Secara umum, tema yang dikemukakan oleh Nawal merupakan bentuk kepeduliaannya terhadap masyarakat yang terkungkung dalam pembodohan,
tekanan dan penzaliman, penggunaan kekuasaan laki-laki yang berlebihan, pengabdian total terhadap sosok ayah dan suami, tuan dan germo yang sering
memperlihatkan hak-hak wanita direndahkan.
3.2 Sekilas Tentang Novel
ﺮ ﻟا ﺔﻄﻘﻧ ﺪ ةأﺮ إ
imra`atun ‘inda nuq ţati al-
şifri
Novel ini merupakan cerita yang di angkat dari kisah seorang perempuan Mesir yang bernama Firdaus dari sel penjaranya. Nawal menulis novel ini sesudah
bertemu dengan seorang wanita di penjara Qanatir. Nawal sedang melakukan penelitian mengenai kepribadian suatu kelompok wanita yang di penjara dan
ditahan karena dijatuhi hukuman atau dituduh melakukan berbagai pelanggaran. Gagasan tentang “penjara” senantiasa memikat perhatian Nawal seraca
khusus. Nawal sering berkunjung ke penjara Qanatir untuk mengetahui bagaimana kehidupan di penjara itu. Pada suatu hari, secara kebetulan Nawal bertemu dengan
dokter penjara dari penjara wanita di Qanatir, mereka saling tukar pikiran mengenai wanita yang dipenjarakan.
Nawal semakin lama tertarik tentang gagasan itu, karena dokter penjara itu mulai menceritakan tentang seorang wanita yang telah membunuh seorang laki-
laki dan sedang menunggu pelaksanaan hukuman mati dengan cara digantung. Dokter penjara mengajak Nawal untuk menjumpai wanita itu, dan
memperlihatkan wanita-wanita lainnya yang dipenjarakan. Dengan perantaraan dokter penjara, Nawal mendapatkan izin khusus supaya dapat mengunjungi
penjara Qanatir sebagai psikiater. Setelah berkeliling di penjara, Nawal berkeinginan untuk menjumpai
wanita yang diceritakan oleh dokter penjara. Wanita itu bernama Firdaus, untuk pertama kalinya, Firdaus menolak Nawal untuk berjumpa dengannya tetapi tidak
lama kemudian ia mau bertemu dengan Nawal. Sedikit demi sedikit Firdaus menceritakan tentang kisah yang ia alami.
Universitas Sumatera Utara
Ketika Firdaus menceritakan tentang kisahnya, ia berkata : “jangan memotong pembicaraan saya, saya tak banyak waktu untuk mendengarkan anda.
Mereka akan menjemput saya besok pagi dan tak akan berada di sini lagi”. Firdaus hidup dalam keluarga yang sederhana. Ia dibesarkan dalam
keluarga yang tidak harmonis. Ayahnya seorang petani miskin yang tidak bisa baca dan tulis, sedikit pengetahuannya dalam kehidupan untuk bercocok tanam.
Ayahnya sangat kejam, di mana pada musim panas ia Firdaus melihat ibunya duduk dekat kaki ayahnya dengan sebuah mangkuk timah yang berisikan
air untuk membasuh kaki ayah. Ketika Firdaus beranjak remaja, ibunya meninggal dunia dan ia menggantikan ibunya untuk membasuh kaki ayahnya.
Ibu dan anak-anaknya baru diperbolehkan makan setelah ayahnya selesai. Air liur mana yang tak mengalir ketika menatap seseorang yang dengan lahap
menyantap makanan. Ayahnya bisa makan dengan lahap ketika anak perempuannya meninggal dan memukul ibunya ketika anak lelakinya meninggal.
Sebelum ayah makan, ia tidak akan beranjak pergi untuk tidur. Bahkan apabila tidak ada makanan di rumah, mereka semua tidur dengan perut kosong
tetapi ayah selalu memperoleh makanan karena ibu menyembunyikan makanannya dari mereka di dasar sebuah lubang tungku.
Firdaus sangat dekat dengan pamannya, ketika ayahnya meninggal ia diasuh oleh pamannya. Ia paman memasukkan Firdaus ke Sekolah Dasar. Ketika
ia telah menerima surat keterangan tanda tamat belajar dari Sekolah Dasar, pamannya membeli sebuah jam tangan kecil dan mengajaknya nonton di bioskop.
Pamannya menikah dengan puteri gurunya di Al-azhar dan ia membawa Firdaus ikut ke rumah barunya kemudian memasukkan Firdaus ke Sekolah
Menengah. Setelah tamat sekolah, ia dikawinkan dengan seorang Syeikh yang berumur 60 tahun. Syeikh tersebut mempunyai bisul besar di dagunya yang sangat
menjijikkan. Hari-hari pun berlalu dan perlakuan suaminya terhadap Firdaus melebihi
batas, Firdaus dipukul hingga berdarah, harus patuh dan bekerja keras. Sehingga ia melarikan diri dari rumah suaminya. Ketika ia duduk di warung kopi, ia pun
didatangi oleh pemilik warung tersebut yang bernama Biyaumi dan menanyakan
Universitas Sumatera Utara
keadaannya. Firdaus sementara tinggal di rumah Biyaumi karena ia tidak mempunyai tempat tinggal. Semenjak tinggal di rumah Biyaumi, Firdaus
mendapatkan perlakuan kasar terhadapnya sampai ia melarikan diri dari rumah Biyaumi. Ketika ia duduk sendirian di tepi sungai Nil, ia bertemu dengan seorang
perempuan yang bernama Sharifa Saleh el-Dine, dan perempuan inilah yang akhirnya memperkenalkan profesi “pelacur” kepada Firdaus. Ia sukses menjadi
pelacur kaya yang menentukan harga sangat tinggi ketika di ajak berkencan. Pada suatu hari, germo yang bernama Marzouk datang kepadanya untuk
meminta pembagian hasil dan kawin dengannya agar ia bisa melindungi Firdaus dari germo-germo yang lainya, tetapi Firdaus menolaknya. Kemudian Marzouk
germo menampar Firdaus dan mengambil sebilah pisau tetapi Firdaus lah terlebih dahulu yang mengambilnya kemudian menancapkan ke leher, dada dan
perut germo itu.
3.3 Fungsi Latar 3.3.1 Latar Sebagai Metaforik