya akibat kecerobohan Firdaus yang selalu membuang makanan dan menumpahkan deterjen.

7

.

درو

:

؟

ءﺎ ﻟا

أ

ه

؟

ا

اذﺎ و

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

57

.(

/wa raddu bigadbin: wa māżā af‘alu? Hal akhlaqu ‘amalān min al-samāi/ ‘dengan marah dia menjawab : apa yang dapat kuperbuat? minta bantuan pada langit?’ (Al-Sa’dawi, 2000: 71).

Berdasarkan kutipan di atas, suasana emosi yang dominan merasuki Biyaumi karena Firdaus belum mendapatkan pekerjaan yang dijanjikan oleh Biyaumi dan Firdaus berkeinginan meninggalkan rumah Biyaumi.

8

.

ﺎ ﺨ

نﺎآ

,

ضرﻷا

ﻰﻟإ

ﺔ ﺮﻄ

آو

,

ﺎ او

ﺘﻧأ

ﻜﻟ

لﻮﻘ

ﻮهو

ﻬﺟو

و

:

ﻚ ﻮ

ﺮ أ

ﺔﻄ ﺎﺳ

عراﻮﺸﻟا

)

ﻟا

يواﺪ

,

2002

:

58

.(

/kāna şautī munkhafadān, wa kuntu muţraqata ilā al-ardi, lakinnahu antafadu wāqifān waşfa‘nī ‘alā wajhī wa huwa yaqūlu : atarafaini şautika ‘alā şautī yā binta al-syawāri‘i yā sāqiţatin/ ‘saya bicara dengan nada rendah, dan kedua mata saya dipusatkan ke arah tanah, tetapi dia berdiri dan menampar muka saya, sambil berkata : berani benar kau untuk bersuara keras jika bicara dengan aku, kau gelandangan, kau perempuan murahan’(Al-Sa’dawi, 2000: 71).


(34)

Berdasarkan kutipan di atas, keadaan emosi yang merasuki Biyaumi dengan menampar Firdaus, karena Firdaus bersuara keras jika berbicara dengan Biyaumi.

9

.

بﺎ ﻟا

ﺔ اﺮ

لﻼ

ﻜ أ

ﺎﻧأ

و

مﻮ

تاذ

تارﺎ ﻟا

ىﺪﺣا

أرو

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

59

.(

/wa ra`atnī ihdā al-jārāti żāta yaumin wa anā abkī min khilāli syirā‘ati al-bābi/ ‘pada suatu hari, seorang tetangga melihat saya melalui kisi-kisi pintu ketika saya berdiri sambil menangis’ (Al-Sa’dawi, 2000: 73).

Berdasarkan kutipan di atas, suasana sedih yang meliputi Firdaus karena ia dikurung oleh Biyaumi.

ﻟﻮ ﻟا

ﻄﺘﺳ

ﺎﻬﻧأ

ﻟﺎ و

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

59

.(

,

.

10

/fabakat ma‘ī, wa qālat annahā sataţlubu al-būlīsi/ ‘dan dia mulai menangis bersama saya dan menyarankan untuk memanggil polisi’(Al-Sa’dawi, 2000: 73).

Berdasarkan kutipan di atas, suasana sedih yang meliputi kedua-duanya karena mendengar cerita dari Firdaus.

11

.

ﻜ و

,

ﻮ د

,

اﺬ

ﻮﺣو

,

ّ

)

اﺪ ﻟا

يو

,

2002

:

66

.(

/wa bakaitu, famasaha dumū‘ī, wa hūţanī biżā‘īhi, fa`agmadtu ‘ainayya/ ‘dan saya menangis, dia menyeka air mata saya dan menarik saya ke dalam pelukannya, dan saya menutut mata saya’(Al-Sa’dawi, 2000: 84).

Berdasarkan kutipan di atas, suasana sedih yang meliputi Firdaus karena Sharifa telah menipu Firdaus, dengan memperkerjakan ia sebagai pelacur.


(35)

12

.

ﺎﻬ

بﺮﺘﻘ

ةﺮ

آ

رأ

آ

,

لﻮ أو

:

.

