Analisis Novel اَحْلَامُ النِّسَاءِ الْحَرِيمِ /Ahlamu An-Nisa΄I Al-Harīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi (Kajian Sosiologi Sastra)
ANALISIS NOVEL
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/
AHLAMU AN-
NISA΄I AL
-
HARĪMI/
‘IMPIAN
PEREMPUAN-PEREMPUAN HAREM’ KARYA FATIMA
MERNISSI (KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA)
SKRIPSI SARJANA
DISUSUN OLEH:
DAHLIA ISDINA OKTANIA 110704031
DEPARTEMEN SASTRA ARAB
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
(2)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbi Al-‘ālamīn peneliti panjatkan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan izinNya peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam peneliti panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW sebagai teladan umat muslim.
Sastra merupakan karya seni yang indah dan juga sebagai cerminan masyarakat. Skripsi ini berjudul Analisis Novel
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/ahlāmu al-nisāˋi al-harīmi/ ‘Impian Perempuan- Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi (Kajian Sosiologi Sastra). Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademik dalam memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada Departemen Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.Pada penulisan skripsi ini peneliti menemui beberapa kesulitan maupun hambatan dari literature, baik dari objek yang diteliti maupun teori. Namun dengan karuniaNya dan bantuan dari berbagai pihak, penelitian ini dapat diselesaikan. Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih tidak sempurna dan mungkin terdapat kekeliruan. Peneliti menerima masukkan dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Terima Kasih.
Medan, 07 Juli 2015 Peneliti,
Dahlia Isdina Oktania 110704031
(3)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena dengan ridho nya skripsi ini dapat diselesaikan. Peneliti juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah banyak dibantu oleh berbagai kalangan, untuk itu peneliti ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ir.Gunung Iskandar NST dan Ibunda Dra. Ruminah yang telah membesarkan,mendidik, dan mendoakan hingga peneliti dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.
2. Adik-adik tercinta Hafid dan Ramadhan yang telah memberi dukungan,
bantuan dan semangat untuk kakaknya dalam menyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara beserta Pembantu Dekan I Bapk Dr. M. Husnan Lubis, M.A., Pembantu Dekan II Bapak Drs.Samsul tarigan, dan Pembantu Dekan III Bapak Drs. Yuddi Adrian M., M.A.
4. Ibu Dra. Pujiati, M.Soc, Ph.D selaku Ketua Program Studi Sastra Arab,
Fakultas Ilmu Budaya, Unversitas Sumatera Utara dan Ibu Dra. Fauziah, M.A. selaku Sekretaris Program Syudi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dra. Pujiati selaku Pembimbing I dan Bapak Drs. Bahrum M.Ag selaku selaku Pembimbing II yang telah bersedia berdiskusi dan meluangkan waktunya dalam proses penelitian skripsi ini.
6. Ibu Dra. Kacar Ginting, M.Ag selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan nasehat dalam menjalani kegiatan perkuliahan di Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh staf pengajar Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, khususnya staf pengajar di Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah menambah wawasan selama masa perkuliahan.
(4)
8. Teman-teman stambuk ‘011 Ratih, Wita, Puja, Suarti, Fadda, Fitri, Suci, Bibah yang telah memberikan motivasi, adik ‘012 Agung yang telah membantu pengerjaan skripsi serta teman-teman di Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab (IMBA).
9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu tetapi telah memberi bantuan yang tidak terhingga. Terima Kasih untuk semuanya.
Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan semoga Allah SWT akan membalas kebaikan kalian semua.
Medan, 07 Juli 2015
(5)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………..……….i
UCAPAN TERIMA KASIH……….ii
DAFTAR ISI...iv
PEDOMAN TRANSLITERASI………...v
ABSTRAK……… ….ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang……….1
1.2Rumusan Masalah………6
1.3Tujuan Penelitian……….6
1.4Manfaat Penelitian………...7
1.5Metode Penelitian………7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu………...9
2.2 Landasan Teori……...……….12
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sinopsis Novel
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/ahlāmu an-nisāˋi al -harīmi/‘Impian Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi………...243.2 Unsur Tersirat……….30
3.2.1 Pesan Moral………...30
3.2.2 Pesan Religius………...34
3.2.3 Pesan Kritik Sosial………40
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan………54
4.2 Saran………..56
(6)
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi dalam skripsi ini menggunakan Pedoman Transliterasi Arab – Latin berdasarkan SK Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158 tahun 1987 dan No. 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.
I. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
ﺍ alif - tidak dilambangkan
ﺏ bā’ b -
ﺕ tā’ t -
ﺙ ṡā’ ṡ s dengan titik di atasnya
ﺝ jīm j -
ﺡ ḥā’ ḥ h dengan titik di bawahnya
ﺥ khā’ kh -
ﺩ dāl d -
ﺫ żāl ż z dengan titik di atasnya
ﺭ rā’ r -
ﺯ zai z -
ﺱ sīn s -
ﺵ syīn sy -
(7)
ﺽ ḍād ḍ d dengan titik di bawahnya
ﻁ ṭā’ ṭ t dengan titik di bawahnya
ﻅ ẓā’ ẓ z dengan titik di bawahnya
ﻉ ’ain ‘ koma terbalik
ﻍ gain g -
ﻑ fā’ f -
ﻕ qāf q -
ﻙ kāf k -
ﻝ lām l -
ﻡ mīm m -
ﻥ nūn n -
ﻭ wāwu w -
ﻩ hā’ h -
ء hamzah ’ apostrof, tetapi lambang ini tidak digunakan untuk hamzah di awal kata
ﻱ yā’ y -
II. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap. ﺔﻳﺪﻤﺣﺃ titulis Ahmadiyyah
(8)
III. Tā’ marbūtah di akhir kata
1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata Arab yang sudah terserap menjadi bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan sebagainya.
ﺔﻋﺎﻤﺟ ditulis jamā’ah 2. Bila dihidupkan ditulis t
ءﺎﻴﻟﻭﻷﺍ ﺔﻣﺍﺮﻛ ditulis karāmatul-aliyā´
IV. Vocal Pendek
Fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u.
V. Vocal Panjang
A panajang ditulis ā, i panjang ditulis ī, dan u panjang ditulis ū, masing-masing dengan tanda (-) di atasnya.
VI. Vokal Rangkap
Fathah + yā’ tanpa dua titik yang dimatikan ditulis ai, dan fathah + wāwu mati ditulis au.
VII. Vokal-Vokal Pendek yang Berurutan dalam satu kata
Dipisahkan dengan apostrof (´)
ﻢﺘﻧﺃﺃ titulis a’antum ﺚﻧﺆﻣ ditulis mu’annaś
VIII.Kata Sandang Alif + Lām
1. Bila diikuti huruf qamariyyah ditulis
al-ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ditulis Al-Qur’ān
2. Bila diikuti huruf syamsiyyah, huruf I diganti dengan huruf syamsiyyah yang mengikutinya.
(9)
ﺔﻌﻴﺸﻟﺍ ditulis asy-Syī’ah (lihat juga angkah X butir 1 dan 2)
IX. Huruf Besar
Penulisan huruf besar disesuaikan dengan EYD.
X. Kata dalam Rangkaian Frasa atau Kalimat
1. Ditulis kata per kata, atau
2. Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut. ﻡﻼﺳﻹﺍ ﺦﻴﺷ ditulis Syaikh al-Islām atau Syaikhul-Islām
(10)
ABSTRAK
Dahlia Isdina Oktania, 2015. Analisis Novel
ﻢﻳﺮﺤﻟﺍ ءﺎﺴﻨﻟﺍ ﻡﻼﺣﺍ
/
aḥlāmu an-nisāˋi al -ḥarīmi / ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi (KajianSosiologi Sastra). Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara: Medan.
Penelitian pada novel
ﻢﻳﺮﺤﻟﺍ ءﺎﺴﻨﻟﺍ ﻡﻼﺣﺍ
/
ahlamu an-nisa’i al-harimi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi (Kajian Sosiologi Sastra) menjelaskan unsur-unsur sosiologi sastra yang tersirat didalam karya sastra itu sendiri yaitu sebuah novel autobiografi yang mengisahkan perempuan-perempuan harem yang terbelenggu di dalam sebuah harem. Permasalahan yang diteliti adalah tentang pesan moral, pesan religius dan kritik sosial serta tujuan yang ingin disampaikan pengarang tersebut. Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui pesan moral, pesan religius, dan kritik sosial serta tujuan yang ingin disampaikan pengarang melalui pesan tersebut. Analisis novelﻢﻳﺮﺤﻟﺍ ءﺎﺴﻨﻟﺍ ﻡﻼﺣﺍ
/ahlamu an-nisa’i al-harimi
/ ini, peneliti melakukan penelitian studi kepustakaan (library research) dan dengan metode deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Wellek dan Warren dan didukung dengan teori Nurgiyantoro. Hasil penelitian ini menunjukkan 6 pesan moral, 8 pesan religius, 22 pesan kritik sosial yang terdiri dari: 3 kritik sosial terhadap pemerintah (raja/ratu), 5 kritik sosial terhadap kekuasaan, dan 13 kritik sosial terhadap HAM yang setiap pesan memiliki tujuan masing-masing.(11)
ﺓﺭﻮﺻ
ﺔﻳﺩﺮﺠﺗ
ﺎﻴﻨﺘﻛﻭﺃ ﺎﻨﻳﺪﺳﺇ ﺎﻴﻠﻫﺩ
،
۲۰۱٥
.
ﻰﻌﻤﺘﺟﻹﺍ ﺔﺳﺍﺭﺩ ﺲﻴﻧﺮﻣ ﺔﻤﻄﻓ ﻒﻴﻟﺄﺗ ﻢﻳﺮﺤﻟﺍ ءﺎﺴﻨﻟﺍ ﻡﻼﺣﺃ ﺔﻳﺍﻭﺭ ﻞﻴﻠﺤﺗ
ﺏﺩﻷﺍ
،ﺔﻴﺑﺮﻌﻟﺍ ﺔﻐﻠﻟﺍ ﻢﺴﻘﻟﺍ
.
ﻝﺍ ﻢﻠﻌﻟﺍ ﺔﻴﻠﻛ
ﺔﻓﺎﻘﺛ
ﺔﻌﻣﺎﺟ
ﻝﺍ
ﺓﺮﻄﻣﻮﺳ
ﻝﺍ
ﻝﺎﻤﺷ
.
ﻥﺍﺪﻴﻣ
:
ﺔﻳ
ﺢّﺿﻮﻳ ﻮﻫ
(
ﺏﺩﻷﺍ ﻰﻌﻤﺘﺟﻹﺍ ﺔﺳﺍﺭﺩ
)
ﻲﺴﻴﻧﺮﻣ ﺔﻤﻄﻓ ﻒﻴﻟﺄﺗ ﻢﻳﺮﺤﻟﺍ ءﺎﺴﻨﻟﺍ ﻡﻼﺣﺃ ﺔﻳﺍﻭﺭ ﻦﻋ ﻞﻴﻠﺤﺘﻟﺍ
ﻲﻜﺤﻳ ﻲﺘﻟﺍ ﺔﻴﺗﺍﺫ ﺓﺮﻴﺴﻟﺍ ﺔﻳﺍﻭﺮﻟﺍ ﻲﻫ ﻪﺴﻔﻧ ﻰﺑﺩﻷﺍ ﻞﻤﻌﻟﺍ ﻲﻓ ﺮﻤﻀﻣ ﻱﺬﻟﺍ ﺏﺩﻷﺍ ﺎﻴﺟﻮﻟﻮﻴﺳﻮﺳ ﺮﺻﺎﻨﻋ
ﻢﻳﺮﺤﻟﺍ ﻲﻓ ﺕﺎﻨﻴﺠﺴﻟﺍ ءﺎﺴﻨﻟﺍ ﺔﺼﻗ
.
ﻞﻛﺎﺸﻣ
ﺱﺭﺩ
ﻲﻟﺍﻮﺣ
،ﺔﻴﻗﻼﺧﻷﺍ
ﺔﻟﺎﺳﺮﻟﺍ
ﺔﻴﻨﻳﺪﻟﺍ
ﻭ
ﺪﻘﻨﻟﺍ
ﻲﻋﺎﻤﺘﺟﻻﺍ
ﻼﻀﻓ
ﻦﻋ
ﻑﺍﺪﻫﻷﺍ
ﻢﺘﻴﻟ
ﺎﻬﻤﻴﻠﺴﺗ
ﻒﻟﺆﻤﻠﻟ
.
