Eksekutif dan Legislatif dalam Sistem Pemerintahan Presidensial di

8 Mengangkat dan memberhentikan mentri-menteri Pasal 17 UUD NRI 1945; 9 Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain Pasal 15 UUD NRI 1945. b. Kewenangan dalam bidang legislatif meliputi: 1 Berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang Pasal 5 ayat 1; 2 Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagai pengganti Undang-Undang Pasal 22 ayat 1. c. Kewenangan dalam bidang yudikatif meliputi: 1 Memberi Grasi dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung Pasal 14 ayat 1; 2 Memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 14 ayat 2. Dengan kewenangan Presiden yang diatur dalam UUD NRI 1945, menempatkan posisi yang kuat dan strategis bagi Presiden. Selain karna mendapat legitimasi yang kuat dari rakyat dipilih secara langsung oleh rakyat, presiden tidak dapat dijatuhkan selain dari alasan yang diatur secara limitatif oleh UUD NRI 1945 Pasal 7A UUD NRI 1945. 2. Kewenangan Legislatif dalam Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia Seperti pada pembahasan sebelumnya bahwa sistem pemerintahan adalah sistem hubungan mengenai eksekutif dan legislatif. Maka dalam konteks Indonesia pemegang kekuasaan legislatif yakni membuat undang- undang adalah DPR. hal tersebut dinyatakan secara jelas dalam Pasal 20 ayat 1 UUD NRI 1945 “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang- undang”. Pasca Amandemen UUD 1945, selain dikembalikannya fungsi legislasi kepada DPR, peningkatan peran DPR tidak hanya pada fungsi legislasi tapi juga menyangkut fungsi pengawasan dan fungsi anggaran budget. 3 Dalam menjalankan fungsinya tersebut DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Selain dari kewenangan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran budget, DPR mempunyai kewenangan untuk mengusulkan pemberhentian Presiden kepada MPR Pasal 7A UUD NRI 1945. Hal ini merupakan bagian prinsip checks and balances atas peran Presiden yang tidak hanya penting dan strategis tapi juga merupakan penerima mandat langsung dari rakyat karna Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. 3. Hubungan Eksekutif dan Legislatif dalam Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia Hubungan Presiden dan DPR menjadi salah satu penentu dianutnya sistem pemerintahan presidensial. Kedua lembaga ini mempresentasikan hubungan lembaga eksektuif dan legislatif. Meskipun terdapat lembaga negara lain yang digolongkan menjadi lembaga legislatif yaitu MPR dan DPD, namun yang memegang kekuasaan legislatif secara nyata hanyalah DPR menurut Pasal 20 Ayat 1 UUD NRI 1945. 3 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Deomkrasi: Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan Ham, Jakarta: Konstitusi Press, 2005, Cet. Kedua, h. 63. Posisi Presiden dalam hubungannya dengan DPR adalah sejajar dengan prinsip hubungan yang saling mengawasi dan mengimbangi checks and balances. Menurut UUD NRI 1945 dalam hal tertentu kebijakan Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR seperti pengangkatan duta dan penerimaan duta dari negara lain. Presiden dalam menyatakan perang, membuatan perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional yang menimbulkan akibat luas harus dengan persetujuan DPR. Disisi lain, DPR dalam menjalankan fungsinya seperti fungsi membentuk Undang-Undang harus dilakukan bersama-sama serta disetujui bersama dengan Presiden meskipun kekuasaan membentuk Undang-Undang ada di tangan DPR. Dalam fungsi anggaran dalam hal ini menentukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN, Presiden mengajukan rancangan APBN untuk dibahas bersama untuk mendapat persetujuan DPR, apabila rancangan tidak mendapat persetujuan DPR maka Presiden menjalankan APBN tahun sebelumnya. Dari pola hubungan diatas menunjukan adanya prinsip checks and balances diantara kedua lembaga tersebut. Dengan adanya prinsip checks and balances ini kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga kekuasaan oleh aparat penyelenggara negara atau pribadi-pribadi yang kebetulan sedang menduduki jabatan lembaga-lembaga negara yang bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya. 4