لﻮﻘ و

:

ﺳا

يﺪ

ء ﻻ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

104

.(

/kuntu arfadahu fī kulli marratin yaqtaribu fīhā minnī, wa aqūlu lahu : mustahīlun fadarabanī wa yaqūlu : lā syai`un ‘indī ismuhu mustahīlun/ ‘setiap kali dia mendekati saya, saya dorong dia menjauh, dan berkata kepadanya: tidak mungkin. Dan dia memukul saya dan berkata: kata itu tidak ada bagi saya’(Al-Sa’dawi, 2000: 137).

Berdasarkan kutipan di atas, keadaan emosi yang merasuki Marzouk (germo) dengan memukul Firdaus setiap kali ia berkata “tidak mungkin”.

13

.

ﺘ ﻷ

بﺎ ﻟا

ﻜ أو

,

و

ﺎ ﻟﺎ

ﻩﺪ

,

يﺪ

و

ﻩﺪ

ﻰ أ

)

ﻟا

يواﺪ

,

2002

:

106

.(

/wa amsaktu al-bāba li`aftuhahu, farafa‘a yadahu ‘āliyān wa şafa‘nī, farafa‘tu yadī a‘lā min yadihi wa şafa‘tuhu/ ‘dan saya memegang pintu untuk membukanya, dan dia mengangkat tangannya ke atas dan menampar saya, dan saya angkat tangan saya lebih tinggi dari tangannya dan menamparnya’(Al-Sa’dawi, 2000: 139).

Berdasarkan kutipan di atas, suasana emosi yang merasuki kedua-duanya (Firdaus dan Marzouk) karena Firdaus menolak Marzouk untuk menjadi suaminya.

14

.

ﻟﺎ ﻟا

قاروﻷا

ﻟوﺎ

نﺄ

ّه

ﺎ ﺣو

,

ﺔ ﺎ

لازأ

آ

,

ﺔ رو

ﺔ رو

ﺎﻬ ﺰ أ

قاروﻷا

ﻘﻧﺎ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

109

.(

/wa hīnamā hamma bi`an yunāwilunī al-aurāqi al-māliyati, kuntu lā azālu gādibatan, fainqadadtu ‘alā al-aurāqi umazziquhā waraqatan waraqatan/ ‘ketika dia mengulurkan tangannya dengan uang, saya masih marah kepadanya, saya rebut uang kertas dari tangannya dan mencabik-cabiknya menjadi serpihan-serpihan kecil’ (Al-Sa’dawi, 2000: 139).


(36)

Berdasarkan kutipan di atas, suasana emosi yang dominan merasuki Firdaus karena ia teringat dengan suaminya, yang sangat mencintai uang kertas atau piaster.

3.4 Unsur Latar

3.4.1 Latar Tempat Pada Novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/imra`atun ‘inda nuqţati al-şifri/

Latar tempat dalam sebuah novel biasanya meliputi berbagai lokasi. Ia akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sejalan dengan perkembangan plot dan tokoh. Keberhasilan latar tempat lebih ditentukan oleh ketepatan deskripsi, fungsi, dan keterpaduannya dengan unsur latar yang lain sehingga semuanya bersifat saling mengisi.

Mesir adalah suatu tempat di mana peristiwa-peristiwa dalam novel

ةأﺮ إ

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ terjadi.Dalam novel ini, latar tempat berjumlah 28(dua puluh delapan), sebagai berikut:

1

.

مد

و

ﺔ ﻘ ﻘﺣ

ةأﺮ ﻟا

ﻩﺬه

,

ﺎﻬﺘ ﺎ

ﻟا

ﺎ ﻘ

ماﻮ أ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

5

(

/hāzihi al-mar`atu haqīqiyyatun min lahmin wa dammin, qābaltuhā fī sijni al-qanātiri munzu bid‘ati a‘wāmin/ ‘ini adalah wanita sejati, saya berjumpa dengannya di Penjara Qanatir beberapa tahun yang lalu’ (Al-Sa’dawi, 2000: 3).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ﺮ ﺎ ﻘﻟا

/fī sijni al-qanātiri/ ‘di penjara Qanatir’

2

.

رﺎ ز

ترﺮﻜ و

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

8

(

/wa takarrartu ziyāratī li al-sijni/ ‘saya kembali ke penjara beberapa kali’(Al-Sa’dawi, 2000: 6).