ﻥﺎﻛﻭ
ﻑﺪﻬﻟﺍ
ﻦﻣ
ﻩﺬﻫ
ﺔﺣﻭﺮﻁﻷﺍ
ﺔﻴﺜﺤﺒﻟﺍ
ﺪﻳﺪﺤﺘﻟ
ﺔﻳﻮﻨﻌﻤﻟﺍ
،
ﺔﻟﺎﺳﺭ
ﺔﻴﻨﻳﺪﻟﺍ
ﻭ ،
ﺪﻘﻨﻟﺍ
ﻲﻋﺎﻤﺘﺟﻻﺍ
ﻼﻀﻓ
ﻦﻋ
ﻑﺍﺪﻫﻷﺍ
ﻢﺘﻴﻟ
ﺎﻬﻤﻴﻠﺴﺗ
ﺐﺗﺎﻜﻟﺍ
ﺓ
ﻦﻣ
ﻝﻼﺧ
ﺔﻟﺎﺳﺭ
ﺔﻴﻨﻤﺿ
.
ﻞﻴﻠﺤﺗ
ﻢﻳﺮﺤﻟﺍ ءﺎﺴﻨﻟﺍ ﻡﻼﺣﺃ ﺔﻳﺍﻭﺭ
ﻯﺮﺟﺃ
ﺚﺣﺎﺒﻟﺍ
ﺓ
ﺔﺳﺍﺭﺩ
ﺏﺩﻷﺍ
ﺙﻮﺤﺒﻟﺍ
)
ﺙﻮﺤﺒﻟﺍ
ﺔﻴﺒﺘﻜﻤﻟﺍ
(
ﺞﻬﻨﻤﻟﺍﻭ
ﻲﻔﺻﻮﻟﺍ
.
ﺔﻳﺮﻈﻧ
ﺔﻣﺪﺨﺘﺴﻤﻟﺍ
ﻲﻓ
ﺍﺬﻫ
ﺚﺤﺒﻟﺍ
ﻲﻫ
ﺔﻳﺮﻈﻧ
ﻦﻳﺭﺍﻭﻭ ﻚﻟﻭ
ﻢﻋﺪﺑﻭ
ﻦﻣ
ﺔﻳﺮﻈﻧ
.
ﻭﺭﻮﺘﻧﺎﻴﻏﺭﻮﻧ
ﺕﺮﻬﻅﺃ
ﺞﺋﺎﺘﻨﻟﺍ
٦
ﺔﻟﺎﺳﺭ
،ﺔﻴﻗﻼﺧﺃ
۸
ﻞﺋﺎﺳﺭ
،ﺔﻴﻨﻳﺩ
۲۲
ﻞﺋﺎﺳﺭ
ﻦﻣ
ﺪﻘﻨﻟﺍ
ﻲﻋﺎﻤﺘﺟﻻﺍ
ﻱﺬﻟﺍ
ﻢﺴﻘﻨﻳ
ﻰﻟﺇ
:
۳
ﺪﻘﻨﻟﺍ
ﻲﻋﺎﻤﺘﺟﻻﺍ
ﺪﺿ
ﺔﻣﻮﻜﺤﻟﺍ
)
ﻚﻠﻤﻟﺍ
/
ﺔﻜﻠﻤﻟﺍ
(
،
٥
ﺪﻘﻨﻟﺍ
ﻲﻋﺎﻤﺘﺟﻻﺍ
ﻰﻟﺇ
،ﺔﻄﻠﺴﻟﺍ
۱۳
ﺪﻘﻨﻟﺍ
ﻲﻋﺎﻤﺘﺟﻻﺍ
ﻦﻣ
ﻕﻮﻘﺣ
ﻥﺎﺴﻧﻹﺍ
ﻥﺃ
ﻞﻛ
ﺔﻟﺎﺳﺭ
ﻝ
ﺪﻳ
ﺎﻫ
ّﻞﻛ ﻦﻣ ﻑﺪﻬﻟﺍ
.
(12)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sastra adalah karya seni, karena itu ia mempunyai sifat yang sama dengan karya seni yang lain. Tujuannya pun sama yaitu untuk membantu manusia menyingkapkan rahasia keadaannya, untuk memberi makna pada eksistensinya, serta untuk membuka jalan kebenaran. Yang membedakannya dengan seni yang lain, adalah bahwa sastra memiliki aspek bahasa (Semi,2013:38).
Unsur pembentuk novel terbagi dua yaitu unsur intrinsik dan ektrinsik. Unsur Intrinsik sebuah karya sastra baru bisa disebut bernilai apabila masing-masing unsur pembentuknya (unsur intrinsiknya) yang tercermin dalam strukturnya, seperti tema, karakter, plot, setting, dan bahasa merupakan satu kesatuan yang utuh (Fananie, 2000: 76).
Unsur ekstrinsik adalah segala faktor luar yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Ia merupakan milik subjektif pengarang yang bisa berupa kondisi sosial, motivasi yang mendorong dan mempengaruhi kepengarangan seseorang. Unsur ekstrinsik pada dasarnya tidak terlepas dari faktor struktur, baik yang terkait dari struktur karya sastra itu sendiri maupun struktur yang terdapat di luar karya sastra (Fananie, 2000: 77).
Pendekatan sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Ada dua kecenderungan pokok dalam penelitian sosiologis terhadap karya sastra. Pendekatan pertama berdasarkan anggapan bahwa karya sastra merupakan cermin proses sosial ekonomis belaka. Pendekatan kedua
(13)
yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelahaan dengan metode analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra (Pradopo, 2002: 258).
Dalam pandangan Wollf (Endraswara,2013:77), sosiologi sastra merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak didefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi-studi empiris dan berbagai cobaan yang masing-masingnya hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan sastra dan masyarakat. Diantara genre utama karya sastra seperti puisi, prosa, drama dan lainnya, khususnya novel yang paling banyak menampilkan unsur sosial.
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Kesetaraan Gender dan Status Sosial. Blogspot).
Penelitian ini dengan menganalisa sosiologi sastra karena masih banyak kondisi sosial dan pemikiran masyarakat yang menganggap rendah perempuan dibanding laki-laki yang banyak terdapat di dalam novel Ahlāmu An-Nisāˋi Al-Harīmi. Melalui analisis sosiologi sastra inilah kita dapat melihat kondisi sosial yang baik dan buruk di masyarakat. Novel Ahlāmu An-Nisāˋi Al-Harīmi ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ (Kajian Sosiologi) dengan memakai teori Pendekatan Sosiologi Sastra Wellek
(14)
dan Warren dikarenakan pada pendekatan ini mereka mencoba menyikapi unsur yang tersirat pada sebuah novel. Hal yang tersirat inilah yang akan dianalisis serta apa tujuan yang tersirat dalam karya sastra tersebut.
Peneliti memilih karya Fatima Mernissi dikarenakan beliau adalah pejuang hak-hak perempuan yang beliau tuangkan melalui tulisan novel berjudul Ahlāmu An-Nisāˋi Al-Harīmi ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ dan Fatima Mernissi juga seorang Dosen Sosiologi pada Universitas Muhammad V Rabat, Maroko. Dia terkenal sebagai seorang Muslimah Pejuang hak wanita di Afrika Utara dan aktivis yang terkemuka di dalam Dunia Islam. (Wasim, Ahmad. 2009. Fatima Mernissi. Blogspot).
Adapun novel yang akan diteliti adalah novel yang berjudul
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi. Novel ini diterbitkan di Suriah-Damaskus terdiri dari 279 halaman dari 22 bab yang digunakan sebagai data primer. Data pendukung, peneliti juga menyertakan terjemahan dari novel tersebut yang berjudul ‘Perempuan-Perempuan Harem’ yang diterjemahkan oleh Ahmad Baiquni.Ahlam berasal dari bahasa Arab halama. Pengertian Ahlam dari kamus
Munjid 1986:150
ﻢﻠﺣ
ﺝ
.
ﻡﻼﺣﺃ
)
ﺺﻣ
:(
ﺎﻣ
ﻩﺍﺮﻳ
ﻢﺋﺎﻨﻟﺍ
ﻲﻓ
ﻪﻣﻮﻧ
.
ﻝﺎﻘﻳ
)) :
ﻩﺬﻫ
ﻡﻼﺣﺃ
ﻢﺋﺎﻧ
((
ﻱﺍ
ٍﻥﺎﻣﺃ
ﺔﺑﺫﺎﻛ
/ḥalama jam’uhu aḥlamun (maṣun): mā yurāhu an-naimu fī naumihi. Yuqālu: ((hażihi aḥlām nāimun)) ayyu amānin kāzibatin/ “Halama bentuk jamak ahlamun (menghirup): apa yang ia lihat saat tertidur dalam tidurnya. Mengatakan: ((mimpi-mimpi tidur)) apapun yang keliru jaminannya”.
(15)
Ahlam dari kamus Yunus,Mahmud 1972: 108
ﻡﻼﺣﺃ
-
ﻢﻠﺣ
/ḥalama-aḥlamun/ “bermimpi”.Pengertian An-nisa dari kamus Munjid 1986:807
ﺓﻮﺴﻨﻟﺍ
-
ءﺎﺴﻨﻟﺍ
:
ﻉﻮﻤﺟ
ﺓﺃﺮﻤﻠﻟ
ﻦﻣ
ﺮﻴﻏ
ﺎﻬﻈﻔﻟ
/an-niswatu- an-nisa’u : jam’uhu lilmar’atun min ghairu lafẓihā/ “ Perempuan-perempuan: jamak untuk perempuan dari pengucapannya”.
An-nisa dari kamus Yunus,Mahmud 1972:451
ﺓﻮﺴﻧ
-
ﻥﺍﻮﺴﻧ
–
ءﺎﺴﻧ
/niswatun- niswānun- nisā’un/“wanita-wanita atau perempuan-perempuan”.
Harem berasal dari harīm. Pengertian Harīm dari kamus
Munjid 1986:130
ﻡُﺮُﺣ
ﻭ
ﻡﺮﺣﺃ
ﻭ
ﻢﻳﺭﺎﺣﺃ
:
ﺎﻣ
ﻡﱢﺮﺣ
ﻢﻠﻓ
ﺲﻤﻳ
.
ﻊﺿﻮﻣ
ﻊﺴﺘﻣ
ﻝﻮﺣ
ﺮﺼﻗ
ﻚﻠﻤﻟﺍ
ﻡﺰﻠﺗ
.
ﺝ
ﻢﻳﺮﺤﻟﺍ
ﺏﻮﺛ
ﻡِﺮْﺤُﻤﻟﺍ
.
ﻞﻛ
ﻊﺿﻮﻣ
ﺐﺠﺗ
ﻪﺘﻳﺎﻤﺣ
.
ﻪﺘﻳﺎﻤﺣ
ﺔﻤﻳﺮﺤﻟﺍ
:
ﺎﻣ
ﺕﺎﻓ
ﻦﻣ
ﻞﻛ
ﺡﻮﻤﻄﻣ
ﻪﻴﻓ
.
/al-ḥarīmu jam’uhu ḥurumun wa aḥramun wa aḥārīmun: mā ḥurrima falima yamsun. mauḍi’u mutasa’ ḥaula qasari al-mulka talzimu ḥimāyatahu śaubu al-muḥrimi. Kullu mauḍa’i tajibu ḥamāyatahu. Al-ḥarīmah : mā fāta min kulli maṭmuhin fīhi/ “Harīm bentuk jamak: hurum wa ahrum wa ahaariim: apa yang tidak ada dipengaruhi atau disentuh dari dunia luar. Tentang istana Raja yang mewajibkan perlindungan. Pakaian dan setiap tempat yang harus dilindungi. Perempuan hariim: berputar dari setiap ambisi didalamnya”.
Harīm dari kamus Yunus,Mahmud 1972:101
ﻡُﺮُﺣ
.
ﺝ
ﻢﻳﺮﺤﻟﺍ
/al-ḥarīmu jam’uhu ḥurumun/ “Perempuan dalam rumah tangga”.(16)
Kata “harem” adalah variasi kecil dari kata haram, yang dilarang, lawan dari halal, yang diperbolehkan. Harem adalah tempat yang didalamnya seorang laki-laki melindungi keluarganya, seorang/beberapa orang istrinya, anak-anaknya, dan saudara-saudara perempuannya. Harem bisa berbentuk rumah atau tenda dan menunjukkan tempat dan orang yang tinggal di dalamnya (Tokoh Chama dalam novel perempuan-perempuan harem, 1994:84).
Perempuan-perempuan harem yaitu sebuah karya fiksi yaitu karya nyata atau autobiografi yang menceritakan subjek dalam kehidupan bermasyarakat. Novel ini mengisahkan Kisah Fatima Mernissi yang lahir pada tahun 1940 di Maroko, dibesarkan di Kota Fez dan di harem. Segala aktifitas di dalam harem dijalankan secara teratur, tidak boleh keluar halaman dan waktu sarapan, makan siang dan makan malam yang diatur, dan semua larangan untuk tidak bernyanyi, tidak menari, tidak boleh berisik dan jutaan aturan tidak tertulis lainnya atas nama tradisi turun – temurun.
