Sinopsis Buku Laa Tahzan For Hijabers

39 pertukaran pelajar ke Amerika, tinggal setahun di negeri orang membuat Femmy ingin menegaskan identitasnya sebagai muslimah dan Femmy pun mengirim surat ke tanah air untu meminta izin kepada ibu dan keluarganya. Ibunya menyarankan untuk berjibab menunggu sampai mendapatkan pekerjaan karena menurut ibunya mencari pekerjaan dengan memakai jilbab sangat sulit. Dan akhirnya Femmy pun mendapat pekerjaan dan mulai mengenakan jilbab dibantu dengan sobatnya. Judul ke-5 merupakan tulisan Evatya Luna yang merupakan pengalaman dari saudaranya Nurhayati Zubaidi yang berjudul “Kesadarannya Baru, Jilbabnya Lusuh” Nur merupakan anak seorang guru ngaji dikampung dan marupakan keluarga yang sederhana. Nur masuk SMA favorit karena kecerdasannya ia mendapat beasiswa di sekolah tersebut. saat sang kakak memutuskan untuk berjilbab, Nur pun merasa iri dan kewajiban untuk menutup aurat pun mulai disadarinya. Ketika Nur mulai bersekolah di SMA ia pun ingin tetap memakai jilbab seperti sewaktu Nur di Tsanawiyah, karena tidak memiliki biaya ia pun memakai seragam lamanya, Gadis kecil dengan atasan lusuh yang sudah kekecilan, rok menggantung dibawah lutut. Pada judul ke-6 merupakan pengalaman cerita Inet “Jilbab and My Nightmare” sejak SD,SMP,SMA Inet sudah mengenakan jilbab, suatu ia sedang dikamar kosan temannya ia membuka jilbabnya yang Inet mengira tidak ada orang, tiba-tiba ada seorang laki-laki masuk kamar itu dan menutup pintunya. Takut ada kejadian yang tidak diinginkan Inet meminta tolong dan 40 teman-temannya pun menghampirinya. Sejak saat itu Inet tidak ingin membuka jilbabnya dimanapun dia berada. Pada judul ke-7 pengalaman Gardina Wiryo “Jilbab dan Dilema” latar belakang keluarga Gardina merupakan keluarga yang berbeda agama, hanya sedikit perempuan yang memakai jilbab dikeluarganya. Saat duduk di SMU diam-diam muncul keinginan untuk berjilbab dan kesadaran untuk menutup aurat, akan tetapi keinginannya pun tertunda karena tidak memiliki biaya untuk membuat seragam baru yang panjang. Setelah lulus SMU, Gardina pun masuk universitas melalui jalur PMDK, ia memantapkan hati untuk berjilbab dengan segala keterbatasan dana, Gardina pun memodifikasi baju yang dimilikinya menjadi pakaian yang menutup auratnya. Judul ke-8 tulisan Novia Syahidah yang menceritakan pengalaman Syarifatus Salma yang berjudul “Perjalanan Panjang Sebuah Hijab” Salma bekerja sebagai juru masak di pondok pesantren yang seharusnya ia masih duduk dibangku SMP, namun karena keterbatasan biaya akhirnya ia pun harus bekerja. Suatu saat ia diberikan kesempatan ikut belajar di kelas pondok pesantren tempat ia bekerja namun dengan syarat harus mendapat izin dari tokoh masyarakat di kampungnya ia pun pergi kerumah salah satu ustadz dan sesampainya disana Salma di caci maki karena penampilannya yang berjilbab panjang dan memakai gamis karena dianggap mengikuti ajaran sesat. Sampai akhirnya Salma dijemput paksa oleh keluarga dan dikirim ke surabaya untuk bekerja disana, hanya tiga bulan disana Salma pun kembali kerumah. Ketika itu Salma bertemu dengan seorang Ibu berjilbab dan Salma pun diajak bekerja 41 dirumah teman dari Ibu itu. Delapan bulan bekerja Salma kembali ke pesantren dan mulai belajar dikelas seperti santri lainnya dengan biayanya sendiri. Pada judul ke-9 diceritakan pengalaman dari Sinta Yudisia “Me, Top Girls, and The Gank” pada waktu