(37)

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

/li al-sijni/ ‘ke penjara’.

3

.

ّ

ﻧﺎآ

ﺳأر

قﻮ

خﺎ ﻟا

,

ﻘ ﻟا

ﻰﻟإ

هذأ

و

.

ﻘ ﻟا

أ

آ

و

راﺪﻟا

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

18

(

/kānat tuhammilu al-sibākhi fawqa ra`sī, wa `azhabu ilā al-haqli. Wa kānat `afdalu al-haqla ‘alā al-dāri/ ‘biasanya ia menyuruh saya membawa beban pupuk di atas kepala saya ke ladang. Dan saya lebih suka ke ladang daripada tinggal di rumah’(Al-Sa’dawi, 2000: 19).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ﻘ ﻟا

ﻰﻟإ

/ilā al-haqli/ ‘ke ladang’ dan

راﺪ

ﻟا

ﻘ ﻟا

/al-haqli alā al-dāri/ ‘ke ladang daripada di rumah’.

4

.

ﻘ ﻟا

ﻰﻟإ

ﺳﺮ

ﻰ أ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

18

(

/lam ta‘udda ummī tursilunī ilā al-haqli/ ‘ tetapi ibu saya tidak menyuruh saya pergi ke ladang’ (Al-Sa’dawi, 2000: 19).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ﻘ ﻟا

ﻰﻟإ

/ilā al-haqli/ ‘ke ladang’

5

.

عرﺎ

ﺔ ﺎﻬﻧ

ﺔ ﻘﻟا

ﺮ ﺣ

ﺮﻄﻟا

لاﻮ

ﺪ و

,

ﺮهزﻻاو

,

ءاﺮ ﺨﻟا

ﺔ ﺘ ﻟاو

,

ماﺮﺘﻟاو

,

سﺎ ﻟاو

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

21

.(

/wa yuhaddiśunī ‘ammī ţawālu al-ţarīqi ‘an hujratihi fī al-qil‘ati fī nihāyati syāri‘i muhammad ‘alī, wa al-`azhari, wa al-‘utbati al-khudarāi, wa al-turāmi, wa al-nāsi fī mişra/ ‘paman menceritakan kepada saya tentang bilik tempat tinggalnya di ujung jalan Muhammad Ali di dekat benteng, al-azhar, lapangan ataba, trem; orang-orang yang tinggal di kairo’(Al-Sa’dawi, 2000: 21).


(38)

عرﺎ

ﺔ ﺎﻬﻧ

ﺔ ﻘﻟا

,

ﺮهزﻻاو

,

ءاﺮ ﺨﻟا

ﺔ ﺘ ﻟاو

,

ماﺮﺘﻟاو

,

سﺎ ﻟاو

/fī al-qil‘ati fī nihāyati syāri‘i muhammad ‘alī, wa `azhari, wa ‘utbati al-khudarāi, wa al-turāmi, wa al-nāsi fī mişra/ ‘di ujung jalan Muhammad Ali di dekat benteng, al-azhar, lapangan ataba, trem; orang-orang yang tinggal di Kairo’.

6

.

ﺎ ﻟا

و

ﺔ و

ﺟأ

ﺔ ﻟ

آ

و

ةﺮآاﺬ ﻟا

ةﺮ ﺣ

ت

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

37

.(

/wa fī kulli laylatin ajlisu ma‘a wafiyatin wa al-banāti fī hujrati al-mużākarati/ ‘setiap malam saya akan duduk sampai larut malam di ruangan belajar dengan Wafeya dan gadis-gadis lainnya’(Al-Sa’dawi, 2000: 45).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ةﺮآاﺬ ﻟا

ةﺮ ﺣ

/ fī hujrati al-mużākarati/ ‘di ruangan belajar’.

7

.