Fatima kecil pada saat itu tinggal bersama Nenek, Paman, dan sepupu– sepupunya. Di harem tersebut ia tinggal bersama Nenek dari Ayahnya yang bernama Lalla Mani (Lalla adalah panggilan untuk yang dituakan), Paman dan tujuh anaknya, Ayah dan Ibunya, dan saudara – saudara lainnya. Masa kecil Fatima dihabiskan dengan bermain dan belajar Quran oleh Lalla Tam bersama saudara – saudaranya. Berbeda dengan anak perempuan, anak lelaki dan remaja yang tinggal di harem boleh mengecap pendidikan di sekolah internasional.
Hal inilah yang menarik peneliti untuk mengkaji tentang sosiologi sastra dalam novel dari unsur ektrinsik (dari segi tujuan dan hal-hal yang tersirat yang disampaikan) dan novel ini mengandung cerita yang menarik yang menceritakan
(17)
perempuan-perempuan luar biasa yang kearifannya menjadi jendela bagi Fatima kecil untuk melihat dunia, mereka yang hanya memiliki sedikit kebebasan, namun kaya oleh indahnya kebersamaan dan mimpi-mimpi, mereka yang mengatakan bahwa selalu ada sepetak langit biru diatas tembok harem. Mereka juga yang mengatakan, jangan melihat kebawah pandanglah terus keatas dan keatas, lalu terbanglah.
1.2RUMUSAN MASALAH
Pada pembahasan ini, rumusan masalah sebagai berikut yaitu bagaimanakah pesan moral, pesan religius, dan pesan kritik sosial dan apa yang menjadi tujuan yang disampaikan dalam Novel
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/aḥlāmu an -nisāˋi al-ḥarīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi?1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pesan moral, pesan religius, pesan kritik sosial dan apa yang menjadi tujuan yang disampaikan dalam novel berjudul
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ karya Fatima Mernisi.(18)
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian ini terbagi menjadi kegunaan teoritis dan praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang kajian sosiologi sastra sehingga menghasilkan efek yang inovatif bagi mahasiswa khususnya, serta masyarakat pada umumnya.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khazanah keilmuan khususnya di bidang sosiologi sastra.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan menambah apresiasi masyarakat terhadap
karya sastra.
1.5 METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir,Moh 1983:63).
Menurut Whitney (1960) Metode deskriptif, yaitu pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena (Nazir,Moh 1983:63-64).
(19)
Gay, (1976) mendefinisikan metode penelitian deskriptif sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian (Sevilla, dkk 1993:71). Menurut Suryabrata (2008:76), penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Dalam arti ini penelitian deskriptif itu adalah akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan, mentest hipotesis, atau mendapatkan makna dan implikasi, walaupun penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal-hal tersebut dapat mencakup juga metode-metode deskriptif.
Dalam menganalisis novel
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi peneliti
melakukan peneitian dengan langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
1. Membaca dengan teliti dan seksama novel yang berjudul Ahlam An-Nisa
Al-haremkarya Fatima Mernisi.
2. Menandai teks novel yang merupakan unsur tersirat dalam novel yang
berjudul Ahlam An-Nisa Al-harem karya Fatima Mernisi yang berguna
untuk membantu menganalisis permasalahan.
3. Mengelompokan teks novel yang merupakan unsur tersirat dan tujuan pada
novel yang berjudul Ahlam An-Nisa Al-haremkarya Fatima Mernisi. 4. Menganalisis data yang didapat.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahalu
Setelah dilakukan pengamatan di perpustakaan Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (USU), terdapat beberapa skripsi
yang menggunakan kajian Sosiologi. Adapun tinjauan pustaka yang
menggunakan kajian sosiologi tersebut yaitu :
1. Nurul Fitriani (010704006), mahasiswa Sastra Arab Fakutas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara dengan judul “Analisis Sosiologi Novel Suquth
El Imam Karya Nawal El-Sadawi” melalui Pendekatan Sosiologi Sastra
yang membahas tentang unsur sosiologi sastra yang tersirat pada novel karya Nawal El-Saadawi dengan menggunakan teori Wellek dan Warren digabungkan dengan teori Ian Watt dengan teori Burhan Nurgiyantoro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai sosiologi sastra yang tersirat dalam novel tersebut adalah tiga pesan moral, dua pesan religious, dan dua pesan kritik social. Setiap pesan tersebut memiliki tujuan masing-masing.
2. Desi Damayanthi (070704016), dengan judul Analisis Sosiologis Norma
Sosial dan Nilai Sosial pada Buku
ﻰﻟﺍ ﻪﻬﺟﻭ ﷲ ﻡﺮﻛ ﻰﻠﻋ ﻡﺎﻣﻻﺍ ﻦﻣ ﺢﺌﺼﻧ
ءﺍﺮﻣﻻﺍ
/ Naṣā iḥu min al -imāmi a’li karama Allāhu wajhahu ilā al-umarāi / The Best Advices of Sayyidina Ali for Leader/ Nasehat-Nasehat Imam Ali r.a kepada Negarawan yang membahas norma sosial dan nilai sosial menggunakan teori Endraswara dan Narwoko. Hasil pada penelitian ini(21)
menunjukkan Norma Sosial dengan kategori folkways, mores, dan hukum
berjumlah 10. Folkways ada 2 yaitu folkways yang menunjukkan norma
kesusilaan yang berfungsi sebagai pedoman atau patokan perilaku pada
masyarakat dan folkways yang menunjukkan norma kesusilaan yang
berfungsi sebagai wujud konkret dari nilai yang ada di masyarakat.
Kemudian yang menunjukkan mores ada 3 yaitu mores yang menunjukkan
norma hukum yang berfungsi sebagai suatu standar atau sala dari berbagai kategori tingkah laku masyarakat, hukum yang menunjukkan norma agama yang berfungsi sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat, hukum yang menunjukkan norma hukum yang berfungsi sebagai wujud konkret dari nilai yang ada di masyarakat, hukum yang menunjukkan norma kesusilaan yang berfungsi sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat, dan hukum yang menunjukkan norma hukum yang berfungsi sebagai suati standar atau skala dari berbagai kategori tingkah laku masyarakat.
3. Karlina (050407039), dengan judul Analisis Pesan Moral dan Konflik Kisah
Nabi Musa A.S dan Khidir A.S pada Surah Kahfi ayat 60-82 dalam
Al-qur’an. Penelitian tersebut membahas tentang Pesan moral dan konflik
dengan menggunakan teori Nurgiyantoro, kajian struktural dalam menganalisis pesan moral dan ditinjau dari sosiologi sastra. Adapun hasil penelitian ini adalah pesan moral yang terdapat pada QS: 18, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 68, 69, 70, 71, 73, 76, 77, 79, 80, 81, dan 82. Pesan religius terdapat pada QS: 18, 61, 63, 65, 66, 68, 69, 74, 76, 80, 81, dan 82. Kritik
(22)
sosial terdapat pada QS: 18, 71, 74, 79, dan 82. Bentuk penyampaian pesan moral secara langsung pada QS: 18, 60, 63, 64, 66, 67, 68, 70, 73, 76, 78, 79, 80, 81, dan 82. Bentuk penyampaian pesan moral secara tidak langsung terdapat pada QS: 18, 61, 65, 69, 71, 72, 74, 75, dan 77 dan bentuk konflik terdapat pada QS: 18. 60 termasuk dalam konflik internal, sedangkan yang termasuk dalam konflik eksternal adalah adalah QS: 18, 62, 70, 71, 73, 74, 77, dan 79.
Sedangkan pada penelitian ini berjudul “Analisis Sosiologi Sastra Dalam Novel
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi yang berbeda objek dengan peneliti sebelumnya dan menganalis tentang unsur sosiologi sastra yang tersirat dan apa yang menjadi tujuan yang disampaikan dengan menggunakan teori Wallek dan Warren didukung dengan teori Burhan Nurgiyantoro.Sosiologi sastra adalah penelitian terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan keterlibatan struktur sosialnya. Dengan demikian, penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk penelitian ilmiah maupun aplikasi praktis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan unsur-unsur karya sastra dalam kaitannyan dengan perubahan sturktur sosial yang terjadi disekitarnya (Ratna, 2003: 25).
Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis
oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk
yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada
(23)
dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya (Endraswara, 2013: 78).
Novel telah banyak menarik perhatian dari banyak kalangan. Novel adalah bentuk prosa yang di dalamnya mengandung tokoh, perilaku dan cerminan kehidupan masyarakat. Menurut Aziez dan Abdul, novel merupakan suatu karya fiksi, yaitu karya dalam bentuk kisah atau cerita yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan atau nyata (Aziez dan Abdul 2010:2).
2.2 Landasan Teori
Peneliti menggunakan teori yaitu teori Wellek dan Warren (2014:100) untuk melihat pesan moral, pesan religius, dan pesan kritik sosial. Teori Pendekatan Sosiologi Sastra Menurut Wellek dan Warren (2014:100) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra. Wellek dan Warren menggambarkan tiga permasalah yang harus dikaji dalam sosiologi sastra antara lain :
1. Sosiologi pengarang, profesi pengarang, institusi sastra. Masalah yang
berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar sastra.
(24)
2. Isi karya sastra, tujuan serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial.
3. Sosiologi sastra yang mempermasalahkan pembaca dan dampak sosial karya
sastra.
Peneliti menganalisis karya Fatima Mernissi berjudul
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ dengan pendekatan sosiologi sastra dan mengunakan teori Wellek dan Warren pada nomor dua yaitu sosiologi sastra yang diteliti adalah unsur sosiologi yang tersirat dalam sebuah karya dan apa yang menjadi tujuan yang tersirat dalam sebuah karya.Di dukung dengan teori Burhan Nurgiyantoro yang menjelaskan unsur-unsur yang diteliti adalah unsur-unsur yang tersirat yang mempengaruhi sebuah karya sastra, dan hal-hal yang tersirat yang menggambarkan pola-pola masyarakat meliputi pesan moral, pesan religius, dan pesan kritik sosial (Nurgiyantoro 2013:429-461).
1. Pesan Moral
Moral berdasarkan Kamus Modern Bahasa Indonesia adalah pengertian ajaran yang mengajarkan agar mengetahui baik dan buruk (Kamus Santoso, 2000: 457). Secara umum moral menunjuk pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Istilah “bermoral”, misalnya tokoh bermoral tinggi, berarti mempunyai pertimbangan baik dan buruk yang terjaga dengan penuh kesadaran (Nurgiyantoro, 2013: 429).
(25)
Moral adalah nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia dalam sebuah kebiasaan kemudian terwujud dalam pola perilaku dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagai sebuah kebiasaan. Moral
berasal dari bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari
perkataan mos yang berarti adab atau kebiasaan (Keraf, 2012: 14).
Kenny (1996) dalam (Nurgiyantoro, 2013: 430) mengemukakan bahwa moral dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan), lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat “praktis” sebab petunjuk nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya.
Uraian di atas mendeskripsikan bahwa moral merupakan salah satu aktivitas perbuatan manusia dalam suatu komunitas masyarakat yang tentunya berbeda dengan masyarakat lain. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra yang merupakan representase kehidupan masyarakat tentunya membawa pesan-pesan moral sebagai salah satu amanat yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca
Sebagai bahan perbandingan peneliti menggambarkan pada novel “Laskar Pelangi” yang berkaitan dengan pesan moral sebagai berikut:
(26)
a. Contoh pada novel lain berjudul “Laskar Pelangi”:
Pesan moral yang mengajarkan tentang budi pekerti kemuhammadiyahan yang menjelaskan tentang karakter yang dituntut Islam dari seorang amir. Amir dapat berarti pemimpin, seperti pada kutipan berikut:
“Barang siapa yang kami tunjuk sebagai amir dan telah kami tetapkan gajinya untuk itu,maka apapun yang ia terima selain gajinya itu adalah penipuan” (Hirata,2008:71)
Kutipan di atas menunjukkan ibu mus sedang geram dengan korupsi yang meraja lelah dan beliau juga mengingatkan pentingnnya memegang amanah sebagai pemimpin dan alqur’an mengingatkan bahwa kepemimpinan seseorang akan dipertanggung jawabkan di akhirat.
b. Contoh pada novel
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab3 halaman 38-39Contoh pesan moral buruk yang ingin disampaikan secara tersirat dari sikap pasukan Prancis yang mengakibatkan kematian dengan menembaki orang-orang yang tengah berdoa ditangga mesjid sehingga mayat-mayat bergelimpangan. Hal ini tergambar jelas dalam penggalan novel berikut:
ﺎﻳ
)
ﺕﺍﻭﻼﺘﺑ ﻦﻴﻁﺎﺤﻤﻟﺍﻭ ،ﺔﻗﺯﻻﺍ ﻙﺮﺸﺑ ﻦﻳﺫﻮﺧﺎﻤﻟﺍ ﻭ ،ﻦﻴﺤﻠﺴﻤﻟﺍ ﻦﻴﻴﺴﻧﺮﻔﻟﺍ ﺩﻮﻨﺠﻟﺍ ّﻦﻜﻟ
ﻥﻮﻘﻠﻄﻳ ﺍﻭﺅﺪﺒﻓ ؛ﻢﻬﺑﺎﺼﻋﺃ ﺓﺩﻭﺮﺑ ﺍﻭﺪﻘﻓﻭ ،ﻉﺰﻔﻟﺍ ﻢﻬﺑﺎﺻﺃ ؛ﺔﻳﺎﻬﻧﻻﺎﻣ ﻰﻟﺇ ﺔﻠﺗﺮﻤﻟﺍ
(
ﻒﻴﻄﻟ
.