SMA Sinta memiliki gank sekumpulan cewek dan cowok yang heboh suka happy happy di luar rumah seperti nonton di bioskop dan jalan-jalan, selain mereka, Sinta juga memiliki dua sohib lainnya dikelas yang ramah,cantik dan sopan. Apalagi dua top girls ini memakai jilbab yang terlihat tambah cantik dan sejuk. Penampilan kedua temannya itu pun membuat Sinta mencari info tentang jilbab. Ketika dikamar, Sinta sering bercermin sambil mencoba memakai jilbab yang dirasanya sangat sulit untuk memakainya dengan rapi. Lambat laun Sinta pun berjilbab dan mencoba meninggalkan hobinya untuk nonton di bioskop dan naik gunung. Judul ke-10 pengalaman berjilbab dari Mimin Ha Way “Perjuangan Menuju Jalan Nyaman” saat bergabung anggota Rohis SMU mimin belum mengenakan jilbab teman-teman sering menyarankan untuk memakai jilbab namun mimin selalu menjawab “ntar pas kuliah”. Sampai pada akhirnya masa- masa kuliah mimin meminta izin kepada ibunya untuk memakai jilbab dan ibu mendukung. Awal yang mudah dan indah namun menjaga komitmen sangan sulit, dan pertentangan batin pun dapat terjadi. Judul ke-11 merupakan pengalaman Demitri Rahmayanti “Ketika Hidayah itu datang” saat itu demitri belum mempunyai keinginan untuk berjilbab, ketika masuk SMA ia tertarik dengan kegiatan tafakur alam yang diadakan Rohis. Keinginan berjilbab pun muncul akan tetapi orang tua demitri 42 tidak setuju dengan keputusannya memakai jilbab tapi ia tetap berjilbab meskipun banyak protes dari keluarga dan membuat keimanannya naik turun tetapi ia tetap berusaha mempertahankan jilbab yang dikenakannya hingga kedua orang tunya merestui. Judul ke-12 Mariska Christianti yang menulis tulisannya dengan judul ”Jilbab Dulu dan Sekarang” Mariska yang beragama non muslim saat itu sedang menjaga tas teman kampusnya di mushola lalu ia disapa oleh wanita berjilbab hingga terjadi percakapan yang panjang sampai akhirnya Mariska menceritakan ketertarikannya terhadap Islam, dan wanita itu pun memberikan Mariska sebuah buku tauhid. Pada saat dirumah Mariska melaksanakan kebaktian dan menanyakan beberapa pertanyaan kepada ibu Pendeta. Beberapa bulan mempelajari Islam, Mariska pun resmi hijrah menjadi muslim dan memakai jilbab, dari mulai jilbab ukuran pendek sampai ukuran panjang menutupi dada. Judul ke-13 pengalaman berjilbab dari Nurhasanah Fajri dengan judul “Panggil Saya Nurhasanah” awal berjilbab saat masih SMA, proses Nurhasanah berjilbab tidaklah istimewa namun setelah berjilbab itulah yang membuat Nurhasanah tidak akan lupa. Banyak teguran dan cacian setelah Nurhasanah berjilbab. Sampai ia merasa malu dengan nama Nurhasanah yang disandangnya, ketika itu ia mendapatkan teguran lewat mimpi dan sejak itulah ia merasa yakin kembali dan kembali berkata panggil saya Nurhasanah. Judul ke-14 Marya Miranti Yustiahati berbagi pengalamannya dengan judul ”Titian Hidayah Lewat Jilbab” suatu hari teman Marya menanyakan apa 43 ada keinginan untuk berjilbab. Dan sebenarnya sejak SD Marya sudah mempunyai keinginan untuk bejilbab tetapi karena berbagai masalah ia pun lupa dengan keinginanya dan titian jalan hidayah pun terbuka melalui senior dikampus yang membantu memperbaiki ibadah Marya. Judul ke-15 pengalaman dari Alia Yumadiawati “Jilbab Susan dan Persahabatan yang Indah” Awal bertemu Susan ketika SMU saat itu Alia dan Susan sering menghabiskan waktu bersama, Susan ingin sekali mengenakan jilbab tapi dihadapkan