ئﺎﻬ ﻟا

نﺎ ﺘ ﻻا

ﺔ ﺘﻧ

تﺮﻬ و

,

و

ﺘﺳرﺪ

ﺔ ﻧﺎﺜﻟا

نﺎآو

ﺮﻄﻘﻟا

سراﺪ

ﺔ ﺎ ﻟا

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

37

.(

/wa zaharat natījatu al-`imtihāni al-nihāī, wa kana tartībī al-śāniyatu ‘alā madrasatī wa al-sābi‘ati ‘alā jamī‘i madārisi al-qaţri/ ‘ketika hasil ujian diumumkan kepada saya diberitahukan, bahwa saya berhasil memperoleh peringkat nomor dua di sekolah dan nomor tujuh di seluruh negeri’(Al-Sa’dawi, 2000: 45).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ﺘﺳرﺪ

/ alā madrasatī/ ‘di sekolah’ dan

ﺮﻄﻘﻟا

سراﺪ

/‘alā jamī‘i madārisi al-qaţri/ ‘di seluruh negeri’.

8

.

أ

ﻧأ

فﺮ أ

آ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

41

.(

/kuntu a‘rifu annanī aşbahtu fī baiti ‘ammī/ ‘saya tahu bahwa saya sekarang telah kembali di rumah paman’(Al-Sa’dawi, 2000: 50).


(39)

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat / fī baiti ‘ammī/ ‘di rumah paman’.

9

.

ﻟﻮﺣ

ﻩﺎ ﺎﺳو

ﻩﺎ ارذ

ﺨ ﺮ

ﺣو

,

ءوﺪﻬ

يﺪ ﺟ

ﺳأ

ﻩﺪ ﺟ

,

مﺎ ﻟا

ﻰﻟا

ﺎ أ

فاﺮ أ

ﺮ ﺳأو

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

51

.(

/wa hīna tartakhī żirā‘āhu wa sāqāhu min haulī, ashabu jasadī bihudū`in min tahta jasadihi, wa asīru ‘alā aţrāfi aşābi‘ī ilā al-hammāmi/ ‘ketika lengan dan kakinya terlepas dari tubuh saya, dengan perlahan-lahan saya akan keluar dari bawah badannya, dan pergi dengan berjingkat ke kamar mandi’(Al-Sa’dawi, 2000: 62).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

مﺎ ﻟا

ﻰﻟا

/ ilā al-hammāmi/ ‘ke kamar mandi’.

10

.

ﺦ ﻄ ﻟا

وأ

ﻟا

زﻼ

رﺎﻬ ﻟا

لاﻮ و

,

و

اﺮ

ﺎﻧأ

وأ

ﺦ أ

أ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

51

.(

/wa ţuwālu al-nahāri yulāzuminnī fī al-baiti au fī al-maţbakhi, yurāqibunī wa ana aţbakhu au agsilu/ ‘sepanjang siang ia tetap di samping saya di rumah, atau di dapur, menunggui saya ketika sedang memasak atau mencuci’(Al-Sa’dawi, 2000: 62).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ﺦ ﻄ ﻟا

وأ

ﻟا

/ fī al-baiti aw fī al-maţbakhi/ ‘di rumah, atau di dapur’.

11

.

ﺟوز

ﻰﻟإ

ﻧﺬ أ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

52

.(

/akhażanī ‘ammī ilā baiti zaujī/ ‘paman telah mengantarkan saya ke rumah suami saya’(Al-Sa’dawi, 2000: 63).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ﺟوز

ﻰﻟإ

/ ilā baiti zaujī/ ‘ke rumah suami saya’


(40)

12

.

ﻚﺘ

أ

نأ

ﺮ ﺘﺳأ

نأ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

57

.(

/lā yumkinu an astamirra fī an a‘īsya fī baitika/ ‘ saya tidak dapat terus tinggal di rumahmu’ (Al-Sa’dawi, 2000: 70).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ﻚﺘ

/ fī baitika/ ‘di rumahmu’

13

.

ىﺮ ﻷا

ةﺮ ﻟا

ضرﻷا

مﺎﻧا

أو

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

58

.(

/wa aşbahtu anāmu ‘alā al-ardi fī al-hujrati al-ukhrā/ ‘sekarang saya tidur di lantai di kamar lain’ (Al-Sa’dawi, 2000: 72).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ىﺮ ﻷا

ةﺮ ﻟا

ضرﻷا

/‘alā al-ardi fī al-hujrati al-ukhrā/ ‘di lantai di kamar lain’.