ﻦﻴّﻠﺼﻤﻟﺍ ﻉﻮﻤﺟ ﻰﻠﻋ ﺭﺎﻨﻟﺍ
ﺖﻧﺎﻛ ﻦﻴﺣ ﻲﻓ ،ﺪﺠﺴﻤﻟﺍ ﻞﺧﺪﻣ ﻲﻗﺍﺮﻣ ﻕﻮﻓ ﺚﺜﺠﻟﺍ ﺖﺳّﺪﻜﺗ ،ﻖﺋﺎﻗﺩ ﻊﻀﺑ ﻥﻮﻀﻏ ﻲﻓ ﻭ
.
ﻞﺧﺍﺪﻟﺍ ﻲﻓ ﺓّﺮﻤﺘﺴﻣ ﻰﻗّﺮﻟﺍ ﺓﻭﻼﺗ
/Lakinna al-junūdul alfaransiyyina al-musliḥīna, wal mākhūżīna basyaruka al-azqati, walmaḥāṭīna bitilāwāti al (yā laṭīf) almurtalati ila mā lā niḥāyati; aṣābahum alfaz’a, wa faqadū barūdata a’ṣābahum; fabidaˋu yaṭaliqūna al-nāra ‘alā jumū’i almuṣalīna. Wa fī guḍūwanin biḍa’in daqāiq, takaddasat aljaśśi fauqa marāqī. Madkhalu almasjidi, fī ḥīna kānat tilāwati al-raqi mustamirratin fī addākḥili/ “Akan tetapi, pasukan Prancis muslim(27)
yang bersenjata itu menjadi kalap dan tidak terkontrol. Mereka menembaki orang-orang yang sedang berdoa (ya latif) hingga tak terbatas. Orang-orang ketakutan dan kehilangan amarah, mereka menembaki kerumunan jama’ah. Dalam beberapa detik saja, mayat-mayat bergelimpangan saling bertindihan di dalam mesjid, sedangkan pembacaan tilawah terus menerus di dalam mesjid”.
Moral adalah ajaran baik buruk yang diterima mengenai perbuatan, maka pesan moral tersirat yang ingin disampaikan adalah membunuh atau menembaki manusia yang tidak berdosa adalah perbuatan buruk yang mengakibatkan kematian. Tujuan pesan moral tersebut adalah agar pasukan Prancis dapat mengendalikan diri pada saat tidak terkontrol yang dapat menyebabkan hal-hal diluar kendali.
2. Pesan Religius
Religius melihat aspek yang di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kedalaman pribadi manusia. Dengan demikian, religius bersifat mengatasi, lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal dan resmi (Mangunwijaya, 1982) dalam (Nurgiyantoro, 2013:446). Agama dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu problem yang tidak bisa terlepas dari karya sastra. Sebagai salah satu gendre sastra, novel hadir dalam suasana lingkungan sosial yang sangat komplek tentunya karya sastra tersebut membawa pesan religius atau agama yang merupakan repsentase dari kehidupan sosial pengarang.
Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut istilah. Menurut bahasa agama berasal dari bahasa sangsekerta yang erat hubungannya dengan agama hindu dan budha yang berarti ‘’tidak pergi ”tetap di tempat,diwarisi turun temurun. Menurut istilah agama adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam hubungannya dengan
(28)
tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan sastra tumbuh dari sesuatu yang bersirat religious. Pada awal mula segala sastra adalah religious (Mangunwijaya, 1982:11). Istilah “Religius” membawa konotasi pada makna agama.
Sebagai bahan perbandingan peneliti menggambarkan pada novel “Kemarau” yang berkaitan dengan pesan religius sebagai berikut:
a. Contoh pada novel lain berjudul “Kemarau” (dalam Nurgiyantoro,2013:449) Pesan religius yang menggambarkan pernikahan yang tidak dibenarkan oleh hukum agama (Islam). Maka, apapun yang terjadi jika itu melanggar kebenaran mutlak, harus diluruskan. Seperti dalam novelnya berikut:
“Walau apa katamu terhadapku, walau kau hina kau caci maki aku, kau kutuki aku, aku terima. Tapi untuk membiarkan Masri dan Arni hidup sebagai suami istri, padahal Tuhan melarangnya, ooo, itu telah melanggar prinsip hidup setiap orang yang percaya pada-Nya”. (Kemarau,1977 dalam Nurgiyantoro,2013:449)
Pesan religius yang tersirat dalam novel tersebut adalah dilema yang dihadapi sang ayah tidak dapat memaksa kita untuk merenungi masalah kehidupan yang kadang tak terduga dan mengambil hikmah darinya. Sebagai manusia kita harus mentaati prinsip hidup yang telah dibuat oleh yang MahaKuasa.
(29)
b. Contoh dalam novel
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 3 halaman 38:Pesan religius yang diangkat Fatima Mernissi adalah orang-orang muslim yang menyuarakan doa pada saat bencana melanda. Seperti penggalan novel berikut:
ﻱﺬﻟﺍ
((
ﻉﺰﺠﻟﺍ
))
ءﺎﻋﺩ ﻥﻮﻠﺘﻳ ﺮﺸﺒﻟﺍ ﻑﻻﺁ ﻉﺮﺷﻭ ،ﺓﻼﺼﻟﺍ ﺔﻣﺎﻗﻹ ﺔﻜﻣ ﺏﻮﺻ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﻪﺠﺗﺎﻓ
ﻒﻴﻄﻟ ﺎﻳ
)) :
ﺔﺛﺮﻜﻟﺍ ﻉﻮﻗﻮﻟ ًﺎﺒﺸﺤﺗ ،ﺕﺎﻋﺎﺳ ﻯﺪﻣ ﻰﻠﻋ ﺭّﺮﻜﺗ ،ﻂﻘﻓ ٍﺓﺪﺣﺍﻭ ﺔﻤﻠﻛ ﻦﻣ ﻥّﻮﻜﺘﻳ
..!
.((..!
ﻒﻴﻄﻟ ﺎﻳ
..!
ﻒﻴﻄﻟ ﺎﻳ
/Fātijahu al-nāsu ṣaubu makkatin li׳iqāmati al-ṣalati, wa syar’u al-āfi al-basyari yatlūna du’aˋin (aljuz’i) allażi yatakawwanu min kalimatin wāḥidatin faqaṭ, tukarriru ‘alā madā sā’āti, taḥassabān liwuqū’i alkarśati: (Yā latīf! Yā latīf! Yā latīf!)/ “Orang-orang berjalan menuju Mekkah untuk mendirikanshalat. Ribuan orang menyuarakan doa ratapan (kesedihan) dengan
mengucapkan satu kata secara berulang-ulang selama berjam-jam saat bencana melanda: Ya Latif, Ya Latif, Ya Latif! (Wahai yang Maha Lembut)”.
Dari penggalan novel diatas, pesan tersirat adalah bahwa setiap saat kita harus dekat kepadaNya, meminta, berkeluh kesah hanya padaNya. Ketika ditimpa bencana, sebaiknya hanya mengingat dan memujiNya karena hanya Dialah yang dapat melindungi hambaNya. Tujuan yang ingin disampaikan adalah agar manusia lebih banyak bersyukur dalam memaknai hidup yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa.
3. Pesan Kritik Sosial
Pesan kritik sosial akan ada pada novel jika seorang pengarang menjadi
korban kekurang beresan lingkungan atau paling minimal pengarang
mengamati ketidak beresan suatu lingkungan (Nurgiyantoro,2013:456).
Menurut Suyitno (2009: 1) kata kritik berasal dari bahasa Yunani Kuno krites untuk menyebut hakim. Kata benda krites itu berasal dari kata kerja krinein
(30)
yang berarti menghakimi. Kata krinein merupakan pangkal dari kata benda kriterion yang berarti dasar penghakiman. Kemudian timbul kata kritikos yang diartikan sebagai hakim karya sastra. Kritik sastra merupakan bidang studi sastra untuk “menghakimi” karya sastra, untuk memberi penilaian atau keputusan mengenai bermutu atau tidaknya suatu karya sastra (Pradopo, 2002: 32)
Kritik sosial merupakan alat atau mediasi antar golongan dalam masyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh Ratna (2008: 243), bahwa karya seni, khususnya sastra merupakan alat atau media untuk menyatukan individu, kelompok, suku, dan bahkan antar bangsa. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kritik sosial dalam karya sastra merupakan upaya yang dilakukan seorang pengarang, dengan cara memberikan suatu tanggapan terhadap persoalan-persoalan yang ia lihat pada masyarakat. Kritik sosial meliputi beberapa aspek:
a. Kritik Sosial terhadap Pemerintah(Raja/Ratu)
Pemerintah dalam hal ini memegang peranan penting karena dalam suatu negara pemerintah yang menetapkan, menyatakan dan menjalankan kemauan individu-individu yang tergabung dalam organisasi politik. Triwamwoto (2004: 4) mengemukakan pemerintah adalah alat untuk bertindak demi kepentingan rakyat, untuk mencapai tujuan suatu negara antara lain kesejahteraan, pertahanan, keamanan, tata tertib, keadilan, kesehatan.
Kritik dari masyarakat berfungsi sebagai kontrol terhadap pemerintah untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Ketika pemerintah mampu menjalankan tugas
(31)
sesuai dengan fungsinya maka kehidupan dalam negara ini akan berjalan kondusif. Oleh karena itu pemerintah harus memperbaiki sistem-sistem yang belum sepenuhnya berpihak kepada rakyat.
Sebagai bahan perbandingan peneliti menggambarkan kritik sosial pada novel “Maut dan Cinta” yang berkaitan dengan kritik sosial pemerintah. Contoh dalam novel lainnya “Maut dan Cinta” (dalam Nurgiyantoro,2013:458). Kritik sosial dalam novel tersebut adalah terhadap penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pemimpin negara waktu itu yang terdapat dalam penggalan novel berikut:
“”Menyeleweng” tukas Sadeli agak terkejut, “Oh, mana mungkin. Bangsa kita pada revolusi ini amat berbahagia punya pemimpin-pemimpin yang amat mengabdi pada kemerdekaan, pada demokrasi, pada keadilan, pada kebenaran, pada Tuhan” (Maut dan Cinta,1977).
Kritik sosial terhadap penggalan novel tersebut adalah semua tentara pejuang bahu-membahu dengan rakyat mempertahankan kemerdekaan dengan penuh pengorbanan dan tanpa pamrih, tampaknya tidak demikian keadaannya. Ada sejumlah tentara pejuang---mudah-mudahan tidak banyak---yang justru berlagak sebagai raja kecil di hadapan rakyat yang bodoh dan lugu.
Contoh dalam novel
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 11 halaman 118:ﺎﻤﻛ ﺍﻮﻠﺼﺗ ﻥﺃ ﺎﻣﺇ
)) :
ﻢﻬﻟ ﺖﻟﺎﻗ ﻭ ءﺍﺮﻜﻧ ﺔﻤﻳﺰﻫ ﻢﻬﺑ ﺖﻘﺤﻟﺍ ﺪﻘﻟ ،ﺔّﻴﻜﻴﻟﻮﺛﺎﻜﻟﺍ ﻞﻴﺑﺰﻳﺇ ﻰﻋﺪﺗﻭ
.((
ﺮﺤﺒﻟﺍ ﻲﻓ ﻢﻜﻴﻣﺮﻧ ﻭﺃ ﻲﻠﺼﻧ
/wa tad’ā īzābīl alkāśulīkiyyatu, laqad alḥaqtu bihim hazīmatun nukrā’i wa qālat laḥum: ((immā an taṣallū kamā naṣlī aw naramīkum fī al -baḥri))/ “Ratu Isabella Katolik, tidak pernah memberi mereka hak untuk memilih dan berkata: engkau sembahyang seperti yang kami lakukan atau kami akan membuang kalian ke laut”.(32)
Pesan kritik sosial yang diangkat disini adalah seorang Ratu yang bertindak sesuka hatinya. Kepemimpinan yang dimiliknya disalah gunakan sesuai keiinginannya tanpa memikirkan rakyatnya. Tujuan yang ingin disampaikan adalah agar setiap Raja/Ratu memiliki rasa empati terhadap rakyatnya dan lebih memikirkan rakyatnya.
b. Kritik terhadap Kekuasaan
Soekarso (2015: 28) mengatakan bahwa kekuasaan merupakan kapasitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain kearah pencapaian tujuan. Kekuasaan adalah otoritas atau kekuatan untuk mempengaruhi perilaku individu atau kelompok dan sumber daya untuk mencapai tujuan.