C. Variabel yang Mempengaruhi Sistem Pemerintahan Presidensial

Karateristik dasar sistem presidensial adalah keterpisahan antara eksekutif dan legislatif executive is not dependent on legislative. karna baik presiden mapupun anggota legislatif dipilih secara langsung oleh rakyat. Dengan karateristik tersebut disatu sisi bisa dilihat sebagai kelebihan sistem presidensial dalam hal stabilisasi pemerintahan karna eksekutif tidak bergantung pada legislatif, namun disisi lain membawa dampak pada terbelahnya pemerintahan divide government dapat beriimplikasi deadlock. 5 Menurut Scott Maniwaring pemerintahan yang terbelah divide government terjadi karna antara eksekutif dan legislatif dikuasai oleh partai-partai yang berbeda. Karna keduanya mendapat mandat langsung dari rakyat, bisa saja lembaga legislatif misalnya berbeda pandangan politik dengan presiden. 6 Berikut adalah variabel yang mempengaruhi sistem presdiensial : 1. Sistem Multipartai dalam Sistem Presidensial; 2. Koalisi dalam Sistem Presidensial. 4 Ni’matul Huda, Perkembangan Hukum Tata Negara: Perdebatan dan Gagasan Penyempurnaan, Yogyakarta: FH UII Press, 2014, Cet. Pertama, h. 143. 5 Dyajadi H anan, “Memperkuat Presidensialisme Multipartai di Indonesia: Pemilu Serentak, Sistem Pemilu, dan Sistem Kepartaian”, artikel diakses pada 18 Agustus 2015 dari http:www.puskapol.ui.ac.idwp-contentuploads201502Makalah-Djayadi-Hanan.pdf , h. 2. 6 Saldi Isra, “Pemilihan Presiden Langsung dan Problematika Koalisi dalam Sistem Presidensial”, Jurnal Konstitusi, II, No. 1 Juni, 2009, h. 118. 1. Sistem Multipartai dalam Sistem Pemerintahan Presidensial Para ahli perbandingan politik, seperti Scott Mainwaring maupun Juan J. Linz, sudah pernah mengingatkan bahwa secara teoritis sistem presidensial dan sistem multipartai adalah “kombinasi yang sulit” dan berpeluang terjadinya deadlock dalam relasi eksekutif dan legislatif. 7 Scott Mainwaring menambahkan bahwa konflik antara eksekutif dan legislatif sering timbul bila partai-partai yang berbeda menguasai kedua cabang itu. Konflik yang berkepanjangan dapat menimbulkan akibat yang buruk terhadap stabilisasi demokrasi. 8 Dalam sistem presidensial multipartai, presiden yang terpilih cenderung akan tidak memiliki dukungan mayoritas di legislatif. Banyaknya partai yang ikut pemilu termasuk partai presiden membuat sangat sulit bagi satu partai memenangkan pemilu secara mayoritas. Ini berujung pada minoritasnya dukungan presiden di legislatif, sekalipun partainya adalah pemenang pemilu. 9 Hal ini terjadi pemilu presiden tahun 2004 dimana presiden terpilih yakni SBY-JK hanya didukung 12 persen dari suara di DPR. walaupun pada akhirnya merangkul beberapa partai politik untuk mendapatkan dukungan mayoritas di DPR. 10 7 Ni’matul Huda, Perkembangan Hukum Tata Negara: Perdebatan dan Gagasan Penyempurnaan, h. 170. 8 Saldi Isra, “Pemilihan Presiden Langsung dan Problematika Koalisi dalam Sistem Presidensial”, h. 118. 9 Dyajadi Hanan, “Memperkuat Presidensialisme Multipartai di Indonesia: Pemilu Serentak, Sistem Pemilu, dan Sistem Kepartaian”, h. 2. 10 Saldi Isra, “Pemilihan Presiden Langsung dan Problematika Koalisi dalam Sistem P residensial”, h. 124. Sistem Multipartai mulai diterapkan di Indonesia sejak tumbangnya rezim Orde Baru. Pada awal kemunculan sistem multipartai yang ditandai lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik, memberikan peluang besar bagi masyarakat untuk mendirikan partai politik. Hal ini terbukti dengan bermunculannya ratusan partai politik dan 48 diantaranya dinyatakan memenuhi syarat untuk mengikuti Pemilu 1999. 11 Ditambah lagi sistem pemilu legislatif di Indonesia menggunakan sistem proporsional yang cenderung menghasilkan terfragmentasinya partai politik di parlemen. Sistem multipartai tidak bisa dipungkiri dapat mempengaruhi kinerja pemerintah terkait pelaksanaan sistem pemerintahan. Misalnya dalam fungsi legislasi, banyaknya partai yang ada di parlemen mengakibatkan sulitnya konsolidasi antar partai politik. 12 Hal tersebut terjadi karna banyaknya kepentingan yang dipertimbangkan. Ini menyebabkan menjadi tidak efektinya sistem pemerintahan. Seperti yang diungkapkan oleh Saiful Mujani 13 bahwa kesulitan sistem pemerintahan presidensial bukan saja pada tidak mudahnya konsesus antara dua lembaga, antara eksekutif dan legislatif, tetapi juga kekuatan-kekuatan dilembaga legislatif itu sendiri. 2. Koalisi dalam Sistem Pemerintahan Presidensial 12 Saldi Isra, “Pemilihan Presiden Langsung dan Problematika Koalisi dalam Sistem Presidensial”, h. 119 13 Saldi Isra, “Pemilihan Presiden Langsung dan Problematika Koalisi dalam Sistem Presidensial”, h. 118.