pilihan yang sulit yang diberikan oleh bapaknya, perjuangan Susan pun tetap berjalan untuk dapat mengenakan jilbab, meski Alia dan Susan terpisah jarak dan kota mereka pun tetap menjalin komunikasi dan saling menguatkan satu sama lain. Judul ke-16 pengalaman Hikaru yang menulis judul “Ukhti Kecil” zaman Hikaru masih kecil ia belum kenal kaum jilbabers dan ketika itu ia mengikuti jejak kakanya untuk berjilbab. Dan pada saat berada ditoko buku ada seorang ikhwan dan memanggilku dengan sebutan ukhti kecil. Judul ke-17 tulisan dari Muthi’ Masfu’ah ”Ketika Harus Memilih” awal Muthi berjilbab ia banyak mendapatkan protes dari teman akrabnya belum lagi ia memiliki hobi seperti anak laki-laki yang bisa dibilang ia tomboy. Banyak hal yang membuat sesak dadanya setelah Muthi memakai jilbab dengan keyakinannya ia tetap memakai jilbab dan menemukan jati diri Muthi yang sebenarnya. Judul ke-18 pengalaman dari Indah S.Pratidina dengan judul ”Buka..Ngak..Buka..Ngak” saat itu Indah mengikuti program pertukaran pelajar 44 ke Jepang, diantara temannya hanya Indah yang mengenakan jilbab pada saat itu ia sempat goyah akan jilbab yang dikenakannya, banyak yang memandang aneh jika berjilbab di Jepang banyak pula pertanyaan yang dilontarkan kepada Indah tentang jibabnya dan pada akhirnya ia tidak kuat menyimpan sendirian emosinya ia membuat catatan sebagai bait do’a untuk menguatkannya. Judul ke-19 dari Nurhayati Pujiastuti “Jilbab Pertama Jauh Lebih Pahit” awal Nurhayati berjilabab ketika usia 17 tahun kemudian beberapa tahun setelah itu ia melepas jilbabnya. Menurutnya banyak rintangan yang harus dilalui untuk gadis remaja yang berjilbab tinggal di kota besar. Ada yang bilang jilbab dianggap simbol kuper dan lain sebagainya selalu ada aral yang melintang ketika Nurhayati ingin memakai jilbabnya lagi. Namun, ia tidak peduli dengan omongan orang karena ujian merupakan bentuk cinta dari Allah. Pada judul ke-20 Diyan Sudiharjo ingin membagi kisahnya dengan tulisan yang berjudul “All is Well” pada waktu SMA diyan sudah familiar dengan kerudung, salah satu dorongan memakai kerudung ketika merasa utang janji kepada kakanya yang kedua tiba disekolah adalah hari pertamanya memakai seragam OSIS plus jilbab reaksi teman-teman pun biasa saja. Judul ke-21 tulisan dari Helvy Tiana Rosa “Pakai Jilbab? berani dong” pertama kali Helvy mengaji pada usia 18 tahun dan dari menghadiri pengajian tesebut merupakan awal ia memakai jilbab akan tetapi disekolah ia mendapatkan larangan untuk mengenakan jilbab namun ia tetap memberanikan diri untuk berhijab, ibu pun merasa tidak suka jika ia memakai jilbab sampai akhirnya ia menjelaskan kepada sang ibu untuk tetap memakai jilbab. 45 Judul ke-22 tulisan yang berjudul “Mahrom” dari Asma Nadia. Urusan mahrom sangat penting bagi muslimah berjilbab. Supaya tidak salah membuka jilbab dihadapan lelaki karena alasan masih saudara. Banyak hukum terhadap muslimah yang berkaitan dengan mahrom, semoga ikhtiar jilbab semakin tegas. Judul ke-23 tulisan Asma Nadia yang berjudul “Sehelai Kain Tanda Cinta” hal pertama yang menyentakkan hati Asma Nadia untuk berjilbab adalah kenyataan bahwa begitu ringan perintah tersebut karena hijab tidak seberat logam tetapi masih ada muslimah yang ragu untuk mengenakannya. Bersyukur jika jilbab telah mengetuk hati pintu kita, rangkul hidayah Allah sebelum Allah menariknya dan tak ada jaminan kenikmatan yang serupa.