Ketika kekuasaan hanya mementingkan kepentingan pribadi tanpa memperdulikan kepentingan rakyat maka rakyat kecil akan semakin dikesampingkan. Hukum di Indonesia masih mengistimewakan seseorang yang mempunyai kekuasaan. Dalam hal ini kekuasaan bukan hanya dimiliki oleh para pejabat pemerintah. Namun, kekuasaan juga dimiliki oleh seseorang yang mempunyai taraf ekonomi tinggi. Banyak kasus hukum yang tidak tuntas dan tidak diketahui penyelesaiannya. Hal tersebut dikarenakan hukum yang masih ternilai dengan angka.
Contoh dalam novel
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 8 halaman 87:ﻦﻣ ﺖِﻔﻄُﺘﺧﺍ ﻲﻬﻓ ؛ٍﺓﺮﻫﺎﻣ ٍﺔﺣﺎّﺒﺴﻛ ﺮﻬﻈﺗ ﻲﺘﻟﺍ ﺔﻛﻭﺮﺒﻣ ﻊﻗﻮﻤﺘﺗ ﺔﻠﺴﻠﺴﻟﺍ ﻩﺬﻫ ﺔﻳﺎﻬﻧ ﻲﻓ ﻭ
ﺔﻣﻮﻜﺤﻟﺍ ﺏﺎﻴﻏ ﻭ ﺔﻴﻟﺎﻫﻷﺍ ﺏﺮﺤﻟﺍﻭ ﻰﺿﻮﻓ
) ((
ﺎﺒﻴﺴﻟﺍ
))
ﺓﺮﺘﻓ ﻝﻼﺧ ﺮﻳﺩﺎﻏﺃ ﺏﺮﻗ ٍﺔّﻴﻠﺣﺎﺳ ٍﺔﻳﺮﻗ
ﺔﺣﺎﺒﺴﻟﺎﺑ ﺎﻬﺘﻟﻮﻔﻁ ﺖﻀﻣﺃ ﺪﻘﻓ ﻚﻟﺬﻟ ﺍًﺮﻈﻧﻭ ؛ﻲﺴﻧﺮﻔﻟﺍ ﻝﻼﺘﺣﻻﺍ ﺪﻴﻌﺑ ﺩﻼﺒﻟﺍ ﺔّﻤﻋ ﻲﺘﻟﺍ
(
ﺔّﻳﺰﻛﺮﻤﻟﺍ
.
ﺔﻳﺮﺨﺼﻟﺍ ﻞﺣﺎﺴﻟﺍ ﻑﻭﺮﺟ ﻦﻣ ًﺍءﺪﺑ ﻂﻴﺤﻤﻟﺍ ﻩﺎﻴﻤﻟﺍ ﻲﻓ ﺲﻄﻐﻟﺍﻭ
(33)
/wa fī nihāyati ḥażihi al-silsilatu tatamauqi’u mabrūkatu allatī taẓaru kasabbāḥatin māhiratin; fahiya ukhtuṭafit min qaryatin sāḥiliyyatin qaribun aghādīr khilalu fitratin ((sībā)) (fauḍa wa al ḥarbu wa al-ahāliyah ghiyabu alḥukumati almarkaziyyatin) allati ‘ammatu albilaladu ba’īda al-ihtilalu alfaransī;wa nadhrān lizalika faqad umudhat thufūlatuhā bil sibāḥati wal gaṭasī fī miyāhil maḥīthi bada’an min jurūfil as-sāḥili shakhuriyati/ “Akhirnya, Mabrouka, sang bintang renang, tampil di pentas. Mabrouka diculik dari sebuah desa dekat kota Pantai Agadir((Al-Saba)) (kekacauan dan perang saudara, tidak adanya pemerintah pusat) setelah Prancis mengambil alih kekuasaan, dia menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan berenang dan menyelam di laut”.
Pesan kritik terhadap kekuasaan yang disampaikan Mernissi adalah bahwa kekuasaan itu tidak berhak merenggut dan mengatur jalan hidup setiap manusia dengan cara menculik seseorang. Manusia yang tidak memiliki kekuasaan sebenarnya juga memiliki berhak mengatur dimana ia akan tinggal. Tujuan yang ingin disampaikan adalah agar kekuasaan yang dimiliki tidak disalah gunakan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dengan merenggut jalan hidup manusia lainnya.
c. Kritik terhadap HAM (hak asasi manusia)
Simanjuntak (2006: 46) mengatakan bahwa HAM (hak asasi manusia) adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, yang melekat sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa. Jadi, hak asasi manusia tidak bersumber dari negara atau hukum, tetapi dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta, sehingga hak asasi manusia harus dipenuhi dan tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, hak asasi manusia harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh peyelenggara negara beserta warga negaranya tanpa terkecuali. Contoh dalam novel
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 5 halaman 58. Pesan kritik sosial yang coba diangkat Fatima Mernissi dibalik penulisan ini adalah mengenai hak asasi manusia, hak perempuan untuk memilih hidupnya yang selalu terkungkung dalam harem seperti penggalan novel berikut:(34)
.
ﺓﻮﺴﻨﻟﺍ ﻦﺠﺴﻟ ٍﻝﺎﻔﻗﺃ ﻭ ٍﺏﺍﻮﺑﺄﺑ ﺓﺩّﻭﺰﻣ ﻝﺯﺎﻨﻣ
:
ﻝﺯﺎﻨﻤﻟﺍ ءﺎﻨﺑ ﺓﺮﻜﻓ ﺕءﺎﺟ ﺎﻨﻫ
/hunā jāˋat fikra tun binaˋi al-munazili: munāzilu muzawwadatun biabwābīn wa aqfālin lisijni al-niswati/ “Dari sinilah kemudian muncul gagasan untuk membangun rumah semacam harem. Rumah dengan gerbang terkunci untuk menampung perempuan”.Dari penggalan tersebut menampilkan sosok perempuan-perempuan yang tinggal dalam kungkungan. Hak-hak perempuan diabaikan dan direbut sesuka hati. Tujuan yang disampaikan adalah agar setiap genre tidak dibedakan, laki-laki maupun perempuan berhak menikmati indahnya dunia.
(35)
BAB III PEMBAHASAN 3.1 SINOPSIS
Harem dapat diartikan sebuah kungkungan, dan akan selalu dipersepsi seperti itu. Namun di haremnya, Fatima bergaul dengan perempuan-perempuan luar biasa mereka yang kearifannya menjadi jendela bagi Fatima kecil untuk
melihat dunia. Harem berasal dari harīm. Pengertian Harīm dari
kamus Munjid 1986:130
ﻡُﺮُﺣ
ﻭ
ﻡﺮﺣﺃ
ﻭ
ﻢﻳﺭﺎﺣﺃ
:
ﺎﻣ
ﻡﱢﺮﺣ
ﻢﻠﻓ
ﺲﻤﻳ
.
ﻊﺿﻮﻣ
ﻊﺴﺘﻣ
ﻝﻮﺣ
ﺮﺼﻗ
ﻚﻠﻤﻟﺍ
ﻡﺰﻠﺗ
.
ﺝ
ﻢﻳﺮﺤﻟﺍ
ﺏﻮﺛ
ﻡِﺮْﺤُﻤﻟﺍ
.
ﻞﻛ
ﻊﺿﻮﻣ
ﺐﺠﺗ
ﻪﺘﻳﺎﻤﺣ
.
ﻪﺘﻳﺎﻤﺣ
ﺔﻤﻳﺮﺤﻟﺍ
:
ﺎﻣ
ﺕﺎﻓ
ﻦﻣ
ﻞﻛ
ﺡﻮﻤﻄﻣ
ﻪﻴﻓ
.
/al-ḥarīmu jam’uhu ḥurumun wa aḥramun wa aḥārīmun: mā ḥurrima falima yamsun. mauḍi’u mutasa’ ḥaula qasari al-mulka talzimu ḥimāyatahu śaubu al-muḥrimi. Kullu mauḍa’in tajibu ḥamāyatahu. Al-ḥarīmah : mā fāta min kulli maṭmuhin fīhi/ “Harīm bentuk jamak: hurum wa ahrum wa ahaariim: apa yang tidak ada dipengaruhi atau disentuh dari dunia luar. Tentang istana Raja yang mewajibkan perlindungan. Pakaian dan setiap tempat yang harus dilindungi. Perempuan hariim: berputar dari setiap ambisi didalamnya”.
Mereka yang hanya memiliki sedikit kebebasan, namun kaya oleh indahnya kebersamaan dan mimpi-mimpi. Mereka yang mengatakan bahwa selalu ada sepetak langit biru di atas tembok harem. Mereka yang mengatakan, jangan melihat ke bawah, pandanglah terus ke atas dan ke atas, lalu terbanglah. Ciptakan sayap-sayap.
Melalui penuturan Fatima kecil, Perempuan-Perempuan Harem membawa Anda mengenal perempuan-perempuan luar biasa itu, serta kisah-kisah mereka yang memahat pribadi Fatima, menjadikannya “burung dengan sayap merentang bebas” seperti gambar dalam karya bordir mereka.
(36)
RIWAYAT HIDUP
Fatima Mernissi dilahirkan tahun 1940 di Fez, Maroko. Mernissi tumbuh dewasa di suatu harem bersama dengan ibunya, para nenek dan para saudari lainnya. Suatu harem yang di jaga dengan ketat oleh suatu penjagaan sedemikian rupa sehingga wanita-wanita tidak bisa lepas dari itu. Harem telah dengan baik dirawat dan dilayani oleh seorang pelayan pelayan wanita. Neneknya, Yasmina, adalah salah satu dari sembilan isteri tetapi nasib yang sama tidak jatuh atas ibunya. Bapaknya hanya mengambil satu isteri dan tidak memilih poligami sejak kaum nasionalis menolak poligami. Meskipun demikian, ibunya adalah orang buta huruf sebab dia menghabiskan semua waktu nya di dalam harem. Fatima Mernissi mengalami suatu pergolakan di dalam pikirannya dan hatinya memberontak demi kaum perempuan. Namun di samping jasa nasionalis yang mengijinkan para perempuan untuk mendapatkan pendidikan, Mernissi mengakui bahwa banyak gagasan Nasionalisme Arab yang masih belum terselesaikan. Poligami waktu itu belum dilarang, perempuan tidak bisa mencapai status yang sama dan demokrasi belum mapan di DuniaArab. (Fatima Mernissi: Rebel for the Sake of Women)
Ketika Mernissi dilahirkan, Nasionalis Maroko dengan sukses membebaskan kolonisasi negeri itu dari aturan Penjajah Perancis. Seperti dikatakannya, "jika beliau dilahirkan dua tahun lebih awal, tidak akan memperoleh pendidikan. Beliau dilahirkan di waktu yang tepat." Kaum Nasionalis yang melawan/ berperang melawan Perancis berjanji untuk menciptakan Maroko Baru dengan persamaan untuk semua orang. Perempuan dan Laki-laki mempunyai akses yang sama untuk mendapat pendidikan. Kaum Nasionalis juga ingin menghapuskan praktek poligami.
(37)
Fatima beruntung walaupun hidupnya di dalam suatu harem, didapatkannya kesempatan untuk memperoleh suatu pendidikan lebih tinggi. Beliau tinggal/hidup di suatu harem yang biasa yang masih tersisa Negara-Negara Teluk. Dalam bukunya The Harem Within (Di dalam Harem itu) , Mernissi menceritakan kepada kita sekitar masa kanak nya di dalam harem di Fez tetapi ini hanya bagian dari buku masa kanak-kanak nya yang tidak sebagus seperti yang dilukiskannya dalam buku itu. Sebagai contoh, walaupun digambarkan hidupnya di dalam harem dengan menarik, Fatima tidak mengabaikan tekanan bagi mereka yang ada di dalamnya. Diterangkan bagaimana wanita-wanita di dalam harem menghadap langit dan bermimpi hal-hal sederhana seperti berjalan dengan bebas di jalan, atau mengintip dunia luar melalui sebuah lubang kunci.
(Fatima Mernissi:
Rebel for the Sake of Women)
Sejak kecilnya, Mernissi telah dilibatkan dalam pergolakan pemikiran nasional dan menumbuhkan pertanyaan-pertanyaan kritis sebagai contoh pada batas tertentu memaksakan antara anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan. Mernissi bertanya, jika ada persetujuan batas antara anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan, mengapa hanya anak-anak perempuan saja yang ditutup dan dibatasi. Sikapnya seperti itu selalu bertanya kepada neneknya.