14

.

ةﺮ ﻜﻟا

تارﺎ ﻟا

ىﺪﺣأ

ﺎﻧﺪ

ﺪ و

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

61

.(

/wa ba‘da qalīlin şa‘adnā fī ahdī al-‘umārāti al-kabīrati/ ‘dan sejenak kemudian kami berhenti di depan sebuah gedung apartemen’(Al-Sa’dawi, 2000: 76).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ةﺮ ﻜﻟا

تارﺎ ﻟا

ىﺪﺣأ

/ fī ahdī al-‘umārāti al-kabīrati/ ‘di depan sebuah gedung apartemen’.

15

.

ﻟا

جﺮ أ

آأ

ﻟو

,

مﻮ ﻟا

ةﺮ ﺣ

جﺮ أ

آأ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

65

.(


(41)

/wa lam akun akhruju min al-baiti, bal lam akun akhruju min hujrati al-naumi/ ‘saya tak pernah keluar dari rumah tetapi tak pernah keluar dari ruangan tidur’(Al-Sa’dawi, 2000: 82).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ﻟا

جﺮ أ

/ akhruju min al-baiti/ ‘keluar dari rumah’ dan

ةﺮ ﺣ

خﺮ أ

مﻮ ﻟا

/ akhruju min hujrati al-naumi/ ‘keluar dari ruangan tidur’

16

.

ﺔ ﺳﺎ ﻟا

ﻰ ﺸﺘ

ﻰﻟإ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

71

.(

/fayasūqanī ilā mustasyfā al-‘abbāsiyyati/ ‘dan membawa saya ke rumah sakit Abbasiyyah’(Al-Sa’dawi, 2000: 88).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ﺔ ﺳﺎ ﻟا

ﻰ ﺸﺘ

ﻰﻟإ

/ ilā mustasyfā al-‘abbāsiyyati/ ‘ke rumah sakit Abbasiyyah’

17

.

ﺘ ﺘﻜ

اﺪﺣأ

ﻘﺘﺳأ

آأ

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

79

.(

/lam akun astaqbilu ahadān fī maktabatī/ ‘ saya tak pernah menerima seseorang pun di dalam perpustakaan saya’ (Al-Sa’dawi, 2000: 100).

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ﺘ ﺘﻜ

/ fī maktabatī/ ‘di dalam perpustakaan saya’.

18

.

لﺎ ﻘﺘﺳﻷا

ﺔ ﺮ

ه

ﻮﻧ

ةﺮ ﺣو

)

يواﺪ ﻟا

,

2002

:

79

.(

/wa hujratu naumī hiya gurfatu al-astaqbāli/ ‘dan ruang tidur saya adalah ruangan menerima tamu’ (Al-Sa’dawi, 2000: 100)

Pada kutipan di atas yang menunjukkan latar tempat yaitu pada kalimat

ﻮﻧ

ةﺮ ﺣو

/ wa hujratu naumī/ ‘dan ruang tidur saya’.


(1)

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

a. Novel

ﺮ ﻟا

ﺔﻄﻘﻧ

ةأﺮ إ

/imra`atun ‘inda nuqtati al-sifri/ karya Nawal Al-Sa‘dawi terdiri dari 115 halaman dan 3 bab. Terjemahannya adalah “ Perempuan di Titik Nol” (Amir Sutaarga, 2000) terdiri dari 155 halaman.

b. Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

c. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian

d. Fungsi latar

- Latar sebagai Metaforik berjumlah 5 (lima).

- Latar sebagai Atmosfer berjumlah 14 (empat belas). e. Latar tempat berjumlah 28 (dua puluh delapan).

f. Latar Waktu berjumlah 48 (empat puluh delapan). g. Latar Sosial-Budaya berjumlah 21 (dua puluh satu). h. Tokoh utama berjumlah 43 (empat puluh tiga).

4.2 Saran

Agar prestasi mahasiswa bahasa Arab semakin meningkat dan bertambah, maka penulis mengharapkan agar mahasiswa dapat mengkaji lebih banyak tentang novel-novel berbahasa Arab yang ternyata masih sangat langka ditemukan dalam bentuk terjemahan bahasa Indonesia.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. 1999. Al-Asri: Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Yogyakarta: PT. Multi Karya Grafika.