C. Asma Nadia Dkk dan Karya Asma Nadia

Asma Nadia lahir di Jakarta 26 Maret 1972, gadis cantik tersebut mempunyai nama Asmarani Rosalba yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Asma Nadia. Saat ini Asma Nadia telah memiliki keluarga kecil ia memiliki dua orang anak yang bernama Putri Salsa dan Adam Putra Firdaus, ia dan keluarga kecilnya tinggal di Jalan Kemang Swatama residence, Blok B No.3 Studio Alam Depok. Asma Nadia saat ini dikenal sebagai salah satu penulis perempuan Indonesia, Selain aktif menulis, sejak tahun 2009 Asma Nadia juga merintis penerbitan sendiri yang dikenal dengan Asma Nadia Publishing House. 46 Selain itu Asma Nadia juga aktif memberikan workshop dan dialog kepenulisan berbagai ceramah keislaman ke berbagai pelosok tanah air, hingga beberapa kota di Jepang Tokyo, ,Kyoto, Nagoya, Fukuoka dan beberapa kota di benua Eropa Roma, Jenewa, Berlin, Manchester, New Castle, Wina, Paris Stockholm dll . 5 Dari perjalanannya suksesnya tersebut Asma Nadia yang dijumpai di kediamannya pada tanggal 09-Juli-2014 lalu menceritakan awal kisah perjalanannya sehingga ia bisa menjadi penulis yang sukses dan dikenal oleh masyarakat. Awal Asma Nadia menulis ketika ia masih duduk di bangku SMP, saat itu menulis adalah salah satu hobinya dan mengarang adalah salah satu pelajaran yang di gemarinya. Awal mula ia menulis tidak lepas dari dukungan ibundanya dan kakak perempuannya, pada saat itu di waktu Asma Nadia kecil ia sering sakit-sakitan seperti jantung, paru-paru, geger otak sampai 5 tumor bersarang di sekitar leher ia pernah mengalaminya dan setelah dilakukan operasi masih ada 3 tumor yang ada. Selama di rumah sakit ibunda Asma Nadia atau yang ia panggil dengan sebutan mami selalu memberikan buku bacaan kepada Asma Nadia sampai sang ibu merelakan makan siangnya untuk membelikan buku kepada sang anak karena pada saat itu kondisi keluarganya sangat sederhana dan tinggal di pinggiran rel kereta api, lambat laun Asma Nadia mulai menulis dengan meminjam mesin ketik yang dipinjam dari guru ngajinya dan mulai mengirim tulisannya ke berbagai media, ditolak dan dicaci 5 Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa dkk, Laa Tahzan For Hijabers, Depok : AsmaNadia Publishing House, 2013, Cet-1,h. 256 47 tulisan yang ia buat pernah ia terima dan pada saat itu sang kakak lah yang membangun motivasi nya lagi untuk berani menulis hingga bisa menjadi penulis seperti sekarang ini. 6 Asma Nadia sekolah di SD Kartini 2 Jakarta dan melanjutkan pendidikannya di SMP 78. Asma nadia tergolong anak yang cerdas dan berbakat menulis sejak kecil ia mulai mulai mengembangkan tulisannya sejak usia 14 tahun pada saat duduk di kelas 2 SMP. Dan setelah lulus di SMA 1 Budi Utomo Jakarta ia mencoba mempublikasikan tulisannya ke media, di usianya ke 26 tahun Asma Nadia mencoba mempublikasikan bukunya dan buku pertamanya itu berjudul “Kisah Biasa dari Orang-Orang Biasa” tapi menurut Asma Nadia buku tersebut mengecewakan karena covernya tidak sesuai dengan yang diinginkan dan akhirnya pada tahun 2000 awal februari buku Asma Nadia diterbitkan oleh Syaamil seri Aisyah Putri. 7 Anak dari pasangan H.Amin Ivo’s dan ibu Hj.Maria Amin ini selain memiliki hobi menulis dan menjadi Public Speakeria juga suka travelling, hingga pada saat itu ia membuat novel yang berjudul Jilbab Traveller. Sudah lebih sari 48 negara dan 155 kota besar ia kunjungi. 8 Menurut Asma Nadia menulis merupakan salah satu alat komunikasi yang dapat memberikan manfaat bagi pembaca apa yang sebelumnya pembaca tidak mengetahui menjadi tahu sehingga menjadi suatu hal yang baru bagi pembaca. Menulis 6 Wawancara Pribadi dengan Asma Nadia, Pada Rabu 09-07-2014, Jam 17.00 WIB 7 Wawancara Pribadi dengan Asma Nadia, Pada Rabu 09-07-2014, Jam 17.00 WIB 8 Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa dkk, Laa Tahzan For Hijabers, Depok : AsmaNadia Publishing House, 2013, Cet-1,h. 256