Pada waktu itu Mernissi juga mempunyai suatu hubungan ambivalen dengan agama, dalam kaitan dengan perbedaan dan tensi (pertentangan) antar perspektif Alqur'an yang dipersepsikannya dalam sekolah Alqur'an dan yang diajar oleh nenek nya. Mernussi diajar dengan keras di sekolah yang harus menghafal Alqur'an setiap hari.
(38)
Beliau secara konstan dicaci maki, diteriaki dan dipukul ketika dia melakukan kesalahan. Dengan begitu dipandangnya agama sebagai sesuatu yang menakutkan.
Di sisi lain, Mernissi merasakan kecantikan agama melalui neneknya Yasmina, yang membimbingnya ke arah sisi agama yang puitis. Neneknya sering menceritakan cerita tentang hajinya dan dengan antusias menceritakan kepada Mernissi tentang Mekah dan Madinah. Dibicarakannya tentang Madinah dan mengabaikan kota besar lain seperti Arafah Dan Mina. Hal ini banyak mempengaruhi Mernissi yang membuatnya terobsesi dengan Madinah.
Mernissi menyimpan sikap ini selama bertahun-tahun. Baginya, Alqur'an tergantung pada perspektif kita dan pada persepsi kita itu berangkat. Ayat-ayat yang kudus ini bisa menjadikan gerbang untuk lepas dari atau sebagai rintangan. Baginya, Alqur'an dapat memimpin kita ke arah mimpi atau merusak ketabahan kita. Sementara itu, Ibu Mernissi selalu mengajarinya bagaimana cara bertindak dan membawa dirinya sebagai perempuan: "Mernissi perlu belajar bagaimana cara sorak dan protes sama halnya belajar bagaimana cara berjalan dan berbicara." Sebagai contoh, diceritakan kepadanya cerita bagaimana perempuan harus bertindak dengan bijaksana. Diceritakan kepadanya cerita Seribu Satu Malam mengenai Sultan yang sangat gemar akan cerita. Ibunya secara teratur menceriterakan kebijaksanaan. Mernissi mengakui bahwa nenek dan ibu nya itulah yang mendukung nya dalam mengusahakan suatu pendidikan lebih tinggi dengan demikian dia bisa mandiri.
(Fatima Mernissi:
(39)
Pemikiran dan Karya
Karya Mernissi berasal dari pengalaman individu yang mendorongnya untuk melakukan riset historis tentang berbagai hal yang sudah mengganggu pemahaman religiusnya. Sebagai contoh, di buku nya The Veil and Male Elite yang kemudian ia
revisi kembali menjadi Women and Islam: A Historical and Theological Enquir
(Wanita-Wanita Dan Islam: Suatu Enquir mengenai agama Dan histories), penyelidikan nya tentang teks Alqur'an yang suci dan Hadits didasarkan pada pengalaman individu nya, perihal kejadian kasus Hadits pembenci wanita yang menyamakan posisi seorang wanita dengan anjing dan keledai itu.
Kesedihan Mernissi menjadi lebih dalam saat didengarnya tentang Hadits mengenai kepemimpinan wanita. Motivasi nya untuk menyelidiki Hadits semacam itu dengan serius dipicu oleh Hadits yang diucapkan oleh seorang pedagang di pasar yang menafikan kepemimpinan wanita. Dikejutkan oleh pertanyaannya, pedagang itu mengutip Hadits yang mengatakan bahwa " tidak ada keselamatan di dalam masyarakat yang dipimpin oleh wanita." Baginya, hal ini menandakan bahwa Hadits-hadits di alamatkan kepada komunitas masyarakat muslim dan oleh karena itu kepemimpinan wanita masih dapat dibantah/ diperdebatkan di samping kasus Benazir Buttho yang menjadi perdana menteri Pakistan dan di samping fakta bahwa Alqur'an membahas kepemimpinan Ratu Bilqis.
Topik hijab telah mendominasi karier intelektualnya. Hijab, adalah sebuah instrumen pembatasan, pemisahan dan pengasingan yang digunakan untuk menjaga wanita-wanita ke luar dari area publik. Baginya, Hijab berarti pemisahan dan digunakan sebagai suatu medium pernyataan heirarchy antara para penguasa dan masyarakat. Pemahamannya
(40)
melalui penafsiran Alqur'an dan Hadits dan melalui riset historis dan analisa kemasyarakatan. Tujuannya adalah untuk menyampaikan sebuah penafsiran alternatif melalui bukunya The Forgotten Queen in Islam (Ratu yang terlupakan dalam Islam) dan Islam and Democracy (Islam dan Demokrasi). Di dalam karya-karyanya ini dia mencoba untuk menunjukkan bahwa cacat di dalam Pemerintah Arab tidaklah inheren (yang tidak bisa dipisahkan) dengan pengajaran religius, tetapi ada kaitannya dengan manipulasi pengajaran religius para penguasa untuk kepentingan mereka sendiri. Meskipun demikian, Mernissi mempertahankan Negara-Negara Arab ketika mereka difitnah oleh pers barat ( lihat Islam Dan Demokrasi hal 26).
Dalam kebanyakan karyanya, untuk menggambarkan bahwa pengajaran religius dapat dengan mudah digerakkan dan untuk alasan itu, dia percaya bahwa tekanan kepada perempuan bukanlah bagian dari pengajaran Islam yang sesungguhnya. Itulah mengapa Mernissi hati-hati untuk tidak menentang tradisi suci. Kebanyakan dari artikelnya mengenai perempuan menyatakan masalah-masalah ini. Kita dapat lihat ini, sebagai contoh, di dalam bukunya Rebellion's Women and Islamic Memory (Pemberontakan para Wanita Dan Memori Islam), ( London& New Jersey: Zed Buku, 1996).
Kesimpulannya, artikel-artikelnya kaya akan analisa sosiologi kemasyarakatan. Dalam karya-karyanya tersebut di atas dan dalam disertasinya, Beyond the Veil (Di luar Selubung), ditulisnya secara rinci tentang riset nya atas Perempuan Maroko dan tentang batas seksual yang ditujukan pada perempuan. Meskipun demikian, perjuangan intelektual dan pengalamannya dapat dilihat sebagai contoh masalah muslim secara
umum. (Fatima
(41)
3.2. Unsur Tersirat dalam Novel
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/a
ḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Karya Fatima MernissiBerdasakan teori sosiologi sastra Wellek dan Warren (2014) yang menjelaskan bahwa sosiologi sastra mempermasalahkan karya sastra itu sendiri yaitu menelaah unsur yang tersirat dan apa yang menjadi tujuan yang ingin disampaikan. Menurut Nurgiyantoro (2013) yang tersirat dalam karya satra itu adalah pesan moral, pesan religius dan pesan kritik sosial.
3.2.1 Pesan Moral
Moral adalah nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia dalam sebuah kebiasaan kemudian terwujud dalam pola perilaku dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagai sebuah kebiasaan. Moral
berasal dari bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari
perkataan mos yang berarti adab atau kebiasaan (Keraf, 2012: 14). Bab 4 halaman 50:
Pesan moral pertama yang ingin disampaikan oleh Fatima Mernissi secara tersirat adalah dari perbuatan penguasa dengan memanfaatkan keadaan yang mengakibatkan penderitaan bagi keluarga-keluarga miskin. Sang penguasa dikuasai ego nya untuk menculik gadis-gadis tidak berdosa dari keluarganya. Hal tersebut tergambar dalam penggalan novel berikut:
ﻲﻛ ؛ ﻞﺒﺠﻟﺍ ﻲﻓ ﺓﺮﻴﻘﻔﻟﺍ ﺕﻼﺋﺎﻌﻟﺍ ﻦﻋ ﺰﺘﻨﻳ ﺕﺍﺮﻴﻐﺼﻟﺍ ﺕﺎﻴﺘﻔﻟﺍ ﺖﻧﺎﻛ ،ﺔﺠﻀﻟﺍ ﻩﺬﻫ ﻕﺮﺘﻌﻣ ﻲﻓ ﻦﻜﻟ
.
ﻦﻳﺮﺳﻮﻤﻟﺍ ﻥﺪﻤﻟﺍ ﻥﺎﻜﺳ ﻰﻟﺍ ﻦﻌﺒﻳ
/lakinna fī mu’tariqin hażihi alḍājati, kānat alfatayātu alṣagīrātu yantazu ‘ani al’āilāti alfaqīrat fī aljabali; kai yab’an ilā sakāni almadani almūsirīna/ “Namun kerusuhan berkecamuk, gadis-gadis muda diculik dari keluarga miskin di gunung untuk dijual ke penduduk kota yang kaya”.
(42)
Pesan moral yang tersirat adalah mental dan sikap setiap orang yang harus dibenahi agar lebih empati terhadap sesama manusia dan menghindari perbuatan-perbuatan yang tidak berperikemanusiaan seperti penculikan sadis tersebut. Bahwa setiap manusia itu berhak dihargai dan diperlakukan selayaknya manusia. Tujuannya adalah agar sesama manusia bisa saling menghargai satu sama lain dan tercipta moral baik kedepannya. Bab 5 halaman 61:
ﻲّﻄﻐﺗ ﻥﺃ ﻦﻣ ﺮﺼﻗﺃ ًﺓﺭﻮّﻨﺗ ًﺔﻳﺪﺗﺮﻣ ﻉﺭﺍﻮﺸﻟﺍ ﻲﻓ ﻝّﻮﺠﺘﻟﺎﺑ ﺎﻬﺘﻗﻭ ﻲﻀﻤﺗ ﻚﻠﺗ ﺓﺪﻴﺣﺍﻮﻟﺍ ﻪﺘﺟﻭﺯﻭ
.
ﻦﻴﻔﺘﻜﻟﺍﻭ ﺎﻬﻘﻨﻋ ﻦﻣ ٍءﺰﺟ ّﻱﺃ ﺮﺘﺴﻳﻻ ﺩﺎﻜﻳ ًﺍﺭّﻮﻘﻣ ًﺎﺼﻴﻤﻗﻭ ﺎﻬﻴﻗﺎﺳ ﻦﻣ ًﺎﺌﻴﺷ
/wa zaujatuhu al wāḥīdatu tilka tamḍiy waqtuhā biltajawwali fī alsyāwāri’i murtadiyyatan tannawaratan aqṣara min an tagaṭṭay syaiˋān min sāqīhā wa qamī ṣān muqawwarān yukādu lā yastaru ayyu juzˋi min anqihā walkatifīna/ “Dan istri tunggal penguasa menghabiskan waktunya berkeliaran di jalanan mengenakan rok pendek yang mencakup kakinya dan baju terbuka hampir setiap bagian dari leher dan bahunya”. Penggalan novel diatas adalah kritik Mernissi terhadap seorang istri tunggal yang memiliki kekuasaan, melakukan tindakan sesuka hatinya berbelanja, berjalan-jalan dengan pakaian yang minim dan tidak pantas untuk dipertontonkan. Pesan moral secara tersirat yang disampaikan Mernissi adalah seseorang yang memiliki kekuasaan seharusnya mengajarkan dan mencontoh yang baik kepada bawahannya bukan malah berfoya-foya berkeliaran menikmati hidup dengan pakaian seadanya di tubuh. Tujuannya adalah agar seorang istri penguasa bertindak seperti seseorang yang ber-attitude dan berpendidikan dari kalangan atas dan memberi contoh kepada rakyat atau bawahannya.Bab 12 halaman 126:
ﻢﻫﺪﺣﺃ ﺐﻫﺫﻭ
–
ﻑّﺮﺼﺘﺗ ﺕﺃﺪﺑ ﺎﻬّﻧﻷ ﻦﻴّﻴﻧﺎﻄﻳﺮﺒﻟﺍ ﺲﻴﺳﺍﻮﺠﻟﺍ ﺪﻳ ﻰﻠﻋ ﺖﻠﺘﻗ ﺎﻬّﻧﺃ ﻰﻟﺇ
-
ﻪﻤﻋﺯ ّﺪﺣ ﻰﻠﻋ
(43)
/wa żahaba aḥadahum-‘ala haddi zi’ammahu-ilā annahā qutilat ‘alā yadi aljawasīsi albarīṭāniyyīn liannahā badaˋat tataṣarafu bi istiqalāliyyati akśaru mimmā yanbagī/ “Dan salah satu dari mereka pergi – sebagian mengatakan- mereka tewas di tangan mata-mata Inggris karena mulai bertindak dengan sendiri”.
