Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

menjelaskan bahwa apabila diteliti lebih lanjut makna asli yang dikehendaki oleh para perumus perubahan UUD 1945, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dilakukan serentak dengan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan. Hal itu secara tegas dikemukakan oleh Slamet Effendy Yusuf sebagai salah satu anggota Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR RI yang mempersiapkan draft perubahan UUD 1945 yangmengemukakan bahwa para anggota MPR yang bertugas membahas perubahan UUD 1945 ketika membicarakan mengenai permasalahan ini telah mencapai satu kesepakatan bahwa “...yang dimaksud pemilu itu adalah pemilu untuk DPR, pemiluuntuk DPD, pemilu untuk presiden dan wakil presiden, dan DPRD. Jadi, diletakkandalam satu rezim pemilu .” Diterangkan lebih lanjut secara teknis bahwa gambaran pelaksanaan Pemilu nantinya akan terdapat 5 lima kotak, yaitu “... Kotak 1 adalahkotak DPR, kotak 2 adalah kotak DPD, kotak 3 adalah presiden dan wakilpresiden, dan kotak 4 adalah DPRD provinsi, kotak 5 adalah DPRDkabupatenkota .” Dengan demikian, dari sudut pandang original intent dari penyusun perubahan UUD 1945 telah terdapat gambaran visioner mengenai mekanisme penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden, bahwa Pemilihan Umum Presiden diselenggarakan secara bersamaan dengan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan. Hal demikian sejalan dengan Pasal 22E ayat 2 UUD 1945 yang menentukan bahwa yang dimaksud dengan pemilihan umum berada dalam satu tarikan nafas, y akni, “Pemilihan umumdiselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, DewanPerwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan RakyatDaerah ”. Berdasarkan pemahaman yang demikian, UUD 1945 memang tidak memisahkan penyelenggaraan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Presiden. Selain itu, dengan menggunakan penafsiran sistematis atas ketentuan Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan, ”Pasangan calon Presiden danWakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik pesertapemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum ”, frasa pemilihan umum dalam rancang bangun UUD NRI 1945 merujuk pada Pasal 22E ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan, “Pemilihan umum diselenggarakanuntuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”,bila dicermati maka kerangka konstitusi menghendaki bahwa calon Presiden dan Wakil Presiden sudah diusulkan sebelum pelaksanaan pemilihan umum diselenggarakan. Dengan demikian, baik dari sisi metode penafsiran original intent maupun penafsiran sistematis, kerangka konstitusi Pemilu Presiden dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga perwakilan. Menurut Mahkamah, dalam memaknai ketentuan UUD mengenai struktur ketatanegaraan dan sistem pemerintahan harus mempergunakan metode penafsiran yang komprehensif untuk memahami norma UUD 1945 untuk menghindari penafsiran yang terlalu luas, karena menyangkut desain sistem pemerintahan dan ketatanegaraan yang dikehendaki dalam keseluruhan norma UUD 1945 sebagai konstitusi yang tertulis; Ketiga, yang menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi adalah terkait biaya yang dikeluarkan dalam penyelenggaraan pemilihan umum. penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan secara serentak memang akan lebih efisien, sehingga pembiayaan penyelenggaraan lebih menghemat uang negara yang berasal dari pembayar pajak dan hasil eksploitasi sumber daya alam serta sumber daya ekonomi lainnya. Hal itu akan meningkatkan kemampuan negara untuk mencapai tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 yang antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain itu, Pemilihan Umum Presiden yang diselenggarakan secara serentak dengan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan juga akan mengurangi pemborosan waktu dan mengurangi konflik atau gesekan horizontal di masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan ayat Al-Quran dalam Surat Al-Nisa Ayat 58 yang berbunyi: ْنأ سانلا نْيب ْ تْمكح اذإ ا ْهأ ىلإ تانامأا ا د ت ْنأ ْ كرمْ ي َ نإ اًريصب اًعيمس ناك َ نإ هب ْ كظعي امعن َ نإ لْدعْلاب ا مكْحت Artinya: “Sesungguhnya Allah memerintahkan menyuruh kamu melaksanakan menunaikanmenyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran pelajaran yang sebaik-baiknya sangat berharga kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat . ” QS.4:58

C. Implikasi Pemilihan Umum Serentak terhadap Sistem Pemilihan Umum di

Indonesia Seperti dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa telah dilakukan pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia atas permohonan Effendi Ghazali pada tanggal 10 Januari 2013. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 3 ayat 5, Pasal 12 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 14 ayat 2, dan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. 26 Namun yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini adalah Pasal 3 ayat 5 yang berbunyi: “Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD”. Dengan dibatalkannya pasal tersebut berdampak pada model sistem Pemilihan Umum di Indonesia. Berikut adalah penjelesan mengenai dampak atau implikasinya terhadap sistem Pemilihan Umum di indonesia diantaranya: 1. Penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dengan Legislatif Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden pada tahun 2004 dan 2009 dilaksanakan setelah Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD. Hal tersebut didasarkan pada Pasal 4 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003 “Pemungutan suara untuk pelaksanaa peilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 dilaksanakan selambat-lambatnya 3 tiga bulan setelah pengumuman hasil pemilu bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD ” dan Pasal 3 ayat 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.yang berbunyi: “Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD”. 26 Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 14PUU-XI2013 dalam Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, h. 87. Praktik penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang di laksanakan setelah Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD didasarkan karna pertimbangan Pasal 3 ayat 2 dan Pasal 2 ayat 1 UUD NRI 1945. 27 Pasal 3 ayat 2 “Majelis Permusyawaratan rakyat melantik Presiden danatau Wakil Presiden”. Dan Pasal 2 ayat 1 “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang- undang ”. berdasarkan kedua pasal tersebut karna Presiden dilantik oleh MPR, sehingga Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD didahulukan agar terbentuk lembaga MPR yang nanti MPR-lah yang melantik Presiden. Sesuai dengan Amar Putusan Mahkamah Konstitusi dengan dibatalkannya Pasal 3 ayat 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, maka mulai tahun 2019 praktik penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dilaksanakan secara serentak dengan Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD. 2. Efisiensi Anggaran Penyelenggaran Pemilihan Umum Sekedar gambaran, pada tahun 2009, dana APBN yang digelontorkan untuk penyelenggaraan pemilu mencapai Rp 8,5 triliun, sementara pada 27 Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 14PUU-XI2013 dalam Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, h. 76.