Al-Ba’labaki, Munir. 2003. Al-Maurid: Kamus English-Arabic. Beirut: Dāru Al-Ilmi li Al-malayyīn

Al-Sa‘dawi, Nawal. 2002. Imra`atun ‘Inda Nuqtati Al-Sifri. Iskandaria : Dāri Wa Mutābi’ Al-Mustaqbal.

Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

--- 2000. Perempuan di Titik Nol (Terjemahan Amir Sutaarga).

Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Jabrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita.

Jaudah, Surroyya Abdul Mun’im.1991. Dirāsatun Tārikhiyyatun wa Fanniyyatun fi Al-maqālati wa Al-qissati wa Al-masrahiyyati. Kairo : Universitas Al-azhar.

Mahmud Al-Adairy, Makarim. 1999. Al-Adabu Al-Islamiyah Baina Al-Anazryah wa Al-Tatbiqi. Mesir: Universitas Al-Azhar.

Mendikbud. 2006. Ejaan Yang Disempurnakan. Tangerang : Pustaka Widyatama. --- 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua. Jakarta : Balai

Pustaka.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

--- 2005. Sastra Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(3)

Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.


(4)

LAMPIRAN

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi yang digunakan adalah Sistem Transliterasi Arab-Latin Berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri P & K RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

I. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

ا

alif - tidak dilambangkan

ب

bā` b -

ت

tā` t -

ث

śā` ś s (dengan titik di atasnya)

ج

jīm j -

ح

hā` h h (dengan titik di bawahnya)

خ

khā` kh -

د

dal d -

ذ

żal ż z (dengan titik di atasnya)

ر

rā` r -

ز

zai z -

س

sīn s -

ش

syīn sy -

ص

şād ş s (dengan titik di bawahnya)

ض

dād d d (dengan titik di bawahnya)

ط

ţā` t t (dengan titik di bawahnya)

ظ

zā` z z (dengan titik di bawahnya)

ع

‘ain ‘ koma terbalik (di atas)


(5)

ك

kāf k -

ل

lām l -

م

mīm m -

ن

nūn n -

و

wāwu w -

hā` h -

ء

hamzah `

apostrof, tetapi lambang ini tidak dipergunakan untuk hamzah di awal kata

ي

yā` y -

II. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap. Contoh:

ﺔـ ﺪ ـﺣأ

ditulis Ahmadiyyah

III. Tā` marbūtah di akhir kata

1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap menjadi bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan sebagainya.

Contoh:

ﺔـ ﺎ ـﺟ

ditulis jamā‘ah

2. Bila dihidupkan ditulis t

Contoh:

ءﺎ

ـﻟوﻷا

ﺔ اﺮآ

ditulis karāmatul-`auliyā`

IV. Vokal Pendek

Fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u.

V. Vokal Panjang

A panjang ditulis ā, i panjang ditulis ī, dan u panjang ditulis ū, masing - masing


(6)

VI. Vokal Rangkap

Fathah + yā` tanpa dua titik yang dimatikan ditulis ai, dan fathah + wāwu mati ditulis au.

VII. Vokal-Vokal Pendek yang Berurutan dalam satu kata Dipisahkan dengan apostrof ( ` )

Contoh:

ـﺘـﻧأ

أ

ditulis a`antum

ﺚـﻧﺆ

ditulis mu`annaś

VIII. Kata Sandang Alif + Lām

1. Bila diikuti huruf qamariyah ditulis al-

Contoh:

نﺁﺮـﻘﻟا

ditulis Al-Qur`ān

2. Bila diikuti huruf syamsiyyah, huruf 1 diganti dengan huruf syamsiyah yang mengikutinya.

Contoh:

ﺔـ ـﺸﻟا

ditulis asy-Syī‘ah

IX. Huruf Besar

Penulisan huruf besar disesuaikan dengan EYD.

X. Kata dalam Rangkaian Frasa atau Kalimat 1. Ditulis kata per kata, atau

2. Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut. Contoh:

مﻼﺳﻹا

ﺦـ

ditulis Syaikh al-Islām atau Syaikhul-Islām