Dari penggalan novel di atas terlihat gambaran yang terjadi pada seorang Putri yang mengalami kecelakaan misterius yang diduga tewas ditangan Inggris karena bertindak sendiri yang mengakibatkan ia harus meninggal. Pesan moral tersirat yang disampaikan adalah untuk tidak mudah percaya dan selalu berhati-hati kepada orang asing. Kita tidak tahu apa isi hati orang lain yang sebenarnya. Tujuannya adalah agar seseorang apalagi seorang Putri bisa menjaga dirinya dari situasi yang membahayakn seperti pada penggalan novel diatas.
Bab 14 halaman 151:
ﺐﻠﻗ ﻲﻓ ﺖﺤﺠﻧ ﺎﻬّﻧﻷ ﺔﻣﺎﺷ ﺮﻬﺒُﺗ ﺖﻧﺎﻛ ،ﺓﺮﺸﻋ ﺔﺜﻟﺎﺜﻟﺍ ّﻦﺳ ﻲﻓ ٍﺮّﻜﺒﻣ ٍﺝﺍﻭﺯ ﺔّﻴﺤﺿ ﺖﻧﺎﻛ ﻲﺘﻟﺍ ﻯﺪﻫﻭ
.
ﺔّﻳﻮﻘﻟﺍ ﺎﻬﺘﻤﻳﺰﻋ ﺔﻁﺎﺳﻮﺑ ﻥﻭﺮﻗ ﺔﻌﻀﺑ ﻝﻼﺧ ﻩﺮﺳﺄﺑ ﻊﻤﺘﺠﻣ
/wa hudā allatī kānat ḍa ḥiyyatu zawājin mubakkarin fi sinni alśālaśati ‘asyrati, kānat tubhiru syāmatu liannahā najḥat fī qalbi mujtama’i bi asrihi khilāli biḍa’ati qur ūni biwasāṭatin ‘azīmatihā alqawiyyati/ “Dan Huda, yang merupakan korban dari pernikahan dini di usia tiga belas tahun, dia mempesona Chama Karena telah berhasil memikat seluruh masyarakat dalam beberapa abad dengan tekad yang kuat”.Berdasarkan penggalan novel diatas Huda dianggap sebagai korban dari tindakan di luar norma yaitu menikah dibawah umur dan dipaksa untuk menikah yang mengakibatkan hak-hak seorang anak terabaikan. Pesan moral secara tersirat yang ingin disampaikan adalah setiap anak berhak menikmati masa-masa kecilnya dan mendapatkan hak nya. Sebagai orang yang dewasa, mereka juga harus melindungi hak-hak anak dan jangan memaksa sesuka hati sesuai keinginan pribadi. Orang tua dihormati dan juga anak perlu disayangi dan dilindungi.
(44)
Pesan moral secara tersirat lainnya adalah terhadap pemimpin-pemimpin Arab yang telah menculik perempuan dan dijadikan budak kemudian menjualnya yang mengakibatkan penderitaan bagi orang lain. Pesan moral adalah ajaran baik dan buruk maka tujuan yang disampaikan dari perbuatan pemimpin-pemimpin tersebut yang menculik dan menjual adalah dampak buruk bagi perempuan tersebut. Perempuan juga manusia yang mempunyai hak menentukan hidupnya. Hal tersebut tergambar dalam penggalan novel berikut. Bab 16 halaman 176:
ٍﺔﻣﺄﻛ ﺖﻌﻴِﺑﻭ
(
ءﺍﺮﺤﺼﻟﺍ
)
ﺏﻮﻨﺟ ﺎﻣ ٍﻥﺎﻜﻣ ﻲﻓ ،ﻥﺍﺩﻮﺴﻟﺍ ّﻡﻷﺍ ﺎﻫﺪﻠﺑ ﻦﻣ ﺎﻨﻴﻣ ﺖﻋﺰﺘﻧﺍ ٍﺓّﺪﻋ ﻦﻴﻨﺳ ﻞﺒﻗ
.
ٍﺔﻴﻫﺎﻄﻛ ﻡﺎﻳﻷﺍ ﺪﺣﺃ ﻲﻓ ﺎﻨﻴﻟﺇ ﺖﻠﺻﻭ ﻥﺃ ﻰﻟﺇ ،ﺮﺧﻷ ٍﺔﺳﺎﺨﻧ ﻕﻮﺳ ﻦﻣ ﺖﻌﻴِﺑ ّﻢﺛ ،ﺶﻛﺍّﺮﻣ ﻲﻓ
/qabla sinīna ‘adatin intaza’at mīnā min baldihā al-ummi alsūdāni, fī makānin mā janūbu (ṣahrāˋu) wa bīy’atin kaˋamatin fī marrākasyin, śumma bī’atin min sauqin nakhāsatin liakhār, ilā an waṣalta ilainā fī ahadi alˋayyami ka ṭāhiyyatin/ “Beberapa tahun yang lalu Mina diculik dari negeri asalnya Sudan, di suatu tempat selatan (Sahara) dan dijual sebagai budak di Marrakesh, kemudian dijual di pasar khusus lain, sampai dia menjadi koki kami dalam beberapa hari”.Bab 20 halaman 240:
ﻲﺳﺎﻣﻮﻠﺑﺪﻟﺍ ﺎﻨﻧﺍﻮﻴﺣ ﺲﺒﻠُﻨﺳ ﻒﻴﻛ ﻭ
؟
/wa kaifa sanulbisa hayawānunā aldibluwmāsī?/ “bagaimana kita akan melawan
kekejaman diplomatik kita”.
Penggalan novel di atas menggambarkan rakyat yang mempertanyakan situasi mereka dibawah kekejaman diplomatik. Diplomatik atau diplomasi adalah kegiatan politik dan merupakan bagian dari kegiatan internasional yang saling berpengaruh dan kompleks, dengan melibatkan pemerintah dan organisasi internasional untuk mencapai tujuan-tujuannya (Suryokusumo dalam Syahmin, 2008:6). Pesan tersirat yang ingin disampaikan Mernissi ialah bahwa rakyat itu memperlukan sikap seorang pemimpin
(45)
yang adil, tegas dan mencintai rakyatnya bukan dengan kekejaman. Tujuannya adalah agar pemimpin-pemimpin mempunyai moral yang baik dan adil kepada rakyatnya. Bab 22 halaman 261:
ﺓﺮﺷﺎﺒﻣ ﺓﻼﺼﻟﺍ ﻞﺒﻗ ﻲﻟﺎﺘﻟﺍ ﺔﻌﻤﺠﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻲﻓ ﻸﻤﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺮﻴﻤﺳ ﺦﱢﺑُﻭﻭ ،ﺔﻌﻗﺍﻮﻟﺍ ﻩﺬﻬﺑ ّﻲﻠﻋ ّﻢﻌﻟﺍ ﺕﺮﺒﺧﺄﻓ
.
ﻪّﻣﺃ ﻉﺪﺨﻳ ﻥﺃ ﻝﻭﺎﺣ ﻪّﻧﻷ
/faˋakhabarti al’ummu ‘aliy bihażihi alwāqi’ati, wawubbikhu samīru ‘ala almalˋi fī yaumi aljum’ati altālī qabla alṣalati mubāsyarati liannahu ḥāula an yakhda’u ummuhu/ “Ibunya mengatakan kepada Paman Ali kejadian ini dan Samir ditegur secara terbuka pada hari Jumat, tepat sebelum shalat Jum’at karena Samir mencoba untuk menipu ibunya sendiri”.Dari penggalan novel diatas terlihat bahwa seorang anak yang mencoba menipu ibu nya sendiri. Sebuah tindakan yang buruk dan jauh di bawah moral. Seorang Ibu adalah wakil Tuhan yang harus dihargai, dihormati dan dicintailah ia sepenuh hatimu. Pesan moral tersirat pada penggalan novel tersebut adalah agar seorang anak menyadari bahwa makhluk yang paling mulia diciptakan Tuhan adalah ibu maka hormati lah dia. Tujuan nya agar manusia sadar betapa berharganya seorang ibu.
3.2.2 Pesan Religius
Religius melihat aspek yang di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kedalaman pribadi manusia. Dengan demikian, religius bersifat mengatasi, lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal dan resmi (Mangunwijaya, 1982) dalam (Nurgiyantoro, 2013:446).
Pesan religius adalah pesan yang berhubungan dengan keTuhanan yang terdapat dalam novel
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Karya Fatima Mernissi. Pesan religius yang pertama adalah berupa tindakan seorang ibu yang menolak anaknya(46)
dibedakan hak-haknya karena superioritas laki-laki. Karena Tuhan menciptakan kita semua sama. Tergambar pada penggalan novel berikut:
Bab 1 halaman 21:
ّﻞﻛ ﻡﻼﺳﻹﺍ ﺾﻗﺎﻨﺗ ﻚﻟﺬﺑ ﺖﻧﺎﻛ ﻭ
.
ًﻻﻮﻘﻌﻣ ﻻ ﻩﺮﺒﺘﻌﺗﻭ ،ًﺎﻣﻭﺩ ّﻱﺭﻭﺮﻛﺬﻟﺍ ٍﻕّﻮﻔﺘﻟﺍ ﺾﻓﺮﺗ ﻲﻣﺃ ﺖﻧﺎﻛ
ﷲ ﺎﻨﻘﻠﺧ ﺪﻘﻟ
) :
ﻝﻮﻘﺗ ﺖﻧﺎﻛ
.
ﺾﻗﺎﻨﺘﻟﺍ
.(
ﻦﻳﻭﺎﺴﺘﻣ
/kānat ummi tarfaḍu altafawwaqin alzakarūriy daumān, wa ta’tabirahu lā ma’qūlān. Wa kānat biżalika tanāqiḍu alˋislām kulla altanāqaḍi. Kānat taqūlu: (laqad khalaqnā alha mutasāwīna)/ “Ibuku menolak untuk keunggulan laki-laki selalu, dan menganggap tidak masuk akal. Dan mereka bertentangan dengan Islam setiap kontradiksi. Dia sering mengatakan: (Tuhan menciptakan kita sama)”.
Pesan religius secara tersirat yang ingin disampaikan Mernissi adalah kita semua adalah sama dimana Tuhan yang membedakan setiap manusia adalah amal ibadah nya. Tujuannya adalah agar tidak membedakan suatu tindakan atau melarang nya atas dasar genre nya.
Bab 4 halaman 48:
ًﺎﻨﺑﺍ ﻪﻟ ﺐﺠﻨﺗ ﻢﻟ ﺎﻬّﻧﻷ ﻂﻘﻓ ،ﻪﺘﺟﻭﺯ ﻖﱢﻠﻄﻳ ﻱﺬﻟﺍ ﻙﺍﺫ ٌﺢﻟﺎﺻ ٌﻢﻠﺴﻣ ٌﻢﻛﺎﺣ ﻮﻫ ﻞﻫ
ﺎﻤﻛ
-
ﻩﺪﺣﻭ ﷲ ؟
ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﺮﻛﺬﻳ
–
.
ﺪﻴﻟﺍﻮﻤﻟﺍ ﺲﻨﺟ ﺪﻳﺪﺤﺗ ﻦﻋ ﻝﻭﺆﺴﻤﻟﺍ ﻮﻫ
/hal huwa ḥākimun ṣālihun żāka allażī yuẓliqu zaujatahu, faqaṭ liannahā lam tanjab
lahu ibnan? Allahu wahidahun, kamā yażkuru alqur’anun, huwa almusawulun ‘an
taḥdīdin jinsu almawālīdi/ “Apakah dia seorang penguasa Muslim yang baik yang disebut istrinya, hanya karena tidak melahirkan anak seorang laki-laki? Allah sendiri, kata Al-Quran, yang berwenang untuk menentukan jenis kelamin bayi.”
Penggalan novel diatas Mernissi mengkritisi bahwa suami yang menceraikan istrinya karena tidak melahirkan seorang anak laki-laki. Pesan tersirat yang ingin disampaikan Mernissi adalah bahwa Allah lah yang mengatur segala urusan di dunia ini termasuk urusan pemberian anak dan jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan semua atas kehendaknya. Tujuannya adalah agar manusia lebih banyak untuk bersyukur dan segala sesuatu yang diberikan Tuhan, itulah yang terbaik untuk kita.
(47)
Hal tersebut sejalan dengan Firman Allah ta’ala. Dalam Islam diakui bahwa lelaki dan perempuan memiliki satu hakikat yang sama dan tidak ada berbedaan antara keduanya. Perbedaan fisik dan lainnya pada lelaki dan perempuan bukan perbedaan esensial. Al-Qur’an menyatakan bahwa tujuan diciptakannya manusia baik lelaki
maupun perempuan adalah beribadah kepada-Nya. Ia berfirman: “Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Al-Dzaariyaat (51:56).
Bab 7 halaman 78:
ﻰﻠﻋﻭ
ﺹﺎﺨﺷﻷﺍ
ﻦﻳﺬﻟﺍ
ﻥﻮﻠﺼﻳ
ﻰﻟﺇ
ﺔّﻜﻣ
ﻥﺃ
ﺮﺋﺎﻌﺷ ﺔﺳﺭﺎﻤﻣ ﻰﻠﻋ ﻥﻭﺮﺒﺠﻣ ﻢﻬﻓ ؛ﻦﻳﺮﻫﺎﻁ ﺍﻮﻧﻮﻜﻳ
.
ﺎﻬﻴﻠﻋ ﷲ ﺐﺳﺎﺤُﻳ ٍﻝﺎﻌﻓﺄﺑ ﻡﺎﻴﻘﻟﺍﻭ ٌﺶﻐﻟﺍﻭ ﺏﺬﻜﻟﺍ ﻢﻬﻴﻠﻋ ﺮّﻈﺤﻳ ﻭ
.
ﺓﺭﺎﻬﻄﻟﺍ
/wa ‘ala al-asykhāṣi allażīna yaṣallūna ilā makkati an yakūnū ṭāhirīna; fahum mujbirūna ‘ala mumārisati syi’āiri alṭahārati. wayahẓaru ‘alaihim alkazibu wa algasyun wa alqiyāmun biˋaf’ālin yu ḥāsibu allahu ‘alaihā/ “Dan orang-orang yang shalat ke Mekah harus suci, mereka harus berlatih bersuci. Dan mereka dilarang berbohong, menipu, dan melakukan hal-hal yang Allah menghukum mereka”.Penggalan diatas menggambarkan orang-orang yang beribadah ke Tanah Mekkah harus dalam keadaan suci. Dilarang melakukan hal-hal yang tidak baik. Pesan religius tersirat yang disampaikan pada penggalan novel diatas adalah Allah mencintai seseorang yang bersih dan suci. Karena bersih dan suci adalah sebagian dari iman dan juga setiap perbuatan yang dilakukan di tanah suci akan berbalas langsung manfaat atau mudarat nya kekita. Tujuannya adalah agar setiap umat muslim menjaga kebersihan, kesuciannnya dan menjaga sikapnya karena setiap tindakan ada balasannya.
Bab 10 halaman 108:
ًﺎّﻨﺳ ﺮﺒﻛﻷﺍ ﻝﺎﺟﺮﻟﺍ ﻥﺎﻛ ﺎﻤﻨﻴﺑ ،ﻊﻣﺎﺠﻟﺍ ﻰﻟﺇ ﻦﻴﻠﺟﺍﺭ ًﺎﻣﻭﺩ ﻥﻮﺒﻫﺬﻳ ﻥﺎﺒﺸﻟﺍﻭ ﻦﻳﺯ ﻡﺎﻌﻟﺍ ﻦﺑﺍ ﻥﺎﻛ
ﻦﻴﻄﺘﻤﻣﻭ ﺓﺭﺎﺗ ﻦﻴﻠﺟﺍﺭ ٍﺮﺘﻣﺃ ﺔﻌﻀﺑ ِﺪْﻌُﺑ ﻰﻠﻋ ﻢﻬﻧﻮﻌﺒﺘﻳ
ﻯﺮﺧﺃ ًﺓﺭﺎﺗ ﻢﻬﻟﺎﻐﺑ ﺭﻮﻬﻅ
(48)
/kāna ibnu al’ām zīnun wa alsyabānu yażhabūna daumān rājulaini ilā aljāmi’i, bainamā kāna alrijālu alˋakbaru sinnān yattaba’ūnahum ‘alā bu’di biḍa’atin amtarin rājulaini tāratin wa mumaṭīna ẓuhūrin bigālihim tāratan ukhrā/ “Dia,sepupu Zin dan laki-laki muda selalu pergi ke masjid, sementara laki-laki yang lebih tua mengikuti mereka beberapa meter dibelakang berjalan kaki dan ada juga yang menaiki kedelai yang lainnya”.
Penggalan novel di atas menggambar anak-anak laki-laki dan orang dewasa yang selalu pergi ke mesjid. Mereka berjalan beriringan, yang tua berjalan dibelakang pemuda-pemuda denga berjalan kaki dan menaiki keledai. Pesan tersirat yang disampaikan melalui penggalan di atas adalah bahwa setiap laki-laki muslim wajib untuk memakmurkan mesjid dan mengajarkan anak-anak mereka sejak kecil untuk mencintai mesjid dan memakmurkannya. Setiap kali-laki itu dianjurkan untuk selalu shalatnya di mesjid secara berjama’ah. Tujuannya adalah agar anak-anak terlatih sejak dini untuk berjama’ah dan melakukan shalatnya di mesjid serta memakmurkan mesjid agar setiap muslim lebih mencintai mesjid daripada tempat-tempat lainnya.
Bab 11 halaman 113:
ﻪﻟ ﺍﻭﺪّﻴﺷ ﺪﻗﻭ
.
ﻪﺑﺎﺘﻛ ﻢﻫﺩﻻﻭﺃ ﻥﻮﻤّﻠﻌﻳﻭ ،ﻢﻬّﺑﺭ ﻥﻭﺪﺒﻌﻳ ﻢﻫﻭ ًﺎﻣﺎﻤﺗ ﺎﻨﻠﺜﻣ ﺔّﺼﺨﻟﺍ ﻢﻬﺗﺍﻮﻠﺻ ﺩﻮﻬﻴﻠﻟﻭ
.
ﺎﻨﻳﺪﻟ ﻊﻣﺎﺠﻟﺍ ﺔﻟﺰﻨﻣ ﻢﻬﻳﺪﻟ ﻝّﺰﻨﺘﻳ ًﺎﺴﻴﻨﻛ
/walalyahūdi ṣalātuhum alkhiṣṣatu miślunā tamāmān wa hum ya’budūna rabbihum, wa yu’allimūna aulāduhum kitābahu. wa qad syaiyyidū lahu kanīsān yatanazzalu lidaihim manzilatu aljāmi’i ladainā/ “Orang-orang Yahudi mereka bersembahyang sama seperti kita mereka memuja Tuhan, dan mengajarkan anak-anak mereka untuk kitabNya. Mereka membangun Synagog turun untukNya seperti mesjid bagi kami”.Contoh penggalan novel diatas adalah orang-orang Yahudi yang bersembahyang dan memuja Tuhan seperti umat muslim lainnya. Mernissi berpendapat bahwasanya perbedaan itu adalah kebersamaan dan rahmat. Mereka membangun rumah-rumah ibadah mereka (synagog). Synagog adalah tempat beribadah orang-orang Yahudi. Pesan
(1)
BAB IV
PENUTUP
4.1KESIMPULAN
Setelah di analisis pembahasan novel
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi dapat disimpulkan
bahwa makna yang tersirat meliputi:
1. Pesan Moral yang terdiri dari: a. Sebuah pelajaran untuk menghargai sesama manusia terutama para perempuan-perempuan yang tidak berdosa yang terpisah dari orang tuanya yang miskin, dijual dan diperlakukan tidak seperti layaknya manusia. b. Sebagai peringatan untuk tidak mempercayai sepenuhnya kepada orang lain yang digambarkan pada seorang Putri yang terbunuh misterius. c. Sebuah pelajaran untuk selalu menghargai sosok seorang Ibu yang telah berjasa mengandung, melahirkan, merawat seorang anaknya dengan susah payah. Pelajaran untuk selalu menghormati dan menyayangi Ibu. d. Sebuah pelajaran untuk setiap orang membenahi sikap agar lebih empati terhadap orang lain. e. Sebagai contoh sikap moral yang buruk pemimpin untuk lebih bersikap adil dan cinta rakyatnya. f. Sebuah pelajaran untuk seseorang yang berkuasa harus mengajarkan contoh moral yang baik terhadap bawahannya.
2. Pesan Religius yang terdiri dari: a. Allah menciptakan manusia itu sama, hanya amalannya saja yang berbeda. Jadi sesama manusia tidak boleh membeda-bedakannya. b. Bentuk kecintaan kepada Allah untuk selalu mentaati perintahNya dan selalu bersuci serta menjauhi larangaNya. c. Sebuah peringatan kepada manusia terhadap yang
(2)
balasannya dan akan dibawa sampai mati. d. Sebagai contoh untuk segera menyadari kesalahan dan meminta maaf kepada Ibu atas tindakan salah yang diperbuat serta meminta doa kepada Ibu karena ridho Ibu adalah ridho Tuhan. e. Pesan untuk selalu memakmurkan mesjid. f. Saling menghargai perbedaan umat beragama g. Setiap perbuatan yang dilakukan akan ada balasan dari Allah.
3. Pesan Kritik Sosial yang ditujukan kepada: I. Pemerintah (Raja/Ratu): a. Sebuah
refleksi untuk kita semua, agar menyadari pemerintahan itu adalah untuk rakyat dan untuk menganggap rakyat itu tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin. b. Kritik terhadap pemerintah yang menciptakan UU yang menghalangi perempuan bersuara. Laki-laki atau pun perempuan punya hak untuk memilih atau pun menyuarakan kehendaknya. c. Sebuah kritik terhadap pemerintah yang menghalang perempuan dari mimpi-mimpinya akan sebuah kebebasan. II. Kekuasaan: a. Sebuah gambaran kekuasaan yang tidak patut ditiru yang menganggap semakin banyak wanita yang didapatnya (budak) maka dialah yang paling berkuasa. b. Sebuah kritik untuk kekuasaan yang bertindak semena-mena dan membeda-bedakan rakyat berdasarkan warna rambut. III. HAM: a. Sebuah pelajaran bagi manusia untuk menjadi manusia yang lebih berani menentang dan meminta hak paling dasarnya yaitu bebas. b. Pelajaran untuk menghargai perempuan untuk memperlakukannya sebagai manusia dan tidak merebut hak-hak kebebasannya sebagai perempuan.
(3)
4.2 SARAN
Peneliti menyarankan agar peneliti sastra ini terus dikembangkan terutama pada sosiologi sastra sehingga dapat menjadi kontribusi yang positif untuk pengembangan ilmu di bidang sastra ini. Peneliti juga berharap agar penelitian mahasiswa-mahasiswi Sastra Arab dapat mengkaji lebih luas melalui sosiologi sastra dari pengarang, pembaca dan juga dalam objek itu sendiri agar ilmu tersebut bukan hanya sebagai referensi tetapi juga sebagai pengajaran.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Aziez, Furqanul dan Abdul Hasim. 2010. Menganalisis Fiksi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Consuelo G. Sevilla, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press.
Dhahir, Louwis. 1986.
ﺪﺠﻨﻤﻟﺍ
. Lebanon: Daar Al-Masyriq.Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS (Center
fod Academic Publishing Service).
Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Sastra, terj. Ida Sundari Husen, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Fananie, zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press
Fitriany, Nurul. 2001. Proposal Skripsi “Analisis Sosiologi Novel Suquth El Imam
Karya Nawal El-Sadawi”. Medan: Universitas Sumatera Utara Program Studi Sastra Arab.
Mernissi, Fatima. 2008. Perempuan-Perempuan Harem. Bandung: PT Mian Pustaka.
Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurgiyantoro,Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press.
Pradopo, Rahmat Joko. 2003. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1995.
Pradopo, Rahmat Joko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama
Media
Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ritonga, Parlaungan. 2011. Bahasa Indonesia Praktis. Medan: Bartong Jaya.
Santoso, LH. 2000. Kamus Modern Bahasa Indonesia. Jakarta: CV. Pustaka Agung
Harapan.
Semi, Atar. 2013. Kritik Sastra. Bandung: CV.Angkasa.
Suryabrata, Sumadi. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wellek, Rene dan Warren Austin. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia
(5)
Yunus, Mahmud. 2007. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzuriyyah
Syahmin. 2008. Hukum Diplomatik. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Ebook.
ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ
ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ
ُﻡ َﻼْﺣَﺍ
/ahlamu an-nisaˋi al-harimi/. Fatima Mernissi.diakses 18.10.2014
Pendidikan
Kewarganegaraan. Simanjuntak. diakses 26.02.2015
KEPEMIMPINAN: Kajian Teoritis dan
Praktis. Sukarso. diakses 26.02.2015
Kewarganegaraan. Triwamwoto. diakses 26.02.2015
Etika Bisnis Tuntutan dan
Relevansinya. Keraf, Sonny. diakses 27.02.2015
Fatmawati. 2005. Analisis Pesan Moral dalam Novel Laskar Pelangi Karya
Andrea hirata. Blogspot diakses 23.11.2014
Fatima Mernissi. Blogspot diakses 23.11.2014
diakses 18.10.2014
Pandangan Dunia Pengarang dalam novel “ Ahlam
An-Nisa Al-Harem ” karya Fatima Mernisi ( kajian Strukturalisme Genetik ). Blogspot diakses 20.10.2014
(6)
21.10.2014
diakses 04.05.2015
Kesetaraan Gender dan Status Sosial. Blogspot